Abstrac : In order to implement regional autonomy based on Law No. 22 of 1999, that the granting of
autonomy to the local city / county is based on the principle of decentralization in the form of
autonomy, real, and responsible. Granting authority on the basis of the principle of decentralization,
causing all fields are left to local governments in the implementation of an autonomous basically
become the authority and responsibility of local city and county governments fully, both concerning
the determination of policy, planning, implementation, monitoring, control, and evaluation. This
study aimed to describe the factors that affect the implementation of regional autonomy and decen-
tralization in the provision of recommendations for the implementation of decentralization in au-
tonomy. The results showed that there are four variables that can explain the performance of the
implementation of decentralization in the regional autonomy in the city / county, namely managerial
aspects, aspects of Human Resources organization, aspects of bureaucratic culture, and ethics of
public service.
Abstrak :Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999, bahwa pemberian otonomi kepada daerah kota/kabupaten didasarkan atas asas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pemberian kewenangan atas dasar
asas desentralisasi tersebut, menyebabkan semua bidang pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka pelaksanaan suatu otonomi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah daerah kota dan kabupaten sepenuhnya, baik yang menyangkut penentuan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Penelitian ini
bertujuan untukmendeskripsikan faktoryang mempengaruhipelaksanaan desentralisasidalam otonomi
daerah dan pemberianrekomendasi terhadap pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang dapat menjelaskan kinerja pelaksanaan
desentralisasi dalam otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu aspek manajerial, aspek Sumber Daya
Manusia organisasi, aspek budaya birokrasi, dan etika pelayanan publik.
Kebijakan tentang otonomi daerah, memberikan Pemberian dan wewenang dan tanggung
otonomi yang sangat luas kepada daerah, jawab sebagaimana diatur dalam undang-undang
khususnya kota dan kabupaten. Otonomi daerah tersebut, harus diimbangi dengan pembagian
dilaksanakan dalam rangka mengembalikan harkat sumber-sumber pendapatan yang memadai yang
dan martabat masyarakat di daerah, memberikan mampu dan mendukung pelaksanaan wewenang
peluang pendidikan politik dalam rangka dan tanggung jawab yang diberikan.
peningkatan kualitas demokrasi di daerah, Di era otonomi saat ini,upaya untuk tetap
peningkatan efisiensi pelayanan publik di daerah, mengandalkan bantuan dari Pemerintah Pusat atau
peningkatan percepatan pembangunan di daerah, tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi sudah tidak
dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara bias dipertahankan lagi. Otonomi menuntut
berpemerintahan yang baik (good governance). kemandirian daerah di berbagai bidang, termasuk
117
118 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015
kemandirian di dalam mendanai dan pelaksanaan output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua
pembangunan di daerahnya. Oleh karena itu, aspek tersebut memiliki ukuran atau indikator yang
daerah dituntut agar berupaya untuk meningkatkan berbeda dalam penilaian keberhasilan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD), guna mengurangi
ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat. Output Otonomi daerah dan desentralisasi
Pemberlakuan Undang-Undang tersebut Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat
menambah kewenangan yang dimiliki daerah, maka dari beberapa aspek antara lain pertumuhan
tanggung jawab yang diemban oleh Pemerintah ekonomi masyarakat, peningkatan kualitas
Daerah juga akan bertambah banyak. Mahfud MD pelayanan publik, dan fleksibilitas program
(2000: 49) mengemukakan implikasi dari adanya pembangunan.
kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas Pertumbuhan ekonomi masyarakat, untuk
yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi mengetahui apakah program Pemerintah Daerah
daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah, namun dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam
pada sisi lain bertambahnya kewenangan daerah otonomi daerahadalah dari sejauh mana dapat
tersebut sekaligus juga merupakan beban yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya, Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah
karena semakin bertambahnya urusan pemerintahan masih memegang peranan penting dalam mendukung
yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah. Tanpa
Untuk itu ada beberapa aspek yang harus program pembangunan ekonomi yang konkret dari
dipersiapkan, yaitu: sumber daya manusia, sumber Pemerintah Daerah, sukar bagi daerah untuk
daya keuangan, sarana, dan prasarana. mengalami kemajuan di bidang ekonomi.
William N. Dunn (1981: 111-112) menyebutkan Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka
bahwa model analisis kebijakan yang dapat dilakukan keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah
dengan cara diperbandingkan dan dipertimbangkan Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di
menurut sejumlah asumsi, yang paling penting daerah yang memiliki akses langsung dengan
diantaranya: (a) perbedaan menurut tujuan, (b) kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan
bentuk penyajian, (c) fungsi metodologis. Sehingga dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi
ada dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah : masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program
(1) model deskriptif, dan (2) model normatif. tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir berhasil
Hessel Nogi S. (2000: 1-3) kebijakan publik dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri memperlihatkan kemajuan ekonomi masyarakat di masa yang akan
tiga tampilan dalam cakupan studinya yaitu datang. Demikian sebaliknya apabila program
menentukan arah umum yang harus ditempuh untuk tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal
mengelola isu-isu yang ada di tengah masyarakat, dilaksanakan (tidak mencapai sasaran) maka
menentukan ruang lingkup masalah yang dihadapi dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat
pemerintah, dan mengetahui betapa luas dan negatif (rendah). Bidang-bidang yang dapat
besarnya organisasi birokrasi publik ini. Kemampuan dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi
analisis kebijakan publik amat bergantung pada masyarakat, misalnya: perkembangan sektor
objektivitas dan keakuratan informasi, serta pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan
kepekaan seorang analisis untuk menempatkan energi, perkembangan sektor industri,
masalah publik secara proporsional dengan perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.
memperhatikan semua stakeholders yang terlibat. Peningkatan kualitas pelayanan public, untuk
Kepekaan ini perlu diasah melalui pendalaman melihat sejauh mana dampak pelaksanaan
kasus-kasus kebijakan publik yang terjadi pada desentralisasi dalam otonomi daerahdapat dilihat
masyarakat sekitar dengan memperhatikan faktor dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan
rasionalitas serta wacana publik secara kontekstual. yang sering diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang
PELAKSANAAN DESENTRALISASI DA- pertanian, pelayanan bidan pertambangan dan
LAM OTONOMI DAERAH energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan
bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.
Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi Fleksibilitas program pembangunan,
daerahdapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fleksibilitas program pembangunan berkenaan
Habibi, Analisis Pelaksanaan Desentralisasi dalam Otonomi Daerah Kota/Kabupaten di Indonesia 119
dengan kemampuan aparat pelaksana memahami yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami kelompok (pooled interdependence); (b)
prosedur dan aturan-aturan formal, kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
mengedepankan kepentingan masyarakat di atas sekuensial (sequential interdependence), dan (c)
kepentingan pribadi, peka terhadap ketidakadilan kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal
dan ketidakpuasan yang berkembang di balik (reciprocal interdependence).
masyarakat, dan dalam setiap langkah dan tindakan Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit
berusaha melakukan penyesuaian terhadap organisasi tidak tergantung satu sama lain untuk
perkembangan kebutuhan masyarakat. melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi
Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang tergantung pada prestasi yang memadai dari setiap
relevan diajukan adalah: apakah aparat pemerintah unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang,
daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki kebutuhan koordinasi atas ketergantungan
keleluasaan (discretion of power) dalam sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang
mengelola bidang urusan pemerintah yang harus melaksanakan kegiatan (aktivitas) terlebih
diterimanya dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat
bertindak. Sementara, ketergantungan timbal balik
Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi terjadi apabila melibatkan hubungan saling
daerah memberi dan menerima dan saling menguntungkan
Outcomes desentralisasi terdiri dari dua aspek, diantara unit-unit.
yaitu peningkatan partisipasi masyarakat dan Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan
fektivitas pelaksanaan koordinasi. Peningkatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal
partisipasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan, terdapat
diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan beberapa unit organisasi yang saling terkait dan
di daerah, diharapkan masyarakat bisa mengambil melibatkan hubungan secara fungsional yaitu
bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan, antara lain: Walikota/Bupati (Kepala daerah),
pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan
pemeliharaan hasil pembangunan. Kepala Bagian Keuangan, Sekretaris Daerah.
Secara apriori, konsep partisipasi yang Setiap program kerja tahunan dinas daerah,
dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi sebelum disetujui oleh Walikota/Bupati (Kepala
daerahkelihatannya terlampau muluk untuk bisa Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan
direalisasikan. Sebab, selama ini (peran pemerintah Bagian Keuangan.
terlampau dominan) yang menempatkan Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
masyarakat tidak lebih sebagai objek bahwa dilihat dari aspek Output kebijakan, maka
pembangunan atau pihak yang hanya penonton. implementasi kebijakan desentralisasi dapat
Efektivitas pelaksanaan koordinasi, yaitu suatu dikatakan relatif berhasil. Namun dilihat dari aspek
proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan- Outcomes kebijakan, ternyata banyaknya urusan
kegiatan dari satuan yang terpisah (unit-unit atau yang telah diterima (desentralisasi) oleh Kota/
bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai kabupaten justru menjadi beban berat bagi daerah.
tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi Harapan kebijaksanaan seperti memacu
individu-individu dan bagian-bagian akan kehilangan pertumbuhan ekonomi masyarakat berbagai pro-
pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. gram pembangunan (proyek), pelaksanaannya
Mereka akan mengejar kepentingannya masing- belum efektif.
masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan
tujuan organisasi. Namun, kebutuhan akan FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PE-
koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya LAKSANAAN DESENTRALISASI DA-
komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan LAM OTONOMI DAERAH
ketergantungan berbagai subunit yang
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi Terdapat empat variabel yang dapat
juga bermanfaat bagi pekerjaan yang tidak rutin dan menjelaskan kinerja pelaksanaan desentralisasi
tidak diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan- dalam otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu
pekerjaan ketergantungannya tinggi. Kebutuhan aspek manajerial, aspek SDM organisasi, aspek
koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan, budaya birokrasi, dan etika pelayanan publik.
120 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015
ketat dengan persyaratan tertentu untuk suatu untuk membuat keputusan terutama berhubungan
bidang pekerjaan; dan kedua melalui pendidikan/ dengan keputusan diskresi. Kehati-hatian ini akan
pelatihan tambahan setelah menjadi pegawai atau berakibat pada lambannya pelayanan publik yang
melalui model magang (learning by doing). diberikan kepada masyarakat sebagai pengguna
Secara konsepsi, organisasi yang memiliki jasa.
SDM yang terbatas tetapi berkualitas akan jauh Secara umum tampilan birokrasi pemerintah
lebih berhasil dibandingkan dengan organisasi yang di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah
memiliki jumlah pegawai banyak tetapi kualitas masih diwarnai dan dilingkupi oleh sifat feodalisme
SDMnya rendah. Dan yang lebih parah lagi adalah yang tinggi, sebagai himbasan dari pola kerja
SDM yang terbatas dengan kualitas yang rendah. birokrasi selama orde baru yang memerintah
Persoalan kualitas SDM akan terasa pengaruhnya selama lebih dari tiga puluh dua (32) tahun. Pola
ketika organisasi mulai menghadapi pekerjaan- kerja yang kental dengan unsur feodalisme ini,
pekerjaan yang spesifik yang membutuhkan terasa terus dipertahankan oleh kelompok yang
kualifikasi pendidikan atau skill tertentu. dalam birokrasi karena berbagai kepentingan
Tidak berjalannya sistem seleksi dan ekonomi politik yang ada.
rekrutmen dalam proses pemenuhan kebutuhan Nilai budaya masyarakat yang sebagian
pegawai pada sejumlah dinas daerah merupakan besar berkiblat pada sektor agraris, dengan corak
faktor utama yang menyebabkan kurangnya utama para pelaku untuk cenderung memper-
jumlah pegawai yang memiliki kualifikasi tahankan keharmonisan antar elemen dan
pendidikan yang cocok dengan bidang tugasnya menghindari konflik atau friksi yang dianggap akan
yang diemban. Prinsip the right men on the right merugikan semua pihak. Pola pikir dan mental
place kurang diperhatikan dalam sistem rekrutmen seperti ini menghasilkan suatu kondisi pada habi-
pada jabatan-jabatan yang ada di dinas daerah. tat birokrasi yang tidak memungkinkan terjadinya
Dari uraian di atas, bahwa minimnya pegawai kritik maupun autokritik terhadap keputusan atau
dinas daerah yang memiliki kualifikasi pendidikan kebijakan pimpinan, walaupun dampak keputusan
yang cocok dengan tugas bidang pekerjaannya, itu merugikan bawahan dan masyarakat yang luas.
telah ikut memberi kontribusi terhadap rendahnya Dari sinilah dapat dilihat garis hubungan antara
kinerja pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi nilai yang masih dianut dalam masyarakat yang
daerah, yang terefleksi dari kinerja dinas daerah berpola pikir agraris dengan perilaku birokrasi,
menjalankan tugasnya. karena proses adopsi yang terjadi di dalamnya.
Pola inipun masih terjadi di kalangan birokrasi
Aspek Budaya Birokrasi pemerintah Kota/kabupaten di Indonesia, sehingga
Secara nasional birokrasi pemerintah yang ada kinerja birokrasi dalam pemberian pelayanan belum
di Indonesia memiliki ciri-ciri yang hampir sama, di berjalan secara optimal.
mana unsur paternalisme amat kental dalam pola Di samping itu, pilihan sentralisme dalam
hubungan yang bersifat internal organisasi maupun penyelenggaraan birokrasi pemerintah telah
pada tataran eksternal organisasi. Hubungan antara menimbulkan persoalan tersendiri terhadap
bawahan dan pimpinan berada pada posisi di mana kualitas pelayanan kepada masyarakat pengguna
bawahan cenderung berusaha melayani dan jasa, karena kinerja birokrasi menjadi kaku yang
memuaskan atasan. Kondisi ini secara otomatis disebabkan pengambilan posisi yang lebih tinggi
akan mengurangi kualitas layanan yang diberikan dari pihak birokrasi terhadap masyarakat. Kondisi
birokrasi kepada masyarakat sebagai pengguna demikian ini jelas pada era globalisasi dan
jasa. penguatan civil societyakan semakin bersebe-
Pada sisi lain budaya lokal juga memberikan rangan dengan upaya semua komponen
warna tersendiri terhadap budaya birokrasi masyarakat untuk menerapkan prinsip good gov-
pemerintah, terutama pemerintah daerah setempat. ernance yang memprioritaskan asas akuntabilitas,
Akan berbeda tampilan birokrasi pemerintah di responsibilitas, maupun asas transparansi dalam
wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, pelayanan publiknya.
Bali maupun Papua. Hal ini terutama berkaitan Sentralisme ini secara langsung berdampak
dengan pola pengambilan keputusan , dimana pada tampilan budaya birokrasi yang
kebanyakan birokrasi di pulau Jawa terutama Jawa lingkungannya bernuansa diskriminatif dan
Tengah dan Yogyakarta, akan sangat berhati-hati mengandalkan preferensi subjektivitas dalam
122 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015
penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan dari kepada jajaran aparatur pemerintah daerah, agar
pihak birokrasi pemerintah, yang pada masa seluruh aparatur yang ada mampu dan mau
sebelumnya banyak merugikan masyarakat banyak. bergerak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang
Kondisi perkembangan politik di daerah telah ditetapkan sebagaimana yang dimuat dalam
menunjukkan mental dari para birokrat belum ada Rencana Strategi Daerah (Renstrada) maupun Pola
perubahan yang signifikan dan berarti bagi Dasar Pembangunan (Poldas). Sementara peranan
peningkatan kinerja pelayanan publik yang berpihak DPRD sebagai lembaga kontrol perlu melakukan
pada masyarakat kebanyakan. Justru yang terjadi pengawasan terhadap jalannya Renstrada secara
adalah masih menonjolnya penggunaan kekuasaan berkesinambungan, agar pelaksanaannya tetap
dari pihak birokrasi pemerintah daerah yang hanya berjalan pada koridor yang tepat dan tidak
menguntungkan kelompoknya secara sepihak, dan melenceng dari rel yang telah ditetapkan.
mengorbankan kepentingan masyarakat banyak. Perlu pembentukan dinas yang otonom bagi
Peran dan fungsi legislatif yang diharakan sektor-sektor yang strategis, seperti: pendidikan,
memberikan kontribusi positif dalam proses tenaga kerja, pertambangan dan energi,
pembuatan kebijakan publik, ternyata banyak perindustrian, pertanian, dan lain-lain. Setiap
terjebak pada evaluasi kebijakan yang bersifat pimpinan dinas (instansi teknis) harus menyusun
makro dan kurang bergerak pada kebijakan rencana strategis (Renstra) dengan mengacu
langsung yang memberikan manfaat bagi pada visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan.
masyarakat terutama berkaitan dengan peningkatan Renstra yang disusun harus betul-betul
pelayanan publik. Pihak legislatif banyak yang memperhatikan dan mempertimbangkan urgensi,
terjebak pada persoalan internalnya yang hanya dukungan dana, keahlian, serta kepentingan
membahas penggunaan dan alokasi APBD dan masyarakat dan pembangunan daerah. Dan di
sering memperjuangkan kesejahteraan pribadi dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi lintas
melalui peningkatan honor dan fasilitas instansi teknis (dinas) dan yang terkait lainnya,
kesejahteraannya. dibawah Bappeda.
DAFTAR RUJUKAN
Mahfud, MD. 2000. Demokrasi dan Konstitusi Nogi, S. Hessel. 2000. Analisis Kebijakan Publik
di Indonesia: Studi Tentang Interaksi Kontemporer. Yogyakarta: Lukman Offset.
Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Syaukani, Affan Gaffar, Ryass Rasyid. 2002.
Jakarta: Rineka Cipta. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan.
N. Dunn, William. Public Policy Analisys: An Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Introduction. London: Prentice-Hall Inc.