Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman Kelapa Sawit merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di

Indonesia dengan sistem perkebunan oleh perusahaan-perusahaan besar baik oleh

perusahaan Pemerintah yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara maupun

Perusahaan Milik Swasta. Bahkan masyarakat pun banyak bertanam kelapa sawit

secara kecil-kecilan. Hal ini disebabkan karena tanaman kelapa sawit mempunyai

nilai ekonomi yang sangat tinggi dan merupakan penghasil minyak nabati yang

paling banyak digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia. Hasil utama tanaman

Kelapa Sawit adalah minyak sawit atau yang sering disebut dengan istilah Crude

Palm Oil (CPO) dan inti sawit (palm karnel oil/PKO). Minyak sawit dapat

dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang

cukup lengkap. industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku

adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi, bahkan minyak kelapa sawit

telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar1.

Hasil panen dari kebun kelapa sawit merupakan tandan buah segar (TBS)

yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak

kelapa sawit yang bermutu tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini berlangsung

cukup panjang dimulai dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik

1
Rahmad Mulyadi, Pembudidayaan Kelapa Sawit dan Pemasarannya, Media Tani, Jakarta,
2009, hal 23.

Universitas Sumatera Utara


pengolahan sampai menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya. Hasil

olahan utama TBS pada pabrik pengolahan adalah :2

1. Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan dan daging buah.

2. Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.

TBS yang baru di panen harus segera diangkut ke pabrik untuk dapat segera

diolah. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan atau akan

menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi sehingga banyak

berpengaruh tidak baik terhadap kwalitas minyak yang dihasilkan.3 Salah satu upaya

untuk menghindarkan terbentuknya asam lemak bebas adalah pengangkutan dari

kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dengan menggunakan alat angkut yang

baik seperti lori, traktor gandengan atau truk. Sebaliknya dipilih alat angkut yang

besar, cepat dan tidak terlalu banyak membuat goncangan selama dalam perjalanan.

Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah tidak terlalu banyak. TBS yang

sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat mungkin masuk

pengolahan tahap pertama agar gradasi dapat ditekan sekecil mungkin. Tahap

pengolahan pertama kelapa sawit adalah tahap perebusan buah kelapa sawit atau yang

lazim disebut dengan tahap sterilisasi tandan buah. Perebusan buah digilir sesuai

dengan waktu penerimaan TBS dari kebun. Perebusan TBS dilakukan dengan

menginjeksikan uap panas ke tandan-tandan buah segar selama 1 (satu) jam atau

2
Lukas Hariadi, Pedoman Bertanam Kelapa Sawit, Yrama Widya, Jakarta, 2009, hal 16.
3
Sukirno Hardjo Diyono, Pengolahan Hasil Panen dan Pemasaran Kelapa Sawit, Bina
Bandung, 2007, hal 29.

Universitas Sumatera Utara


bergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya tujuan perebusan TBS ini antara

lain adalah.4

1. Menghancurkan enzim-enzim lipolitik yang dapat menghambat peningkatan

kadar ALB (Asam Lemak Bebas) secara konstruksi.

2. Melonggarkan buah dari tandan dan memudahkan pelepasan buah selama proses

pemilihan buah.

3. Memudahkan pelumatan agar minyak lebih mudah dibebaskan selama

pemerasan.

4. Mengerutkan inti, sehingga mudah dipisahkan dari cangkang.

5. Mengumpulkan perekat protein untuk memudahkan pemisahan minyak.

Di Indonesia perkebunan besar kelapa sawit milik Negara maupun milik

Swasta umumnya terdapat di pulau Sumatera antara lain PTPN I yang berkantor

pusat di Langsa, PTPN II yang berkantor pusat di Tanjung Morawa, PTPN III dan

PTPN IV yang berkantor pusat di Medan, Torganda berkedudukan di Pekan Baru,

London Sumatera (Lonsum) berkedudukan di Medan.

Perkebunan-perkebunan kelapa sawit baik milik Negara maupun milik Swasta

tersebut, masing-masing memiliki pabrik pengolahannya sendiri, dan apabila

perkebunan tersebut tidak memiliki pabrik pengolahan sendiri, maka perkebunan

tersebut wajib menjalin kerja sama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit milik

pihak lain, agar apabila kelapa sawit tersebut telah memasuki masa panen dapat

4
Tjitro Soedirjo Utomo, Pengolahan Buah Kelapa Sawit, Dewa Kucci Press, Jakarta, 2008,
hal 37.

Universitas Sumatera Utara


langsung diangkut ke pabrik pengolahan kelapa sawit terdekat, mengingat buah

kelapa sawit tidak boleh terlalu lama disimpan karena akan cepat mengurangi kualitas

buahnya atau dapat membusuk. Oleh karena itu setiap perkebunan kelapa sawit baik

milik Negara maupun milik Swasta harus terlebih dahulu mempersiapkan pabrik

pengolahan kelapa sawit sendiri, maupun menjalin kerja sama dengan pabrik

pengolahan kelapa sawit milik pihak lain, sebelum masa panen tiba. Tidak semua

perusahaan kelapa sawit wajib memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sendiri. Bagi

perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan sendiri

dapat menjalin hubungan kerjasama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit milik

pihak lain yang berada dilokasi terdekat dengan areal perkebunan kelapa sawit milik

perusahaan tersebut. Hal ini untuk memudahkan pengiriman produksi agar buah

kelapa sawit dapat terjaga kwalitasnya.

Dalam penelitian ini perkebunan yang akan dibahas dalam perjanjian kerja

sama jual beli kelapa sawit adalah PT. Persero Perkebunan Nusantara (PTPN I) yang

berkantor pusat di jalan Kebun Baru Langsa Kebun Aceh Timur. PTPN I merupakan

konsolidasi BUMN Perkebunan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6

Tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 yang dikukuhkan dengan akta pendirian

Nomor 34, Tanggal 11 Maret 1996 oleh Notaris Harun Kamil, di Jakarta dengan

modal dasar perseroan sebesar Rp 400 miliar, yang kemudian telah dilakukan

perubahan anggaran dasar PTPN I oleh Notaris Syafnil Gani di Medan dan telah

mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU 80120

AH.01.02, Tahun 2008, tanggal 31 Oktober 2008 (sesuai dengan yang tertulis dalam

Universitas Sumatera Utara


compagnie profile PTPN I). PTPN I mengelola 2 (dua) komoditi, kelapa sawit dan

karet secara efisien dan ekonomis berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance (GCG). Luas area lahan yang digunakan untuk penanaman kelapa sawit

adalah 41.882 hektar yang dikelola sendiri oleh PTPN I. PTPN I merupakan

gabungan dari PTPN V dan PTPN IX berdasarkan peraturan pemerintah No. 6 tahun

1996, tanggal 14 Februari 1996 dalam rangka efektivitas dan efisiensi PTPN.

Program pengembangan areal perkebunan kelapa sawit bersinergi dengan BUMN

perkebunan lainnya dengan pola pengembangan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pola

PIR ini akan diarahkan pada Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I di wilayah Aceh Timur

Selatan dan pelepasan lahan masyarakat di wilayah Aceh. Strategi perusahaan untuk

menghasilkan nilai tambah (add value) PTPN I melakukan kerja sama melalui

pendirian anak perusahaan dengan mitra strategi terhadap beberapa bidang usaha5.

1. Pembangunan pabrik pupuk organik dengan PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM),

(Perjanjian kerja sama telah ditandatangani).

2. Pembangunan Refineny Plant (Pabrik minyak goreng) di pabrik kelapa sawit

(PKS) Tanjung Seumantoh.

3. Pembangunan Power Plant dengan bahan tandan kosong dan Cangkang kelapa

sawit.

4. Pembangunan Pabrik kayu lapis kelapa sawit (Eco Plywood) dengan PT In

hutani IV (Persero) dengan memanfaatkan batang kelapa sawit ex replanting.

5
Compagnie Profile PT. Perkebunan Nusantara (PTPN I), Persero, 2010, hal 2.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai produsen kelapa sawit dalam jumlah yang besar, PTPN I dalam

memasarkan produknya menjalin hubungan kerja sama yang berkesinambungan

dengan Pabrik Pengolahan Kelapa sawit yang berdekatan dengan areal penanaman

kelapa sawit tersebut. Hal ini untuk memudahkan dan mempercepat proses

pengangkutan buah kelapa sawit yang telah panen tersebut ke pabrik pengolahan

sehingga kualitas buah yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik. Disamping itu

pemilihan pabrik pengolahan kelapa sawit yang terdekat dengan areal penanaman

juga di maksudkan untuk melakukan efisiensi dari segi biaya pengangkutannya.

Pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimaksud adalah PT. Bangun Sempurna Lestari

sebuah perusahaan pengolahan kelapa sawit Swasta Murni yang berlokasi di Desa

Sikalondang, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulul Salam, Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam (NAD) dengan luas pabrik 101 hektar. PT. Bangun Sempurna Lestari

didirikan sesuai akta Notaris Nomor 12 Tanggal 5 Juli 2000 oleh Notaris Jhon

Langsung di Medan dan Berita Acara Nomor 56 Tanggal 111 Tanggal 17 Juli 2004

dan Berita Acara Nomor 56 Tanggal 9 April 2008 dengan Surat Keputusan (SK)

Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

AHU-48640.AH.0102 tahun 2008 tentang persetujuan Akta Perusahaan Anggaran

Dasar PT. Bangun Sempurna Lestari. Pabrik minyak kelapa sawit PT. Bangun

Sempurna Lestari melakukan pengolahan berdasarkan izin pengolahan dari Gubernur

Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Nomor 525/P2TSP/794/2008 dengan kapasitas 20

Universitas Sumatera Utara


ton TBS/Jam dan bahan bakunya diperoleh dari PTPN I dan juga dari kebun-kebun

masyarakat daerah Subulussalam sekitarnya.6

Perjanjian kerja sama antara PT.Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Persero dan

PT. Bangun Sempurna Lestari dilakukan secara berkesinambungan sehingga menjadi

suatu Perjanjian Kerja sama dalam pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS)

dimana PTPN I sebagai penjual dan PT.Bangun Sempurna Lestari sebagai pembeli

TBS.

Budi Daya Kelapa sawit dari mulai penanaman bibit sampai dengan

menghasilkan buah pasir mencapai jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun lamanya.

Dari fase buah pasir sampai dapat dipanen mencapai jangka waktu 3 (tiga) bulan. Dan

sejak fase panen perdana sampai panen selanjutnya dapat mencapai jangka waktu 25

(dua puluh lima) tahun lamanya, dengan jangka waktu panen satu kali dalam dua

minggu dan dua kali dalam sebulan. Oleh karena masa panen yang terus

berkelanjutan tersebut maka PTPN I dan PT. Bangun Sempurna Lestari juga menjalin

kerja sama dalam perjanjian jual beli TBS yang berkesinambungan dalam jangka

panjang, selama tanaman kelapa sawit tersebut masih dapat menghasilkan TBS.

Perjanjian kerja sama jual beli TBS antara PTPN I sebagai penjual dibuat dalam suatu

akta tertulis dibawah tangan yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh kedua

belah pihak klausul-klausulnya. Dasar pertimbangan PTPN I sebagai penjual adalah

karena PTPN I tidak memiliki PKS di Subulul Salam Nangroe Aceh Darussalam

6
Compagnie Profile PT. Bangun Sempurna Lestari, hal 3.

Universitas Sumatera Utara


sendiri dan PT. Bangun Sempurna Lestari merupakan PKS yang terdekat dengan

areal perkebunan kelapa sawit milik PTPN I.

Pada perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I selaku

penjual dengan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli diselenggarakan dalam

periode jangka waktu berkesinambungan setiap 1 (satu) tahun untuk satu perjanjian.

Sering timbul masalah dalam hal penetapan harga TBS kelapa sawit yang tidak

menentu dan dipandang terlalu tinggi oleh PT. Bangun Sempurna Lestari. Oleh

karena itu maka jangka waktu perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit

tersebut ditetapkan jangka waktunya yaitu 1 (satu) tahun dan setelah itu perjanjian

tersebut ditinjau kembali. Apabila harga per kilogram TBS kelapa sawit yang

ditetapkan oleh PTPN I selaku penjual dipandang terlalu tinggi oleh PT. Bangun

Sempurna Lestari selaku pembeli maka perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa

sawit tersebut tidak akan dilanjutkan oleh PT. Bangun Sempurna Lestari. Disamping

itu PT. Bangun Sermpurna Lestari selaku pembeli menetapkan pula kriteria TBS

kelapa sawit yang dipandang berkualitas dan layak beli. Apabila tidak sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan tersebut maka perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa

sawit itu tidak dapat dilanjutkan pelaksanaanya oleh PT. Bangun Sempurna Lestari

selaku pembeli.

Permasalahan harga dan kualitas produk TBS kelapa sawit yang diperjual

belikan oleh kedua belah pihak merupakan suatu permasalahan yang sangat esensial

diperhatikan agar pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


tersebut dapat berlangsung secara konsisten, dan tidak terancam batal atau tidak dapat

dilanjutkan.

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan tentang Syarat-Syarat sahnya suatu

perjanjian antara lain adalah:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas merupakan landasan hukum bagi

legalitas dan suatu perjanjian apapun bentuk dan jenis perjanjian tersebut. Yang

dimaksud dengan sepakat antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya ke

dalam perjanjian adalah suatu kesepakatan atas dasar suka sama suka tanpa adanya

pelaksanaan ataupun tekanan dari pihak manapun juga: kecakapan para pihak yang

membuat perjanjian dalam hal batas umum yang diterapkan undang-undang,

kewenangan bertindak untuk membuat perjanjian tersebut. Hal yang diperjanjikan

harus jelas dan tertentu dan objek yang diperjanjikan merupakan objek yang halal,

legal dan tidak bertentangan dengan undang-undang.7 Tiap orang bebas membuat

perjanjian apa saja dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1) menyatakan untuk semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

7
Salim HS, Hukum Kontrak (teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta,
2001, hal 14.

Universitas Sumatera Utara


membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata ini menjadi dasar dari kebebasan

membuat perjanjian bagi siapa saja yang akan mengikatkan dirinya dalam suatu

perjanjian. Konsekuensi hukum dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut adalah

bahwa setiap orang/pihak yang telah mengikatkan dirinya ke dalam suatu perjanjian

harus mematuhi perjanjian tersebut karena telah berlaku sebagai Undang-undang bagi

para pihak yang telah menandatanganinya.8 Demikian pula halnya dengan perjanjian

kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I (Persero)

sebagai penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari sebagai pembeli, harus pula

tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata sebagai landasan hukum sahnya suatu

perjanjian. Apabila perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa

sawit antara PTPN I (Persero) dengan PT. Bangun Sempurna Lestari telah disepakati

dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka sejak saat kesepakatan dan

penandatanganan tersebut, maka perjanjian itu telah berlaku sebagai undang-undang

yang harus dipatuhi/ditaati oleh kedua belah pihak tanpa kecuali. Pengingkaran

perjanjian tersebut oleh salah satu pihak akan mengakibatkan terjadinya tuntutan

hukum bagi pihak lain yang merasa diinginkan dengan pengikaran tersebut. Klausula

dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit tersebut

tidak lagi mempunyai dampak hukum apabila perjanjian tersebut telah berakhir,

karena jangka waktunya atau karena diakhiri oleh para pihak atas dasar kesepakatan

bersama.

8
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung 2009, hal 11.

Universitas Sumatera Utara


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama jual beli

tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara pihak PTPN I selaku penjual dan

pihak PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli ?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan perselisihan dalam praktek

pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit

antara pihak PTPN I selaku penjual dan pihak PT.Bangun Sempurna Lestari

selaku pembeli ?

3. Bagaimana penyelesaian hukum yang ditempuh oleh para pihak apabila terjadi

perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tandan

buah segar (TBS) kelapa sawit tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Untuk mengetahui dan menganalisis hak dan kewajiban para pihak yakni PTPN I

selaku penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli dalam

perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang dapat menimbuhkan

perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian kerja sama jual beli Tandan

Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I selaku penjual dan PT. Bangun

Sempurna Lestari selaku pembeli

3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat ditempuh oleh

para pihak dalam penyelesaian perselisihan dalam praktak pelaksanaan perjanjian

kerjasama jual beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I selaku

penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbang saran dalam

ilmu hukum pada umumnya dan hukum perjanjian pada khususnya, terutama

mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan

Buah Segar (TBS) kelapa sawit, disamping itu juga dapat menjadi literatur dalam

memperkaya khazanah dan kepustakaan serta perkembangan ilmu hukum bidang

keperdataan dan kenotariatan di perguruan tinggi.

Universitas Sumatera Utara


2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para

pihak yang melaksanakan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, agar

para pihak lebih mengetahui dan memahami secara mendalam hak dan

kewajiban para pihak sesuai prosedur hukum perjanjian jual beli yang terdapat

dalam KUH Perdata dan juga memahami tata cara praktak pelaksanaan jual beli

TBS kelapa sawit tersebut apabila terjadi perbedaan pendapat ataupun

perselisihan antara kedua belah pihak dalam upaya mencari penyelesaian sesuai

prosedur hukum yang berlaku pula. Kepada masyarakat pada umumnya, agar

dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang kedudukan hukum para pihak

dalam perjanjian kerja sama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit

antara PTPN I selaku penjual dan PT.Bangun Sempurna Lestari selaku pembeli.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah

dilakukan baik di perpustakaan Ilmu Magister hukum maupun pada perpustakaan

Magister Kenotariatan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini.

Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah kelapa sawit adalah

sebagai berikut :

1. Faisal F.Napitupulu (NIM : 097005109); Peran POLRI dalam Menanggulangi

Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit Ditinjau Dari Kebijakkan Kriminal

(Criminal Policy), (studi kasus POLRES Asahan).

Universitas Sumatera Utara


2. Nyak Ratna Sari (NIM: 047011053); Pelaksanaan Peralihan Atas Tanah Lahan

Kelapa Sawit Pada Perkebunan Inti Rakyat Cot Girek kabupaten Aceh Utara

(Periode Tahun 1990-2006).

Substansi permasalahan yang dibahas didalam kedua penelitian tersebut di

atas adalah berbeda pembahasannya dengan pembahasan dalam penelitian ini. Oleh

karena itu penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini

dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis, karena belum ada yang

melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teaori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori,

tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan,

pegangan teoritis.9 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan

pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati10. Menurut

teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (recht gewichtigheid),

kemanfaatan dan kepastian hukum (rechtzekerheid).11 Apeldoorn menyatakan bahwa

tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil,

untuk mencapai kedamaian hukum, harus diciptakan masyarakat yang adil dengan

mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan

9
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung 1994, hal 80.
10
Lexy J Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,
hal 35.
11
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian Filosofi dan Sosiologi). Hal 85.

Universitas Sumatera Utara


setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai hukum yang berlaku dalam hal
12
mewujudkan keadilan. Menurut W.Friedman, suatu undang-undang harus

memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-

perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.13

Pembahasan tentang hubungan perjanjian para pihak pada hakikatnya tidak

dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Perjanjian sebagai

wadah yang mempertemukan kepentingan satu dan lain pihak menuntut bentuk

pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu teori yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah teori keadilan yang dipelopori oleh Aristoteles. Keadilan

menurut Aristoteles adalah suatu tindakan untuk memperlakukan setiap orang/pihak

sebagai subjek hukum secara seimbang (proporsional) sesuai dengan hak dan
14
kewajibannya masing-masing. Didalam karya ilmiahnya yang berjudul

“Nichomachean Ethics”, Aristoteles menjabarkan keadilan tersebut menjadi 3 (tiga)

pengertian yaitu :

a. Keadilan distributif (distributive justice), yang mempunyai pengertian dimana

semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil.

b. Keadilan retributif (retributive justice), dimana hak-hak dan keuntungan dibagi

berdasarkan andil atau jasa-jasanya.

12
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. hal 57.
13
W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus atas teori-teori hukum,
diterjemahkan dari buku aslinya legal Theory terjemahan Muhammad.
14
K. Bertens, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 2000, hal 86.

Universitas Sumatera Utara


c. Keadilan kompensatoris (compensatory justice), dimana hak-hak dan keuntungan

dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya.

Dari beberapa pengertian tentang keadilan tersebut di atas, keadilan distributif

dipandang sebagai awal mula segala jenis teori keadilan. Dinamika keadilan yang

berkembang di masyarakat dalam telaah para ahli hukum pada umumnya

berlandaskan pada teori keadilan distributif, meskipun dengan berbagai versi dan

pandangan masing-masing, oleh karena itu dalam suatu perjanjian harus dilandasi

pemikiran proporsional yang terkandung dalam keadilan distributif. Keadilan dalam

melaksanakan perjanjian lebih termanifestasi apabila kepentingan para pihak

terdistribusi sesui dengan hak dan kewajibannya secara proporsional.15

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari 18

Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan pasal 1864 KUH Perdata.

Secara garis besar, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata adalah perjanjian jual

beli, tukar menukar, sewa menyewa, kerja, perkumpulan, hibah, penitipan barang,

pinjam pakai bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa penanggung

utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum perjanjian-perjanjian diatas disebut

dengan istilah perjanjian nominaat. Di luar KUH Perdata dikenal pula perjanjian

lainnya, seperti perjanjian Joint Venture, Produce Sharing, Learning, Franchise,

perjanjian kerja sewa dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut unnonminaat

yaitu perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktak kehidupan

15
Purwahit Patric, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 27.

Universitas Sumatera Utara


masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun unnonminaat tidak

terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.16

Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka (open sistem)

yang mengandung kebebasan untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur

maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata secara tegas menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika dianalisa lebih

lanjut maka ketentuan Pasal tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk :17

2. membuat atau tidak membuat perjanjian

2. mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

4. menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau lisan.

Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata (Privat). Hukum ini memusatkan

perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (Self Limpoused

Obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena

pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian murni

menjadi tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perjanjian.18

Dalam suatu perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal dalam ilmu hukum

perdata. Kelima asas itu antara lain adalah, asas kebebasan berkontrak, asas

16
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung 1995, hal 29.
17
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996, hal 43.
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1994, hal 16

Universitas Sumatera Utara


konsialisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian.19

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa asas kebebasan berkontrak termaktub

dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai

kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas

menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Kebebasan berkontrak juga

ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu

kesepakatan ini dibuat harus bersifat bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila

diberikan berdasarkan kekuatan atau diperbolehnya dengan penipuan atau paksaan.20

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH

Perdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah

adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Asas

kepastian hukum yang lazim disebut juga dengan asas Pacta Sunt Servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Azas ini mensyaratkan

bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat

oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh

melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas

ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas itikad baik (good

19
Qirom A. Meliala, Pokok-pokok Hukum Perikatan beserta perkembangannya, Liberty
Yogyakarta, 1985, hal 18.
20
Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal 34.

Universitas Sumatera Utara


faith) tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang mengikatkan diri ke

dalam perjanjian tersebut. Asas itikad baik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian

yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, harus

memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik

mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang

objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang objektif. Asas

kepribadian (Rechtpersonality) merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya

dan kesediaannya untuk mengikatkan diri. Pernyataan kedua belah pihak yang

memiliki kesesuaian inilah yang disebut dengan kesepakatan (konsensus)21. Pasal

1337 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang

oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik dan ketertiban

umum. Penilaian terlarang dalam hal ini adalah apabila objek yang diperjanjikan

merupakan sesuatu yang terlarang, atau berlawanan dengan undang-undang,

kesusilaan baik dan ketertiban umum. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa

suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Peristiwa pengikatan diri

kedalam satu perjanjian ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara pihak-pihak

yang melakukan perjanjian yaitu berupa suatu perikatan yang mengandung janji atau

21
RM. Suryodiningrat, Asas-asas Hukum Perikatn,Tarsito, Bandung, 1985, hal 23.

Universitas Sumatera Utara


kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh para pihak yaitu pihak

yang berhak dan pihak yang berkewajiban.22

Dari rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah hubungan

hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua pihak atau lebih, dimana pihak

yang satu mengikatkan dirinya pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua berhak

untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama.

Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan tentang orang-orang yang dipandang tidak

cakap bertindak membuat perjanjian yaitu :

1. Orang yang belum dewasa sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 330 KUH

Perdata yaitu mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih

dahulu kawin.

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan sebagaimana yang dinyatakan oleh

Pasal 433 KUH Perdata yaitu mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah

setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dirinya sakit otak atau

mata gelap atau terlalu boros, sehingga tidak mampu bertanggung jawab atas

kepentingan sendiri karena itu dalam melakukan suatu perbuatan hukum mereka

diwakili oleh pengampunya (curator).23

3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan

pada umumnya semua orang pada siapa undang-undang telah melarang membuat

persetujuan-persetujuan tertentu. Hal ini termaktub dalam Pasal 1467 KUH

22
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 42.
23
Wirjono Prodjo Dikoro, Asas Hukum Perdata, SUMUR, Bandung, 1992, hal 7.

Universitas Sumatera Utara


Perdata bahwasannya antara suami isteri tidak diperbolehkan persetujuan jual beli

Pasal 1678 KUH Perdata juga menentukan bahwa antara suami-isteri selama

dalam ikatan perkawinan dilarang mengadakan penghibahan. Namun ketentuan

ini tidak berlaku terhadap hadiah-hadiah atau pemberian benda-benda bergerak

yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan penghibah.

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa, jual beli adalah suatu persetujuan,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang lain berjanji untuk membayar harga yang telah

diperjanjikan. Perikatan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak disebut sebagai

pembeli, sedangkan pihak yang lain dinamakan penjual. Yang dijanjikan oleh penjual

adalah penyerahan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang

dijanjikan oleh pihak lain adalah pembayaran harga yang telah disetujui, meskipun

tidak ada disebut dalam suatu pasal dari KUH Perdata, namun sudah semestinya

bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena jika berupa barang maka bukan

jual beli yang terjadi tetapi tukar menukar yang diserahkan oleh penjual kepada

pembeli adalah hak milik atas atas barang. Jadi bukan sekedar kekuasaan atau barang

tersebut yang harus dilakukan adalah penyerahan (Levering) secara yuridis24.

Penyerahan menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. Penyerahan barang bergerak, 2. Penyerahan barang tidak bergerak, 3.

Penyerahan atas piutang atas nama. Barang-barang yang menjadi objek perjanjian

harus cukup setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan
24
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, hal 12.

Universitas Sumatera Utara


diserahkan hak miliknya kepada pembeli. KUH Perdata juga mengenal beberapa

bentuk jual beli, misalnya jual beli yang dilakukan dengan percobaan, jual beli

dengan contoh, jual beli dengan angsuran dan jual beli dengan hak membeli kembali.

Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian, perjanjian jual

beli itu dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga barang.

Pada saat kedua belah pihak setuju dengan barang yang diperjual belikan dan juga

harga barang tersebut maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah, Pasal 1457 KUH

Perdata dengan tegas menyatakan, jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah

pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang harga barang, meskipun

barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

Di dalam perjanjian jual beli dikenal dua subjek yaitu penjual dan pembeli

atau produsen dan konsumen. Baik penjual maupun pembeli masing-masing

mempunyai hak dan kewajiban. Pasal 1470 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1476

KUH Perdata adalah peraturan istimewa, karena peraturan tersebut tidak melarang

jual beli pihak-pihak sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

undang-undang. Dalam persetujuan jual beli ada beberapa larangan jual beli terhadap

beberapa orang, larangan jual beli tersebut antara lain berlaku terhadap :

1. Suami-isteri (pasal 1467 KUH Perdata)

2. Para Hakim, jaksa, Panitera, Jurusita, Notaris dilarang bertindak sebagai pembeli

atas barang-barang yang menjadi pokok perkara yang sedang di sidangkan di

muka pengadilan.

Universitas Sumatera Utara


3. Pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak diperbolehkan

membeli untuk dirinya sendiri atau orang-orang perantara, barang-barang yang

dikuasai untuk dipelihara atau diurus oleh mereka (pasal 1469 KUH Perdata).

Selain subjek jual beli, maka ada yang disebut juga dengan objek jual beli yaitu

barang yang dijual atau dibeli.

Ada beberapa hal yang terpenting dalam objek jual beli yaitu :

1. Benda atau barang yang diperjual belikan

2. Harga barang yang menjadi objek jual beli

3. Memahami barang yang dijual

Pasal 1332 KUH Perdata menyatakan bahwa hanya barang-barang yang bisa

diperagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan. Dengan demikian apa saja

yang dapat dijadikan objek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan objek jual

beli. Dengan ketentuan benda yang menjadi objek jual beli tersebut sudah ada atau

tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat, “maka jual beli dianggap sah”.

Pasal 1513 KUH Perdata menyatakan bahwa pembeli wajib menyelesaikan pelunasan

harga bersamaan dengan penyerahan barang, pembeli yang menolak untuk membayar

harga barang berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH

Perdata).

Pasal 1474 KUH Perdata menyatakan tentang kewajiban penjual yang terdiri

dari 1. kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, 2.

kewajiban memberi jaminan bahwa barang yang dijualnya itu tidaklah mempunyai

sangkutan apapun, baik dalam bentuk tuntutan maupun pembebanan, Menurut Pasal

Universitas Sumatera Utara


1476 KUH Perdata, ongkos penyerahan barang ditanggung oleh penjual sedangkan

ongkos untuk datang mengambil barang tersebut dipikul oleh pembeli. Tapi tentu saja

jika diperjanjikan secara lain oleh kedua belah pihak dapat menyimpang dari Pasal

1476 KUH Perdata tersebut.

Pasal 1491 KUH Perdata menyatakan tentang kewajiban penjual menjamin

atau menanggung barang yang dijualnya dalam keadaan tentram dan damai dalam

kekuasaan pemilikan pembeli, tanpa kemungkinan diganggu oleh gugatan siapapun

juga menjamin bahwa barang tersebut tidak mempunyai cacat yang tersembunyi

terhadap cacat yang mudah terlihat oleh mata awam penjual tidak bertanggung jawab.

Pembeli bertanggung jawab sendiri atas suatu cacat dari barang yang mudah terlihat

atau memang nyata terlihat. Resiko jaminan penjual terhadap cacat tersembunyi

pembeli dapat mengajukan gugatan pembatalan jual beli, dengan prosedur menurut

ketentuan Pasal 1508 KUH Perdata yaitu.25

1. Jika cacatnya memang dari awal telah diketahui oleh penjual, maka pihak penjual

dalam hal ini berkewajiban mengembalikan harga kepada pembeli dengan

menambah pembayaran ganti rugi atas ongkos kerugian serta bunga.

2. Jika cacatnya memang benar-benar tidak diketahui oleh pihak penjual, maka

pihak penjual hanya berkewajiban untuk mengembalikan harga penjualan serta

ongkos yang dikeluarkan pembeli sewaktu membeli dan waktu penyerahan

barang.

25
IG. Ray Wijaja, Merancang Kontrak (Teori dan Praktak), Kesaint Blank, Jakarta, 2009, hal

Universitas Sumatera Utara


3. jika barang yang dibeli musnah sebagai akibat cacat yang tersembunyi, maka

pihak wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli.

Di dalam perjanjian kerja sama jual beli kelapa sawit antara PTPN I sebagai

pihak penjual dan PT. Bangun Sempurna Lestari sebagai pihak pembeli maka

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1457 KUH Perdata tentang saat lahirnya jual

beli, Pasal 1470 sampai dengan Pasal 1476 tentang syarat-syarat jual beli dan juga

larangan terhadap pihak-pihak tertentu untuk mengadakan jual beli harus dipatuhi

oleh para pihak dalam praktak pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar (TBS)

kelapa sawit. Dalam hal terjadi kerja sama berkesinambungan atas pelaksanaan jual

beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit tersebut para pihak dapat mengatur

praktak pelaksanaannya dalam klausul perjanjian, khususnya mengenai jangka waktu

perjanjian kuantitas dan kualitas objek jual beli yang diperjanjikan dalam setiap tahap

jual beli dan ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang kesinambungan

pelaksanaan perjanjian jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit berkaitan

dengan penentuan isi perjanjian jual beli TBS kelapa sawit, hendaknya dibedakan

dengan causa (tujuan) perjanjian. Causa perjanjian sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dihubungkan dengan Pasal 1335 Juncto Pasal

1337 KUH Perdata, diartikan sebagai tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para

pihak dalam hubungan perjanjian yang mereka buat, sedangkan isi perjanjian terkait

dengan penentuan sifat serta luasnya hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan

Universitas Sumatera Utara


perjanjian para pihak terkait dengan substansi hak dan kewajiban yang Saling

dipertukarkan oleh para pihak.26

Pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat

dilaksanakan dengan sukarela atau dengan itikad baik oleh masing-masing pihak.

Namun dalam kenyataannya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak sering

kali menimbulkan sengketa/perselisihan. Untuk itu diperlukan suatu pranata hukum

untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Pola penyelesaian sengketa/perselisihan

dalam bidang perjanjian dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian besar yaitu :

1. Melalui jalur musyawarah mufakat yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak

2. Melalui jalur mediasi dengan menggunakan mediator, atau melalui jalur alternatif

penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution)

3. Melalui jalur Litigasi (Pengadilan)

2. Konsepsi

Konsep merupakan yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,

seperti asas dan standar, oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep

menunjukkan salah satu dari hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum konsep

adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang

berjalan dalam pikiran peneliti untuk keperluan analisis.27 Kerangka konsepsional

26
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proposionalitas dalam Kontrak
Komersial),Lambang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal 199.
27
Sajipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti Bandung, 1996, hal 397.

Universitas Sumatera Utara


mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai

dasar penelitian hukum perjanjian jual beli.28

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari teori. Dalam suatu

penelitian, konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak

menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan defenisi operasional, pentingnya

defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau

penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, oleh karena itu dalam

penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

1. Perjanjian kerja sama adalah suatu hubungan hukum antara PTPN I dengan PT.

Bangun Sempurna Lestari dalam hal pelaksanaan jual beli Tandan Buah Segar

(TBS) kelapa sawit secara berkesinambungan dalam suatu jangka waktu yang

telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

2. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu (PTPN I) selaku

penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan kepada pihak

yang lain (PT. Bangun Sempurna Lestari) selaku pihak pembeli yakni berupa hak

kebendaan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan pihak yang lain (PT.

Bangun Sempurna Lestari) tersebut akan membayar harga benda/barang yang

telah diserahkan oleh PTPN I sesuai harga yang disepakati bersama dalam

perjanjian.

28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat,
Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal 7.

Universitas Sumatera Utara


3. Tandan Buah Segar (TBS) adalah suatu istilah yang umum digunakan dalam

penyebutan buah kelapa sawit yang telah dipanen dan sekaligus merupakan

kualitas buah kelapa sawit yang masih segar/baik.

4. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah suatu bangunan pabrik yang digunakan untuk

melakukan pengolahan terhadap buah kelapa sawit yang telah dipanen untuk

dijadikan bahan baku pembuatan minyak crude palm oil (CPO), margarine,

kosmetik, farmasi, dan juga bahan bakar.

5. Klausula perjanjian adalah butir perjanjian yang dibuat secara tertulis yang

memuat syarat-syarat dan ketentuan pelaksanaan jual beli antara PTPN I dan PT.

Bangun Sempurna Lestari yang merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak

yang dibuat secara profesional, adil dan seimbang.

6. Perselisihan adalah suatu keadaan hukum dimana terjadi perbedaan pendapat

(opini) antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa

sawit yang membutuhkan suatu penyelesaian secara hukum pula.

7. Wanprestasi adalah suatu keadaan hukum dimana salah satu pihak ingkar

janji/cidera janji sehingga menimbulkan akibat hukum suatu kerugian kepada

pihak lain yang terlibat didalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit

tersebut.

8. Hak dan kewajiban adalah suatu keadaan hukum yang melahirkan prestasi di satu

sisi dan kontraprestasi di sisi lain yang wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak

yang terlibat didalam perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit tersebut.

Universitas Sumatera Utara


G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan

terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan

yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya. Sifat dari penelitian ini

adalah deskripsi analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini adalah diharapkan

diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan

diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan

dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder

yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan

yang terdiri dari.

1. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan

perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah Kitab

Undang-undang Hukm Perdata (KUH Perdata) dan perjanjian kerjasama antara

PTPN 1 dengan PT. Bangun Sempurna Lestari.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya

ilmiah hukum tentang hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian jual beli

pada khususnya.

Universitas Sumatera Utara


3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,

ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder (bahan hukum) dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Alat pengumpulan

data yang digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder,

dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data

primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu

dalam penelitian ini juga dilakukan pengumpulan data primer dengan teknik

wawancara, menggunakan pedoman wawancara terhadap pimpinan pemasaran PTPN

I dan Kepala bagian pemasaran PT. Bangun Sempurna Lestasri yang dalam penelitian

ini mempunyai kapasitas sebagai informan dan narasumber.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.29 Di

dalam penelitian hukum normatif maka analisis pada hakekatnya berarti kegiatan

untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi

berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut, untuk

29
Bambang Suggono, Metode Penelitian Huluan, raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal
106.

Universitas Sumatera Utara


memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.30 Sebelum analisis terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan (bahan

hukum primer, sekunder dan tertier) untuk mengetahui validitasnya, setelah itu

keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi

yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian itu dengan tujuan

untuk memperoleh jawaban yang baik pula. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum

tertulis yang digunakan adalah klausul perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit ,

hukum perjanjian jual beli sebagaimana yang termuat dalam KUH Perdata, literatur-

literatur dan karya ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian

ini, yang dijadikan pedoman untuk menghasilkan jawaban yang selaras dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode logika

deduktif yaitu penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum (kaidah

hukum yang terdapat dalam KUH Perdata) menuju hal-hal yang bersifat khusus

(Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL.

30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai