Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh
dermatofita yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi dengan menyerang jaringan berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Dermatofita merupakan kelompok taksonomi jamur kulit superfisial.ang terdiri dari 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton 1,2 Adapun kelainan atau penyakit kulit dermatofitosis yang paling sering terjadi adalah Tinea kruris didapatkan sebanyak 52% kasus. Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema marginatum yang merupakan golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, dimana merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.2 Dermatofitosis diperkirakan mengenai 20-25% dari seluruh populasi di dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada manusia.5 Insiden dermatofitosis di Indonesia sendiri bervariasi, dimana berdasarkan data dari berbagai rumah sakit pada tahun 2011, didapatkan insiden sebesar 42,5% (Jakarta), 48,5% (Manado), 52,7% (Surabaya), 55,4% (Medan), 59,7% (Semarang), 64,5% (Denpasar), 65,5% (Yogyakarta), 69,1% (Makasar), 69,3% (Malang), 71,1% (Bandung), 74% (Palembang).6 Menurut penelitian di Manado oleh Bertus di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Januari – Desember 2012 didapatkan 65 kasus (1,61%).7 Tinea kruris merupakan kompetensi 4A, maka penting bagi dokter umum untuk lebih memahami tentang tinea kruris. Berdasarkan pemaparan diatas, laporan kasus ini dibuat sebagai tugas maupun bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Palembang BARI.