Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar
suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan
(Soetirtio, 1990). Telinga tersusun atas telinga bagian luar, telinga bagian
tengah dan telinga bagian dalam (Adams, dkk., 1997). Proses mendengar
diawali dengan getaran suara yang ditangkap oleh daun telinga dan mengenai
membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran tersebut
diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran dan akan
melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa sehingga
menimbulkan gerak antara membran basilaris dan membran tektoria. Gerakan
yang dihasilkan oleh membran basilaris dan membran tektoria mengakibatkan
rangsangan pada organ korti yang bersambungan dengan ujung saraf
pendengaran. Impuls kemudian dibawa ke pusat sensorik pendengaran melalui
saraf pusat yang ada di lobus temporalis dan dipersepsikan sebagai bunyi
tertentu (Nusyirawan, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi indra pendengaran ?
2. Apa definisi gangguan pendengaran ?
3. Bagaimana etiologi gangguan pendengaran ?
4. Bagaimana manifestasi klinis gangguan pendengaran ?
5. Apa saja macam-macam gangguan pendengaran ?
6. Bagaimana patofisiologi gangguan pendengaran ?
7. Apa pemeriksaan penunjang gangguan pendengaran ?
8. Bagaimana penatalaksanaan gangguan pendengaran ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan gangguan pendengaran ?
C. Tujuan
1. Memahami anatomi fisiologi indra pendengaran
2. Memahami definisi gangguan pendengaran

1
3. Memahami etiologi gangguan pendengaran
4. Memahami manifestasi klinis gangguan pendengaran
5. Memahami macam-macam gangguan pendengaran
6. Memahami patofisiologi gangguan pendengaran
7. Memahami pemeriksaan penunjang gangguan pendengaran
8. Memahami penatalaksanaan gangguan pendengaran
9. Memahami asuhan keperawatan gangguan pendengaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi fisiologi indra pendengaran


Anatomi
Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan
respons terhadap getaran mekanik gelobang suara yang terdapat di udara.
Telinga menerima gelombang suara, diskriminasi frekuensinya dan
penghantaran informasi dibawa ke susunan saraf pusat. Telinga dapat dbagi
menjadi tiga bagian :
1. Telinga luar
a. Aurikula. Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan
subkutis pada permukaan anterolateral, ditemukan rambut kelenjar
sebasea dan kelenjar keringan.
b. Meatus akustikus eksterna. Tabung berkelok-kelok yang terbentang
antara aurikula dan membran timpani, berfungsi menghantarkan
gelombang suara dari aurikula ke membran timpani, panjangnya
kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga tengah (kavum timpani). Adalah ruang berisi udara dalam pars
peterosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa di
dalamnya, terdapat tulang-tulang pendengar yang memisahkan kavum
timpani dari meningen dan lobus tempralis dalam fossa kranii media.
a. Membran timpani : adalah membran fibrosa. Tepinya menebal
tertanam ke dalam alur sisi tulang yang disebut sulkus timpani.
Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan larnya
disarafi oleh N. Auditorius.
b. Ossikula auditus : terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus dan
inkus berputar pada sumbu anterior, posterior, dan berjalan melalui:
- Ligamentum yang menghubungkan prosesus anterior maleus
dengan dinding anterior kavum timpani
- Prosesus anterior maleus dengan prosesus breve inkudis

3
- Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve inkudis
dengan dinsing posterior kavum timpani
- Selama penghantaran getaran dari membran timpani ke
perilimfe melalui osikula
c. Tuba auditiva : bagian ini meluas dari dinding anterior kavum
timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring, 1/3
posterior terdiri dari tulang dan 2/3 anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavum timpani
dalam pars petrosa ossis temporalis, bentuknya bundar garis tengah
1 cm.
e. Selulae mastiodea : prosesus mastoideus mulai berkembang pada
tahun kedua kehidupan. Selulae mastooid adlah suatu rongga yang
bersambungan dalam prosesus mastoid
3. Telinga dalam (labirintus). Suatu sistem saluran dan rongga di dalam
pars petrosum tulang temporalis. Di dalamnya terdapat labirin
membranosa, merupakan suatu rangkaian saluran dan rongga-rongga.
Labirin membranosa berisi cairan endolimfe.
a. Labirintus osseus : terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan
kokhlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam
substansi tulang padat terstruktur dilapisis endosteum dan berisi
cairan bening (perilimfe) yang terletak dalam labirintus
membaranaseus.
b. Labirintus membranosus : terdapat dalam labirintus osseus. Struktur
ini berisi endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe, teridir dari
utrikulus dan sakulus yang terdapat dalam vestibulum, teridir dari
duktus semisirkularis. Di dalam kanalis sirkularis dan duktus
kokhlearis struktur ini saling berhubungan dengan bebas.
Fisiologi
Transimisi suara melalui tulang
Oleh karena telinga dalam yaitu kokhlea tertanam pada kavatis
(cekungan tulang) dalam os temporalis yang disebut ;abirin tulang. Getaran

4
seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada kokhlea
itu sendiri. Oleh karena itu pada kondisi yang memungkinkan garpu tala
atau peggetar elektronik diletakkan pada setiap protuberonisia tulang
tengkorak dan prosesus mastoideus akan menyebabkan mendengar getaran
suara.
Organ korti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf
sebagai respons terhadap getaran membran basilaris. Terdapat dua tipe sel
rambut (eksterna dan interna) yang merupakan reseptor sensorik, sekitar 90
% ujung-ujung ini berakhir di sel-sel rambut bagian dalam yang
memperkuat peran khusus sel untuk mendeteksi suara.
Pusat pendengaran
Pusat pendengaran di otak jarasnya sangat rumit dan belum banyak
diketahui. Neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral,
berlokasi di kokhlea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar
dari kokhlea bergabung dengan serabut dari organ vestibuli untuk
membentuk saraf VIII (nervus auditorius) masuk ke medula.
1. Pusat auditorik medular : berfungsi mencari sumber bunyi, refleks
pendengaran mengatur otak telinga
2. Pusat midbrain : kolikus inferior dan formasi oretikularis mengatur
refleks mendengar yang berkaitan dengan gerak kepala dan mata guna
mencari sumber bunyi.
3. Korikular inferior : projeksi bunyi lebih atas dari persepsi suara
dipancarkan ke nukeli genikulata medial dari talamus karena adanya
penyilangan, maka projeksi auditorius bersifat bilateral dengan projeksi
kontralateral lebih intensif.
Korteks auditorius primer secara langsung dirangsang oleh penonjolan
korpus genikulatum medial.
1. Korteks auditorik : dari talamus serabut diprojeksikan ke korteks
auditorik primer pada lobus temporal yang sebagian besar tersembunyi
di dasar girus silvii.

5
2. Area korteks auditorik : otak mampu menganalisis berbagai intensitas
suara dan memberikan arti tentang stimuli pendengaran dengan
mengintegrasikan impuls yang diterima melalui asosiasi korteks lain
(visual dan somatik)
3. Korteks asosiasi auditorik : dari korteks auditorik primer projeksi
serabut ditujukan ke area asosiasi auditorik untuk dilakukan analisis dan
integritas dengan data dari pusat korteks lain. Setiap bunyi, kata, dan
suara dihubungkan dengan pusat bahasa.
B. Definisi gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total
untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian
gangguan pendengaran berdasarkan beratnya gangguan pendengaran, yaitu
mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39 dB), gangguan pendengaran
sedang (40-69 dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB). Gangguan
pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas nilai
normal (0–25 dBA) pada salah satu telinga ataupun keduanya (Soepardi,
dkk., 2012).
Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran
intensitasnya 85 dBA (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar
antara 20 sampai dengan 20.000 Hz (Chandra, 2007). Batas intensitas suara
tertinggi adalah 140 dBA dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan
intensitas tersebut maka akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran
dan memicu seseorang terkena gangguan pendengaran atau peningkatan
ambang dengar (Utamiati, 2012). Menurut Soepardi, dkk., (2012), seseorang
dikatakan memiliki pendengaran yang normal apabila mampu mendengar
suara dengan intensitas ≤25 dBA sedangkan seseorang yang mengalami
peningkatan ambang pendengaran atau derajat ketulian akan dibagi menjadi
tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli berat dan tuli sangat berat
C. Etiologi gangguan pendengaran
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat
berasal dari genetik maupun didapat:

6
1. Faktor Genetik.
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa
gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin
bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif,
berhubungan dengan kromosom X (contoh: Hunter’s syndrome, Alport
syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre
syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa
organ telinga (contoh:stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering
dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang
menimbulkan tuli konduktif).
2. Faktor Didapat
Antara lain dapat disebabkan:
a. Infeksi
Rubela kongenital, Cytomegalovirus, Toksoplasmosis, virus herpes
simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik purulenta,
mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran pada 18%
dari seluruh kasus gangguan pendengaran dimana gangguan
pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus sebesar
50%, infeksi Rubela kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital
10%-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%.
Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural.
Penelitian oleh Rivera menunjukkan bahwa 70% anak yang
mengalami infeksi sitomegalovirus kongenital mengalami gangguan
pendengaran sejak lahir atau selama masa neonatus. Pada meningitis
bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa studi klinis
menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran,
sayangnya proses patologis yang terjadi sehingga menyebabkan
gangguan pendengaran masih belum dapat dipastikan.
b. Neonatal hiperbilirubinemia

7
c. Masalah perinatal
Prematuritas, anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik
d. Obat ototoksik
Obat- obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
adalah: Golongan antibiotika: Erythromycin, Gentamicin,
Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian
tetes telinga), Kanamycin, Etiomycin, Vancomycin.Golongan
diuretika: furosemide.
e. Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau koklea,
dislokasi osikular, trauma suara.
f. Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine
tumor, tumor pada telinga tengah (contoh: rhabdomyosarcoma,
glomus tumor).
Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran Pada Neonatus:
1. Riwayat keluarga ditemukan ketulian
2. Infeksi intrauterin
3. Abnormalitas pada kraniofasial
4. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar
5. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari 5 hari atau
penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretic.
6. Meningitis bakteri
7. Apgar skor <4 pada saat menit pertama setelah dilahirkan, atau apgar
skor < 6 pada menit kelima.
8. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari.
9. Berat lahir < 1500 gram
10. Manifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian.
Meskipun faktor risiko yang telah disebutkan merupakan suatu indikasi untuk
dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu gangguan
pendengaran, akan tetapi di

8
lapangan ditemukan bahwa 50% neonatus dengan gangguan pendengaran
tidak mempunyai faktor risiko. Oleh karena itu direkomendasikan suatu
pemeriksaan gangguan pendengaran pada seluruh neonatus setelah lahir atau
setidaknya usia tiga bulan.
D. Manifestasi klinis gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat terjadi tiba-tiba, tetapi seringkali terjadi
bertahap dan tidak disadari pada awalnya. Beberapa tanda dan gejala awal
gangguan pendengaran adalah :
1. Keluhan utama berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga
2. Telinga berdenging (tinitus dengan nada tinggi)
3. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul nyeri di telinga akibat
kelelahan saraf
4. Pada orang dengan presbikusis dapat terlihat berbagai gangguan fisik
dan emosi, seperti yang digambarkan oleh NCOA (National Council
On Aging) seperti gangguan hubungan interpersonal dengan keluarga,
sifat-sifat berupa kompensasi terhadap hilangnya pendengaran, marah
dan frustrasi, depresi dan gejala-gejala depresif, introvert, merasa
kehilangan kendali terhadap kehidupan, perasaan paranoid, kritis
terhadap diri sendiri, mengurangi aktivitas dalam kelompok sosial,
berkurangnya stabilitas emosi.
5. Selalu kelelahan atau stres karena harus berkonsentrasi saat
mendengarkan
6. Kesulitan mendengarkan huruf-huruf konsonan, misalnya “S”, “F”, dan
“T”
7. Kesulitan menentukan arah sumber suara
E. Macam-macam gangguan pendengaran
Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran (Soepardi, dkk., 2012) yakni:
1. Tuli konduktif
Pada gangguan jenis tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara
yang disebabkan oleh kelainan/penyakit di telinga luar atau di telinga

9
tengah. Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan
atau menengah dan bersifat sementara. Gangguan pendengaran konduktif
dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah.
2. Tuli sensorineural
Gangguan jenis tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan sel
rambut pada organ korti yang terjadi akibat suara yang keras, infeksi virus,
meningitis, dan proses menua. Gangguan pendengaran sensorineural
biasanya pada tingkat ringan hingga berat dan bersifat permanen. Pada
tingkat ringan dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga
tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas
gangguan pendengaran berat atau parah.
3. Tuli campuran
Tuli campuran merupakan kombinasi dari tuli konduktif serta tuli
sensorineural dan kedua gangguan tersebut bisa terjadi bersama-sama
seperti contoh radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam
atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII
(sensorineural) dengan radang telinga tengah (konduktif).
F. Patofisiologi gangguan pendengaran
Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural.
Tuli konduktif, deisebabkan kelainan terdapat ditelinga luar atau telinga
tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan ostama lian
telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif dalah
sumbatan tuba eusachius, ortitis media, otosklerosis, timpanisklerosis,
hemotimpaninum dan dislokasi tulang pendengaran.
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongnital), labirintitis (oleh
bakteri atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin,
garamisin,neomisin, kina, asetosal, atau alcohol). Selain itu , dapat juga
disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma
akustik dan pajanan bising.

10
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
sudut pons serebelum myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan
usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi
dibagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar
pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena
hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran.
G. Pemeriksaan penunjang gangguan pendengaran
1. Ketajaman Pendengaran
Pemeriksaan ketajaman pendengaran dilakukan setelah pemeriksaan
struktur telinga luar dan telinga tengah. Cara termudah melakukannya
adalah dengan mengoklusi kanal eksternal pasien dengan tragus dan
berbicara menggunakan suara kecil pada telinga yang lain. Pemeriksa
membisikkan kata-kata pada telinga yang tidak dioklusi dan menentukan
apakah pasien dapat membedakan kata-kata yang dibisikkan. Pendengaran
dianggap berada dalam batas normal apabila pasien dapa tmenjawab
dengan benar. Menurut berbagai studi, ditemukan bahwa apabila hasilnya
normal, penurunan pendengaran yang signifikan dapat dieksklusi.
2. Tes Penala
Tes penala merupakan pemeriksaan pendengaran kualitatif dan terdiri
atas berbagai macam tes. Tes penala lebih akurat dalam mendeteksi
adanya penurunan pendengaran daripada tes bisikan dan dapat
menentukan jenis tuli, apakah konduktif atau sensorineural. Pemeriksaan
ini sebaiknya dilakukan apapun hasil dari tes bisikan. Pada LTM ini, yang
akan dibahas adalah tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.
Garpu tala yang dapat digunakan berfrekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz
karena untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif terdengar adalah
bunyi antara 500-2000 Hz. Apabila tidak memungkinkan penggunaan tiga
garpu tala yang telah disebut, maka yang digunakan adalah garpu tala
dengan frekuensi 512 Hz. Garpu tala tersebut tidak terlalu dipengaruhi
suara bising lingkungan.
a. Tes Rinne

11
Tes ini digunakan untuk membandingkan hantaran melalui
udara dengan hantaran melalui tulang. Cara melakukannya adalah
dengan menggetarkan penala, lalu meletakkan tangkainya di prosesus
mastoid. Setelah suara tidak terdengar lagi oleh pasien, pegang penala
di depan telinga dalam jarak kira-kira 2,5 cm. Bila suara masih
terdengar, maka tes Rinne disebut positif (+) sedangkan bila tidak
terdengar disebut RInne negatif (-).
b. Tes Weber
Pada tes Weber, penala digetarkan lalu diletakkan pada garis
tengah kepala, misalnya di tengah dahi. Pasien lalu diminta
menyebutkan apakah bunyi terdengar lebih keras di telinga tertentu.
Pada orang normal, bunyi sama-sama terdengar atau bisa juga terdapat
lateralisasi. Apabila terdapat lateralisasi, pelaporannya adalah Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila bunyi terdengar sama kerasnya di
kedua telinga, pelaporannya adalah Weber tidak ada lateralisasi.
c. Tes Schwabach
Setelah digetarkan, penala diletakkan di prosesus mastoideus.
Ketika bunyi menghilang, penala dipindahkan ke prosesus mastoideus
pemeriksa. Apabila bunyi masih terdengar, berarti pendengaran pasien
telah mengalami pemendekan. Namun apabila bunyi sudah tidak
terdengar lagi, maka kemungkinannya adalah pendengaran pasien
normal atau memanjang. Untuk memastikannya. Dilakukan tes yang
sama tapi dengan perubahan urutan; penala digetarkan mula-mula pada
prosesus mastoid pemeriksa, lalu setelah bunyinya hilang dipindahkan
ke prosesus mastoid pasien. Apabila pasien masih dapat mendengar
bunyi, berarti pendengarannya memanjang (Schwabach memanjang),
sedangkan bila ia tidak dapat mendengar lagi maka pendengarannya
normal (Schwabach sama dengan pemeriksa).
H. Penatalaksanaan gangguan pendengaran
1. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat

12
dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga (ear
plugs), tutup telinga (ear muffs) dan pelindung kepala (helmet)
2. Perawatan rontok pendengaran
Perawatan pendengaran termasuk:
- Penghapusan lilin atau benda asing yang mengarah ke pendengaran
konduktif
- Infeksi akut atau panjang istilah telinga tengah juga dapat
menyebabkan gangguan pendengaran. Ini harus diperlakukan dengan
antibiotik yang sesuai.
- Telinga drum perforasi setelah infeksi atau cedera dapat diperbaiki
dengan operasi yang disebut tympanoplasty. Sebuah lipatan jaringan
diambil dan membran diperbaiki untuk memulihkan pendengaran.
3. Alat bantu dengar
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat
menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba
pemasangan alat bantu dengar (ABD).
Ini adalah perangkat yang berfungsi untuk meningkatkan volume suara
yang memasuki telinga dan membantu orang untuk mendengar lebih jelas.
Ini termasuk bagian seperti mikrofon, penguat, loudspeaker dan baterai.
Alat bantu dengar sebelumnya yang besar dan sering terlihat. Bantuan
bekerja hanya dengan mikrofon mengambil suara, dan penguat
meningkatkan volume.
Ini dapat juga membedakan kebisingan latar belakang dan percakapan
dan selektif membantu mendengar percakapan. Alat bantu dengar (BTE)
di belakang telinga, ini mungkin memiliki dua mikrofon yang membantu
pasien untuk mendengarkan suara di sekitar umum atau untuk fokus pada
percakapan atau suara dari arah tertentu. Jenis lain adalah alat bantu
dengar telinga ITE dan CIC. Alat bantu juga mungkin dikenakan BW alat
bantu dengar dengan sebuah kotak kecil yang mengandung mikrofon
dijepit ke pakaian atau ditempatkan dalam saku.

13
Beberapa alat bantu berguna dalam tulang konduksi cacat. Ini bergetar
dalam menanggapi suara yang terjadi ke dalam mikrofon. Yang lain
adalah tulang berlabuh mendengar bantuan disebut tulang berlabuh alat
bantu (BAHA). Yang lain adalah CROS alat bantu yang berguna dalam
orang orang yang hanya memiliki pendengaran dalam satu telinga.
Bantuan mengambil suara ke telinga buruk dan mengirimkan ke telinga
yang baik.
BiCROS alat bantu dapat digunakan juga pada orangorang yang belum
mendengar di satu telinga dan terbatas mendengar di telinga. Beberapa
orang juga dapat menggunakan sekali pakai alat bantu.
4. Latihan pendengaran (auditory training) juga dapat dilakukan agar pasien
dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu
dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota
badan serta bahasa isyarat untuk berkomunikasi
I. Asuhan keperawatan gangguan pendengaran
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan saat ini
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : lihat adanya kotoran, luka, bengkak, kesimetrisan daun
telinga
b. Palpasi : raba tekstur daun telinga, adanya nyeri atau pembengkakan
4. Pengkajian pola fungsional
a. Persepsi terhadap kesehatan : persepsi pasien mengenai kondisi
kesehatan saat ini, misalya pasien sedikit tidak dapat menerima
kondisi kesehatannya karena di anggap sebagai beban

14
b. Pola aktivitas dan latihan : aktivitas klien terganggu karena klien
merasa nyeri pada bagian telinga sehingga sulit mendengar
c. Pola istirahat dan tidur : sedikit terganggu dengan nyeri telinga
d. Pola konsep diri : klien merasa bahwa citra dirinya terganggu
karena sulit mendengar, identitas klien tidak sempurna
e. Pola koping : klien tampak sulit menerima bahwa klien mengalami
gangguan pendengaran
f. Pola peran-hubungan : peran klien terganggu karena sulit
melakukan aktivtas
g. Kebutuhan rasa aman-nyaman : klien merasa nyeri bagian telinga
5. Pengkajian nyeri PQRST
a. Provokative : penyebab gangguan telinga klien
b. Quality : seperti tajam, tumpul, tersayat
c. Region : daerah nyeri / lokasi nyeri
d. Severity : skala nyeri
e. Time : lama / waktu serangan / frekuensi nyeri, misalnya mendadak,
bertahap
Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
NANDA NOC NIC
(00132) Nyeri akut (1605) Kontrol nyeri (1400) Manajemen
Definisi : Definisi : tingkat nyeri
pengalaman sensori pribadi untuk Definisi : Pengurangan
dan emosional tidak mengontrol nyeri. atau reduksi nyeri
menyenangkan Setelah dilakukan sampai pada tingkat
yang muncul akibat tindakan keperawatan kenyamanan yang
kerusakan jaringan selama ...x24 jam, dapat diterima oleh
akut atau potensial diharapkan pasien dapat pasien. Aktivitas-
atau yang memenuhi kriteria : aktivsitas :
digambarkan 1. Mengenali kapan 1. Lakukan

15
sebagai kerusakan nyeri terjadi pengkajian nyeri
(internasional diturunkan dari komprehensif
assosiation fot the skala 1 menjadi 3 2. Gali pengetahuan
study of pain); 2. Menggambarkan dan kepercayaan
awitan yang tiba- faktor penyebab pasien mengenai
tiba atau lambat dari diturunkan dari nyeri
intensitas ringan skala 1 menjadi 3 3. Gali bersama
hingga berat dengan 3. Menggunakan pasien faktor-
akhir yang dapat tindakan faktor yang dapat
diantisipasi atau pencegahan menurunkan atau
diprediksi. diturunkan dari memperberat
Berhubungan skala 1 menjadi 3 nyeri
dengan agens 4. Menggunakan 4. Tentukan akibat
cedera biologis tindakan dari pengalaman
(misal infeksi), fisik pengurangan [nyeri] nyeri terhadap
(misal trauma) tanpa analgetik kualitas hidup
diturunkan dari pasien
skala 1 menjadi 3 5. Kendalikan faktor
5. Menggunakan lingkungan yang
analgetik yang dapat
direkomendasikan mempengaruhi
diturunkan dari respon pasien
skala 1 menjadi 3 terhadap
6. Melaporkan ketidaknyamanan
perubahan terhadap 6. Kurangi atau
gejala nyeri pada eliminasi faktor-
profesional faktor yang dapat
kesehatan mencetuskan atau
diturunkan dari meningkatkan
skala 1 menjadi 3 nyeri
7. Mengenali apa yang 7. Ajarkan prinsip-

16
terkait dengan prinsip
gejala nyeri manajemen nyeri
diturunkan dari 8. Pilih dan
skala 1 menjadi 3 implementasikan
(2102) Tingkat nyeri tindakan yang
Definisi : keparahan beragam
dari nyeri yang dialami 9. Gali penggunaan
atau yang dilaporkan. metode
Setelah dilakukan farmakologi yang
tindakan keperawatan dipakai pasien
selama ...x24 jam, saat ini untuk
diharapkan pasien dapat menurunkan nyeri
memenuhi kriteria : 10. Dorong pasien
1. Nyeri yang untuk
dilaporkan menggunakan
diturunkan dari obat-obatan
skala 1 menjadi 3 penurun nyeri
2. Mengerang dan yang adekuat
menangis
diturunkan dari
skala 1 menjadi 3
3. Ekspresi nyeri
wajah diturunkan
dari skala 1 menjadi
3
4. Tidak bisa
beristirahat
diturunkan dari
skala 1 menjadi 3
5. Ketegangan otot
diturunkan dari

17
skala 1 menjadi 3
6. Kehilangan nafsu
makan diturunkan
dari skala 1 menjadi
3
7. Mual diturunkan
dari skala 1 menjadi
3
8. Frekuensi nafas
diturunkan dari
skala 1 menjadi 3
9. Denyut jantung
apikal diturunkan
dari skala 1 menjadi
3
10. Tekanan darah
diturunkan dari
skala 1 menjadi 3

(00051) hambatan (2401) fungsi sensori : (4974) peningkatan


komunikasi verbal pendengaran komunikasi : kurang
berhubungan Setelah dilakukan pendengaran.
dengan gangguan tindakan keperawatan Aktivitas-aktivitas :
fisiologis selama ...x24 jam, 1. monitor akumilasi
Definisi : diharapkan pasien dapat serumen berlebihan
penurunan, memenuhi kriteria : 2. catat dan
pelambatan, atau 1. ketajaman dokumentasi metode
ketiadaan pendengaran komunikasi yang
kemampuan untuk ditingkatkan dari disukai pasie
menerima, skala 2 menjadi 3. dapatkan perhatian
memproses, 4 pasien sebelum

18
mengirim, dan/atau 2. konduksi udara berbicara
menggunakan pada suara 4. gunakan gerakan
sistem simbol ditingkatkan dari tubuh
skala 2 menjadi 5. hindari lingkungan
4 yang berisik saat
3. berbalik ke arah berkomunikasi
suara 6. dengarkan dengan
ditingkatkan dari penuh perhatian
skala 2 menjadi 7. fasilitasi pembacaan
4 bibir dengan
4. merespons menghadap pasien
stimulus langsung
pendengaran 8. fasilitasi alat bantu
ditingkatkan dari dengar
skala 2 menjadi 9. lepaskan dan
4 masukkan alat bantu
dengar dengan benar

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan
respons terhadap getaran mekanik gelobang suara yang terdapat di udara.
Telinga menerima gelombang suara, diskriminasi frekuensinya dan
penghantaran informasi dibawa ke susunan saraf pusat. Gangguan
pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Penyebabnya dibagi
menjadi dua yaitu dari faktor genetik dan faktor yang didapat.
Penatalaksanaannya salah satunya yaitu dengan menggunakan alat bantu
dengar (ABD).
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan perawat perlu memahami mengenai penyebab dan
penatalaksanaan adanya gangguan pendengaran sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, Jenifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC


Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: In:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2012.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai