BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2015 2016
4
Pencapaian opini tersebut telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang
penguatan tata kelola pemerintah daerah/ program peningkatan kapasitas keuangan
pemerintah daerah yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 masing-masing
sebesar 85%, 60%, dan 65% di tahun 2019.
Selain EKPPD, kinerja pemerintah juga dapat dilihat dari indeks pembangunan
manusia yang selanjutnya disebut IPM. IPM terdiri dari beberapa komponen penilaian
yaitu income per capita, tingkat kesehatan, pendidikan dan tingkat pengangguran
(Badan Pusat Statistik). Penilaian kinerja pemerintah menggunakan IPM sesuai dengan
penelitian Afonso (2005) dan Meurs dan Kochut (2013). Kesejahteraan masyarakat
juga dapat diukur dengan menggunakan tingkat pendapatan nasional per kapita dari
aspek ekonominya untuk melihat kinerja ekonomi dari pemerintahan di daerah
tersebut. Dalam suatu wilayah regional atau daerah, maka kesejahteraan masyarakat
diukur melalui Produk Domestik Regional bruto (PDRB) per kapita. Pertumbuhan
ekonomi yang diukur melalui PDRB tersebut ditentukan oleh beberapa faktor,
antara lain: Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya, Jumlah dan Kualitas Dari
Penduduk dan Tenaga kerja, Kapital, Tingkat Teknologi, Sistem Sosial dan Sikap
Masyarakat (Wiguna, 2013).
Berbeda dengan hasil penelitian Rifka (2012) yang menemukan bahwa opini
audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah karena
dalam pemberian opini audit, BPK hanya mempertimbangkan kewajaran laporan
keuangan, apakah sudah sesuai dengan standar, bukan jumlah atau nominal dari
data keuangan tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan penelitian Yuni
(2016) bahwa hasil pemeriksaan BPK tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
pemerintah daerah karena diduga masih lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga pengawas internal pemerintah. Lain halnya dengan Roeki (2017) yang
menemukan bahwa opini audit berkorelasi negatif dengan kinerja keuangan karena
audit BPK lebih ditekankan pada kewajaran dan kepatuhan terhadap sistem
pengendalian internal bukan pada nilai nominal laporan keuangannya.
Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut, belum
memberikan hasil yang konklusif, dimana peneliti-peneliti sebelumnya mengaitkan
opini audit dengan kinerja pemerintah daerah pada tahun yang sama. Sedangkan
penelitian ini akan melihat perbandingan mengenai kinerja keuangan pemerintah
daerah yang memperoleh opini WTP dan yang memperoleh opini Non-WTP dalam
aspek kinerja penyelengaraan pemerintah daerah, indeks pembangunan manusia.
Penelitian ini dilakukan pada pemerintahan daerah di Pulau Sumatera pada
tahun 2015 – 2016 karena beberapa alasan, Pertama Struktur ekonomi Indonesia
secara spasial pada triwulan II-2016 didominasi oleh kelompok provinsi di pulau
Jawa dan pulau Sumatera. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Data
BPS untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester kedua 2016
sebesar 5,18 persen dimana 80 persen di Pulau Jawa memberikan kontribusi
terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,81 persen, diikuti oleh
pulau Sumatera sebesar 22,02 persen, dan pulau Kalimantan 7,61 persen.
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai ANALISIS PERBEDAAN KINERJA
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PERIODE OPINI NON WTP DAN
PERIODE OPINI WTP (Studi Pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera
Tahun 2015-2016).
8
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan
penelitiaan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah periode opini non WTP
dan periode opini WTP .
2. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada Indeks Pembangunan Manusia periode opini non WTP dan periode opini
WTP.
3. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada Produk Domestik Regional Bruto periode opini non WTP dan periode
opini WTP.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta berguna bagi
berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi semua pihak
yang berkepentingan terutama dalam bidang akuntansi sektor publik dan
gambaran yang dapat dijadikan pembanding antara teori yang selama ini di
9
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini disusun secara terperinci dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab pertama berisi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan
penelitian.
Bab II Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Bab kedua berisi tinjauan teori, rerangka berpikir yang
menghubungkan antar variabel penelitian, dan pengembangan
hipotesis.
Bab III Metode Penelitian
Bab ketiga menguraikan tentang sumber data, populasi dan
sampel penelitian, ukuran variabel, serta metode analisis data.
10
yang hanya mengatur pelaksanaan asas desentralisasi ini dibuat pertama kali tahun
1948. Sejalan perlunya dilakukan reformasi di sektor publik, saat ini telah
dikeluarkan juga peraturan pemrintah untuk mendukung pelaksanaan otonomi
daerah dan desentralisasi antara lain:
1. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
2. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi
Tugas Pembantuan.
4. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
5. Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
6. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
7. Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
8. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan
Daerah.
2. Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah
Menurut UUD negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi yang berwujud desentralisasi dan tugas pembantuan. Asas
desentralisasi pemberian otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu
melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatiakn prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serat potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem NKRI. Dalam hal untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
menurut UU No, 33 Tahun 2004 melalui penyediaan sumber-sumber
pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan,
14
perlu diatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah berupa sistem
keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung
jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.
Ada 2 alasan yang mendasari pemberian otonomi luas dan desentralisasi
(Mardiasmo, 2002) yaitu:
a. Intervensi pemerintah pusat pada masa lalu yang terlalu besar telah
menimbulkan masalh rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah
daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di
daerah.
b. Tuntutan ekonomi muncul sebagai jawaban memasuki era new game yang
membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa mendatang.
untuk mendapatakan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil yang harus dicapai
dalm penyelenggaraan bagian urusan. Untuk itu pembagian urusan harus
disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian
urusan pemerintahn tersebut. Ukuran daya guna dan hasil guna tersebut dilihat dari
besarnya manfaat yang dirasakn oleh masyarakt dan besar kecilnya resiko yang
dihadapi.
B. Keuangan Daerah
1. Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan
bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut.
Menurut Halim (2007) menyatakan bahwa “Keuangan Daerah dapat
diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang
lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku”
D. Laporan Keuangan
1. Definisi Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.1 revisi 2009 adalah:
“Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas yang bertujuan memberikan informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.”
Sedangkan, laporan keuangan menurut pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah No.1 tahun 2005 adalah:
“Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan
dan transaksi – transaksi yang di lakukan suatu entitas pelaporan yang bertujuan
untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus
kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi pengguna
dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.”
2. Tujuan Laporan Keuangan
Mardiasmo (2002), tujuan umum laporan keuangan bagi organisasi
pemerintahan adalah:
1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan
ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban
(accountability) dan pengeloloaan (stewarship).
2. Untuk mernberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
manajerial dan organisasional. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan
pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas
pelaporan sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:
1. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah.
2. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya
ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah.
23
Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih,
Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Jasa-jasa.
2. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir yaitu:
a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung.
b) Konsumsi pemerintah.
c) Pembentukan modal tetap domestik bruto.
d) Perubahan stok.
e) Ekspor netto.
3. Menurut pendekatan pendapatan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua
hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Menurut BPS Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku
digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor
ekonomi. Kuncoro (2001) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan tradisional
lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan
PDRB suatu provinsi, Kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi
sektoral / lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga
dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. Total PDRB menunjukkan
jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu.
33
Abdul Halim (2012) Menyatakan bahwa salah satu alat untuk menganalisis
kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan
melakukan analisis keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakanya.
a) Derajat Desentralisasi Fiskal
Menurut Ihyaul Ulum (2009), derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah
pusat dan daerah pada umumnya ditunjukkan oleh variabel-variabel Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), Rasio Bagi Hasil
Pajak dan Bukan Pajak untuk daerah (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah
(TPD) dan Rasio Sumbangan Bantuan Daerah (SBD) terhadap Total Penerimaan
Daerah (TPD).
b) Rasio Efektivitas PAD
Menurut Ihyaul Ulum (2009), rasio efektivitas menggambarkan
kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan
36
f) Rasio Likuiditas
Rasio lancar merupakan ukuran standar untuk menilai kesehatan keuangan
organisasi. Rasio lancar menggambarkan kemampuan pemerintah pusat untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Mahmudi, 2006). Nilai standar rasio
lancar dianggap aman adalah 2:1 dan nilai minimalnya adalah 1:1. Mahmudi (2006)
menyatakan bahwa “jika nilai rasio lancar kurang dari 1:1 maka keuangan
organisasi tidak lancar “.
g). Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan perbandingan antara jumlah aset pemerintah
pusat terhadap total kewajiban yang dimiliki pemerintah pusat. Rasio solvabilitas
meenggambarkan kemampuan pemerintah pusat untuk membayar seluruh
kewajiban yang dimiliki pemerintah pusat, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Mahmudi (2006) menyatakan bahwa “nilai minimal rasio solvabilitas
dianggap aman adalah 1:1”.
G. Opini Audit
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, disebutkan bahwa terdapat
empat (4) jenis opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah (LKP). Masing-masing opini
tersebut sebagai berikut:
a. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) adalah opini yang
menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Mahmudi (2006) menjelaskan bahwa “opini yang
paling baik adalah wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)”. Opini wajar
tanpa pengecualian diberikan karena auditor meyakini bahwa laporan keuangan
telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang material. Keyakinan
auditor tersebut berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan.
b. Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
38
H. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan kajian teori sebelumnya, maka berikut akan dikemukakan
penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian ini :
a. Rifka Amalia Mirza (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “analsis
kinerja keuangan pemerintah pusat tahun 2005 sampai tahun 2010”
menemukan bahwa Berdasarkan pengujian data dan analisis hasil penelitian,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa kinerja keuangan pemerintah
pusat sebelum dan sesudah periode opini audit qualified tidak mengalami
perbedaan (sama). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa opini audit yang
diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tidak berhubungan dengan kinerja
keuangan pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu
meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara.
b. Rini, Adhariani Sarah (2014), dalam penelitiannya yang berjudul “ Opini audit
dan pengungkapan atas laporan keuangan pemerintah kabupaten serta
kaitannya dengan korupsi diindonesia” Penelitian ini memeriksa keterkaitan
antara kualitas pelaporan keuangan daerah yang diproksikan dengan opini
audit dan pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
kabupaten, serta tingkat korupsi di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif
39
I. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, serta penelitian
terdahulu mengenai analisis perbandingan kinerja keuangan pada periode non wtp
dan wtp, maka penulis mencoba mengembangkan kerangka pemikiran dalam
penelitian ini yang digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
41
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Nilai Kinerja
kabupaten/ kota Nilai Kinerja
Uji Beda kabupaten/ kota
dengan opini non WTP
dengan opini WTP
1. evaluasi kinerja
1. evaluasi kinerja
penyelenggaraan pemerintah
penyelenggaraan pemerintah
2. Indeks Pembangunan
2. Indeks Pembangunan
Manusia
Manusia
3. Produk domestik
3. Produk domestik
regional bruto
regional bruto
J. Hipotesis Penelitian
Kinerja merupakan hasil yang didapat dari sebuah proses kegiatan yang
cukup panjang (Khairudin), Begitu juga dengan kinerja ekonomi pemerintah daerah
yang tentunya lahir dari sebuah proses kegiatan yang cukup panjang pula yang biasa
disebut dengan kegiatan pengelolaan dana APBD demi pembangunan daerah yang
diawali dari perencanaan sumber daya sampai dengan pengendalian. Jika proses
kegiatan pembangunan daerah berjalan dengan baik dan benar, maka dapat
dipastikan bahwa kinerja ekonomi pemerintah daerah akan semakin baik juga.
Karena semakin baik kinerja ekonomi suatu pemerintah daerah mengandung arti
bahwa pengelolaan sumber daya daerah demi kesejahteraan masyarakatnya
semakin baik dan demikian pula sebaliknya (Halim, 2002). Sedangkan opini audit
44
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini akan digunakan pendekatan kuantitatif dengan bentuk
perbandingan (komparatif). Metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah
yang memandang suatu realitas itu dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati
dan terukur, hubungan variabelnya bersifat sebab akibat dimana data
penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik
(Sugiyono, 2010). Penelitian komparatif adalah penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau sample
yang berbeda, atau waktu yang berbeda (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian
ini dilakukan perbandingan tingkat kinerja keuangan pemerintah daerah
kabupaten kota di Pulau Sumatera yang memperoleh opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dan non WTP untuk periode 2015-2016.
atau laporan historis yang telah disusun dalam arsip atau dokumenter yang telah
dipublikasikan. Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
laporan keuangan kabupaten/kota di Pulau Sumatera yang telah diaudit oleh BPK
RI tahun 2015- 2016 dan dokumen lain yang terkait dengan penelitian ini yaitu
melalui website BPK, dan website masing-masing pemerintah daerah yang menjadi
sampel.
Pengelompokan IPM
48
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Teknik penentuan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria penentuan sampel yang diambil
berdasarkan jurnal utama penelitian, yaitu kabupaten/kota yang mengalami
peningkatan opini dari non WTP pada tahun 2015 menjadi WTP pada tahun 2016.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 33
kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Sampel yang termasuk dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Daftar Sampel Penelitian
No Nama Kabupaten/kota Opini BPK 2015 Opini BPK 2016
memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-
rata (mean), standar deviasi, varians, dan maksimum-minimum (Ghozali, 2011).
Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang diperkirakan
dari sampel. Maksimum-minimum digunakan untuk melihat nilai minimum dan
maksimum dari populasi. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran
keseluruhan dari sampel yang brhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk
dijadikan sampel penelitian. maksimum dari populasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan
memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.
H. Pengujian Hipotesis
Apabila data yang diuji berdistribusi normal, maka pengujian hipotesa
menggunakan alat uji statistik parametrik yaitu uji t berpasangan (paired sample t-
test). Sedangkan apabila data berdistribusi tidak normal, maka pengujian hipotesa
menggunakan alat uji statistik non parametrik yaitu uji peringkat bertanda
Wilcoxon (wilcoxon signed ranks test). Apabila data tidak normal maka teknik
statistik parametrik tidak dapat digunakan untuk alat analisis, Sugiono (2003) dalam
Yudisianta (2007).
1. Uji Independent T-Test
52
Tabel 4.1
Kinerja Keuangan PAD Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera
Periode Opini Non WTP
Tabel 4.2
Kinerja Keuangan PAD Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera
Periode Opini WTP
mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat
bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut.
Dimana rasio Pendapatan Regional Daerah Bruto dengan harga berlaku dan
Konstan antara pemerintah daerah yang memperoleh Opini Non WTP dengan yang
memperoleh Opini WTP menunjukkan pola Instruktif. Artinya bahwa peranan
pemerintah pusat dalam memberikan bantuan kepada pemerintah daerah masih
dominan.
Berdasarkan tabel 4.1 secara keseluruhan besar pemerintah daerah yang
memperoleh memperoleh Opini Non WTP memiliki Pendapatan Regional
Domestik Bruto dengan harga berlaku yang rendah sekali termasuk dalam
klasifikasi Instruktif, dilihat dari rata-rata PDRB yang menunjukkan nilai yang
berada dikisaran 0- 16.698 dan Pendapatan Regional Domestik Bruto dengan harga
konstan juga menunjukkan klasifikasi sedang yaitu antara 0 - 12.348 . Sedangkan
pada Tabel 4.2 sebagian besar pemerintah daerah yang memperoleh Opini Wajar
Tanpa Pengecualian dilihat dari rata-rata Pendapatan Regional Domestik Bruto
dengan harga berlaku yang menunjukkan nilai dibawah 18.283 yang masuk dalam
klasifikasi instruktif dan Pendapatan Regional Domestik konstan dengan harga
yang memiliki persentase PDRB sebesar 12.959 yang termasuk cukup baik.
Descriptive Statistics
Periode Opini Non WTP
Tabel 4.4
Descriptive Statistics
Periode Opini WTP
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Data
Periode Opini Non WTP
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas Data
Periode Opini WTP
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PDRB_Harga_ PDRB_Harga_K
EKPPD IPM Berlaku onstan
N 33 33 33 33
Normal Parametersa Mean 2.950973 68.7952 45.8611 34.6950
Std.
.2534613 4.68804 156.77393 123.53885
Deviation
Most Extreme Differences Absolute .190 .200 .388 .398
Positive .125 .200 .380 .398
Negative -.190 -.093 -.388 -.393
Kolmogorov-Smirnov Z 1.094 1.149 2.231 2.285
Asymp. Sig. (2-tailed) .183 .143 .000 .000
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah dengan SPSS
Suatu data dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar
dari 0,05 (Ghozali, 2006). Uji dua sisi digunakan untuk menguji apakah kinerja
keuangan daerah sama atau berbeda antara daerah pada periode opini Non Wtp
dengan Periode Opini Wtp. Berdasarkan Tabel 4.5 hasil uji normalitas data
Kolmogorov-Smirnov Test pada periode Non WTP menunjukkan bahwa
nilaiasymp sig > 0,05 yaitu rasio Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintah
Daerah sebesar 1.860, rasio Indeks Pembangunan Manusia sebesar1.031, rasio
Pendapatan Domestik Regional Bruto dengan harga berlakusebesar 2.229, dan
62
rasio Pendapaatan Domestik Regional Bruto dengan harga konstan sebesar 2.260,
sehingga data tersebut berdistribusi normal.
Berdasarkan Tabel 4.5 hasil uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov Test
pada periode Opini Wtp menunjukkan bahwa nilaiasymp sig > 0,05 yaitu rasio
Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintah Daerah sebesar 1.094, rasio Indeks
Pembangunan Manusia sebesar 1.149, rasio Pendapatan Domestik Regional Bruto
dengan harga berlaku sebesar 2.231, dan rasio Pendapaatan Domestik Regional
Bruto dengan harga konstan sebesar 2.285, sehingga data tersebut berdistribusi
normal.
Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam
perhitungan rasio Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintah Daerah,Indeks
Pembangunan Manusia,Pendapatan Domestik Regional Bruto dengan harga
berlaku dan Pendapaatan Domestik Regional Bruto dengan harga
konstanberdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai
Asymptatic Significance (2-tailed) lebih besar dari 0,05 sehingga semua variabel
lolos uji normalitas data.
alat uji t dua sampel berpasangan (t-paired).Dari pengujian statistik yang dilakukan
oleh peneliti menggunakan software SPSS, hasil yang diperoleh sebagai berikut:
1. Perbedaan Evaluasi Kinerja Penyelengaraan Pemerintahan Daerah
antara periode opini non WTP dan periode opini WTP
Berdasarkan tabel 4.7 pada tabel paired samples test terlihat bahwa nilai
probabilitas (sig.) adalah 0,602. Untuk uji dua sisi, nilai probabilitas (sig.) adalah
0,001/2 = 0,0005 <0,025 maka Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pembangunan Manusia periode opini non WTP dan periode opini WTP diperoleh
hasil seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Indeks Pembangunan Manusia
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP - -
.24324 .04234 -.62807 -.45557 32 .000
1 - Opini_WTP .54182 12.796
Berdasarkan tabel 4.8 pada tabel paired samples test terlihat bahwa nilai
probabilitas (sig.) adalah 0,000. Untuk uji dua sisi, nilai probabilitas (sig.) adalah
0,001/2 = 0,0005 <0,025 maka Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
Indeks Pembangunan Manusiaperiode opini non WTP berbeda dengan kinerja
keuangan Indeks Pembangunan Manusia periode opini WTP pada kabupaten/kota
di Pulau Sumatera. Perbedaan tersebut bermakna bahwa Rasio Indeks
Pembangunan Manusia periode opini WTP lebih tinggi sebesar -.54182%
dibandingkan Indeks Pembangunan Manusia periode opini non WTP.
Bila ditinjau dari Indeks Pembangunan Manusia Pemerintah Kab/Kota di
Pulau Sumatera diklasifikasikan sudah cukup tinggi dalam meningkatkan
pembangunan manusia dari target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemerintahan
daerah pada saat ini level IPM masih tergolong sedang, namun jika sudah mecapai
angka 70-80 dan sudah di atas itu, maka konsentrasinya sudah tinggi. Jadi, hasil
penelitian ini menunjukkan masih tingginya akses hasil pembangunan pemerintah
daerah dalam memperoleh pendapatan, kesehatan dan pendidikan dan perolehan
lainnya.
Adanya perbedaan Indeks Pembangunan Manusia antara periode opini non
WTP dan periode opini WTP disebabkan oleh capaian kinerja keuangan disisi
66
APBD pemerintah kabupaten/kota di Pulau Sumatera secara umum sudah baik dan
sesuai dengan yang direncanakan. Besarnya target yang direncanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota di Pulau Sumatera telah diimbangi dengan usaha yang
maksimal dalam merealisasikan target kinerja keuangan dalam segi pembangunan
manusia.
Menurut Stewart dalam Kluver (1984) Akuntabilitas seperti layaknya ilmu
ekonomi yang mengandung pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa sumber daya
di alokasikan untuk tujuan–tujuan tertentu. Akbar (2015) menyebutkan akuntabel
dan transparan seperti layaknya pilar yang menopang tata kelola keuangan yang
baik sehingga tercipta kemakmuran rakyat. Stewart dalam teorinya Stewart’s
Ladder of Accountability juga mengemukakan bahwa untuk menjadi akuntabel
perlu melewati langkah-langkah dimana langkah yang pertama adalah probity dan
legality. Probity diharapkan dapat dipenuhi dari audit laporan keuangan, sedangkan
legality merupakan kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan yang
berlaku dalam mengelola keuangan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat (1) yang berbunyi: “Anggaran pendapatan dan belanja
negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah merupakan
awal dari proses tercapainya akuntabilitas secara penuh. Dalam era otonomi daerah
ini, pengelolaan keuangan daerah menjadi salah satu faktor yang krusial dalam
pertanggungjawaban pejabat publik daerah kepada masyarakat.Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ramachandran
(2002) yang menyatakan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik mensyaratkan
adanya keberadaan masyarakat yang tingkat pembangunannya baik pula. Hal ini
mungkin dikarenakan pada kenyataannya bahwa opini diberikan kepada
pemerintah daerah perlu melihat apakah masyarakat di daerah tersebut memiliki
tingkat pembangunan masyarakat yang tinggi atau rendah. Hal ini tidak sesuai
dengan SPKN bahwa pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan
67
keuangan yang dilakukan oleh BPK hanya dengan tujuan memberikan pernyataan
opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LKPD.
3. Perbedaan Pendapatan Regional Daerah Bruto periode opini non
WTP dan periode opini WTP
Pengujian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kinerja keuangan dalam
aspek Pendapatan Regional Daerah Bruto. Berdasarkan analisis data kinerja
keuangan untuk variabel Pendapatan Regional Daerah Bruto periode opini non
WTP dan periode opini WTP diperoleh hasil seperti pada tabel 4.9 dan 4.10.
Tabel 4.9
PDRB dengan harga Berlaku
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP -
1 - Opini_WTP 1.8521 7.06434 1.22974 -4.35706 .65275 -1.506 32 .142
5
68
Tabel 4.10
PDRB dengan harga konstan
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP -
1 - Opini_WTP 4.1577 14.64444 2.54927 -9.35039 1.03500 -1.631 32 .113
0
Berdasarkan tabel 4.9 pada tabel paired samples test terlihat bahwa nilai
probabilitas (sig.) adalah 0,113. Untuk uji dua sisi, nilai probabilitas (sig.) adalah
0,001/2 = 0,0005 <0,025 maka Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek
Pendapatan Regional Daerah Bruto dengan harga berlaku periode opini non WTP
tidak berbeda dengan kinerja keuangan periode opini Non WTP pada
kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Perbedaan tersebut bermakna bahwa
Pendapatan Regional Daerah Bruto periode opini Non WTP lebih tinggi sebesar
4.15770% dibandingkan Pendapatan Regional Daerah Bruto dengan harga berlaku
periode opini non WTP.
Sedangkan Berdasarkan tabel 4.10 pada tabel paired samples test terlihat
bahwa nilai probabilitas (sig.) adalah 0,142. Untuk uji dua sisi, nilai probabilitas
(sig.) adalah 0,001/2 = 0,0005 <0,025 maka Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam aspek Pendapatan Regional Daerah Bruto dengan harga konstan periode
opini non WTP tidak berbeda dengan kinerja keuangan periode opini Non WTP
pada kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Perbedaan tersebut bermakna bahwa
Pendapatan Regional Daerah Bruto periode opini Non WTP lebih tinggi sebesar
1.85215% dibandingkan Pendapatan Regional Daerah Bruto dengan harga berlaku
periode opini non WTP.
Tidak adanya perbedaan kinerja keuangan daerah induk disebabkan karena
realisasi APBD daerah tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan dari
69
tahun ke tahun meskipun mendapatkan tingkatan opini menjadi Wtp pada tahun
2016. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Giroux dan McLelland (2003) membuktikan bahwa tingkat
pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap kualitas audit dan tingkat
pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Hal ini mungkin dikarenakan pada
kenyataannya bahwa tingkat pendapatan yang menjadi ruang lingkup pemeriksaan
hanya sebatas pada pendapatan yang disajikan pada LKPD dan tidak
memperhitungkan tingkat pendapatan masyarakat apakah tinggi atau rendah.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria.
Rendahnya aktivitas perekonomian disebabkan oleh beberapa hal Di
antaranya, pertama, pembagian sumber - sumber perekonomian antara daerah DOB
dan induk tidak merata. Daerah induk biasanya mendominasi pembagian sumber
daya ekonomi seperti kawasan industri maupun sumberdaya alam produktif. Kedua,
investasi swasta di DOB juga relatif kecil sehingga selama lima tahun terakhir tidak
banyak perubahan yang cukup signifikan untuk mendongkrak perekonomian
daerah. Ketiga, perekonomian di DOB belum digerakkan secara optimal oleh
pemerintah daerah, baik karena kurang efektifnya program-program yang
dijalankan maupun karena alokasi anggaran pemerintah yang belum menunjukkan
hasilnya.
70
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
B. Keterbatasan Penelitian
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bruijn, Hans De. 2002. Performance Measurement in The Public Sector: Strategies
to Cope With The Risk of Performance Measurement. Emerald Insight.
Chan Yee Ching Lilian. 2004. Performance measurement and adoption of balanced
scorecards. Emerald Insight, Vol: 17: 188-202.
Chow, C.W., Ganulin, D., Haddad, K. and Williamson, J. 1998. The balanced
scorecard: a potent tool for energizing and focusing health-care
organization management. Journal of Health-care Management.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi analisis multivariat dengan program IBM SPSS 19. Cet,
ke-lima. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul, et.al. 2012. Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik,
Salemba Empat, Jakarta.
Nolan, James F, Moore, Adrian, dan Segal, Geoffrey. 2003. Putting out the trash:
measuring municipal service efficiency in U.S. cities. Working Paper
Series. SSRN September Padovani.
Rifka Amalia and ROHMAN, Abdul (2012) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Pusat Tahun 2005 Sampai Tahun 2010. Undergraduate thesis, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis.http://eprints.undip.ac.id/35545/
Soleh Chabib dan Rohcmansjah Heru, 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Bandung: Fokusmedia.
Wood, L. 1998. Local Government Dollars & Sense (Rancho Palos Verdes, CA.:
Training Shoppe).
Yang, Kaifeng dan Hsieh, Jun Yi. 2007. Managerial Effectiveness of Government
Performance Measurement: Testing a Middle-Range Model. Public
Administration Review October 2007.
Yuni Wulan Dary, M.Rizal Yahya, 2016. “Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan
Pendapatan Asli Daerah Periode Opini Non WTtp Dan Periode Opini Wtp”
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) Vol. 1, No. 1,
(2016) Halaman 60-73
76
LAMPIRAN 1
Tabel 4.1
Kinerja Keuangan PAD Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera
Periode Opini Non WTP
PDRB Harga PDRB Harga
Kabupaten/kota EKPPD IPM
Berlaku Konstan
1 Kota Subulussalam 2,1046 61.32 1.287 1.141
2 Kab. Humbang . H 2,968 66.03 4.413 3.407
3 Kab. Pakpak Bharat 2,9754 65.53 826 677
4 Kab. Toba Samosir 2,7168 73.40 5.622 4.552
5 Kota Binjai 2,7769 73.81 8.382 6.571
6 Kota Pematangsiantar 2,4258 76.34 10.566 7.992
7 Kota Tebing Tinggi 2,8193 72.81 4.288 3.235
8 kab. Pasaman barat 2,842 65.26 11.714 9.357
9 Kab. Sijunjung 3,1016 65.30 7.110 5.537
10 Kab. Solok Selatan 3,0998 67.09 10.153 3.268
11 Kota Padang Panjang 2,8465 75.98 2.533 2.066
12 Kota Solok 2,8733 76.83 2.964 2.307
13 Kab. Indragiri Hilir 2,9497 64.80 51.797 37.920
14 Kab. Indragiri Hulu 2,7924 68 34.583 25.791
15 Kab. Kampar 3,0175 71.28 66.285 46.314
16 Kab. Rokan Hulu 3,9857 67.29 27.160 20.801
17 Kota Pekanbaru 2,897 79.32 83.662 57.615
18 Kab. Merangin 3,2295 67.15 10.589 7.993
19 Kab. Muaro Jambi 2,6965 66.66 17.049 13.238
20 Kab. Sarolangun 3,2162 68.10 11.176 8.987
21 Kota Jambi 2,8443 75.58 21.353 15.921
22 Kab. Empat Lawang 3,2888 63.55 3.816 2.964
23 Kab. Musi Rawas 3,1092 64.11 14.101 11.050
24 Kab. Ogan Ilir 2,9143 65.35 8.168 6.118
25 Kab. Penukal Abab 30897 60.83 5.095 3.736
26 Kab. Kaur 3,0008 64.47 2.457 1.856
27 Kab. Lebong 3,0876 64.72 2.331 1.746
28 Kab. Lamsel 2,8666 65.22 31.413 24.655
29 Kab. Lamteng 2,8818 67.61 48.878 38.774
30 Kab. Pesawaran 3,8976 62.70 11.717 9.369
31 Kab. Bangka 3,1841 70.03 11.022 8.513
32 Kab. Bangka Barat 3,0667 67.23 11.473 8.749
33 Kab. Bangka Tengah 3,0069 68.66 7.056 5.272
77
Tabel 4.2
Kinerja Keuangan PAD Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera
Periode Opini WTP
LAMPIRAN 2
Descriptive Statistics
Periode Opini Non WTP
Descriptive Statistics
Periode Opini WTP
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
Tabel 4.7
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP - -
.24324 .04234 -.62807 -.45557 32 .000
1 - Opini_WTP .54182 12.796
Tabel 4.8
Indeks Pembangunan Manusia
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Tabel 4.9
PDRB dengan harga Berlaku
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP -
1 - Opini_WTP 1.8521 7.06434 1.22974 -4.35706 .65275 -1.506 32 .142
5
Tabel 4.10
PDRB dengan harga konstan
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Opini_Non_WTP -
1 - Opini_WTP 4.1577 14.64444 2.54927 -9.35039 1.03500 -1.631 32 .113
0
82
83