Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI DALAM

OTONOMI DAERAH KOTA/KABUPATEN

Muhammad Mujtaba Habibi


Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No.5 Malang
email: abaq379@gmail.com

Abstrac : In order to implement regional autonomy based on Law No. 22 of 1999, that the granting of
autonomy to the local city / county is based on the principle of decentralization in the form of
autonomy, real, and responsible. Granting authority on the basis of the principle of decentralization,
causing all fields are left to local governments in the implementation of an autonomous basically
become the authority and responsibility of local city and county governments fully, both concerning
the determination of policy, planning, implementation, monitoring, control, and evaluation. This
study aimed to describe the factors that affect the implementation of regional autonomy and decen-
tralization in the provision of recommendations for the implementation of decentralization in au-
tonomy. The results showed that there are four variables that can explain the performance of the
implementation of decentralization in the regional autonomy in the city / county, namely managerial
aspects, aspects of Human Resources organization, aspects of bureaucratic culture, and ethics of
public service.

Keyword: decentralization, regional autonomy

Abstrak :Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999, bahwa pemberian otonomi kepada daerah kota/kabupaten didasarkan atas asas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pemberian kewenangan atas dasar
asas desentralisasi tersebut, menyebabkan semua bidang pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka pelaksanaan suatu otonomi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah daerah kota dan kabupaten sepenuhnya, baik yang menyangkut penentuan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Penelitian ini
bertujuan untukmendeskripsikan faktoryang mempengaruhipelaksanaan desentralisasidalam otonomi
daerah dan pemberianrekomendasi terhadap pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang dapat menjelaskan kinerja pelaksanaan
desentralisasi dalam otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu aspek manajerial, aspek Sumber Daya
Manusia organisasi, aspek budaya birokrasi, dan etika pelayanan publik.

Kata Kunci: desentralisasi, otonomi daerah

Kebijakan tentang otonomi daerah, memberikan Pemberian dan wewenang dan tanggung
otonomi yang sangat luas kepada daerah, jawab sebagaimana diatur dalam undang-undang
khususnya kota dan kabupaten. Otonomi daerah tersebut, harus diimbangi dengan pembagian
dilaksanakan dalam rangka mengembalikan harkat sumber-sumber pendapatan yang memadai yang
dan martabat masyarakat di daerah, memberikan mampu dan mendukung pelaksanaan wewenang
peluang pendidikan politik dalam rangka dan tanggung jawab yang diberikan.
peningkatan kualitas demokrasi di daerah, Di era otonomi saat ini,upaya untuk tetap
peningkatan efisiensi pelayanan publik di daerah, mengandalkan bantuan dari Pemerintah Pusat atau
peningkatan percepatan pembangunan di daerah, tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi sudah tidak
dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara bias dipertahankan lagi. Otonomi menuntut
berpemerintahan yang baik (good governance). kemandirian daerah di berbagai bidang, termasuk

117
118 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015

kemandirian di dalam mendanai dan pelaksanaan output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua
pembangunan di daerahnya. Oleh karena itu, aspek tersebut memiliki ukuran atau indikator yang
daerah dituntut agar berupaya untuk meningkatkan berbeda dalam penilaian keberhasilan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD), guna mengurangi
ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat. Output Otonomi daerah dan desentralisasi
Pemberlakuan Undang-Undang tersebut Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat
menambah kewenangan yang dimiliki daerah, maka dari beberapa aspek antara lain pertumuhan
tanggung jawab yang diemban oleh Pemerintah ekonomi masyarakat, peningkatan kualitas
Daerah juga akan bertambah banyak. Mahfud MD pelayanan publik, dan fleksibilitas program
(2000: 49) mengemukakan implikasi dari adanya pembangunan.
kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas Pertumbuhan ekonomi masyarakat, untuk
yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi mengetahui apakah program Pemerintah Daerah
daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah, namun dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam
pada sisi lain bertambahnya kewenangan daerah otonomi daerahadalah dari sejauh mana dapat
tersebut sekaligus juga merupakan beban yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya, Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah
karena semakin bertambahnya urusan pemerintahan masih memegang peranan penting dalam mendukung
yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah. Tanpa
Untuk itu ada beberapa aspek yang harus program pembangunan ekonomi yang konkret dari
dipersiapkan, yaitu: sumber daya manusia, sumber Pemerintah Daerah, sukar bagi daerah untuk
daya keuangan, sarana, dan prasarana. mengalami kemajuan di bidang ekonomi.
William N. Dunn (1981: 111-112) menyebutkan Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka
bahwa model analisis kebijakan yang dapat dilakukan keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah
dengan cara diperbandingkan dan dipertimbangkan Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di
menurut sejumlah asumsi, yang paling penting daerah yang memiliki akses langsung dengan
diantaranya: (a) perbedaan menurut tujuan, (b) kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan
bentuk penyajian, (c) fungsi metodologis. Sehingga dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi
ada dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah : masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program
(1) model deskriptif, dan (2) model normatif. tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir berhasil
Hessel Nogi S. (2000: 1-3) kebijakan publik dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri memperlihatkan kemajuan ekonomi masyarakat di masa yang akan
tiga tampilan dalam cakupan studinya yaitu datang. Demikian sebaliknya apabila program
menentukan arah umum yang harus ditempuh untuk tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal
mengelola isu-isu yang ada di tengah masyarakat, dilaksanakan (tidak mencapai sasaran) maka
menentukan ruang lingkup masalah yang dihadapi dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat
pemerintah, dan mengetahui betapa luas dan negatif (rendah). Bidang-bidang yang dapat
besarnya organisasi birokrasi publik ini. Kemampuan dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi
analisis kebijakan publik amat bergantung pada masyarakat, misalnya: perkembangan sektor
objektivitas dan keakuratan informasi, serta pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan
kepekaan seorang analisis untuk menempatkan energi, perkembangan sektor industri,
masalah publik secara proporsional dengan perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.
memperhatikan semua stakeholders yang terlibat. Peningkatan kualitas pelayanan public, untuk
Kepekaan ini perlu diasah melalui pendalaman melihat sejauh mana dampak pelaksanaan
kasus-kasus kebijakan publik yang terjadi pada desentralisasi dalam otonomi daerahdapat dilihat
masyarakat sekitar dengan memperhatikan faktor dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan
rasionalitas serta wacana publik secara kontekstual. yang sering diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang
PELAKSANAAN DESENTRALISASI DA- pertanian, pelayanan bidan pertambangan dan
LAM OTONOMI DAERAH energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan
bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.
Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi Fleksibilitas program pembangunan,
daerahdapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fleksibilitas program pembangunan berkenaan
Habibi, Analisis Pelaksanaan Desentralisasi dalam Otonomi Daerah Kota/Kabupaten di Indonesia 119

dengan kemampuan aparat pelaksana memahami yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami kelompok (pooled interdependence); (b)
prosedur dan aturan-aturan formal, kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
mengedepankan kepentingan masyarakat di atas sekuensial (sequential interdependence), dan (c)
kepentingan pribadi, peka terhadap ketidakadilan kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal
dan ketidakpuasan yang berkembang di balik (reciprocal interdependence).
masyarakat, dan dalam setiap langkah dan tindakan Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit
berusaha melakukan penyesuaian terhadap organisasi tidak tergantung satu sama lain untuk
perkembangan kebutuhan masyarakat. melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi
Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang tergantung pada prestasi yang memadai dari setiap
relevan diajukan adalah: apakah aparat pemerintah unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang,
daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
keleluasaan (discretion of power) dalam sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang
mengelola bidang urusan pemerintah yang harus melaksanakan kegiatan (aktivitas) terlebih
diterimanya dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat
bertindak. Sementara, ketergantungan timbal balik
Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi terjadi apabila melibatkan hubungan saling
daerah memberi dan menerima dan saling menguntungkan
Outcomes desentralisasi terdiri dari dua aspek, diantara unit-unit.
yaitu peningkatan partisipasi masyarakat dan Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan
fektivitas pelaksanaan koordinasi. Peningkatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal
partisipasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan, terdapat
diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan beberapa unit organisasi yang saling terkait dan
di daerah, diharapkan masyarakat bisa mengambil melibatkan hubungan secara fungsional yaitu
bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan, antara lain: Walikota/Bupati (Kepala daerah),
pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan
pemeliharaan hasil pembangunan. Kepala Bagian Keuangan, Sekretaris Daerah.
Secara apriori, konsep partisipasi yang Setiap program kerja tahunan dinas daerah,
dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi sebelum disetujui oleh Walikota/Bupati (Kepala
daerahkelihatannya terlampau muluk untuk bisa Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan
direalisasikan. Sebab, selama ini (peran pemerintah Bagian Keuangan.
terlampau dominan) yang menempatkan Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
masyarakat tidak lebih sebagai objek bahwa dilihat dari aspek Output kebijakan, maka
pembangunan atau pihak yang hanya penonton. implementasi kebijakan desentralisasi dapat
Efektivitas pelaksanaan koordinasi, yaitu suatu dikatakan relatif berhasil. Namun dilihat dari aspek
proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan- Outcomes kebijakan, ternyata banyaknya urusan
kegiatan dari satuan yang terpisah (unit-unit atau yang telah diterima (desentralisasi) oleh Kota/
bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai kabupaten justru menjadi beban berat bagi daerah.
tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi Harapan kebijaksanaan seperti memacu
individu-individu dan bagian-bagian akan kehilangan pertumbuhan ekonomi masyarakat berbagai pro-
pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. gram pembangunan (proyek), pelaksanaannya
Mereka akan mengejar kepentingannya masing- belum efektif.
masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan
tujuan organisasi. Namun, kebutuhan akan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PE-
koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya LAKSANAAN DESENTRALISASI DA-
komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan LAM OTONOMI DAERAH
ketergantungan berbagai subunit yang
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi Terdapat empat variabel yang dapat
juga bermanfaat bagi pekerjaan yang tidak rutin dan menjelaskan kinerja pelaksanaan desentralisasi
tidak diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan- dalam otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu
pekerjaan ketergantungannya tinggi. Kebutuhan aspek manajerial, aspek SDM organisasi, aspek
koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan, budaya birokrasi, dan etika pelayanan publik.
120 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015

Aspek Manajerial lebih satu tahun. Dengan jumlah pegawai dari


Kemampuan kepemimpinan Kepala Daerah setiap dinas atau instansi yang ada pada
selaku top manajer di daerah memegang peranan kenyataannya kurang mencukupi untuk melayani
penting akan keberhasilan pelaksanaan desentralisasi ara pengguna jasa atau masyarakat yang optimal.
dalam otonomi daerah. Mengingat desentralisasi Padahal sektor-sektor ini memiliki kedudukan yang
dalam otonomi daerahmasih merupakan suatu yang strategis untuk menggerakkan perekonomian
baru bagi pemerintah daerah serta memiliki tujuan daerah setempat.
yang begitu luas dan kompleks, jelas memerlukan Sejauh yang diketahui belum ada suatu
suatu kemampuan seorang Walikota/Bupati dalam analisis yang bisa menyimpulkan bahwa semakin
memanage agar tujuan kebijakan yang begitu luas besar jumlah pegawai pada suatu organisasi, maka
dan kompleks bisa dipahami oleh semua pihak yang kinerja organisasi tersebut meningkat. Namun
berkepentingan (stakeholders). Dalam manajemen demikian, perlu mencermati bahwa pada
modern, setiap organisasi harus memiliki visi dan misi organisasi birokrasi, seperti pada beberapa dinas
yang jelas, sebagai acuan bagi semua komponen daerah, terdapat suatu budaya birokrasi di mana
dalam melaksanakan aktivitasnya. Visi organisasi para pegawai yang menduduki jabatan cenderung
tersebut sedapat mungkin disosialisasikan kepada bergaya aristokrat, dalam pengertian selalu
pegawai, menjadi visi bersama yang harus merasa diri sebagai boss yang termanifestasi di
diperjuangkan (Ordway Tead, 1954). dalam kerja seharian.
Kendala yang dihadapi dalam merealisasikan Untuk pekerjaan administrasi, misalnya
misi yang telah ditetapkan adalah lebih disebabkan mengetik surat, mengantar surat, mengatur
oleh pelaksanaan program kerja yang belum kebersihan ruangan, dan sejenisnya, umumnya
terdesain secara baik. Sebagian besar dinas di tidak mau dilakukan oleh pegawai yang memiliki
daerah selaku pelaksana teknis urusan otonomi eselon, dan hanya mengharapkan staf atau
daerah belum didukung dengan renstra yang pegawai bawahan. Budaya kerja dan perilaku
memiliki logframe yang baik yang memuat pro- seperti ini jelas secara tidak langsung ikut
gram-program yang dianggap strategis bagi mempengaruhi kinerja organisasi.
kemajuan daerah. Berdasarkan kondisi tersebut, bahwa
Dari uraian di atas, bahwa kemampuan andaikan saja para pegawai mau melakukan
manajerial pimpinan daerah cukup baik dalam pekerjaan apa saja demi berjalannya aktivitas
mewujudkan visi, misi, dan tujuan yang telah organisasi, tanpa terbelenggu dengan berbagai titel
ditetapkan, tetapi belum didukung oleh SDM dan jabatan, maka kegiatan organisasi akan
pelaksana programnya maupun anggaran yang berjalan secara lancar, dan pada akhirnya
tersedia. Kondisi ini jelas berimplikasi terhadap berdampak pada meningkatnya kinerja organisasi
kinerja desentralisasi dalam otonomi dinas. Sebab, dalam realitas keseharian, banyak
daerahsebagaimana yang telah dipaparkan di muka. pegawai yang hanya bersantai-santai pada jam
kantor dan pada saat yang sama banyak pekerjaan
Aspek SDM Organisasi kantor yang bersifat rutin terabaikan. Dengan
Ketersediaan Sumber daya Manusia (SDM) demikian, maka sedikitnya jumlah pegawai dinas
organisasi (dinas daerah) sangat penting dalam daerah serta masih terpeliharanya budaya kerja
pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah. santai dari para pegawai menyebabkan banyak
SDM dimaksud antara lain mencakup pegawai bidang pekerjaan terbengkalai. Implikasi lebih
yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan lanjut adalah gagalnya dinas daerah
melaksanakan tugas, perintah, dan anjuran atasan menyelenggarakan urusan pemerintahan
(pimpinan). Di samping itu, harus ada ketepatan berdasarkan otonomi daerah dan desentralisasi.
dan kelayakan antara jumlah pegawai yang
dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai Kesesuaian Kualifikasi Pendidikan Pegawai
dengan bidang tugas yang akan dikerjakan (Salusu, Dengan bidang tugas yang diemban SDM
1988: 493). yang berkualitas merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan suatu organisasi dalam
Ketercukupan Pegawai Dinas Daerah menjalankan misinya. Untuk mendapatkan SDM
Waktu yang dibutuhkan Pemerintah daerah yang berkualitas, ada dua jalur yang biasanya
dalam membenahi organisasi dinas daerah kurang ditempuh, yaitu: pertama melalui sistem seleksi
Habibi, Analisis Pelaksanaan Desentralisasi dalam Otonomi Daerah Kota/Kabupaten di Indonesia 121

ketat dengan persyaratan tertentu untuk suatu untuk membuat keputusan terutama berhubungan
bidang pekerjaan; dan kedua melalui pendidikan/ dengan keputusan diskresi. Kehati-hatian ini akan
pelatihan tambahan setelah menjadi pegawai atau berakibat pada lambannya pelayanan publik yang
melalui model magang (learning by doing). diberikan kepada masyarakat sebagai pengguna
Secara konsepsi, organisasi yang memiliki jasa.
SDM yang terbatas tetapi berkualitas akan jauh Secara umum tampilan birokrasi pemerintah
lebih berhasil dibandingkan dengan organisasi yang di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah
memiliki jumlah pegawai banyak tetapi kualitas masih diwarnai dan dilingkupi oleh sifat feodalisme
SDMnya rendah. Dan yang lebih parah lagi adalah yang tinggi, sebagai himbasan dari pola kerja
SDM yang terbatas dengan kualitas yang rendah. birokrasi selama orde baru yang memerintah
Persoalan kualitas SDM akan terasa pengaruhnya selama lebih dari tiga puluh dua (32) tahun. Pola
ketika organisasi mulai menghadapi pekerjaan- kerja yang kental dengan unsur feodalisme ini,
pekerjaan yang spesifik yang membutuhkan terasa terus dipertahankan oleh kelompok yang
kualifikasi pendidikan atau skill tertentu. dalam birokrasi karena berbagai kepentingan
Tidak berjalannya sistem seleksi dan ekonomi politik yang ada.
rekrutmen dalam proses pemenuhan kebutuhan Nilai budaya masyarakat yang sebagian
pegawai pada sejumlah dinas daerah merupakan besar berkiblat pada sektor agraris, dengan corak
faktor utama yang menyebabkan kurangnya utama para pelaku untuk cenderung memper-
jumlah pegawai yang memiliki kualifikasi tahankan keharmonisan antar elemen dan
pendidikan yang cocok dengan bidang tugasnya menghindari konflik atau friksi yang dianggap akan
yang diemban. Prinsip the right men on the right merugikan semua pihak. Pola pikir dan mental
place kurang diperhatikan dalam sistem rekrutmen seperti ini menghasilkan suatu kondisi pada habi-
pada jabatan-jabatan yang ada di dinas daerah. tat birokrasi yang tidak memungkinkan terjadinya
Dari uraian di atas, bahwa minimnya pegawai kritik maupun autokritik terhadap keputusan atau
dinas daerah yang memiliki kualifikasi pendidikan kebijakan pimpinan, walaupun dampak keputusan
yang cocok dengan tugas bidang pekerjaannya, itu merugikan bawahan dan masyarakat yang luas.
telah ikut memberi kontribusi terhadap rendahnya Dari sinilah dapat dilihat garis hubungan antara
kinerja pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi nilai yang masih dianut dalam masyarakat yang
daerah, yang terefleksi dari kinerja dinas daerah berpola pikir agraris dengan perilaku birokrasi,
menjalankan tugasnya. karena proses adopsi yang terjadi di dalamnya.
Pola inipun masih terjadi di kalangan birokrasi
Aspek Budaya Birokrasi pemerintah Kota/kabupaten di Indonesia, sehingga
Secara nasional birokrasi pemerintah yang ada kinerja birokrasi dalam pemberian pelayanan belum
di Indonesia memiliki ciri-ciri yang hampir sama, di berjalan secara optimal.
mana unsur paternalisme amat kental dalam pola Di samping itu, pilihan sentralisme dalam
hubungan yang bersifat internal organisasi maupun penyelenggaraan birokrasi pemerintah telah
pada tataran eksternal organisasi. Hubungan antara menimbulkan persoalan tersendiri terhadap
bawahan dan pimpinan berada pada posisi di mana kualitas pelayanan kepada masyarakat pengguna
bawahan cenderung berusaha melayani dan jasa, karena kinerja birokrasi menjadi kaku yang
memuaskan atasan. Kondisi ini secara otomatis disebabkan pengambilan posisi yang lebih tinggi
akan mengurangi kualitas layanan yang diberikan dari pihak birokrasi terhadap masyarakat. Kondisi
birokrasi kepada masyarakat sebagai pengguna demikian ini jelas pada era globalisasi dan
jasa. penguatan civil societyakan semakin bersebe-
Pada sisi lain budaya lokal juga memberikan rangan dengan upaya semua komponen
warna tersendiri terhadap budaya birokrasi masyarakat untuk menerapkan prinsip good gov-
pemerintah, terutama pemerintah daerah setempat. ernance yang memprioritaskan asas akuntabilitas,
Akan berbeda tampilan birokrasi pemerintah di responsibilitas, maupun asas transparansi dalam
wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, pelayanan publiknya.
Bali maupun Papua. Hal ini terutama berkaitan Sentralisme ini secara langsung berdampak
dengan pola pengambilan keputusan , dimana pada tampilan budaya birokrasi yang
kebanyakan birokrasi di pulau Jawa terutama Jawa lingkungannya bernuansa diskriminatif dan
Tengah dan Yogyakarta, akan sangat berhati-hati mengandalkan preferensi subjektivitas dalam
122 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015

pemberian pelayanan kepada pengguna jasa Birokrasi nasional yang perkembangan


maupun dalam pola hubungan internal organisasi historisnya berasal dari kaum bangsawan
birokrasi. Sentralisme akan mengakibatkan menjadikan birokrasi pemerintah dan aparaturnya
berkurangnya pertanggungjawaban terhadap mengidentifikasi diri sebagai golongan elite yang
publik, karena menciptakan budaya kurang peduli memiliki status sosial terhormat dan tinggi di tengah
pihak birokrasi terhadap kemajuan maupun masyarakat. Kondisi ini jelas menjadikan
perubahan sosial ekonomi sebagai tujuan dari pelayanan ublik tidak akan berfungsi otimal, karena
pelaksanaan pembangunan, dimana birokrasi kaum birokrat cenderung ingin dilayani secara in-
merupakan motor penggeraknya. Fenomena yang ternal maupun eksternal, ketika terjadi transaksi
ada memperlihatkan bahwa kinerja birokrasi tidak sosial berupa pelayanan publik. Indikasi yang
optimal, karena faktor koordinasi yang lemah, etos terlihat dari kondisi di atas adalah penyebutan yang
kerja yang tidak mendukung, serta disiplin kerja istimewa kepada para pejabat birokrat yang
yang kurang, sehingga banyak tugas pelayanan memiliki status sosial istimewa itu.
kepada para pengguna jasa menjadi terbengkalai Keangkuhan yang terkondisi di kalangan
dan membutuhkan waktu yang berlarut-larut untuk birokrat ini menjadikan birokrasi pemerintah menjadi
menyelesaikannya. jauh dengan masyarakat, karena persepsi birokrat
Pola pikeryang mengungkapkan peraturan merasa lebih tinggi dari masyarakat kebanyakan
secara kaku melalui penerapan dan penafsiran yang menjadi pengguna jasa pelayanan publik.
juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk Budaya seperti ini jelas menjadi penghambat bagi
teknis), membuat birokrasi pemerintah menjadi birokrat untuk berfungsi optimal dengan kinerja yang
kaku dan tidak luwes dalam pemberian pelayanan memadai dalam pemberian pelayanan publik.
publik. Struktur hierarkis birokrasi publik Perkembangan politik lokal yang terjadi pada
menjadikan aparatur pemerintah menjadi tunduk masyarakat di daerah menciptakan iklim bagi
secara tidak proporsional kepada pimpinan dan perluasan partisipasi politik masyarakat lokal yang
melupakan tugasnya sebagai agen perubahan berdampak pada proses pengambilan keputusan
melalui pemberian pelayanan kepada masyarakat. yang berkaitan dengan persoalan-persoalan publik.
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa Kebijakan publik yang lahir akan terlihat apakah
sesungguhnya birokrasi pemerintah yang ada di masyarakat lokal ikut dilibatkan atau tidak dan
Indonesia masih jauh dari harapan untuk seberapa jauh pelibatan itu terjadi yang mampu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat mengadopsi aspirasi dan kebutuhan kelompok-
pengguna jasa, akibat pengaruh budaya birokrasi kelompok yang ada dalam masyarakat.
yang mengadopsi budaya masyarakat lokal, yang Keseimbangan akan terjadi, jika proses pembuatan
justru cenderung mengagungkan posisi birokrasi kebijakan publik mengikutsertakan kelompok
dan menganggap masyarakat lebih rendah kepentingan yang ada di tengah masyarakat lokal.
daripadanya. Unsur feodalisme, paternalisme dan Penerapan asas desentralisasi dan otonomi
penggunaan asas sentralisme yang berkolaborasi luas pasca reformasi memberikan angin segar
dengan budaya birokrasi yang mengagungkan dalam perubahan hubungan antara pihak
otoritas pimpinan sebagai titik sentral jelas semakin pemerintah daerah (aparatur) dengan masyarakat
memperlemah posisi birokrasi untuk memberikan luas yang merupakan mitra dalam pelaksanaan
pelayanan yang berkualitas dan mampu melakukan pembangunan. Pada era ini berbagai perubahan
perubahan sosial ekonomi melalui pelaksanaan telah terjadi, sehingga masyarakat pengguna jasa
pembangunan. memiliki akses terhadap proses pembuatan
kebijakan publik.
Aspek Politik Lokal Kondisi dan perubahan ini jelas memberikan
Perpanjangan proses politik pemerintah pusat nuansa baru yang sebelumnya tidak terjadi, di mana
yang berupaya menyeragamkan semua institusi elemen-elemen yang ada dalam masyarakat
birokrasi pemerintah, baik dari segi struktur memiliki kesempatan untuk melakukan pengawasan
maupun fungsinya telah menyebabkan kemacetan dan memantau kinerja birokrasi secara transparan,
proses penyelesaian masalah yang telah berlaku terutama dalam hal pengalokasian sumberdaya
secara turun-temurun pada masyarakat melalui secara lebih adil sesuai dengan proporsi kelompok-
pola musyawarah mufakat yang merupakan bentuk kelompok yang eksis di masyarakat lokal tersebut.
penerapan demokrasi lokal. Hal ini secara otomatis akan mengurangi
Habibi, Analisis Pelaksanaan Desentralisasi dalam Otonomi Daerah Kota/Kabupaten di Indonesia 123

penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan dari kepada jajaran aparatur pemerintah daerah, agar
pihak birokrasi pemerintah, yang pada masa seluruh aparatur yang ada mampu dan mau
sebelumnya banyak merugikan masyarakat banyak. bergerak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang
Kondisi perkembangan politik di daerah telah ditetapkan sebagaimana yang dimuat dalam
menunjukkan mental dari para birokrat belum ada Rencana Strategi Daerah (Renstrada) maupun Pola
perubahan yang signifikan dan berarti bagi Dasar Pembangunan (Poldas). Sementara peranan
peningkatan kinerja pelayanan publik yang berpihak DPRD sebagai lembaga kontrol perlu melakukan
pada masyarakat kebanyakan. Justru yang terjadi pengawasan terhadap jalannya Renstrada secara
adalah masih menonjolnya penggunaan kekuasaan berkesinambungan, agar pelaksanaannya tetap
dari pihak birokrasi pemerintah daerah yang hanya berjalan pada koridor yang tepat dan tidak
menguntungkan kelompoknya secara sepihak, dan melenceng dari rel yang telah ditetapkan.
mengorbankan kepentingan masyarakat banyak. Perlu pembentukan dinas yang otonom bagi
Peran dan fungsi legislatif yang diharakan sektor-sektor yang strategis, seperti: pendidikan,
memberikan kontribusi positif dalam proses tenaga kerja, pertambangan dan energi,
pembuatan kebijakan publik, ternyata banyak perindustrian, pertanian, dan lain-lain. Setiap
terjebak pada evaluasi kebijakan yang bersifat pimpinan dinas (instansi teknis) harus menyusun
makro dan kurang bergerak pada kebijakan rencana strategis (Renstra) dengan mengacu
langsung yang memberikan manfaat bagi pada visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan.
masyarakat terutama berkaitan dengan peningkatan Renstra yang disusun harus betul-betul
pelayanan publik. Pihak legislatif banyak yang memperhatikan dan mempertimbangkan urgensi,
terjebak pada persoalan internalnya yang hanya dukungan dana, keahlian, serta kepentingan
membahas penggunaan dan alokasi APBD dan masyarakat dan pembangunan daerah. Dan di
sering memperjuangkan kesejahteraan pribadi dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi lintas
melalui peningkatan honor dan fasilitas instansi teknis (dinas) dan yang terkait lainnya,
kesejahteraannya. dibawah Bappeda.

REKOMENDASI PELAKSANAAN DE- Aspek SDM Organisasi


SENTRALISASI DALAM OTONOMI Pemerintah daerah melalui Badan
DAERAH Kepegawaian Daerah harus memiliki perencanaan
pegawai yang komprehensif dan memuat hal-hal
Memperhatikan berbagai kendala yang antara lain: a) analisis jumlah kebutuhan pegawai
dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota/kabupaten untuk jangka kurun waktu tertentu; b) data base
dalam pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi pegawai baik dalam hal jumlah, kualifikasi
daerah, maka upaya yang perlu ditempuh dari pendidikan dan keahlian; c) jenis keahlian yang
aspek manajerial, SDM organisasi, budaya dibutuhkan pada setiap dinas; d) Jenis pendidikan
organisasi, dan politik lokal. dan pelatihan yang harus diikuti pegawai setiap
dinas; e) anggaran biaya pendidikan dan pelatihan;
Aspek Manajerial dan f) pengembangan kerjasama dengan instansi
Pemerintah daerah Kota/kabupaten perlu lain yang terkait.
merumuskan kembali visi yang jelas, mengenai
gambaran masa depan yang ingin dicapai (untuk Aspek Budaya Organisasi
kurun waktu tertentu). Isi dari visi tersebut sedapat Perlu adanya perubahan sikap mental dari
mungkin dapat mencerminkan substansi dari aparatur pemerintah daerah untuk memiliki
desentralisasi dalam otonomi daerahserta seluruh komitmen dalam pemberian pelayanan yang
harapan masyarakat Kota/kabupaten. Selanjutnya berkualitas kepada masyarakat sebagai pengguna
visi yang telah ditetapkan harus disosialisasikan jasa.
kepada seluruh jajaran pemerintah daerah dan Bekerjasama dengan instansi terkait dalam
masyarakat, sehingga menjadi visi bersama yang menciptakan budaya birokrasi yang legaliter,
perlu diperjuangkan antara pemerintah daerah transparan, dan lebih berorientasi pada sikap
Kota/kabupaten dan masyarakat bersama-sama. profesionalisme daripada berorientasi pada
Bupati/walikota sebagai top manajemen kepentingan atasan.
memiliki tugas untuk mentransfer visi yang ada
124 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015

Aspek Politik Lokal desentralisasi dapat dilihat 3 aspek, yaitu: (a)


Perlu adanya pemberdayaan dari pihak peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat;
legislatif untuk mampu mengusulkan dan (b) peningkatan kualitas pelayanan publik; dan
merancang Peraturan Daerah (Perda) yang sesuai (c) fleksibilitas program pembangun-an; 3) out-
dengan visi, misi Kota/kabupaten demi kemajuan comes kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari
dan kesejahteraan masyarakatnya. aspek peningkatan partisipasi masyarakat dan
Menciptakan hubungan yang harmonis antara efektivitas pelaksanaan koordinasi; 4) faktor-
pihak DPRD (legislatif) dengan pihak eksekutif faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan
untuk secara bersama-sama bertanggung jawab desentralisasi dalam otonomi daerahdi Kota/
terhadap pelaksanaan pembangunan di Kota/ kabupaten adalah: (a) aspek manajerial; (b) aspek
kabupaten secara optimal dan berkesi-nambungan. SDM organisasi; (c) aspek budaya birokrasi; dan
(d) aspek politik lokal. Dlihat dari aspek output
SIMPULAN kebijakan, maka implementasi kebijakan
desentralisasi dapat dikatakan relatif berhasil.
Dari uraian di atas tentang analisis Namun dilihat dari aspek outcomes kebijakan,
pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi ternyata banyaknya urusan yang telah diterima
daerahKota/kabupaten di Indonesia, dapat ditarik (desentralisasi) oleh Kota/kabupaten justru
kesimpulan sebagai berikut : 1) pelaksanaan menjadi beban berat bagi daerah. Harapan
desentralisasi dalam otonomi daerahdapat dilihat kebijaksanaan seperti memacu pertumbuhan
dari dua aspek, yaitu: aspek output dan aspek ekonomi masyar akat berbagai progr am
outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut pembangunan (proyek), pelaksanaannya belum
memiliki ukuran atau indikator yang berbeda efektif.
dalam penilaian keberhasilan; 2) output kebijakan

DAFTAR RUJUKAN

Mahfud, MD. 2000. Demokrasi dan Konstitusi Nogi, S. Hessel. 2000. Analisis Kebijakan Publik
di Indonesia: Studi Tentang Interaksi Kontemporer. Yogyakarta: Lukman Offset.
Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Syaukani, Affan Gaffar, Ryass Rasyid. 2002.
Jakarta: Rineka Cipta. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan.
N. Dunn, William. Public Policy Analisys: An Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Introduction. London: Prentice-Hall Inc.

Anda mungkin juga menyukai