Anda di halaman 1dari 17

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia di Kota Bandung

Disusun oleh:
Kelas XI IA 1 (Kelompok IV)
1. Firdaus Dheo Saputra (14)
2. Nadiya Dini R (24)
3. Novianita Putri NA (27)
4. Rizka Amalia F (31)

Tahun 2016
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BABI: PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2

C. Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II: PEMBAHASAN.................................................................................. 3

A. Pembangunan Eknomi Daerah................................................................... 3

B. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah.............................. 5

C. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Jawa Barat................................................ 6

D. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kota Bandung........................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah
yang telah memberi kemudahan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad saw.

Dalam makalah ini kami membahas tentang Perkembangan Pembangunan


Ekonomi di Bandung. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis meminta para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memajukan
pengetahuan ini.

Banyuwangi, 10 Oktober 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian suatu daerah sangat tergantung dari sumber daya alam danfaktor
produksi yang dimilikinya. Hal itu berarti besarnya PDRB atauperekonomian di
suatu daerah kabupaten/kota terbentuk dari berbagai macamaktivitas atau
kegiatan ekonomi yang timbul di daerah tersebut. PDRB sebagaisuatu indikator
yang berperan penting dalam mengukur keberhasilan pembangunanyang telah
dicapai dan juga dapat dijadikan suatu ukuran untuk menentukan
arahpembangunan suatu daerah di masa yang akan datang.

Pertumbuhan ekonomi/PDRB jawa barat. Secara makro pertumbuhan


perekonomian Jawa Barat mulai menggeliatdan membaik. Meski diakui
terjangan krisis ekonomi global masih terasa,namun secara perlahan dan terukur
kondisi diharapkan merangkak naik.Berdasarkan pantauan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda)Provinsi Jawa Barat beberapa perkembangan
indikator makro pembangunanJawa Barat ditunjukan dengan sejumlah indikator,
antara lain; IndeksPembangunan Manusia (IPM), jumlah penduduk, laju
pertumbuhan ekonomi(LPE), prosentase penduduk miskin, dan prosentase
pengangguran.Berdasarkan hasil perhitungan Bappeda Provinsi Jawa Barat, IPM
JawaBarat pada Tahun 2009 mencapai angka 71,64 naik sebesar 0,52
poindibandingkan tahun 2008 yang mencapai angka 71,12. Capaian IPM Jawa
Baratpada kurun waktu 2006-2008 menunjukan peningkatan signifikan. Pada
tahun2006 capaian IPM berada pada poin 70,32, meningkat menjadi 70,71 pada
tahun 2007. Posisi ini meningkat di tahun 2008 menjadi 71,12. “Peningkatan IPM
inisebagai dampak dari meningkatnya komponen penyusun IPM. Pada tahun
2010 diprediksikan IPM Jawa Barat akan meningkat lebih dari 0,5 poin,
seiringdengan meningkatnya berbagai fasilitas dan sarana pendidikan serta
kesehatanyang menjadi prioritas pembangunan di Jawa Barat.

Jumlah Penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun2010


mencapai 43.021.826 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun2000 (SP
2000) sebesar 1,89%. Dari jumlah tersebut, seks ratio penduduk JawaBarat
sebesar 103,46% yang berarti dari 100 penduduk perempuan terdapat
103penduduk laki-laki. Dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kabupaten
Bogormemiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,07% dari jumlah penduduk
JawaBarat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan
daerahyang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yang hanya sebesar
0,41%dari total penduduk Jawa Barat.

Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lainditandai oleh
masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun
2010 (data maret 2010) adalah sebesar 11,27% dari jumlahpenduduk Jawa Barat,
menurun dari tahun 2009 yang mencapai angka 11,96%(data susenas 2009).
Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagaiketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanandan non makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalahpenduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pembangunan Ekonomi Daerah?

2. Apa saja permasalahan dalam pembangunan ekonomi daerah?

3. Bagaimana pertumbuhan Ekonomi BPRD Jawa Barat ?

4. Bagaimana Pertumbuhan Ekonomi BPRD Kota Bandung ?

C. Tujuan

1. Agar kita mengetahui bagaimana pembangunan ekonomi daerah

2. Agar kita mengerti apa saja tang menjadi permasalahan dalam pembangunan
ekonomi daerah

3. Agar kita mengetahui bagaimana pertumbuhan ekonomi PDRB di Jawa


Barat

4. Agar kita mengetahui bagaimana pertumbuhan ekonomi PDRB Kota


Bandung
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembangunan Ekonomi Daerah

“Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah


denganperubahan”. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu
Negara padasaat tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa
yang berlakudari tahun ketahun, tetapi juga harus diukur dari perubahan lain yang
berlaku dalamberbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan
pendidikan, perkembanganteknologi, penigkatan dalam kesehatan, peningkatan
dalam infrastuktur yang tersediadan peningkatan dalam pendapatan dan
kemakmuran masyarakat. Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai
aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi,maka sampai dimana taraf
pembangunan ekonomi yang dicapai suatu Negara telah meningkat, tidak mudah
diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data perludikemukakan untuk
menunjukan prestasi pembangunan yang dicapai suatu Negara.

Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data pendapatan per kapita


(pendapatan rata-rata penduduk) sebagai alat ukur mengukur tingkat
kelajuanpembangunan ekonomi dan taraf kemakmuran masyarakat, hingga saat
ini data pendapatan per kapita selalu digunakan untuk memberikan gambaran
mengenaipembangunan ekonomi.

Dalam kebanyakan literature awal mengenai pembangunan ekonomi yang


diterbitkan dalam tahun 1950-an dan 1960-an, pada umumnya
pembangunanekonomi didefinisikan sebagai: Suatu proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu Negara meningkat secara berketerusan
dalam jangkapanjang. Apabila pengertian ini dibandingkan dengan pengertian
pembangunanekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah tentu definisi
yang mengartikanpembangunan ekonomi secara sempit ini tidak dapat diterima.
Namun demikian, oleh karena tidak terdapat alat pengukur lain yang lebih sesuai,
hingga saat ini ahli-ahli ekonomi masih menggunakan data per kapita untuk dua
tujuan berikut:
a. Menunjukan secara kasar tingkat kelajuan atau kecepatan
pembangunanekonomi yang dicapai pada suatu tahun.

b. Membandingkan tingkat kemakmuran yang dicapai berbagai Negara.

c. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah


daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahnya adalah


terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan (endogonus) dengan menggunakan potensi sumber
daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk meenciptakan kesempatan
kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mancakup pembentukan


institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta
pengembangan usaha-usaha baru.

Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk


meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-
sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang
ada harus mampu menghitung potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan
untuk merancang dan membangun ekonomi daerahnya.

B. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

a. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah


satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi
cenderung pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada
kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah.

Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat


produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau
PDBR. Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat
industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di
luar Jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara
Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa, seperti sumatera,
kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial
untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua
hal yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan
negara tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping
pasar domestik.

b. Kurang Meratanya Investasi

Harrod-Domar ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju


pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi di suatu daerah
membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah
tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif seperti industri manufaktur.

Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor,


diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.

C. Pertumbuhan ekonomi/PDRB jawa barat

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan barang dan jasa dalam


kegiatan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi serta
peningkatan pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita akan
terjadi apabila pertumbuhan ekonomi yang dinilai berdasarkan harga konstan
lebih besar dari pertumbuhan penduduk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:

1. Faktor Sumber Daya Manusia

Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga


dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting
dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung
kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan
memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.

2. Faktor Sumber Daya Alam

Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam
melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam
saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak
didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber
daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya
kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan
laut.

3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong


adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula
menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak
kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan
ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju
pertumbuhan perekonomian.

4. Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi


yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong
proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan.
Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan
kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat
proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan
sebagainya.
5. Sumber Daya Modal

Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan


meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal
sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena
barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Secara makro pertumbuhan perekonomian Jawa Barat mulai menggeliat dan


membaik. Meski diakui terjangan krisis ekonomi global masih terasa,namun
secara perlahan dan terukur kondisi diharapkan merangkak naik.Berdasarkan
pantauan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)Provinsi Jawa
Barat beberapa perkembangan indikator makro pembangunanJawa Barat
ditunjukan dengan sejumlah indikator, antara lain; Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi(LPE), prosentase penduduk
miskin, dan prosentase pengangguran. Berdasarkan hasil perhitungan Bappeda
Provinsi Jawa Barat, IPM JawaBarat pada Tahun 2009 mencapai angka 71,64
naik sebesar 0,52 poindibandingkan tahun 2008 yang mencapai angka 71,12.
Capaian IPM Jawa Baratpada kurun waktu 2006-2008 menunjukan peningkatan
signifikan. Pada tahun2006 capaian IPM berada pada poin 70,32, meningkat
menjadi 70,71 pada tahun 2007. Posisi ini meningkat di tahun 2008 menjadi
71,12. “Peningkatan IPM ini sebagai dampak dari meningkatnya komponen
penyusun IPM. Pada tahun 2010 diprediksikan IPM Jawa Barat akan meningkat
lebih dari 0,5 poin, seiringdengan meningkatnya berbagai fasilitas dan sarana
pendidikan serta kesehatanyang menjadi prioritas pembangunan di Jawa Barat.

Jumlah Penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun2010


mencapai 43.021.826 jiwa, dengan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun2000 (SP
2000) sebesar 1,89%. Dari jumlah tersebut, seks ratio penduduk JawaBarat
sebesar 103,46% yang berarti dari 100 penduduk perempuan terdapat
103penduduk laki-laki. Dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kabupaten
Bogormemiliki jumlah penduduk terbesar yaitu 11,07% dari jumlah penduduk
JawaBarat, disusul dengan Kabupaten Bandung sebesar 7,38%. Sedangkan
daerahyang memiliki penduduk terkecil adalah Kota Banjar yang hanya sebesar
0,41%dari total penduduk Jawa Barat.

Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh
masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun
2010 (data maret 2010) adalah sebesar 11,27% dari jumlahpenduduk Jawa Barat,
menurun dari tahun 2009 yang mencapai angka 11,96%(data susenas 2009).
Tingkat kemiskinan ini dipandang sebagaiketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanandan non makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalahpenduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita perbulan dibawahGaris Kemiskinan.

Situasi Ketenagakerjaan di Jawa Barat mengalami sedikit perubahanselama satu


tahun terakhir. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 tercatatsebanyak 18,89
juta jiwa, jikadibandingkan tahun 2009 sebanyak 18,98 juta jiwa. Ditinjau dari
status wilayah, penurunan jumlah angkatan kerja terjadididaerah perdesaan
sedangkan kondisi sebaliknya terjadi di daerah perkotaan.Dilihat dari jenis
kelamin, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja laki-lakisebanyak 102 ribu
jiwa sedangkan angkatan kerja perempuan mengalamipenurunan 190 ribu jiwa.

Sementara itu Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun


2010mencapai 62,38% atau menurun dibandingkan tahun 2009 yang
mencapai62,89% (data Sakernas). Penyerapan penduduk yang bekerja
didominasi olehtiga sektor usaha, yaitu sektor pertnaian 23,40%, sektor industri
20% dan sektorperdagtangan 24,83 persen. Sementara Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT)menunjukkan proporsi jumlah penduduk yang mencari pekerjaan
secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan kerja. Hasil Sakernas 2009-
2010menggambarkan bahwa TPT Jawa Barat tahun 2010 mencapai
10,33%,menurun dari tahun 2009 sebesar 10,96%.

Kinerja perekonomian Jawa Barat tahun 2010 tergambarkan dari Produk


Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sampai
dengantriwulan III tahun 2010, mengalami pertumbuhan sebesar 2,66 % dari
triwulansebelumnya, yang tumbuh sebesar 1,44 %. Sementara itu jika dilihat dari
lajupertumbuhan ekonomi secara year on year-yoy ( dibandingkan dengan
triwulanIII tahun 2009 ), kinerja perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh
sebesar 4,02persen. Pada triwulan III ini, LPE seluruh sektor ekonomi mengalami
pertumbuhan yang positif. Namun demikian jika dilihat secara yoy, masih
adasektor yang mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu sektor pertanian dan
pertambangan-penggalian.

Bila dilihat dari sumber pertumbuhannya, pada triwulan ini sektor


industripengolahan memberikan andil terbesar yaitu sebesar 0,80 persen.
Sedangkanpaling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian yang
hanyamemberikan andil sebesar 0,03 persen, sektor lainnya seperti pertanian
(0,17%), LGA (0,05 %), bangunan (0,14 %), perdagangan, hotel dan restoran
(0,54%), pengangkutan dan komunikasi (0,48 %), keuangan, persewaan dan
jasaperusahaan (0,17 %), dan jasa-jasa (0,27 %).

Secara umum, LPE Jawa Barat pada triwulan III tahun 2010 mengalami
peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan
meningkatnya kinerja semua sektor terutama industri pengolahan yang tumbuh
sebesar 1,89 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mengalami hal
yang sama yaitu sebesar 2,47 persen dan sektor pertanian mengalami
pertumbuhan sebesar 1,38 persen, sedangkan pada triwulan sebelumnya tumbuh
negatif yaitu sebesar minus 16,59 persen. Hal yang sama juga dialami
sektorkeuangan dalam PDRB, yaitu pertumbuhan semua sektor kecuali sub
sektorbank dan sub sektor lembaga keuangan bukan bank, pada triwulan III
tahun2010 mengalami peningkatan sebesar 2,66 persen, atau meningkat di
banding triwulan sebelumnya sebesar 1,42 persen.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 menguat.
Setelah tumbuh melambat pada laju 4,0% (yoy) pada triwulan III-2010,
pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan,yang
berada pada kisaran 6-6,5%. Secara keseluruhan pertumbuhanperekonomian
Jawa Barat tahun 2010 mencapai 6,0%. Sementara itu,perkembangan inflasi
secara tahunan (yoy) sampai dengan periode Oktober2010 mencapai 5,35%, lebih
rendah dari inflasi nasional 5,67%. Inflasi yangtinggi terjadi pada kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi/minuman, dan kelompok sandang
masing-masing sebesar 10.65%, 6.32%,dan 6.28%. Sedangkan inflasi yang relatif
rendah, yaitu kelompok perumahan,kelompok kesehatan, kelompok pendidikan,
dan kelompok transport, masing masing 3.17%, 2.27%, 1.86%, dan 1.45%.
Secara tahunan, seluruh kota di JawaBarat mengalami inflasi. Secara berurutan,
inflasi tertinggi dihadapi oleh kotaBekasi diikuti oleh kota Cirebon dan Bogor
masing-masing 6.42%, 5.87%, dan5.84%.

D. Pertumbuhan ekonomi/PDRB kota Bandung

Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilanpembangunan


ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikatormakro ekonomi, yang
masing-masing indikatornya terdiri dari beberapakomponen. Komponen-
komponen Indikator makro tersebut diantaranya adalah: Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi(LPE), PDRB perkapita dan
tingkat inflasi.A.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)PDRB Kabupaten Bandung pada tahun
2008 berdasarkanharga berlaku mencapai Rp 38,29 triliun sedangkan
PDRBberdasarkan harga konstan mencapai Rp 19,67 triliun. Padatahun 2009
PDRB kabupaten bandung berdasarkan harga berlakumengalami peningkatan
menjadi Rp 40,98 triliun lalu pada tahun2010 meningkat lagi menjadi Rp 46,09
triliun, dan PDRBberdasarkan harga konstan pada tahun 2009 mencapai Rp
20,53triliun dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi Rp21,73
triliun.Sektor industri pengolahan berperan paling besar bagi PDRBKabupaten
Bandung,pada tahun 2008 yaitu sebesar 60,79 % sedangkan pada tahun 2009
mengalami penurunan sebesar 60 % dan pada tahun 2010 turun lagi menjadi
59,60 %. Sedangkan Sektorlainnya yang mempunyai peranan cukup besar adalah
sektorperdagangan, hotel, restoran dan sektor pertanian, pada tahun 2008masing-
masing berperan sebesar 15,68 % dan 7,19 %. Sedangkanpada tahun 2009 sebesar
16,56 % dan 7,36 % dan pada tahun 2010sebesar 16,91 % dan 7,53 %.B.

Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) LPE kabupaten bandung pada tahun 2008
mencapai 5,34%angka ini lebih rendah 0,62 point dari tahun sebelumnya.
Sedangkanpada tahun 2009 LPE kabupaten bandung mengalami
penurunanmenjadi 4,35% dan pada tahun 2010 mengalami penigkatan
sebesar1,54 point dari tahun 2009 yaitu mencapai 5,88%.

PDRB per kapita PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata


pendapatanyang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi
di suatu daerah.Pada tahun 2008 PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku
menunjukkan peningkatan, namun PDRB per kapita berdasarkan harga konstan
yang mengalami pertumbuhan relatif kecil. PDRB per kapita berdasarkan harga
berlaku mencapai Rp12.244.847,00. Demikian pula PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan mengalami peningkatan sebesar 2,3 %, yaitu sebesar
Rp6.291.552,00.PDRB per kapita tahun 2010 berdasarkan harga berlaku
meningkat sebesar 11,36% yaitu Rp 13.061.264,00 pada tahun2009, menjadi Rp
14.519.532,00. Sedangkan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan
meningkat sebesar 5,21%, yaitu dari Rp6.507.360,00 pada tahun 2009 menjadi
Rp 6.846.5433,00 pada tahun 2010.

Tingkat Inflasi Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat
memberikan informasi tentang dinamika perkembangan hargabarang dan jasa
yang dikonsumsi masyarakat.Tingkat inflasi di Kabupaten Bandung tahun 2009
cukup rendah yaitu 3,15% dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 9,11%.
Penurunan tingkat inflasi terjadi hampir di seluruh sector perekonomian.
Sedangkan, pada tahun 2010 meningkat 2,51 point, yaitu sebesar 5,66%.

E. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah
dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).

Tabel berikut menguraikan beberapa indikator makro strategis Kota Bandung


untuk dapat melihat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat secara lebih
luas.

Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel tersebut, secara umum indikator
makro ekonomi Kota Bandung periode 2008-2012 menunjukkan peningkatan dan
pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi
bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung menjadi lebih baik
dibandingkan sebelumnya.
Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung selama 5 (lima)
tahun terakhir (tahun 2008–2012) menunjukkan peningkatan yang positif. Jika
pada tahun 2008 LPE Kota Bandung mencapai 8,17.%, pada tahun 2012
mengalami kenaikan menjadi 9,40%. Tingkat LPE Kota Bandung ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan kinerja LPE secara nasional. Hal ini menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan
dengan kondisi ekonomi secara nasional. Selama periode 2008-2012, rerata LPE
Kota Bandung mencapai 8,59%, sedangkan rerata LPE nasional secara periode
2008-2012 hanya berada di kisaran 5,89%.

Adapun perekonomian Masyarakat Kota Bandung menurut Pendapatan


Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2008 sebesar 60.444.487 (juta
rupiah) dengan tingkat pengangguran 15.27 %. Pada tahun 2009 meningkat
sebesar 70.281.163 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 13,28 %, pada
tahun 2010 terus meningkat menjadi 82.002.176 (juta rupiah) dengan tingkat
pengangguran 12,17 %. Pada tahun 2011 terus mengalami peningkatan menjadi
97.451.902 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran sebesar 10,34 %. Dan
pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan menjadi 110.669.837 (juta rupiah)
dengan tingkat pengangguran sebesar 9,17 %.

Dari data di atas, pertumbuhan ekonomi masyarakat Kota Bandung terus


mengalami peningkatan sementara tingkat pengangguran terus mengalami
penurunan. Sehingga dapat diindikasikan bahwa Kota Bandung terjadi korelasi
antara peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat pengangguran
di Kota Bandung. Diharapkan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan
ekonomi Kota Bandung setiap tahunnya ke depan, maka dapat memperluas
kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meminimalisasi tingkat
pengangguran yang ada.
BAB III

PENUTUP

Dalam kebanyakan literature awal mengenai pembangunan ekonomi yang


diterbitkan dalam tahun 1950-an dan 1960-an, pada umumnya pembangunan
ekonomi didefinisikan sebagai: Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per
kapita penduduksuatu Negara meningkat secara berketerusan dalam jangka
panjang.

Permasalahan dalam pembangunan ekonomi daerah seperti ketimpangan


pembangunan sector industry, dan kurang meratanya investasi.

Jawa Barat masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain


ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 2010 (data maret 2010) adalah sebesar 11,27% dari
jumlahpenduduk Jawa Barat, menurun dari tahun 2009 yang mencapai angka
11,96%(data susenas 2009). Tingkat kemiskinan ini dipandang
sebagaiketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanandan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin
adalahpenduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan
dibawahGaris Kemiskinan.

Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) LPE kabupaten bandung pada tahun


2008 mencapai 5,34%angka ini lebih rendah 0,62 point dari tahun sebelumnya.
Sedangkanpada tahun 2009 LPE kabupaten bandung mengalami
penurunanmenjadi 4,35% dan pada tahun 2010 mengalami penigkatan
sebesar1,54 point dari tahun 2009 yaitu mencapai 5,88%.
DAFTAR PUSTAKA

Chapin Jr F Stuart and Edward J Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. Third
Edition. Chichago : University of Illinoise Press.

Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru. Bandung : Penerbit alumni

Lichfield, Nathaniel; Darin-Drabkin, Haim. 1980. Land Polic In Planning.


London : George Allen and Unwin

Diunggah pada 6 Oktober 2013 pukul 13.00 WIB

http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-konsep-
perkembangan-kota.html

http://meilinda.blogspot.com/epidemiology.html

http://urbanisasi-wikipedia-ensiklopedia.html

Anda mungkin juga menyukai