Selesai Perjamuan………………..
Engkau mengajak semua ke tempat yang para muridMu hapal.
Yudas tentu tidak serta….,
Ia dalam kegalauannya dan kebingunnya sendiri.
Ia pun akan sampai pada penyesalan yang tak berkeputusan.
Maut yang akan mengakiri penyesalannya.
Di taman itu…..
Kau hampiri Bapa dalam doa penuh kegentaran.
PeluhMu menetes laksana darah, mengungkapkan betapa beratNya pergumulanMu.
“Bapa…., jika boleh, cawan ini biarlah berlalu
Kutuk dan kenestapaan ini jangan Kau timpakan kepadaKU
Salib itu teramat berat untuk Ku tanggung….”
Begitu Kau ungkapkan kegentaranMu…
Namun…..
KemenanganMu telah tampak….
Ketika akhirnya Kau berani berkata kepada Bapa…
“ namun Bapa, biarlah kehendakMu bapa yang jadi…”
Begitu Engkau tantang maut, kutuk dan kenestapaan.
Tiba-tiba……
Langit meredup……….
Gelap…….
Teriakan “Eloi-eloi lama Sakbatani”…..mengiringi kepasrahanMu
“Bapa…., ke dalam tangaMu, keserahkan nyawaKu…”
Langit yang gelap…
Tirai Bait suci yang terkoyak…
Menggantikan seribu mawar yang di taburkan oleh Para malaikat penghuni Sorga.
Sabtu hening……….
Tak banyak suara dan kata……
Entah………
Apakah Ibumu, murid-muridMu, dan semua yang hanyut dalam kesedihan…
dapat merayakan Sabat?
Mereka lupa…….
bahwa Sang Guru pernah bersabda,
Bahwa Anak manusia memang akan menderita dan nestapa.
Namun juga akan bangkit.