Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan adanya musim hujan maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air
yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir
yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya
nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk
telah tiba pula, kurang sadarnya manusia dengan pengelolaan sampah yang tidak baik
menyebabkan banjir di mana-mana.Saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk
dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non
kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara kimiawi.

Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut
nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa
batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi
nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh
manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang
terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue


Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti
Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan
lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak
heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit
ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14
propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita
sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.

DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah
menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa
meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO
bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama anak kecil dengan daya tahan tubuh
rendah, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati
dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah
dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan
memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti
adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Berbagai upaya pengendalian
penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan
tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta
kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk
pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD
adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan
sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik
secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan
sarang nyamuk DBD.

1.2. Perumusan Masalah


Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah
demam berdarah antara lain :
1. Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2. Sebab akibat dari DBD
3. Pembahasan DBD dikitkan dengan konsep John Gardon
4. Konsep DBD berkaitan dengan konsep HL Blume
5. Upaya pencegahan DBD
1.3. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah :

1. Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan


penyebabnya.

2. Memberi pengetahuan sebab dan akibat dari DBD

3. Pembahasan konsep DBD berhubungan dengan teori john Gordon

4. pembahasan konsep DBD berhubungan dengan konsep HL Blome

5. Memberikan pengetahuan cara pencegahan dari DBD


BAB II
PEMBAHASAN
DEMAM BERDARAH

2.1. SEBAB AKIBAT


A. Penyebab
Virus dengue
1) Pengertian atau definisi virus dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty,

yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa sebab

yang jelas, lemah dan lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda pendarahan di

kulit berupa bintik pendarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam

(purpura) kadang-kadang mimisan, bercak darah, muntah darah, kesadaran

menurun atau rejatan (syock) menyerang baik orang dewasa maupun anak-

anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak berusia dibawah 15

tahun. (Depkes RI, 2007).

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemoragic Fever (DHF)

adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan tanda-tanda

pendarahan. Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi

darah dan penderita jatuh dalam keadaan syock akibat kebocoran plasma

keadaan ini disebut Dengue syock Syndrom.

2) Habitat

Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan


perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu
kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat
mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang
kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah
sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya,
risiko penularan virus menjadi semakin besar.

Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di


lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih
dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat
urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada
di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).

Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur


pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips
berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas
dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam
perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke
instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4,
larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman.
Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar
dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa
membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi
lingkungan tidak mendukung.

Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga


1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat
menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang
cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat
memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh,
populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan
nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-
nyamuk.
B. Akibat
Biasanya gejala dari demam dengue adalah demam,sakit kepala, kulit
kemerahan yang tampak seperti campak dan nyeri otot serta persendian.
Pada sejumlah orang, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua
bentuk yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam berdarah, yang
menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah (saluran yang
mengalirkan darah), dan rendahnya tingkat trombosit darah (yang
menyebabkan darah membeku). Yang kedua adalah sindrom renjat dengue,
yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.Terdapat empat
jenis virus dengue. Virus dengue sendiri terbagi menjadi empat strain atau tipe,
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Ketika Anda terjangkit salah satu tipe
virus dengue untuk pertama kalinya dan berhasil pulih, maka tubuh Anda akan
membentuk kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut. Namun
Anda belum sepenuhnya aman dari demam dengue karena masih berpotensi
menderita penyakit ini kembali oleh tipe virus yang berbeda. Dia hanya akan
terlindung dari tiga jenis virus lainnya dalam waktu singkat. Jika kemudian dia
terkena satu dari tiga jenis virus tersebut, dia mungkin akan mengalami
masalah yang serius.
DBD sesuai dengan tingkatan derajat penyakit DBD secara klinis dibagi

sebagai berikut :

1) Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala

klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji torniquet positif.

2) Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi

perdarahan lain.

3) Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini renjatan, berupa kegagalan sirkulasi

yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau

hipptensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin, lembab dan tampak gelisah.
4) Derajat IV, terdapat DSS (Dengue Shock Syndrome) dengan nadi dan tekanan

darah yang tak terukur.

Wilayah yang memiliki tingkat sanitasi buruk, seperti di kota-kota


berpenduduk padat yang terletak di negara-negara berkembang (salah
satunya Indonesia), adalah wilayah yang sering dilanda permasalahan demam
dengue. Selain populasi penduduk yang terus bertambah, penyebaran virus
dengue juga didukung oleh mobilitasnya yang terus meningkat.
Pada kasus yang jarang terjadi, demam dengue juga menyebabkan
hidung dan gusi mengeluarkan darah yang jumlahnya sangat sedikit (berbeda
dengan pendarahan yang terjadi pada hemorrhagic dengue fever yang mana
volume darah yang dikeluarkan cukup banyak). Virus dengue memerlukan
masa inkubasi sama seperti virus lain pada umumnya. Masa inkubasi adalah
jarak waktu antara virus pertama kali masuk ke tubuh sampai gejala mulai
muncul. Pada demam dengue, gejala biasanya baru dirasakan setelah 4-10
hari sejak masuknya virus melalui gigitan nyamuk. Sering kali kita sulit
membedakan antara gejala demam dengue dengan sakit demam biasa.
Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan
syok / presyok. Bentuk ini sering berujung padakematian. Karena seringnya
terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup
tinggi, oleh karena itu setiap penderita yang diduga menderita Penyakit
Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter
atau rumah sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok /
kematian. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi,
pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil
bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian
tinggi.
Pada awal sakit, dimana penderita infeksi virus dengue timbul gejala
panas, tidak dapat dibedakan apakah akan menjadi varian klinis Demam
Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Pada saat panas turun, penderita
Demam Berdarah Dengue ditandai dengan penampilan klinis yang memburuk.
Penderita tampak sakit berat, gangguan hemostatik yang berupa gejala
perdarahan menjadi lebih prominen dan kebocoran plasma yang ditandai
dengan adanya defisit cairan yang ringan berupa peningkatan PCV ≥ 20 %
sampai gangguan sirkulasi/syok
Beberapa dokter biasanya mampu mengenali demam dengue hanya dari
gejala-gejala yang pasien rasakan, terlebih lagi jika mereka sudah sering
menangani penyakit ini. Untuk memperkuat diagnosis, dokter biasanya akan
melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan virus dengue di
dalam tubuh. Karena banyaknya kondisi lain yang bisa menyebabkan gejala
serupa dengan demam dengue, maka pemeriksaan darah penting untuk
dilakukan.
Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus
dengue tersebut. Terdapat beberapa tindakan pencegahan demam dengue.
Orang-orang dapat melindungi diri mereka dari nyamuk dan meminimalkan
jumlah gigitan nyamuk. Para ilmuwan juga menganjurkan untuk memperkecil
habitat nyamuk dan mengurangi jumlah nyamuk yang ada.

2.2. KESEIMBANGAN JOHN GARDON


Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari host, agent

dan lingkungan. Para ahli telah membuat model-model timbulnya penyakit dan atas

dasar model tersebut dilakukan eksperimen terkendali untuk menguji sampai mana

kebenaran dari model tersebut. Model karakteristik tersebut dikenal dengan segitiga

epidemiologi.
Timbulnya penyakit DBD bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
faktor host (manusia) dengan segala sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis,
sosiologis),adanya agent sebagai penyebab dan environment (lingkungan) yang
mendukung. Serta didukung oleh keberadaan vektor dengue yaitu Ae.aegypti dan
Ae.albopictus 7.

Dalam teori keseimbangan, interaksi ketiga unsur tersebut harus


dipertahankan. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka akan menimbulkan
penyakit. Pada kondisi normal,keseimbangan interaksi tersebut dapat
dipertahankan, melalui intervensi alamiah terhadap salah satu unsur tersebut, atau
melalui intervensi buatan manusia dalam bidang pencegahan maupun dalam
bidang meningkatkan derajat kesehatan.

a. Agent (penyebab)

Penyebab demam berdarah dengue (DBD) adalah virus dengue. Virus ini
merupakan virus RNA berantai tunggal yang positif sense. Secara taksonomi virus
ini termasuk kelompok arbovirus yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yang semuanya
terdapat di Indonesia yaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4.

b. Vektor DBD

Penularan penyakit melalui perantara gigitan serangga biasa dikenal sebagai


vectorborne disease (Chandra, 2007). Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
menjadi vektor utama penularan penyakit DBD di Indonesia. Namun dalam keadaan
KLB spesies Aedes scutellaris dan Aedes polynesiensis juga turut berperan sebagai
vektor penyakit DBD.

c. Host

Host atau penajmau ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga
menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh
faktor intrinsik. Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu
penyakit sebagai berikut :

1) Umur, Misalnya usia lanjut lebih rentang unutk terkena penyakit karsinoma,
jantung dan lain-lain daripada yang usia muda.
2) Jenis Kelamin (sex), Misalnya ,penyakit kelenjar gondok, kolesistitis, diabetes
melitus cenderung terjadi pada wanita serta kanker serviks yang hanya terjadi
pada wanita atau penyakit kanker prostat yang hanya terjadi pada laki-laki atau
yang cenderung terjadi pada laki-laki seperti hipertensi, jantung, dll.
3) Ras, suku (etnik). Misalnya pada ras kulit putih dengan ras kulit hitam yang
beda kerentangannya terhadapa suatu penyakit.
4) Genetik (hubungan keluarga). Misalnya penyakit yang menurun seperti
hemofilia, buta warna, sickle cell anemia, dll.
5) Status kesehatan umum termasukstatus gizi, dll
6) Bentuk anatomis tubuh
7) Fungsi fisiologis atau faal tubuh
8) Keadaan imunitas dan respons imunitas
9) Kemampuan interaksi antara host dengan agent
10) Penyakit yang diderita sebelumnya
11) Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri
2.3. KONSEP HL BLUME

Gambar 2.3.1 konsep LH.Blum


a. Genetic
DBD bukan merupakan penyakit genetic, akan tetapi berasar dari virus

dengue.Transmisi virus dengue dari manusia ke manusia yang lain atau dari kera ke

kera yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes

aegypti) yang terinfeksi oleh arboviruses. Itulah sebabnya virus dengue disebut

sebagai arthropod-borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh arbovirus, sepanjang

hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada

manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus

kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian. Namun proses

transmisi semacam ini jarang terjadi dan tidak mempunyai arti signifikan bagi

transmisi virus kepada manusia. Artinya, transmisi ini tidak mempunyai arti signifikan

bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia (Djunaedi, 2006).


Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian

menunjukkan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula

terinfeksi virus dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika

nyamuk menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh

manusia melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama

periode sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi

darah manusia disebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum

terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke

tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap

ditransmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang diperlukan untuk inkubasi

ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur sekitar (Djunaedi,

2006).

Siklus penularan virus dengue dari manusia – nyamuk – manusia dan

seterusnya (ecological of dengue infection) dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.3.2 Siklus penularan virus dengue (Djunaedi, 2006).

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan


sindrom renjatan dengue (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,

2006).

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut

antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 akan

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-110;

c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya

C3a dan C5a (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi

anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang

tinggi (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan

peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi

makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi


sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus

dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi

limfokin dan interferon gamma. Inteferon gamma akan mengaktivasi monosit

sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF

(Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya

disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a

terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan

terjadinya kebocoran plasma (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia, 2006).

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi

sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan

keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah itu akan terjadi

peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru

menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis

sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi

trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD,

konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.

Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan

ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF-4 yang merupakan petanda

degranulasi trombosit (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia, 2006).

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya


koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.

Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur

ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi

faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex)

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Manifestasi Klinis

Kriteria klinis DBD menurut WHO adalah :

a) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari (38 C-40 C), kemudian

turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia,

malaise, mual, muntah, sakit perut, diare kejang, nyeri pada punggung,

tulang, persendian, dan sakit kepala.

b) Manifestasi pendarahan :

- Uji Torniquet positif.

Uji Torniquet adalah salah satu cara untuk mengetahui perdarahan

dini. Interpretasi positif; bila terdapat ≥ 20 petechiae (Depkes RI,

2001).

- Perdarahan di bawah kulit, selain petechiae dapat juga berupa

echimosis dan seterusnya (Depkes RI, 2001).

- Bentuk-bentuk perdarahan lain yang dapat dijumpai pada pasien

Demam Berdarah Dengue adalah : perdarahan hidung, gusi, berak

darah, muntah darah, kadang-kadang kencing bercampur darah.

c) Hepatomegali (pembesaran hati) dan nyeri tekan tanpa ikterus.

d) Dengan / tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam

biasanya mempunyai prognosis yang buruk, dimana jika terjadi renjatan,


tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik

sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

e) Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.

f) Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit

sampai 100.000 /mm3 (Depkes RI, 2001).

Penyakit DBD terdiri dari tiga fase :

1. Fase demam.

Demam ini akan berlangsung dari hari 1 sampai 3. Biasanya ditandai dengan

demam yang cukup tinggi secara mendadak dan sakit kepala. Pasien terlihat lemah,

muka kemerahan, hilangnya nafsu makan, rasa mual, nyeri otot, dan muncul bintik-

bintik merah di dalam kulit, hingga mimisan akan terjadi (Retno, 2008). Adakalanya

peningkatan temperatur tubuh mencapai 400 – 410 C disertai dengan kejang demam

(febrile convulsion) terutama pada kasus bayi (Djunaedi, 2006).

2. Fase kritis.

Fase ini jatuh pada hari ke-4 selama 24-48 jam, akan ditandai dengan turunnya

demam pada anak, denyut nadi yang tidak teratur, kaki dan tangan terasa dingin

seperti es dan berkeringat, perut terasa mual. Apabila fase ini anak tidak diberi cairan

yang cukup, maka akan terjadi pendarahan yang bisa berakibat kematian (Retno,

2008).

3. Fase penyembuhan.

Fase penyembuhan umumnya berlangsung singkat. Pada fase ini biasanya

dijumpai sinus bradikardia. Selain itu, pada ekstremitas bawah seringkali dijumpai

manifestasi khas berupa bercak merah yang dikelilingi oleh kulit yang pucat. Tanpa

komplikasi, penyakit ini biasanya berlangsung sekitar 7-10 hari (Djunaedi, 2006).
Pola temperatur penyakit DBD sebagaimana diuraikan di depan dikaitkan

dengan estimasi masa inkubasi, masa akut, masa kritis dan masa penyembuhan

selama perjalanan penyakit tersebut dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.3.3 Pola temperatur tubuh selama perjalanan penyakit akibat infeksi
virus dengue (Djunaedi, 2006)

Derajat penyakit DBD secara klinis dibagi sebagai berikut :

a. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis

lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji torniquet positif.

b. Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan

lain.

c. Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini renjatan, berupa kegagalan sirkulasi yaitu nadi

cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipptensi,

sianosis disekitar mulut, kulit dingin, lembab dan tampak gelisah.

d. Derajat IV, terdapat DSS (Dengue Shock Syndrome) dengan nadi dan tekanan

darah yang tak terukur.

Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 5-9 hari (Djunaedi, 2006).

b. Perilaku hidup sehat


Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang
peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat. Hal ini dikarenakan
budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri
masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk
menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat. Sebagai tenaga
motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan
masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang
berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga
lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi
dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab,
apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek.
Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam
menyukseskan program-program kesehatan.
c. Pelayanan kesehatan
Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah :

1) Tirah baring

2) Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam 24

jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam.

3) Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia diberi kompres,

antipiretik golongan asetaminophen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan

asetosal karena bahaya perdarahan.

4) Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

(Mansjoer A dkk, 2001)

Ada berbagai metode lain dalam penanganan yang tepat seperti memberi cairan yang

cukup untuk menghindari dehidrasi (air putih, teh manis, jus, susu), turunkan demam
dengan memberi obat penurun demam yang mengandung parasetamol (Retno,

2008).

Dalam pergantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.

Kebutuhan cairan awaldihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok

mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit) (Depkes RI Dirjen PPM dan PL, 2001)

Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan :

1) Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan

diatasi.

2) Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap

jam,serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam

(Mansjoer A dkk, 2001).

Pada pasien DSS (Dengue Shock Syndrome) diberi cairan intravena yang

diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, Ringer Laktat yang dipertahankan selama

12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma

atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29

ml/kgBB dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada

pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi darah

(Mansjoer A dkk, 2001).

d. Lingkungan

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang


terjadinya penyakit, hali ini Karen faktor ini datangnya dair luar atau bisas
disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:

1) Lingkungan Biologis (flora & fauna)


Mikro organisme penyebab penyakit Reservoar, penyakit infeksi
(binatang, tumbuhan). Vektor pembawa penyakit umbuhan & binatang
sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya

2) Lingkungan Fisik

Yang dimaksud dengan lingkunganfisik adalah yang berwujud geogarfik


dan musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan
tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber
penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll.

3) Lingkungan Sosial Ekonomi

Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem


ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan
berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi
kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar
adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan
kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan
setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat
yang kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan
terutama munculnya bebagai penyakit.

2.4. UPAYA PENCEGAHAN/REKAYASA


a. Perilaku hidup sehat
Salah satu cara dalam penanggulangan penyakit DBD yaitu melakukan

pemeriksaan jentik. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan secara berkala. Hal

tersebut dilakukan oleh Juru Pemantau Jentik (jumantik). Para jumantik tersebut

sebelumnya diberi pelatihan sehingga dapat melakukan pemeriksaan jentik.

Adapun hal- hal yang dilakukan dalam memeriksa jentik antara lain yaitu :
1) Memeriksa bak mandi / WC, tempayan, drum dan tempat – tempat

penampungan air lainnya.

2) Menunggu 0,5 – 1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk

bernapas.

3) Menggunakan senter untuk melihat ditempat yang gelap.

4) Memeriksa vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng plastik,ban bekas

dan lain-lain.

Jentik yang ditemukan di tempat – tempat penampungan air yang tidak

beralaskan tanah ( bak mandi / WC, drum, tempayan dan sampah – sampah / barang

– barang bekas yang dapat menampung air hujan) dapat dipastikan bahwa jentik

tersebut adalah nyamuk aedes aegepty penular demam berdarah (DBD). Namun

jentik – jentik yang terdapat di got / comberan / selokan bukan jentik nyamuk aedes

aegepty.

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti untuk

mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan dirumah dan tempat umum secara

teratur setiap bulan sekali untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular

penyakit demam berdarah dengue.(Depkes RI, 2007). Kegiatan ini dilakukan dirumah

- rumah dan tempat - tempat umum untuk memeriksa tempat penampungan air dan

tempat yang menjadi perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Biasanya petugas

selain melakukan pemeriksaan jentik berkala juga sambil memberikan penyuluhan

tentang pemberantasan sarang nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat.

Dengan kunjungan yang berulang - ulang yang disertai dengan penyuluhan tersebut

diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan

sarang nyamuk secara teratur, sehingga dapat mengurangi keberadaan jentik.


Dalam pemeriksaan jentik berkala terdapat beberapa metode dalam

pemeriksaan jentik. Adapun metode yang digunakan yaitu metode single larva (single

larva method) dan metode visual (visual method).

1) Metode Single Larva yaitu pada setiap koteiner / tempat penampungan air yang

ditemukan jentik diambil satu dengan menggunakan cidukan (gayung plastik)

atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel untuk dilakukan

identifikasi jentik. Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol / vial bottle dan

diberi label sesuai dengan nomor tim survei, nomor lembaran formulir

berdasarkan nomor rumah yang disurvei dan nomor konteiner dalam formulir.

2) Metode Visual yaitu pengamatan yang dilakukan hanya dengan melihat dan

mencatat ada tidaknya jentik di dalam konteiner tetapi tidak dilakukan

pengambilan dan identifikasi jentik. Survei ini dilakukan pada survey lanjutan

untuk memonitor indek-indek jentik atau menilai hasil PSN (pemberantasan

sarang nyamuk) yang dilakukan. Setelah dilakukan survey jentik didapatkan

hasil indeks -indeks larva / jentik. Adapun tiga indeks yang biasa dipakai untuk

memantau tingkat gangguan aedes aegepty yaitu:

House index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkiti larva / jentik

Jumlah rumah yang terjangkit


HI = x 100
Jumlah rumah yang diperiksa

Container Index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkiti larva

/ jentik

Jumlah konteiner yang terjangkit


CI = x 100
Jumlah penampung yang diperiksa
Breteau Index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah

yang diperiksa

Jumlah penampung yang positif


BI = x 100
Jumlah rumah yang diperiksa

Apabila House Indek (HI) disuatu wilayah lebih dari 10 % maka wilayah

tersebut merupakan daerah potensial untuk terjadinya penularan DBD (Depkes

RI,2002). Sedangkan menurut WHO (1998) daerah yang mempunyai House

Index (HI) lebih besar dari 5% dan BI lebih besar dari 20 % umumnya

merupakan daerah yang sensitive atau rawan demam dengue

Untuk pemantauan hasil pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala

dilakukan secara teratur sekurang- kurangnya 3 bulan dengan menggunakan

indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu prosentase rumah / TTU yang tidak

ditemukan jentik. Menurut Sutomo (2005), angka bebas jentik (ABJ) dapat

dijadikan sebagai indikator pelaksanaan 3M. Standar ABJ bagi setiap daerah

adalah minimal 95% yaitu setiap 100 rumah minimal 95 rumah harus bebas

dari jentik nyamuk Aedes aegypti.

Jumlah Rumah / Bangunan Tidak Ditemukan Jentik


ABJ = x 100
Jumlah Rumah Di periksa

b. Tindakan 3M ( Menguras, Menutup, Mengubur).

Dalam mengatasi penyakit DBD hingga kini tidak ada vaksinnya, sehingga

satu-satunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas


nyamuk Aedes aegypti sebagai salah satu vektornya. Cara tepat untuk memberantas

nyamuk Aedes aegypti adalah dengan memberantas jentik-jentiknya di tempat

berkembang biaknya yaitu tempat-tempat penampungan air dan barang-barang yang

memungkinkan air tergenang di rumah-rumah dan tempat-tempat umum. Kegiatan ini

dikenal dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-

DBD) atau dikenal dengan singkatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)

(Kep.Dirjen PPM-PLP, 2001).

Menurut Sutomo (2005), Morbiditi yang tinggi dari penyakit DBD disebabkan

oleh tindakan penduduk tentang 3M rendah, kondisi lingkungan yang mendukung

siklus kehidupan nyamuk Aedes, dan program kurang efektif.

Pencegahan demam berdarah dengue juga sangat ditentukan dengan

pencegahan nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak di dalam dan di sekitar

rumah. Setiap rumah dapat melakukan pencegahan dengan cara sangat sederhana,

diantaranya untuk mencegah nyamuk agar tidak berkembang biak, bisa dilakukan

dengan cara mengalirkan air keluar dari penampung AC (Air Conditioning) window,

bak air, tong air, dan sebagainya. Juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan dan

menghancurkan benda-benda yang dapat menampung air seperti botol-botol,

bambu-bambu, bungkusan atau tempat plastik, kaleng, ban bekas, dan lain-lain

(Idionline, 2007).

Untuk mencegah DBD, setiap keluarga dianjurkan untuk melaksanakan PSN-

DBD / 3M di rumah-rumah dan halaman masing-masing dengan melibatkan ayah,

ibu, anak-anak dan penghuni rumah lainnya, dengan cara-cara antara lain; menguras

bak mandi sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air, mengganti air vas bunga / tanaman air seminggu sekali, mengganti
air tempat minum burung, dan menimbun barang-barang bekas yang dapat

menampung air (Kep.Dirjen PPM-PLP, 2001).

Adapun keterangan pelaksanaan kegiatan-kegiatan 3M yang benar:

1) Kegiatan membersihkan atau menguras tempat-tempat penampungan air

bersih dengan cara menyikat dasar dan dinding bagian dalam dan dibilas

dengan air bersih minimal seminggu sekali (Soegijanto, 2004).

2) Untuk kegiatan menutup rapat dan benar tempat-tempat penampungan air

bersih (sesuainya ukuran penutup & tidak berlubang/retak) sehingga tidak

dapat diterobos oleh nyamuk dewasa Aedes aegypti (Soegijanto, 2004).

3) Kegiatan untuk menyingkirkan benda-benda yang dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan cara menimbun dalam tanah

barang-barang bekas/sampah yang dapat menampung air hujan (Soegijanto,

2004).

Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas

nyamuk Aedes aegypti ini, salah satunya adalah dengan cara penyemprotan

dengan insektisida. Namun insektisida hanya mampu membunuh nyamuk

dewasa, sedangkan telur-telur dan jentik nyamuk yang biasa menempel pada

wadah seperti bak mandi dapat dibasmi dengan menyikat/membersihkan bak

mandi. Tidak hanya di lingkungan, upaya pemberantasan sarang nyamuk ini

pun sudah digalakkan di sekolah-sekolah dengan mengadakan program antar

sekolah. Kerjasama pemerintah dan masyarakat penting untuk membebaskan

Indonesia dari demam berdarah dengue (Scientific Medicastore, 2008).

Mengingat demam berdarah dengue merupakan penyakit yang dapat

berakibat fatal, upaya pencegahan memegang peranan yang sangat penting.


Pencegahan yang dilakukan dengan tindakan pemberantasan sarang nyamuk

3M, dalam hal ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan

dapat dilakukan (Agustini, 2007).

Hal-hal yang berkaitan dengan pemberantasan sarang nyamuk demam

berdarah dengue diantaranya adalah peran serta masyarakat dalam pelaksanaannya

secara swadaya dan dikoordinasikan oleh kepala desa/kepala kelurahan dibantu

kelompok kerja pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di semua wilayah

rawan demam berdarah dengue. Disamping itu adanya kegiatan kunjungan ke rumah

dengan pemeriksaan jentik secara berkala oleh kader atau tenaga lain sesuai

kesepakatan masyarakat setempat serta adanya pembinaan pelaksanaan

pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan secara berjenjang oleh kelompok

kerja operasional pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (Depkes, 2001).

Gambar 2.3.4 Berantas sarang nyamuk dengan 3M

1. MENGURAS
dan menyikat dinding tempat-tempat penampungan air,
seperti bak mandi/WC, drum, dll seminggu sekali.

2. MENUTUP
Rapat-rapat tempat penampungan air (gentong
air/tempayan, dll)

3. MENGUBUR
atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan
PLUS cara lainnya :

Ganti air vas bunga seminggu sekali Perbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar/rusak

Tutup lubang-lubang pada Bubuhkan bubuk pembunuh jentik potongan (dengan


tanah, dll) (Abate bambu atau pohon atau Altosid)
di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah
yang sulit air

- Pasang Kawat kasa,

- Sediakan pencahayaan dan ventilasi memadai,


- Jangan membiasakan menggantung pakaian dalam kamar

- Tidur menggunakan Kelambu

Pelihara ikan pemakan jentik

(Ikan Cupang, dll)


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil


kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk
yang merupakan vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit
dapat diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate
dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik
nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan
Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu:
· Menguras
· Menutup tampungan air
· Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat
menjadi cara untuk memberantas DBD.Banyak cara yang dapat dilakukan dalam
mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
 Mengatasi perdarahan
 Mencegah keadaan syok
 Menambah cairan tubuh dengan infus
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk
pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
3.2 SARAN
Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD
tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu
menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demamn berdarah.
Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus,tidak hanya bila terjadi wabah tetapi
harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

 Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk.


http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 23 maret
2012.

 Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi


Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-dengan-
pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.

Di akses tanggal 23 maret 2012.

 Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd. Di akses tanggal 23


maret 2012.

 Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-


patogenesis-dbd/. Di akses tanggal 23 maret 2012.

 Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia.


http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/. Di akses tanggal
23 maret 2012.

 Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru Penanggulangan


DBD http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-penanggulangan-dbd. Di akses
tanggal 23 maret 2012.

 Anonym. 2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. Di akses tanggal 23


maret 2012.

 Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam Berdarah


http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakit-demam-berdarah-
nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses tanggal 23 maret 2012.

 Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-


demam-berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 23 maret 2012.

 Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 23 maret 2012.
TUGAS MATA KULIAH PENYEDIAAN AIR BERSIH
DBD ( DEMAM BERDARAH DENGUE)

KELAS A2/VI A
KELOMPOK V
Di Susun Oleh :
SRI SULISTYOWATI NPM 175059091
PUTU DIAN CITRA
BUNGA AMORITA
IPAANNY MAULIDA
SRI DESI S
ULFA FAISYERA.D

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai