Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEORI

SOSIOLOGI

LAPISAN MASYARAKAT ATAU STRATIFIKASI SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi

Oleh :
Kelas C
Kelompok 5
SYIFA MAULIDIANA 200110170048
NANDIA OKTAVIANY 200110170055
INQITHA ZATU KHINZI 200110170067
DAFA RIFQI SARIFUDIN 200110170224
ADHI MARSA MAHARDIKA 200110170231
TUBAGUS RANA 200110170238

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karenaatasrahmat,


ridha dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah sosiologi ini dengan
judul “Lapisan Masyarakat Atau Stratifikasi Sosial”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari kesulitan sertas hambatan
yang dihadapi karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, pengalaman, tenaga
maupun pikiran.Walaupun demikian, penulis berusaha menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya meskipun jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih baik lagi di masa yang
akandatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.Penulis mohon
untuk saran dan kritiknya.
Sekian dan Terima Kasih.

Sumedang, 25 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

IPENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Masalah .............................................................................................. 3

IIPEMBAHASAN ........................................................................................................ 4

IIIKESIMPULAN ....................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

iii
1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam perannya sebagai masyarakat terdiri dari bermacam-
macam kelompok dan memiliki beberapa ciri-ciri pembeda, yakni jenis
kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, warna kulit,
tinggi badan, pendapatan atau pendidikan. Hal tersebut mau tidak mau selalu
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah
ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis mengatakan dalam semua
masyarakat dijumpai ketidaksamaan di berbagai bidang misalnya saja dalam
dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekayaan yang
berlimpah dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan sisanya miskin
dan hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain
misalnya kekuasaan: sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang
lain dikuasai. Suka atau tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya
realitas yang hanya bisa ditangkap oleh panca indera dan kemampuan berpikir
manusia. Pembedaan anggota masyarakat ini dalam sosiologi dinamakan
stratifikasi sosial.
Seringkali dalam pengalaman sehari-hari kita melihat fenomena sosial
seperti seseorang yang tadinya mempunyai status tertentu di kemudian hari
memperoleh status yang lebih tinggi daripada status sebelumnya.Hal
demikian disebut mobilitas sosial. Sistem Stratifikasi menuruf sifatnya dapat
digolongkan menjadi straifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup, contoh yang
disebutkan diatas tadi merupakan contoh dari stratifikasi terbuka dimana
mobilitas sosial dimungkinkan.
2

Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala setiap anggota


masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya, sedangkan
dinamakan terbuka karena setiap anggota masyarakat menduduki status
berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas
Sosial yang disebut tadi berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah
status, pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang
mungkin dapat meyebabkan perpindahan status ini.
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat sejak jaman
perbudakan sampai revolusi industri hingga sekarang secara mendasar dan
menyeluruh telah memperlihatkan pembagian kerja dalam masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut maka diferensiasi sosial yang tidak hanya berarti
peningkatan perbedaan status secara horizontal maupun vertical. Hal ini telah
menarik para perintis sosiologi awal untuk memperhatikan diferensiasi sosial,
yang termasuk juga stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat di dalam
masyarakat ternyata juga memiliki berbagai macam implikasinya dalam
kehidupan sehari-hari. Status yang diperoleh kemudian menjadi kunci akses
kesegala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat yang pada dasarnya hak
istimewa tersebut merupakan hasil dari rampasan dan penguasaan secara
paksa oleh yang satu terhadap yang lainya, mendominasi dan didominasi,
yang pada akhirnya merupakan sumber dari ketidaksamaan di dalam
masyarakat. Berbagai macam argumentasi pun diajukan guna menjelaskan
ketidaksamaan ini yang kemudian berubah menjadi ketidakadilan.
Hal tersebut mengilhami kami sebagai penulis untuk mengangkat tema
stratifikasi sosial yang terjadi di masyarakat dewasa ini.
3

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat)?
2. Apa saja bentuk stratifikasi sosial itu?
3. Apa faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial?
4. Bagaimana kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial?
5. Bagaimana dampak dari adanya stratifikasi sosial?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan
masyarakat).
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk stratifikasi sosial.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial.
4. Untuk mengetahui kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial.
5. Untuk mengetahui dampak dari adanya stratifikasi sosial.
4

II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin
“stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam
sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau
masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial adalah Sebagai berikut:
a. Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai perbedaan
penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara
bertingkat (hierarki).
b. Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, Dan
prestise.
c. Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai suatu pola yang di
tempatkan diatas kategori dari hak-hak yang berbeda.

Sejak lahir seseorang memperoleh sejumlah status tanpa memandang


perbedaan antar individu atau kemampuan. Berdasarkan status yang diperoleh
dengan sendirinya itu, anggota masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan usia,
jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok
tertentu, seperti kasta, dan kelas.
Bentuk-bentuk stratifikasi sosial (lapisan) masyarakat berbeda-beda
dan banyak sekali.Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam
masyarakat kapitalis, demokratis, komunis dan lain sebagainya. Lapisan
masyarakat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan
bersama di dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula
5

didasarkan pada perbedaan seks, perbendaan antara pemimpin dengan yang


dipimpin. Golongan buangan/budak dengan golongan dan bukan
buangan/budak, pembagian kerja dan bahkan juga suatu pembedaan
berdasarkan kekayaan.Semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu
masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat.
Pada masyarakat-masyarakat kecil dan bersahaja, biasanya pembedaan
kedudukan dan peranan bersifat minim, karena warganya sedikit dan orang-
orang yang dianggap tinggi kedudukanya juga tak banyak baik macam
maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks, pembedaan
kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks karena banyaknya orang dan
aneka warna ukuran yang dapat diterapkan padanya.
Bentuk –bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut banyak.Akan
tetapi secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan kedalam
tiga macam yaitu yang ekonomis, politis, dan yang didasarkan kepada
jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

2.2. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial


Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya
sesuatu yang dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang
dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan
teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin
beragam.Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan masyarakat semakin
kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada.Secara garis besar bentuk-
bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas
sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau
penghasilan. Secara umum klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga
kelompok sebagai berikut.
6

1) Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak,


yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara
berlebihan. Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang
dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan, dan lain-
lain.
2) Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang
sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya
sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan kelas ini secara
umum tidak akan sama dengan keadaan kelas atas.
3) Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih
belum dapat memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah
biasanya terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.
b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan
anggota masyarakat ke dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan
status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat yang memiliki
kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi.
Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial
akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama
atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan
sosial.
c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita
berhubungan erat dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial,
media politik dapat dijadikan salah satu kriteria penggolongan. Orang-
orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau pemerintahan akan
menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan disanjung-
sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di
pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan
7

warga biasa.Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan


masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas
yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai)
sedangkan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok
masyarakat yang dikuasai disebut massa atau kelompok terdominasi
(terkuasai).
d. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai
dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor
dianggap lebih tinggi statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka
mempunyai gaji yang sama. Adapun penggolongan masyarakat
didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai berikut.
1) Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau
pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2) Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan
serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Semi-profesional mereka adalah para pegawai kantor, pedagang,
teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil
mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4) Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyai
keterampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja
pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5) Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang
kebun.
e. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini
dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang
cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan
8

ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya pendidikan akan


berpengaruh pada jenjang kelas sosial.
f. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada dasarnya setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang
berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi
sosial berdasarkan kepemilikan tanah sebagai berikut.
1) Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orang-orang keturunan para
pendiri desa. Mereka mempunyai hak pakai atas tanah pertanian dan
berkewajiban memikul beban anak keturunan para cikal bakal
tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2) Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang mempunyai
rumah sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3) Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai
rumah sendiri pada tanah pekarangan orang lain.
4) Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah berumah tangga,
tetapi belum mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5) Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan
masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.

Selain itu, stratifikasi sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula


atas pekerjaan atau keturunan, yaitu golongan priayi dan golongan wong
cilik. Golongan priayi adalah orang-orang keturunan bangsawan dan para
pegawai pemerintah serta kaum cendekiawan yang menempati lapisan
atas. Sedangkan golongan wong cilik antara lain para petani, tukang,
pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan kelas bawah. Pada
tahun 1960-an, Clifford Geertz seorang pakar antropolog Amerika
membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu santri, abangan,
dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama Islam yang
9

taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau menganut
Kejawen, sedangkan kaum priayi adalah kaum bangsawan.

2.3. Faktor-Faktor Pembentuk Stratifikasi Sosial


Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, seperti
kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masayrakat,
dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap
sesuatu yang dimiliki tersebut, akan timbul lapisan-lapisan dalam masyarakat.
semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat atau seseorang terhadap
sesuau yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya,
mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama
sekali, mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Secara umum, faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial dikelompokkan
menjadi dua, yaitu ekonomi dan sosial.
1.Faktor Kekayaan dan Penghasilan
2. Faktor Pekerjaan
3. Faktor Pendidikan
Adanya sistem lapisan sosial bisa terjadi dengan sendirinya dalam
proses pertumbuhan masyarakat, tetapi bisa juga dengan sengaja disusun
unutuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan
masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur
(yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang dari kepala
masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tetentu.Alasan-alasan
yang dipakai pun berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang
hidup dari berburu hewan, alasan utamanya adalah kepandaian
berburu.Adapun pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam,
kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang – orang
yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini Dapat dilihat pada masyarakat batak,
di mana marga tanah, yakni marga yang pertama-tama membuka tanah
10

dianggap mempunyai kedudukan tinggi. Demikian juga, golongan pembuka


tanah di kalangan orang jawa di desa, dianggap mempunyai kedudukan tinggi,
karena mereka dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang
bersangkutan.Masyarakat lainnya mengaggap bahwa kerabat kepala
masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat,
misalnya pada masyarakat ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat.Akan tetapi,
kenyataan hidup kelompok-kelompok yang ada di masyarakat tidaklah
demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang
merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.

2.4. Kaitan Interaksi Sosial dan Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial merupakan konsep yang berkaitan dengan adanya
perbedaan dalam masyarakat. Perbedaan itu muncul akibat adanya
ketimpangan distribusi ekonomi, kekuasaan, pendidikan, dan semacamnya
yang terwujud dengan adanya kelas tinggi dan kelas rendah dalai masyarakat,
seperti “kaya-miskin”, “priyayi-wong cilik”, “pejabat – rakyat biasa”, “kaum
ningrat-rakyat jelata”, dan seterusnya. Dengan demikian yang dimaksud
dengan stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara hirarkhis ( Sorokin, 1959:11). Oleh Piktim A.
Sorokin fenomena ini dikatakan sebagai suatu ciri yang tetap dan umum
bagi setiap masyarakat yang hidup teratur (organized).
Bernard Barber dalam social stratification, strutcture and terms of
social mobility in western society (1857), mengemukakan enam dimensi dari
pelapisan sosial. Pertama adalah prestise jabatan atau jabatan (occupational
prestige). Kedua, rangking dalam wewenang dan kekuasaan (authority and
power rangking). Ketiga, pendapatan dan kekayaan (income of wealth).
Keempat, pendidikan atau pengetahuan (educational or knowledge). Kelima,
kesufian/ketaatan beragama atau pimpinan keagamaan (religious or
11

ritualpurity), dan keenam adalah kedudukan dalam kekerabatan atau


kedudukan dalam suku-suku bangsa (kinship and ethnic grup rangkings).
Unsur-unsur atau dimensi-dimensi dari pelapisan sosial tersebut pada
dasarnya sulit untuk dipisahkan secara tegas oleh karena dalam kenyataanya
tumpang tindih (akumulatif) antara satu sama lainya atau bahkan saling
berhubungan seperti dikemukakan diatas.
Unsur baku dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (social status)
yaitu tempat atau posisi seesorang secara umum dalam masyarakatnya
sehingga dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulanya,
prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Dalam konteks
interaksi sosial, kedudukan sosial memberi bentuk atau pola interaksi sosial
.Hal ini dapat dijabarkan Sebagai berikut: untuk mencapai ketertiban dan
keteraturan dalam masyarakat, maka dalam berinteraksi, seseorang tidak
hanya dituntut kemampuan untuk bertindak sesuai dengan konteks sosial
(norma-norma yang berlaku), tetapi juga memerlukan kemampuan untuk
menilai secara objektif perilku kita sendiri dari sudut pandang orang lain.
Pertanyaan umum yang lazim mucul adalah: apakah perilaku atau tindakan
kita sudah cukup pantas dia hadapkan yang notebene dosen kita atau mertua
kita atau bahkan orang tua kita atau saat kita biasa berbicara terhadap teman
sendiri, misalnya, apakah hal itu juga pantas biola kita lakukan terhadap
orangtua? (suyanto, 2006:20).

2.5. Dampak Stratifikasi Sosial


Pada dasarnya manusia itu adalah sama kedudukan dan derajatnya
tetapi pada realitasnya lapisan-lapisan masyarakat adalah seusuatu yang
benar-benar ada dan nyata. Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak
dalam cara menyapa, bahasa dan gaya bicara. Seperti gaya bicara orang kaya
kepada orang miskin, atau orang berkuasa kepada orang bawahan akan
berbeda cara berbicaranya. Begitu pula penyebutan gelar, pangkat atau jabatan
12

memberikan petunjuk mengenai status seseorang dalam masyarakat.


Kemudian cara berpakaian merupakan salah satu dampak lain dari stratifikasi
sosial.
Dengan demikian maka mau tidak mau ada sistem lapisan
masyarakat.Karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang
dihadapi masyarakat; yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang
tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan
kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perannya. Pengisian tempat-
tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat bergerak sesuai
dengan fungsinya, akan tetapi wujudnya dalam setiap masyarakat juga
berlainan. Karena tergantung pada bentuk dan kebutuhan masing-masing
masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang dianggap terpenting
serta memerlukan kemmapuan dan latihan-latihan maksimal. Tak banyak
individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahwa akan mungkin
hanya segolongan kecil dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu pada
umumnya warga lapisan atas (upper class) tidak terlalu banyak apabila
dibandingkan dengan lapisan menengah (middle Class) dan lapisan bawah
(lower Class). (Soekanto, 1992:281)

Dampak Positif

Adapun dampak postif dari stratifikasi ini adalah :

1. Adanya kemauan dari setiap individu di dalam masyarakt untuk bersaing


untuk berpindah kasta, sehingga mendorong setiap individu untuk
berprestasi, bekerja keras.
2. Meningkatnya pemerataan pembangunan setiap daerah, baik atas usulan
masyarakata di wilayah tersebut atau pemerintah guna menghilangakan
kesenjangan sosial
13

Dampak Negatif

Dampak negative dari stratifikasi sosial ini dibagi menjadi 3 aspek :

1. Konflik Antar Kelas

Dalam masyarakat terdapat lapisan sosial karena ukuran seperti kekayaan,


kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan sosial tadi disebut
kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antar kelas sosial maka
akan muncul konflik antarkelas. Contohnya demonstrasi buruh yang
menuntut kenaikan upah.

2. Konflik Antar Kelompok Sosial

Masyarakat yang beranekaragam dan majemuk menajadikan timbulnya


kelompok sosial. Diantaranya kelompok sosial berdasarkan ideology,
profesi, agama, suku dan ras. Akibatnya akan muncul usaha untuk
menguasai kelompok lain dengan pemakasaan dan akibatnya muncullah
konflik.

Contohnya, tawuran pelajar, konflik antar suku.

3. Konflik Antar Generasi

Konflik ini terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai, kondisi
atau adat lama dengan generasi muda yang ingin mengadakan perubahan.

Contohnya sistem musayawarh yang mulai luntur, sopan santun yang sudah
berkurang.
14

2.6. Ukuran Stratifikasi Sosial


Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk lapisan masyarakat
terbagi kepada beberapa kriteria yaitu:
a. Ukuran kekayaan. Barangsiapa yang memilki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat
dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-
caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya,
kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
b. Ukuran kekuasaan. Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang
mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan.
c. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaaan. Orang yang paling
disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam
ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya
mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan Sebagai ukuran, dipakai
oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran
tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang
negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang
dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaanya. Sudah tentu hal yang
demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau
tidak halal. (Soekanto, 1992:262)

2.7. Perbedaan Stratifikasi Sosial Dengan Status Sosial


Status atau kedudukan, yaitu posisi seseorang di dalam masyarakat
yang didasarkan pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu.dalam teori
sosiologi, unsur-unsur dalam sistem pelapisan masyarakat adalah status
(kedudukan) dan role (peranan). Kedua unsur ini merupakan unsur baku.
Dengan demikian status sosial atau kedudukan sosial merupakan unsur yang
15

membentuk terciptanya stratifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah


pelapisan sosial yang disusun oleh satus-status sosial.

2.8. Tiga Lapisan Sosial Dengan Dasar Kualitas Pribadi


Dalam masyarakat yang paling sederhana dan homogen, pembedaan
peranan dan status relatif sedikit, sehingga stratifikasi sosialnya pun sedikit
.pelapisan sosial dalam masyarakat ini umumnya didasarkan pada jenis
kelamin senioritas, dan keturunan, yang merupakan kualitas pribadi
seseorang.

a. Jenis Kelamin
Pada sebagian masyarakat indonesia, kedudukan laki-klaki dinilai
lebih tinggi daripada kedudukan wanita. Laki-laki yang menjadi kepala
keluarga/rumah tangga dihormati oleh istri dan anak-anak mereka.
b. Senioritas
Senioritas disini dapat berarti senioritas, usia maupun generasi. orang
yang lebih tua memilki kedudukan yang lebih tinggi daripada yang
muda.
c. Keturunan
Keturunan bangsawan dianggap lebih tinggi daripada keturunan
rakyat jelata.

2.9. Kriteria Dasar Penentuan Stratifikasi Sosial


Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk
mengelompokkan anggota masyarakat kedalam suatu lapisan tertentu adalah
Sebagai berikut.
a. Kekayaan
16

Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang


memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati
daripada orang yang miskin.
b. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam
masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan
menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai
kekuasaan berada di lapisan bawah.
c. keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau
kekuasaan.Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan
golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan
menempati lapisan atas seperti gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden di
masyarakat jawa, Tengku di masyarakat Aceh.
d. Kepandaian/Penguasaan Ilmu Pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi meraih gelar kesarjanaan atau
yang memilki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi
dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga
ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan
agama, keterampilan khusus, kesaktian, dan sebagainya.

2.10. Sifat Sistem Lapisan Masyarakat


Sifat sistem di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed
social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan
yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari
satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke
bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi
anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya di
dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan
17

untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi
mereka yang tidak beruntung jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di
bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang yang
lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan
pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
Sistem kasta di india telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Istilah
untuk kasta dalam bahasaindia adalah yati, sedangkan sistemnya disebut
varna. Menurut kitab Rig-Vedadan kitab-kitab Brahmana, dalam masyarakat
india kuno dijumpai empat varna yang tersusun dari atas kebawah. Masing-
masing adalah kasta brahmana, ksatria, vaicya, dan sebagai lapisan
tertinggi.Ksatria merupakan kasta orang-orang bangsawan dan tentara
dipandang Sebagailapisan kedua. Kasta vaicya merupakan kasta para
pedagang yang dianggap Sebago lapisan menengah (ketiga) dan sudra adalah
kasta orang-orang biasa (rakyat jelata). Mereka yang tak berkasta adalah
golongan paria. Susunan kasta tersebut sangat kompleks dan hingga kini
masih dipertahankan dengan kuat, walaupun orang-orang india sendiri
kadangkala tidak mengakuinya.
sistem kasta semacam di India juga dijumpai di Amerika Serikat, di
mana terdapat pemisahan yang tajam antara golongan kulit putih dengan
golongan kulit hitam. Sistem tersebut dikenal dengan segregation yang
sebenarnya tak berbeda jauh dengan sistem apartheid yang memisahkan
golongan kulit putih dengan golongan asli pribumi di Uni Afrika Selatan.
Sistem lapisan yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, juga dijumpai
pada masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat
terbagi dalamempat lapisan, yaitu brahmana, satria, vesia, dan sudra. Ketiga
lapisan pertama biasa disebut triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut
jaba yan merupakan lapisan dengan jumlah warga terbanyak.Keempat
lapisan tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-
orang mengetahui dari gelar seseorang, kedalam kasta mana dia tergolong.
18

Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut garis keturunan laki-laki yang


sepihak patrilinear seperti ida bagus, tjokorda, dewa, ngahan, bagus, I gusti,
gusti. Gelar pertama adalah gelar orang brahmana. Gelar kedua sampai
keempat bagi orang-orang satria, sedangkan yang kelima dan keenam
berlaku bagi orang-orang vaicya. Orang-orang sudra juga memakai gelar-
gelar seperti pande, kbon, pasek dan selanjutnya. Walaupun gelar tersebut
tidak memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi
sopan santun pergaulan . Di samping ketat, hukum adat juga menetapkan
hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya,dalam memakai tanda-tanda,
perhiasan-perhiasan, pakaian tertentu dan lain-lain. Kehidupan sistem kasta
di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seorang gadis
suatu kasta tertentu umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta
yang lebih rendah.

2.11. Kelas-Kelas Dalam Masyarakat (Social Classes)


Di dalam uraian tentang teori lapisan, senantiasa dijumpai istilah kelas
(social class). Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah lain dalam
sosiologi, istilah kelas juga tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun
pada hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan-kedudukan yang pokok
dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut class-
system. Artinya, semua orang dan keluarga sadar akan keududukan mereka
itu diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian
kelas pararel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar
lapisan itu faktor uang, tanah, kekuasaaan, atau dasar lainnya.
Ada pula yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang
berdasarkan atas unsur ekonomis. Sementara itu, lapisan yang berdasarkan
atas kehormatan dinamakan kelompok kedudukan (status group). Selanjutnya
dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas antara kelas dan
kelompok kedudukan.
19

Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan


dasar kedudukan sosial, tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua
lapisan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi kedalam sub
kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi dengan menggunakan
kecakapannya. Disamping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya
golongan yang mendapatkan kehormatan khusus dari masyarakat dan
dinamakan stand.
Joseph Schumpeter mengatakan bawah kelas-kelas dalam masyarakat
terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan
keperluan-keperluan yang nyata. Makna kelas dan gejala-gejala
kemasyarakatan lainnya hanya dapat dimengerti dengan benar apabila
diketahui riwayat terjadinya.
Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas
sekali karena orang-orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan
kewajiban yang dilindungi oleh hukum positif masyarakat yang bersangkutan.
Warga masyarakat semacam itu sering kali mempunyai kesadaran dan
konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam masyarakat.
Misalnya di Inggris ada istilah-istilah tertentu seperti commoners bagi orang
biasa serta nobility bagi bangsawan. Sebagian besar warga masyarakat
Inggris menyadari bahwa orang-orang nobility berada diatas commoners
(sesuai dengan adat-istiadat).
Contoh lain adalah masyarakat atoni pah metoh di Timor. Di sana
kaum bangsawan disebut usif untuk membedakannya dengan tog yang
merupakan sebutan bagi orang-orang biasa. Maysarakat menyadari bahwa
kedudukan golongan usif ada di atas tog. Lapisan yang demikian, yaitu yang
ditegaskan dengan sistem hak dan kewajiban tertentu bagi warganya,
dinamakan estate.Estate tersebut oleh masyarakat seolah-olah telah
diresmikan bentuknya, berbeda dengan lapisan tak resmi yang didasarkan
pada kekuasaaan, kekayaan, dan selanjutnya. Seseorang yang kaya misalnya,
20

belum tentu tergolong ke dalam lapisan sosial tertinggi karena hal itu paling
tidak juga tergantung pada gaya dan tingkah laku hidupnya.
Apabila pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka akan dapat
dijumpai beberapa kriteria yang tradisional, yaitu:
1. Besar jumlah anggota-anggotanya
2. Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban warganya
3. Kelanggengan
4. Tanda/lamnbang-lambang yang merupakan ciri khas
5. Batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain)
6. Antagonisme tertentu
Sehubungan dengan kriteria tersebut diatas, kelas memberikan
fasilitas-fasilitas hidup yang tertentu (life-chances) bagi anggotanya.
Misalnya, keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup
yang tinggi, dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu tidak dipunyai oleh
para warga kelas-kelas lainnya. Selain itu, kelas juga, memengaruhi gaya dan
tingkah laku hidup masing-masing warganya (life style) karena kelas-kelas
yang ada dalam masyarakat mempunyai perbenaan dalamkesempatan-
kesempatan menjalani jenis pendidikan atau rekreasi tertentu. Misalnya, ada
perbedaan dalamapa yang telah dipelajari warga-warganya, perilakunya, dan
sebagainya. Dalam masyarakat indonesia terutama di kota-kota besar pernah
dikenal pembedaan antara golongan yang pernah mengalami pendidikan barat
(misalnya pendidikan belanda) dengan golongan yang tidak pernah. Di dalam
mendidik anak-anak, golongan-golongan tersebut mengembangkan pola
sosialisasi yang berbeda.
21

2.12. Pendekatan Dalam Stratifikasi Sosial


Ada tiga pendekatan dalam mempelajari stratifikasi sosial:
1. Metode obyektif
Yaitu suatu penilaian obyektif terhadap orang lain dengan melihat dari
sisi pendapatannya, lama atau tingginya pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. Metode subyektif
Dalam metode ini strata sosial dapat dirumuskan menurut pandangan
anggota masyarakat yang menilai dirinya dalam hierarki kedudukan
dalam masyarakat.
3. Metode reputasi
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana
anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi
masyarakat itu.
Dengan demikian, ada tiga pendekatan dalam memplajari stratifikasi
sosial, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara fisiknya, metode
subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat sedangkan
metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam
bermasyarakat.
22

2.13. Teori-teori Stratifikasi Sosial


Ada beberapa teori yang harus kita pahami dalam memplajari stratifikasi
sosial:
1. Teori Evolusioner-Fungsionalis
Dikemukakan oleh ilmuwan sosial yaitu Talcott parsons. Dia
menganggap bahwa evolusi sosial secara umum terjadi karena sifat
kecenderungan masyarakat untuk berkembang, yang disebutnya sebagai
”kapitalis adaptif”.
2. Teori Surplus Lenski
Sosiolog Gerhard Lenski mengemukakan bahwa makhluk yang
mementingkan diri sendiri dan selalu berusaha untuk mensejahterakan
dirinya.
3. Teori Kelangkaan
Teori kelangkaan beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan
semakin intensnya stratifikasi disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk.

4. Teori Marxian
Menekankan pemilikan kekayaan pribadi sebagi penentu struktur
stratifikasi.

5. Teori Weberian
Menekankan pentingnya dimensi stratifikasi tidak berlandaskan dalam
hubungan pemilikan modal.
Dengan demikian, ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi
sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada
kecenderungan perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang
mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan
23

jumlah penduduk, teori Marxian mengarah kepada kekayaan seseorang


menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang menagarah
kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.
24

III
KESIMPULAN

1. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan


penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat.
2. Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu
yang dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai
selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi.
Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin beragam.
3. Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, seperti kepandaian,
kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masayrakat, dan
sebagainya. selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu
yang dimiliki tersebut, akan timbul lapisan-lapisan dalam masyarakat.
semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap
sesuau yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. sebaliknya,
mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama
sekali, mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
4. Stratifikasi sosial merupakan konsep yang berkaitan dengan adanya
perbedaan dalam masyarakat. Perbedaan itu muncul akibat adanya
ketimpangan distribusi ekonomi, kekuasaan, pendidikan, dan semacamnya
yang terwujud dengan adanya kelas tinggi dan kelas rendah dalai masyarakat.
5. Pada dasarnya manusia itu adalah sama kedudukan dan derajatnya tetapi
pada realitasnya lapisan-lapisan masyarakat adalah seusuatu yang benar-
benar ada dan nyata. Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak dalam
cara menyapa, bahasa dan gaya bicara.
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam


Semesta.
Usman, Sunyoto (2012). Sosiologi Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai