Anda di halaman 1dari 5

Gabriel Raynold Agan

1402045154

True Friends

Pernahkah kamu melihat seseorang yang dibully hanya karena dia berbeda dengan yang
lainnya ? Dan.. pernahkah kamu melihat seseorang yang selalu berbeda? Namun dia tidak
pernah dibully lagi? Ya, ada satu titik dimana seseorang yang biasanya dibully tidak dibully
lagi. Alasannya cukup sederhana, karena orang yang dulunya mereka bully sudah dapat
mereka terima sebagai bagian dari kelompok mereka sendiri.

Kelas XII, Jam istirahat

“Eh, yang lagi sibuk main, ikut ke kantin yuk! Makan bareng kita…” panggil seorang laki-
laki mengajak makan temannya yang sedang serius memainkan gadgetnya.

“Tidak, terima kasih, saya lagi main, sebentar lagi menang. Kamu pergi aja, saya sudah
makan tadi dirumah…” sahut laki-laki bernama Agta yang menolak ajakan Dhani, teman
sekelasnya untuk makan bersama.

“Formal amat, yasudah, aku pergi ya…” balas Dhani seraya meninggalkan ruang kelas
bersama dengan teman lainnya.

Seluruh siswa dikelas sangat tau dan maklum dengan sikap Agta yang sangat berbeda dengan
siswa yang lainnya. Semua hal aneh dan unik yang malu untuk dilakukan orang normal justru
sering dilakukan Agta tanpa ada rasa malu. Misalnya berbicara sendiri ketika sedang berada
di keramaian, menggunakan tas anak TK ke sekolah dan masih banyak hal aneh yang
memalukan lainnya yang sering Agta lakukan.

Apakah teman sekelasnya menerima Agta begitu saja? Tidak, awalnya Agta sering menjadi
korban bully oleh teman sekelasnya karena dianggap freak yang selalu bertingkah aneh. Agta
bahkan sempat dicibir dengan sebutan homo oleh siswa lainnya. Namun dengan seiring
berjalannya waktu teman-temannya akhirnya menerima diri Agta dan membiarkannya
menjadi dirinya sendiri.
***

Jam pulang sekolah

Sama seperti hari biasanya, ketika jam pulang sekolah tiba, Agta dijemput mamanya pulang
diluar gerbang sekolah. Mamanya Agta jugalah yang menjadi alasan teman-teman Agta mau
menerima keanehan tingkah laku Agta dan berhenti membully Agta. Mama Agta
memberitahu teman-teman Agta bahwa Agta memiliki sedikit gangguan syaraf yang
diakibatkan kecelakaan ringan saat dirinya masih kecil, oleh karena itulah Agta sering
bertingkah layaknya penderita sindrom Autis. Alhasil, Agta sempat dikucilkan di dalam
kelompoknya hanya karena tingkah lakunya yang aneh.

Kepribadian Agta juga ikut berubah akibat perlakuan yang diterima dari teman sebayanya,
dai yang terlanjur dicap homo freak akhirnya menutup diri dan jarang bersosialisasi.

“Kasian ya Agta. Gara-gara penyakitnya dia dicap stress, gak punya otak, autis, homo gila,
dan lainnya. Padahal bukan itu yang sebenarnya...” ucap Sugeng memandangi Agta yang
dijemput oleh Mamanya dengan mobil pick-up hitam.

“Sok bijak lu cuk, kamu juga dulu ikut ngebully Agta gara-gara dia pernah mukul kamu dari
belakang tiba-tiba tanpa sebab...” celetuk Kaspul menanggapi ucapan Sugeng.

“Itu kan dulu... sekarang mah aku udah peduli tau” balas Sugeng membela diri

Hampir semua teman sekelas Agta berubah hanya karena diberitahu oleh mama Agta tentang
penyakit yang di derita oleh Agta. Bahkan... mereka tak segan untuk membela Agta yang
kadang-kadang di ganggu oleh anak-anak kelas lain. Hanya itulah yang mereka bisa lakukan
untuk Agta. Mereka memang sering mencoba berkomunikasi dengan Agta, namun... anak
yang sudah terlanjur jarang memiliki teman dalam jangka waktu lama sangat sulit untuk
diajak ngobrol yang ujung-ujungnya tidak ada satupun obrolan yang nyambung diantara
mereka. Efek negatif dari penyakitnya membuat dia benar-benar terbiasa tidak mempunyai
teman, tidak pernah merasakan kesepian sedikitpun ketika sendirian.

***

Rumah Agta, sore hari.

Di dalam rumah, tepatnya di ruang tamu. Agta kembali sibuk sendiri dengan rutinitas yang
biasanya dilakukan olehnya sepulang sekolah, memainkan gadget dan action figure
favoritnya. “Agta, hari ini ada acara reuni SMP kan? Kamu datang ya, mama temenin...” ucap
Mama Agta saat mebaca pesan grup alumni di gadget Agta.

Pertanyaan yang sama terkadang akan berakhir dengan jawaban yang sama, sesuatu yang
sudah diketahui jawabannya namun tetap ditanyakan,

“Tidak ma, Agta mau main game aja, Agta malu ma” sahut Agta yang sedari tadi asik dengan
gadgetnya.

Kata penolakan merupakan kata yang sangat sering di dengar oleh Mamanya, ketika beliau
mencoba menawarkan diri untuk mendampingi anaknya itu bepergian. Semua hal yang
ditakutkan oleh mamanya telah terjadi, Anaknya itu terlanjur merasa nyaman dengan
kesendiriannya yang sekarang.

***

Minggu pagi,

Rutinitas Agta di pagi minggu tidak pernah berubah sedikitpun, dia duduk manis di ruang
tamu sambil bermain game dengan ditemani roti bakar serta secangkir susu hangat
kesukaannya. Tidak ada aktivitas spesial seperti lari pagi di taman kota atau sebagainya.
Hanya bersantai menikmati hari libur yang menurutnya merupakan hari yang sangat
menyenangkan karena dalam satu hari itu tidak akan ada protes dan bullyan atas dirinya.

Beberapa jam telah berlalu, Rumah Agta kedatangan beberapa orang tamu yang mengaku
sebagai temannya Agta. Untuk pertama kalinya Mamanya Agta merasa sangat bahagia ketika
anak-anak seusia anaknya mengaku sebagai temannya Agta.

“Kalian ngapain kesini?” Tanya Agta ketika Mamanya membawa teman-teman Agta ke
ruang tamu tempat Agta bersantai “Agta, bukan kayak gitu cara nyapa tamu sayang.
Harusnya kamu ngomong... silakan masuk, maaf rumahnya berantakkan” tegur Mamanya
Agta pada Agta dengan nada mengajari untuk memberikan contoh pada anaknya.

“Silakan masuk, maaf rumahnya berantakkan....” ucap Agta berdiri sambil menirukan ucapan
dari Mamanya

Teman-temannya Agta sempat terdiam dengan percakapan antara anak dan ibunya. Salah satu
dari mereka bahkan sampai berkaca-kaca melihat interaksi yang terjadi di depan mereka.
Seorang anak yang diajarkan langsung oleh orangtuanya tentang bagaimana cara menyambut
tamu. Kondisi semacam ini hanya terjadi pada orang-orang yang memang jarang atau hampir
tidak pernah ada tamu untuknya.

Suasana di ruang tamu sempat kaku beberapa saat, mereka yang datang malah kebingungan
mau mengajak ngobrol apa pada Agta? Sama sekali tidak ada bahan pembicaraan di benak
mereka. Jika membicarakan tentang kesukaan mereka, Agta malah tidak ngerti dan begitu
juga sebaliknya, tidak ada yang mereka ngerti dari kesukaan Agta

"Kita cuma mau jadi temen kamu ta. Kita pengen kamu ngerasain bagaimana indahnya
punya teman. Kamu sangat berhak punya teman. Kita sudah membuka diri kami untuk kamu,
sekarang kamu harus membuka diri kamu untuk kami...” Ucap Gaby satu-satunya perempuan
yang ikut ke rumah Agta membuka obrolan.

“Iya ta, Kita mau jadi bagian dari diri kamu. Kita semua teman, sebagai teman kita harus
saling melengkapi dan mengisi. Kami janji kami bakalan bikin kamu merasakan indahnya
dunia jika memiliki banyak teman, jadi... kamu tidak perlu sendirian terus” tandas Dhani
menyambung pernyataan Gaby.

Sama seperti janji mereka sebelumnya untuk membuat Agta merasakan indahnya punya
banyak teman, teman-teman Agta memulainya dengan sering bertamu ke rumah Agta.
Sebagai bentuk partisipasi, mereka juga ikut-ikutan membantu Agta main bareng game
favoritnya.

Sebagai seseorang yang terbiasa sendirian, sangat sulit bagi Agta untuk beradaptasi dengan
teman-temannya. Agta sempat menganggap teman-temannya yang bertamu kerumahnya
sebagai pengganggu. Namun, teman-temannya Agta belum menyerah atas Agta, mereka tetap
berusaha membuat Agta nyaman dengan kehadirian mereka.

Hari demi hari terus berlalu, mereka terus-menerus bertamu ke rumah Agta bahkan sampai
menginap. Mereka tidak membiarkan Agta menjadi orang yang pasif, mereka terus-menerus
membuat Agta aktif dalam suatu obrolan. Dengan kata lain mereka ingin membiasakan Agta
aktif bicara didepan teman-temannya. Mereka menjadi pendengar yang baik untuk Agta,
meskipun sebenarnya mereka tidak terlalu mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh Agta.
Bagi mereka yang penting Agta mau aktif berbicara, berbagi apa yang dia rasakan.

Meskipun perubahannya hanya sedikit akan tetapi mereka sangat bahagia dengan perubahan
yang terjadi pada Agta. Agta mulai terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya. Teman-
teman dikelasnya yang lain juga mulai berani mengajak Agta bicara, membicarakan tentang
urusan sekolah maupun hobi. Saat Agta membuka dirinya, mulai banyak teman sekelasnya
yang datang padanya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang ingin bertamu ke rumah Agta
untuk sekedar bersilahturahmi dengan mama Agta.

“Seru kan punya banyak teman. Kita-kita janji kok bakalan selalu ada untuk kamu. Karena
kamu adalah bagian dari kami, kita adalah teman. Berbagi kebahagiaan bersama, dan...
saling membantu ketika ada yang sedih saat mendapat masalah” ucap Kaspul menepuk
pundak Agta.

Agta hanya bisa tersenyum, dia tidak menyangka sekumpulan orang yang dulu
mengucilkannya dapat menerima kehadirannya. Hal yang paling membuat dia terharu yaitu
ketika ada yang memanggilnya dengan sebutan “Teman” kata-kata yang menurutnya sangat
indah ketika terdengar ditelinganya.

Yang menciptakan kesendirian bukanlah orang lain, tapi diri kita sendiri. Terlalu cepat
menyerah pada keadaan merupakan salah satu faktor yang membuat kita merasa sendiri.
Dalam kesendirian kadang kita merasa terkucilkan, namun percayalah... akan selalu ada
orang yang akan datang dan menghapus kesendirian yang kita rasakan. Orang itu disebut
dengan “Teman”.

Anda mungkin juga menyukai