OLEH:
KELOMPOK 2 TINGKAT 3.2
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
A. LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
a) Pengertian
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi
yang artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension
(ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala
kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks
dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2013).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal
tinggi sampai hipertensi maligna. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer, 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolnya diatas 90 mmHg (Brunner and
Suddarth, 2012).
Hipertensi adalah peningkatan sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu,
tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stress yang dialami
(Tambayong, 2000).
b) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua :
1. Hipertensi Esensial yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebabnya
dan meliputi 90 % dari seluruh penderita hipertensi, faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain
a. Genetik
Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan bahwa
kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantara menderita
hipertensi. Pada 70 % kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat
hipertensi esensial.
b. Usia
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
c. Obesitas
Adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah
mengakibatkan penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan
aktivitas saraf simpatik yang mengakibatkan peningkatan
vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi dimana hal tersebut dapat
merangsang medula adrenal untuk mensekresi epinerpin dan
norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.
d. Hiperkolesterol
Lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan plaque
pada pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan penyempitan
dan pengerasan yang disebut aterosklerosis.
e. Asupan Natrium meningkat (keseimbangan natrium)
Kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan pertama
yang ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi Na+ diikuti
dengan ekspansi volume darah dan kemudian peningkatan output
jantung. Autoregulasi perifer meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan berakhir dengan HT.
f. Rokok
Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran adrenalin
yang merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu asap
rokok mengandung karbon monoksida yang memiliki kemampuan
lebih kuat dari pada Hb dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan
kekurangan oksigen termasuk ke jantung.
g. Alkohol
Penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis kolesterol
dari asetil ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis dalam arteri
kecil.
h. Obat-obatan tertentu atau pil anti hamil
Pil anti hamil mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi
garam dan air, serta dapat menaikkan kolesterol darah dan gula darah.
i. Stres psikologis
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin
yang tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri koroner
sehingga suplay darah ke otot jantung terganggu. Stres dapat
mengaktifkan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten.
2. Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya :
a. Penyakit ginjal
Kerusakan pada ginjal menyebabkan renin oleh sel-sel
juxtaglomerular keluar, mengakibatkan pengeluaran angiostensin II
yang berpengaruh terhadap sekresi aldosteron yang dapat meretensi
Na dan air.
b. Diabetes Mellitus
Disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam waktu yang sama
mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang
menimbulkan arterosklerosis meningkatkan tekanan darah.
c) Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokintriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural
dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2002)
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi ekskresi pada renin
yang berkaitan dengan angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat
meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal
tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan
tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. (Bruner & Suddhart, 2012, hal. 898).
Pathways
d) Klasifikasi
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2002) terdiri dari:
1. Stadium 1 (ringan)
Tekanan sistolik antara 140 – 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99
mmHg.
2. Stadium 2 (sedang)
Tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 –
109 mmHg.
3. Stadium 3 (berat)
Tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 –
119 mmHg.
4. Stadium 4 (sangat berat)
Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik
antara > 120 mmHg.
Menurut JNC VII (2003), tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni
normal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi
ini didasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan
darah, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap
kunjungan berobat.
Category Systole (mmHg) Diastole
(mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal <130 dan <85
Normal Tinggi (pre 130-139 atau 85-89
hipertensi)
Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 atau 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 atau ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi (Isolated Systolic Hypertension) didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik di bawah
90 mmHg. Sedangkan JNC VII mengklasifikasikan hipertensi pada orang
berusia 18 tahun ke atas sebagai berikut (tabel 2).
e) Tanda Gejala
Menurut Tambayong (2000) gejala dan tanda dapat dikarakteristikkan sebagai
berikut :
1. Sakit kepala
2. Nyeri atau berat di tengkuk
3. Sukar tidur
4. Mudah lelah dan marah
5. Tinnitus
6. Mata berkunang-kunang
7. Epistaksis
8. Gemetar
9. Nadi cepat setelah aktivitas
10. Sesak napas
11. Mual, muntah
f) Faktor Risiko
1. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
2. Pria usia 35-55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
3. Kebanyakan mengonsumsi garam/nutrium
4. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh
beberapa hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum
meningkat, kafein, dan diabetes mellitus.
5. Faktor emosional dan tingkat stres
6. Gaya hidup yang monoton (malas berolahraga atau malas beraktivitas)
7. Kegemukan
g) Komplikasi
Komplikasi menurut Tambayong (2000) yang mungkin terjadi pada
hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Payah jantung (gagal jantung)
2. Pendarahan otak (stroke)
3. Hipertensi maligna : kelainan retina, ginjal dan cerabrol
4. Hipertensi ensefalopati : komplikasi hipertensi maligma dengan gangguan
otak.
5. Infark miokardium
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen kemiokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
6. Gagal ginjal
Karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler
ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke
unit-unit fungsional ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein
akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik.
h) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa
hipertensi menurut Doenges (2010) antara lain :
1. BUN / Kreatinin: Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
2. Glukosa: Hiperglikemia (Diabetes Mellitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
3. Hemoglobin / Hematokri: Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
4. Kalium serum: Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum: Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin / serum: Untuk mengkaji aldosteronismeprimer
(penyebab).
9. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan/atau adanya diabetes.
10. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko
terjadinya hipertensi.
11. Steroid urin: Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau difungsi pituitari, sindrom cushing’s, kadar renin
dapat juga meningkat.
12. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
13. VMA Urine (metabolit katekolamin): Kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urine 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositomabila hipertensi hilang timbul.
14. Foto dada: Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup;
deposit pada dan/atau takik aorta; perbesaran jantung.
15. CT
scan: Mengkaji tumor cerebral, CSV, ensefalofati atau
feokromositoma.
16. EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
i) Penatalaksanaan
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1. Pengobatan hipertensi sekunder mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan obat hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan seumur
hidup.
4. Pengobatan dengan menggunakan standar triple therapy (STT) terdiri
dari:
a. Diuretik, misalnya : tiazid, furosemid, hidroklorotiazid.
b. Betablocker : metildopa, reserpin.
c. Vasodilator : dioksid, pranosin, hidralasin.
d. Angiotensin, Converting Enzyme Inhibitor.
5. Modifikasi gaya hidup, dengan :
a. Penurunan berat badan.
b. Pengurangan asupan alkohoL.
c. Aktivitas fisik teratur.
d. Pengurangan masukan natrium.
e. Penghentian rokok.
Terapi / Penanganan
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat ditempuh dengan cara
sebagai berikut.
Pengendalian Faktor Risiko
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor
risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai
berikut: Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan,
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight). Dengan demikian obesitas harus
dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
Mengurangi asupan garam didalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok
teh) per hari pada saat memasak.
Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
Melakukan olah raga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 34 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat
mengontrol tekanan darah.
Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada
studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai
ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan
kebiasaan merokok
Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita.
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang
sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditarnbahkan
selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat anti hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi
timbulnya komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
anti hipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Jenis-jenis obat antihipertensi :
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan dan berefek
turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan
pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf
simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh
obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik
adalah : metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang
dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah
kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan
kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat
ini golongan ini jarang digunakan.
Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan
bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati,
karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula
darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat
membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk
dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek
samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah
pusing dan sakit kepala.
Penghambat enzim konversi angiotensin
Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril. Efek
samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
Antagonis kalsium
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas).
Yang termasuk golongan obat ini adalah: nifedipin, diltizem dan
verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Penghambat reseptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk .golongan ini
adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah
sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistimatis
untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan
keluarga,melaksanakan asuhan keperawatan ,serta implementasi keperawatan
terhadap keluarga sesuai rencana yang telah direncanakan /dibuat serta
mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan .
1. Tahap pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan
informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya.
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga yang terdiri dari beberapa tahap meliputi :
a. Pengumpulan data, yaitu :
1) Data umum :
Identitas Kepala Keluarga
Nama atau inisial kepala keluarga, umur, alamat dan telepon
jika ada, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga,
komposisi keluarga yang terdiri dari atas nama atau inisial,
jenis kelamin, umur, hubungan dengan kepala keluarga,
agama, pendidikan statsu imunisasi dan genogram dalam tiga
generasi.
Tipe keluarga
Menjelaskan jenis tipe keluraga ( tipe tradisional atau tipe
keluarga nontradisional)
Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa atau kebiasaan – kebiasaan terkait
dengan kesehatan
Agama
Mengkaji agama dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga
yang dapat memengaruhi kesehatan
Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan
seluruh anggota keluarga baik dari kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi
keluarga ditentuka pula oleh kebbutuhan – kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga.
Aktivitas rekreasi
Rekreaasi keluarga tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi, tetapi
juga penggunaan waktu luang atau senggang keluarga
2) Riwayat dan tahap Perkembangan Keluarga :
Tahap perkembangan keluarga saat ini
Menurut Duvall, tahap perkembangan keluaraga ditentukan
dengan anak tertua dari keluarga inti dan mengkaji sejauh
mana keluarga melaksanakan tugas tahap perkembangan
keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum
terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya
Riwayat kesehatan keluarga inti
Menjelaskan riwayat kesehatan masing-masing anggota pada
keluarga inti, upaya pencegahan dan pengobatan pada
anggota keluarga yang sakit, serta pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan
Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya
Menjelaskan kesehatan keluarga asal kedua orang tua
3) Data lingkungan :
Karakteristik dan denah rumah
Menjelaskan gambaran tipe rumah, luas bangunan ,
pembagian dan pemanfaatan ruang, ventilasi, kondisi rumah,
tata perabotan, kebersihan dan sanitasi lingkungan, ada atau
tidak sarana air bersih dan sistem pembuangan limbah
Karakteristik tetangga dan komunitasnya
Menjelaskan tipe dan kondisi lingkungan tempat tingga,,
nilao dan norma atau aturan penduduk setempat serta budaya
setempat yang memengaruhi kesehatan
Mobilitas Keluarga
Ditentukan dengan apakah keluarga hidup menetap dalam
satu tempat atau mempunyai kebiasaan berpindah-pindah
tempat tingga
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul atau berinteraksi dengan masyarakat lingkungan
tempat tinggal
Sistem pendukung keluarga
Sumber dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial
ataudukungan masyarakat setempat serta jaminan
pemeliharaan kesehatan yang dimiliki keluarga untuk
meningkatkan upaya kesehatan
4) Struktur keluarga :
Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga
menggunakan sistem tertutup atau terbuka, kualitas dan
frekuensi komunikasi yang berlangsung serta isi pesan yang
disampaikan
Struktur kekuatan keluarga
Mengkaji model kekuatan keluarga atau kekuasaan yang
digunakan keluarga dalam membuat keputusan
Struktur dan peran keluarga
Menjelaskan peran dari masig-masing anggota keluarga
secara formal maupun informal
Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan nilai norma yang dianut keluarga dengan
kelompok atau komunitas serta bagaimana nilai dan norma
tersebut memengaruhi status kesehatan keluarga
5) Fungsi keluarga
fungsi afektif
Mengkaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, dukungan anggota keluraga,
hubungan psikososial dalam keluarga, dan bagaimana
keluaraga mengembangkan sikap saling menghargai
fungsi sosial
Menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, nilai, norma dan
budaya serta perilaku yang berlaku di keluarga dan
masyarakat
fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan
Sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian dan
perlingdungan terhadap anggota keluarga yang sakit.
Pengetahuan keluarga mengenai sehat – sakit, kesanggupan
keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga,
yaitu :
a) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Sejauh mana keluarga mengenal fakta-fakta dari amsalah
kesehatan meliputi pengertian, tanda dan gejala,
penyebab, dan yang memengaruhi serta persepsi
keluarga terhadap masalah
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah, apakah maslaah dirasakan, menyerah
terhadap masalah yang dialami, takut akan akibat dari
tindakan penyakit, mempunyai sifat negative terhadap
masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas kesehatan
yang ada, kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
yang ada dan mendapat informasi yang salah terhadap
tindakan dalam mengattasi masalah.
c) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya,
mengetahui tentang sifat perkembangan perawatan yang
dibutuhkan, mengetahui sumber-sumber yang ada dalam
keluarga, mengetahui keberadaan faasilitas yang
diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga terhadap
yang sakit
d) Mempertahanan suasana rumah yang sehat
Sejauh mana keluarga mengetahui sumber – sumber
yang dimiliki keluarga, keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan, mnegetahui pentingnya
hygiene sanitasi dan kekompakan antar anggota keluarga
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apakah keluarga mengetahui keberdaan fasilitas
kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga terhadap
petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut
terjangkau oleh keluarga
fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota
keluarga, metode apa yang digunakan keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga
fungsi ekonomi
Menjelaskan bagaimana upaya keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sendang, pangan dan papan serta pemanfaatan
lingkungan rumah untuk meningkatkan penghasilan keluarga.
6) Stress dan Koping keluarga :
Stresor jangka pendek dan panjang
Stresor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga
yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6
bulan. Stressor jangka panjang yaitu stressor yang saat ini
dialami yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan
Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor
Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi
stressor yang ada
Strategi koping yang digunakan
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan
Strategi adaptasi disfungsional
Menjelasakan adaptasi disfungsional ( perilaku keluarga yang
tidak adaptif) katika mengahadapi masalah
7) Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga tidak
berbeda jauh dengan pemeriksaan fisik pada klien di klinik atau
rumah sakit yang meliputi pemeriksaan fisik head to toe dan
pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Head To Toe
Melakukan pemeriksaan kepala dan leher :
Kepala :
a. Mengamati bentuk kepala
b. Kulit kepala
c. Meraba ubun-ubun dan adanya benjolan
Wajah :
a. Warna kulit wajah ( pucat, kemerahan, kebiruan)
b. Ekspresi wajah
c. Stuktur wajah ( simetris/tidak), (ada sembab/tidak)
Mata :
a. Mengamati kelengkapan dan kesimestrisan mata, pupil,
kornea, iris, konjunctiva, sclera
b. Amati dan palpasi kelopak mata (ada edema, lesi, ptosis)
c. Melakukan test ketajaman pengelihatan dengan kartu Snellen.
d. Mengukur tekanan bola mata dengan tonometer.
e. Melakukan test luas pandang.
Hidung:
a. Mengamati tulang hidung ada bengkokan atau tidak).
b. Mengamati lubang hidung (ada sumbatan/secret/
perdarahan/tidak).
Telinga:
a. Mengamati dan meraba bentuk telinga, ukuran telinga,
ketegangan daun telinga.
b. Mengamati lubang telinga (kalau perlu menggunakan
otoskop) ada benda asing / serumen / perdarahan / tidak.
c. Kalau perlu melakukan test pendengaran dengan garpu tala.
Leher:
a. Mengamati dan meraba posisi trachea, kelenjar tiroid.
b. Memerhatikan adakah perubahan suara dan mencari
penyebabnya.
c. Mengamati dan meraba adanya pembesaran kelenjar limfe,
vena jugularis, denyut nadi karotis.
Pemeriksaan jantung:
a. Inspeksi dan palpasi: mengamati adanya pulsasi, ictus cordis.
b. Perkusi menentukan batas jantung.
c. Auskultasi: BJ I, II, III, murmur.
Anus:
a. Mengamati lubang anus ada / tidak, kelainan pada anus,
perineum ada / tidak jahitan, benjolan, pembengkakan.
b. Meraba konsistensi nyeri.
8) Harapan keluarga
a. Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
b. `Pada analisa data, kegiatan yang dilakukan yaitu menetapkan
masalah kesehatan keluarga yang diangkat dari lima tugas
keluarga, yaotu :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
5. Menggunakan fasilitas ksehatan yang ada di masyarakat
2. Analisa data
Analisa data bertujuan untuk mengetahui masalah kesehatan yang
dialami oleh keluarga. Dalam menganalisis data dapat menggunakan
Typologi masalah dalam family healt care.
Permasalahan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a) Ancaman kesehatan adalah : keadaan yang dapat memungkinkan
terjadinya penyakit,kecelakaan atau kegagalan dalam mencapai potensi
kesehatan.
Contoh :
(1) Riwayat penyakit keturunan dari keluarga seperti hipertensi
(2) Masalah nutrisi terutama dalam pengaturan diet
b) Kurang atau tidak sehat adalah : kegagalan dalam memantapkan
kesehatan.
Contoh:
(1) Adakah didalam keluarga yang menderita penyakit hipertensi
(2) Siapakah yang menderita penyakit hipertensi
c) Krisis adalah : saat- saat keadaan menuntut terlampau banyak dari
indivdu atau keluarga dalam hal penyesuaian maupun sumber daya
mereka.
Contoh :
Adakah anggota keluarga yang meninggal akibat hipertensi.
3. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatann adalah penilaian klinik tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual dan potensial ( Allen, 1998). Diagnosa keperawatan
keluarga dirumuskan berdasarkan data yang di dapatkan pada pengkajian,
komponene diagnosa keperawatan meliputi :
a. Problem atau masalah
Adalah : suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b. Etiologi atau penyebab
Adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan
mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu :
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi dari
diagnosis keperawatan keluarga adalah adanya:
1) Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesalahan
persepsi)
2) Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
3) dan ketidakmampuan (kurangnya ketrampilan terhadap suatu
prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga baik
finansial, fasilitas, sistem pendukung, lingkungan fisik dan
psikologis)
c. Tanda ( sign) dan Gejala ( symptom )
Adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat
dari keluarga secara langsung atau tidak langsung
Tipologi diagnosa keperawatan meliputi :
a. Diagnosa aktual adalah masalah keperawatan yang sedang
dialami oleh keluaga dan memerlukan bantuan dari perawat
dengan cepat
b. Diagnosa resiko/resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang
belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan
aktual dapat terjadi cepat apabila tidak segera mendapat bantuan
perawat
c. Diagnosa potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga
ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya
dan mempunyaai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat ditingkatkan.
2. Kemungkinana masalah
dapat diubah :
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1 2
Tidak dapat 0
4. Menonjolkan masalah :
Masalah berat harus 2
segera ditangani
Ada masalah, tetapi 1 1
tidak perlu harus
segera ditangani
Masalah tidak
dirasakan 0
4. Perencanaan
Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan
yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan
masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Nasrul
Effendi,1998 : 54 )
Langkah-langkah dalam rencanaa keperawatan keluarga adalah :
a. Menentukan sasaran atau goal
Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan alhir yang akan
dicapai melalui segala upaya, dimana masalah ( problem) digunakan
untuk merumuskan tujuan akhir ( TUM)
b. Menentukan tujuan atau objektif
Objektif merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih
terperinci tentang hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan
yang akan dilakukan, dimana penyebab (etiologi) digunakan untuk
merumuskan tujuan (TUK)
c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan.
Dalam memilih tindakan keperawatan sangat tergantung kepada sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk memecahkan
masalah.
d. Menentukan kriteria dan standar kriteria
Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunkan untuk
mengukur pencapaian tujuan, sedaangkan standar menunjukkan
tingkat perfomance yang diinginkan untuk membandingkan bahwa
perilaku yang menjadi tujuan tindakan keperawatan te;ah tercapai.
Standar mengacu kepada lima tugas keluargaa sedangkan kriteria
mengacu kepada 3 hal, yaitu :
1. Pengetahuan ( kognitif)
Intervensi ini ditujukan untuk memberikan informasi, gagasan,
motivasi, dan saran kepada keluarga sebagai target asuhan
keperawatan.
2. Sikap (afektif)
Intervensi ini ditujukan untuk membantu keluarga dalam berespon
emosional, sehingga dalam keluarga terdapat perubahan sikap
terhadap masalah yang dihadapi
3. Tindakan (psikomotor)
Intervensi ini ditujukan untuk membantu anggota keluarga dalam
perubahan perilaku yang merugikan ke perilaku yang menguntungkan.
Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan adalah :
- Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah dan mempunyai jangka
waktu yang sesuai dengan kondisi klien
- Kriteria hasil hendaknya dapat diukur
- Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang
dimiliki oleh keluarga dan mengarah kepada kemandirian klien
sehingga tingkat ketergantungan dapat diminimalisasi
Aulia Sani; Harmani Kalim. 2008. Diagnosis dan tatalaksana hipertensi, sindrom
koroner akut, dan gagal jantung. Jakarta : Medya crea.
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Vol 2.
Jakarta : EGC.
Doenges Marilynn E., et. al. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI.
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition.
Oxford: Oxford University Press.