DOSEN PENGAMPU :
Drs. Ambar
PENYUSUN :
1401617113
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karuniaNya saya dapat menyusun makalah ini. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas individu Mata Kuliah Landasan Pendidikan.
Makalah ini dibuat berdasarkan informasi yang saya peroleh dari berbagai
macam sumber pembelajaran, baik dari media cetak maupun internet dan juga
bantuan dari beberapa pihak untuk membantu menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
3. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Bagi Pembangunan Budaya
Demokrasi di Indonesia
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut wajib
diberikan di semua fakultas dan jurusan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Dengan adanya penyempurnaan kurikulum mata kuliah pengembangan
kepribadian tersebut, pendidikan kewarganegaraan memiliki paradigma baru, yaitu
pendidikan kewarganegaraan berbasis Pancasila. Kiranya akan menjadi sangat
relevan jika pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dewasa ini sebagai
sintetis antara “Civic Education”, “Democracy Education”, serta “Citizenship
Education”, yang berlandaskan Filsafat Pancasila, serta mengandung muatan
identitas nasional Indonesia dan muatan makna pendidikan bela negara. Hal ini
berdasarkan kenyataan di seluruh negara di dunia bahwa kesadaran demokrasi serta
implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basisi filsafat bangsa,
identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-
dasar kemanusiaan dan keadaban. Oleh karena itu, dengan pendidikan
kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian
sebagai warga negara yang demokratis, religious, berperikemanusiaan dan
berkeadaban.
6
dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewargaan seperti berpartisipasi
dalam proses pembuatan kebijakan publik,
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang tidak sama dengan negara lainnya,
sebut saja negara yang menganut ideologi komunisme. Negara itu mendasarkan
pandangannya pada Karl Marx. Berbeda dengan negara yang menganut faham
liberalisme yang mendasarkan ideologinya berbeda dengan negara komunisme
tersebut di atas. Bangsa Indonesia, berbeda dari bangsa-bangsa lain di dunia,
mendasarakan ideology berbangsa dan bernegaranya pada asas kultural yang telah
dimiliki dan melekat pada bangsa Indonesia. Nilai-nilai kemasyarakatan yang
terdapat dalam sila-sila dalam Pancasila bukan merupakan hasil pemikiran
sesorangsaja, melainkan sebuah karya besar bangsa Insonesia sendiri yang
diperoleh dari nilai-nilai kultural yang ada pada bangsa Indonesia itu melalui
pemikiran reflektif filiosofis dari para tokoh seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta
serta Soepomo dan tokoh-tokoh lainnya.
3. Yuridis
Sistem Pendidikan Nasional kita berdasar pada Pancasila. Ini tertera pada
Pasal 1 ayat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Tentu ini harus dimaknai bahwa Pancasila merupakan sumber hukum dari
pendidikian nasional. Secara eksplisit memang mata kuliah Pancasila tidak
disebutkan pada Undang-Undang Sisdiknas kita. Yang tercantum pada pasal 37
adalah pendidikan agama, pendidikan bahasa dan pendidikan kewarganegaraan
akan tetapi pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang memberikan pendidikan
kepada warga negara tentang dasar filsafat negara, nilai kebangasaan serta cinta
kepada tanah air.Visi, Misi dan Kompetensipendidikan Kewarganegaraan
sebagaimana tercantum pada SK Dirjen Dikti No.43/DIKTI/KEP/ 2006 adalah
sebagai berikut:
Visi Pendidikan Kewargaa Negara di perguruan tinggi adalah merupakan
sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program
studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapan kepribadiaannya sebagai
manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa
mahasiawa adalah sebaga generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual
religius, berkeadaban berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
9
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk
membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai nilai dasar Pancasila, rasa kebangsan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. Oleh karena itu kompetensi yang
diharapkan mahasiswa adalah unttuk menjadi ilmuwan dan profesional yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban. Selain itu
kompetensi yang diharapkan agar mahasiswa menjadi warganegara yang memiliki
daya saing, berdisiplin, berpartisipai aktif dalam membangun kehidupan yang
damai berdsarkan sistem nilai Pancasila. Berdasarkan pengertian tersebut maka
kompetensi mahasiswa dalam pendidikan tinggi tidak dapat dipisahkan dengan
filsafat bangsa. (Kaelan dan Zubaidi, 2007: 3)
4. Filosofi
Pancasila adalah filsafat negara. Maka dari itu kewajiban moral bagi setiap
warganegara adalah merealisasaikannya dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kenyataan menunjukkan bahwa sebelum
mendirikan negara, bagsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan. Manusia Indonesia mengakui bahwa mereka adalah makhluk
ciptaan Yang Maha Kuasa. syarat mutlak berdirinya suatu negara adalah persatuan
dan yang dipersatukan yaitu rakyat, sebagai unsur pokok dalam asal mula suatu
pendirian negara. Dengan demikian, maka bangsa Indonesia adalah bangsa yang
berkerakyatan dan berpersatuan. Konsekuensi logis dari itu semua adalah setiap
aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam proses reformasi seperti
sekarang ini, Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan,
yang menyangkut semua aspek seperti pembangunan nasional, ekonomi, politik,
hukum sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.
10
B. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila adalah bagian dari Pendidikan Nasioanal. Pendidikan
Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, membangun
karakter (character building) bangsa Indonesia. Manusia beriman dan yang
bertaqwa kapada Tuhan yang maha kuasa, berbudi pekerti luhur, mampu bekerja
mandiri, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin tinggi, memiliki etos kerja,
professional, memilki tanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan
rohaninya. Membentuk kecakapa partisipatif warga yang bermutu dan
bertanggungjawab dalam kehidupan dalam kehidupan bangsa Indonesia,
membentuk kecakapan partispatif warga yang bermutu dan bertanggungjawab
dalam kehidupan bangsa dan bernegara, menjadikan warga negara Indonesia yang
cerdas, aktif dan kritis dan demokratis namun tetap memiliki komitmen menjaga
persatuan dan integritas bangsa, serta mengembangkan kultur demokrasi yang
berkeadaban yaitu kebebasan, persamaan, toleransi dan tanggungjawab.
Pendidikan, pada umunya, haruslah mengembangkan aspek kognitif, dalam
arti bahwa pendidikan harus membuat peserta didik mampu menggunakan
kemampuan kognitif atau pikirannya, aspek afektif , yaitu membuat peserta didik
mampu megembangkan nuraninya, dan aspek psikomotor, yaitu peserta didik
mampu mengembangkan ketrampilannya. Dengan kata lain, pendidikan harus
menjadikan peserta didik pintar, baik budinya serta trampil dalam bekerja.
Pendidikan Pancasila dan Garis –garis Besar Program Pengajaran terdapat
pada Kurikulum Pendidikan Pancasila tahun 2000. Ini terdapat pada SK Dirjen
DIKTI No.265/DIKTI/Kep/2000. Surat Keputusan tersebut di atas disempurnakan
dengan SK Dirjen. Dikti.No. 38/Dikti/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Berdasarkan SK
tersebut di atas, Materi Kuliah Pancasila mencakup :
1) Landasan dan tujuan Pendidikan Pancasila,,
2) Pancasila sebagai filsafat,
3) Pancasila sebagai Etika Politik,
4) Pancasila sebagai Ideologi Nasional,
5) Pancasila dalam konteks sejarah perjuanagn bangsa Indonesia,
11
6) Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia, dan
7) Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara.
Namun dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang juga
terdapat dalam SK yang lebih baru yaitu SK Dirjen Dikti No.43/DIKTI/KEP/2006
dijelaskann bahwa tujuan materi Pendidikan Kewarganegaan dan dalam rambu-
rambu Pendidikan Kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan
kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar
Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, mengembangkan
dan menerapkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung
jawab dan bermoral.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dittulis oleh Sunarso, et al. (2008)
Secara kurikuler, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembelajaran untuk
mengembangkan potensi individu yang nantinya diharapkan menjadi seseorang
dengan akhlak mulia, cerdas, partisipatif, serta bertanggung jawab. Secara teoretik,
Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai matra kognitif, afektif dan psikomotor
Secara pragmatik, Pendidikan Keawarganegaraan berisi tentang perilaku sehari-
hari dalam hidup berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
Kaelan (2008:15) menyatakan bahwa Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang berperilaku: a) memiliki kemampuan untuk
mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, b)
memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-
cara pemecahannya, c) mengenali rikemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah
dan nilainilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
12
Menurut Ahmad Syafii Ma’arif, demokrasi bukanlah suatu wacana, pola
pikir atau perilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi, bukan pula “barang
instan”. Menurutnya, demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan negara
berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat
menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan baik secara social ekonomi
maupun politik. Dari sudut pandang ini, demokrasi dapat tercipta bial masyarakat
dan pemerintah bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya demokrasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proses demokratisasi di Indonesia masih membutuhkan topangan budaya
demokrasi yang genuine. Tanpa dukungan budaya demokrasi proses transisi
demokrasi masih rentan terhadap berbagai ancaman budaya dan perilaku tidak
demokratis warisan masa lalu, seperti perilaku anarkhis dalam menyuarakan
pendapat, politik uang (money politics), pengerahan massa untuk tujuan politik dan
penggunaan simbolsimbol primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.
Mengaca pada kenyataan tersebut, menurut Azyumardi, bangsa Indonesia
membutuhkan demokrasi berkeadaban (civilitized democracy) atau apa yang
dikatakan oeh Robert W. Hefner sebagai keadaban demokrasi (democracy civility).
Namun demikian menuju tatanan demokrasi keadaban yang labih genuine dan
otentik bukanlah hal yang mudah dan instan. Sebaliknya, ia membutuhkan proses
pengenalan, pembelajaran dan pengamalan (learning by doing) serta pendalaman
(deepening) demokrasi. Proses panjang ini dilakukan dalam rangka
mengembangkan budaya demokrasi (democratic culture). Salah satu cara untuk
mengembangkan kultur demokratis berkeadaban adalah melalui program
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) yang dilakukan melalui caracara
demokratis oleh pengajar yang demokratis untuk tujuan demokrasi.
Ada dua alasan, menurut Azyumardi, mengapa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia dalam
membangun demokrasi berkeadaban. Pertama, meningkatnya gejala dan
kecenderungan political illiteracy, tidak melek politik dan tidak mengatahui cara
kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya di kalangan warga Negara. Kedua,
meningkatnya political apathism (apatisme politik) yang ditunjukkan dengan
13
sedikitnya keterlibatan warga negara dalam proses-proses politik. Jika demokrasi
merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar atau dimundurkan (point of no
return) bagi bangsa Indonesia, maka Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education) adalah salah satu upaya penyemaian budaya demokrasi yang tidak bisa
diabaikan oleh bangsa yang memiliki komitmen kuat untuk menjadi lebih
demokratis dan berkeadaban. Karena bagi bangsa Indonesia mengalami demokrasi
(experiencing democracy) merupakan suatu yang baru. Demokrasi sebagaimana
dikemukakan oleh Udin S. Winaputra tidak diturunkan melalui kelahiran,
melainkan dicerna melalui proses belajar (pendidikan).
Pertumbuhan demokrasi di Indonesia, sebagaimana dikatakan Azyumardi,
seyogyanya tidak diperlakukan secara trial and error. Pertumbuhan demokrasi juga
tidak bisa dperlakukan secara taken for granted. Demokrasi tidak hanya
diperjuangkan, tetapi lebih dari itu harus disemaikan, ditanamkan, dipupuk dan
dibesarkan melalui upaya-upaya yang terencana, teratur dan terarah pada seluruh
lapisan masyarakat. Jika tidak sangat boleh jadi pohon demokrasi yang mulai
tumbuh akan layu dan mati sebelum sempat berurat berakar. Salah satu bentuk
upaya dimaksud adalah melalui program Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education).
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Secara umum PPKn mengajak kepada seluruh individu untuk memahami
betapa pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan untuk dipelajari oleh setiap
individu bangsa Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi sumber nilai
untuk mengembangkan kepribadian menjadi warga negara Indonesia yang baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
16