Anda di halaman 1dari 29

Mild Cognitive Impairment

Ranjan Duara, David A. Lowenstein, Clinton Wright, Elizabeth Crocco, Daniel Varon

Pendahuluan
Sebagian besar penyakit melalui sebuah stadium transisional (misalnya “pre-diabetes” dan
“pre-hipertensi) sebelum berkembang gejala klinis yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria
pasti diagnosis yang dibuat dengan ketentuan yang beralasan. Menjadi semakin penting untuk
memulai terapi penyakit progresif lambat pada stadium lebih awal, sehingga terapi mungkin
memiliki pengaruh lebih besar dan mencegah atau memperlambat transisi ke stadium yang lebih
berat dari penyakit. Saat ini, terapi yang memodifikasi penyakit tidak tersedia untuk penyakit
degeneratif otak, yang merupakan faktor etiologi utama mild cognitive impairment (MCI) dan
dementia. Terapi efektif yang saat ini tersedia adalah untuk mencegah kerusakan serebrovaskuler
dan intervensi untuk faktor risiko modifiabel yang dapat mengubah perjalanan penyakit, dengan
mencegah lesi vaskuler baru berkembang. Oleh karena itu, prevensi sekunder tetap pilihan utama
untuk memberikan pengaruh terapetik terukur untuk penyakit yang mendasari, dengan deteksi
lebih awal pada stadium MCI (atau bahkan stadium lebih awal). Tujuan bab ini adalah untuk
memungkinkan klinisi untuk: (a) mengenali dan mendiagnosis MCI dan subtipe kognitifnya, (b)
mendiagnosis etiologi yang mungkin dari sindrom MCI, (c) memahami faktor risiko dan cara
perkembangannya, dan (d) diinformasikan tentang metode optimal yang tersedia untuk treatment
dan prevensi progresi sindrom MCI.

Definisi
Istilah mild cognitive impairment (MCI) pertama kali dideskripsikan oleh Reisgerg pada
1982 sebagai kondisi yang berkaitan dengan peningkatan risiko progresi dementia. Meskipun
demikian, Kriteria Mayo untuk MCI dipublikasikan oleh Petersan dkk, yang menghasilkan
penggunaan meluas istilah ini. Semula didesain untuk diagnosis kondisi penyakit pre-Alzeimer,
istilah MCI sekarang secara luas digunakan untuk menggambarkan fase predementia dari
banyak penyakit yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi dementia.
KRITERIA PETERSEN UNTUK
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT

1. Keluhan memori, dikuatkan oleh seorang informan


2. Bukti gangguan memori objektif sesuai usia pasien,
diperiksa dengan pemeriksaan neuropsikologis (paling
sering diperiksan menggunakan tes seperti Memory for
Passages-Delayed Recall dari Weschler Memory
Scale, list learning test dari ADAS-Cog atau Rey
Auditory Verbal Learning test)
3. Kognisi global yang terpelihara (paling sering
ditetapkan dengan skor Mini-Mental State Exam
(MMSE) 26/30 atau lebih).
4. Aktivitas sehari-hari (ADLs) yang pada dasarnya utuh.
5. Ketiadaan dementia.

Grandman dkk, mengajukan adaptasi dari kriteria Petersen, untuk meningkatkan reliabilitas jika
kriteria ini digunakan untuk penelitian klinis, sebagai berikut:
1) Keluhan memori, dikuatkan oleh seorang informan.
2) Fungsi memori abnormal pada subtes Logical Memory II dari Wechsler Memory Scale.
3) Fungsi kognitif umum yang normal berdasarkan penilaian klinis dan skor MMSE 24/30 atau
lebih.
4) Tidak ada atau minimal gangguan fungsi (skor Clinical Dementia Rating global 0,5).
Kriteria yang diadaptasi dapat dioperasionalkan untuk penggunaan klinis umum, seperti
ditunjukkan tabel 6.1.

Tabel 6.1 Kriteria Amnestic Mild Cognitive Impairment


Operasionalisasi dari kriteria formal
Kriteria Formal
pada praktik klinis
Keluhan memori, dikuatkan oleh seorang Interview dengan informan
informan
Gangguan memori objektif sesuai usia dan Skor di bawah cut-off usia dan pendidikan
pendidikan pada tes neuropsikologis (misal logical
memory II subscale [recall paragraph yang
tertunda] dari Wechsler Memory Scale)
Fungsi kognitif umum utuh secara luas Skor Mini Mental State Examination antara 24
dan 30 (inklusif)
Aktivitas sehari-hari yang pada dasarnya Kapasitas kognitif dan fungsional tidak cukup
terpelihara terganggu untuk diagnosis dementia
Bukan dementia Clinical Dementia Rating 0.5

Subtipe Mild Cognitive Impairment


Heterogenitas MCI merupakan konsekuensi dari banyak faktor, termasuk penggunaan
metodologi untuk klasifikasi MCI, etiologi yang mendasari sindrom MCI dan kondisi premorbid
pasien, termasuk tingkat pendidikan, latar belakang kultural dan kondisi umum serta status
neurologis dan psikiatri. Secara luas, MCI dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk predominan
dari gangguan kognitif (misalnya MCI amnestik atau non amnestik), etiologi yang dicurigai
(misalnya penyakit Alzheimer, gangguan kognitif vaskuler, penyakit Lewy body) atau laju
progresi defisit kognitif (progresif versus non progresif, atau bahkan MCI reversibel). MCI
amnestik dan non amnestik dapat masing-masing dibagi lebih jauh menjadi MCI domain single
atau multipel. MCI amnestik multidominan (aMCI) membutuhkan gangguan memori dan satu
atau lebih domain non memori; MCI non amnestik multidominan (naMCI) membutuhkan
gangguan pada dua atau lebih domain non memori, seperti atensi/fungsi eksekutif, bahasa dan
memproses visuospasial. Gangguan pada memori episodik tidak jarang bersamaan dengan defisit
kognitif lain. Bentuk amnestik murni dari MCI terjadi kira-kira sepertiga kasus MCI, dan
kelompok MCI single yang terbanyak ditandai dengan gangguan pada memori dan satu atau
lebih domain non memori.
Penelitian longitudinal pada klinik gangguan memori menunjukkan laju progresi dari MCI
menjadi penyakit Alzheimer (AD) sebesar 12-15% per tahun, dengan laju rendah reversal
(kurang dari 5% per tahun), sementara penelitian epidemiologis berbasis komunitas menujukkan
penurunan laju konversi (5-10% per tahun) dan laju yang lebih tinggi reversal (hingga 25% per
tahun). Penemuan ini menunjukkan bahwa faktor selain hasil tes kognitif per se, seperti
gangguan ringan kemampuan fungsional yang diamati keluarga dan teman atau teman kerja
adalah penentu kuat laju progresi masa depan.

Patofisiologi
Sebuah transisi antara stadium predementia, kognitif normal dan tegak dementia,
tampaknya ada untuk sebagian besar penyakit dementia yang dapat dikenal. Penggunaan kriteria
yang berbeda untuk mendiagnosis MCI mengakibatkan tingkat prevalensi MCI 1-3 % pada
populasi di atas 65 tahun. Meskipun demikian, terlepas dari kriteria yang digunakan, pasien yang
didiagnosis MCI, ditemukan memiliki kemungkinan tinggi progresi menjadi dementia dan sering
menjadi penyakit Alzheimer’s.
Entitas patologik paling banyak diteliti yang menyebabkan sindrom MCI adalah AD.
Perubahan patologis yang dihubungkan dengan penyakit ini dapat muncul satu dekade atau lebih
sebelum onset tanda dan gejala klinis, termasuk deposisi protein beta amiloid pada neokorteks.
Walaupun deposisi amiloid itu sendiri dapat mengakibatkan defisit kognitif ringan, ini
merupakan fase neurodegenerative dari AD yang menghasilkan defisit pada delayed memori
yang khas pada penyakit ini. Defisit pada delayed recall test disebabkan oleh keterlibatan
neurodegeneratif struktur medial temporal seperti korteks entorhinal (entorhinal cortec/ERC)
dan sektor CA1 dan subiculum dari hipokampus (HP). Plastisitas otak dan efek cadangan
kognitif memungkinkan pasien dengan stadium patologis lanjut dari penyakit (misal stadium
Braak V atau VI) untuk sembuh dari gejala kognitif dan defisit fungsional. Faktanya, pada satu
penelitian, kira-kira 30% individu yang memenuhi kriteria neuropatologis untuk AD pada
autopsi tidak mengalami dementia sepanjang hidupnya. Pada penelitian longitudinal lain, hampir
semua pasien yang diklasifikasikan sebagai MCI selama hidup ditemukan memiliki patologi
neurodegeneratif pada autopsi. Pada kira-kira 30% kasus, tampak patologi lain selain AD, seperti
Lewy bodies, penyakit argyrophilic grain, sklerosis hippocampal, dan/atau penyakit
cerebrovaskuler.
Konsep vascular cognitive impairment (VCI) telah berkembang selama beberapa dekade
dengan kemajuan pada computed tomography (CT) kepala dan khususnya magnetic resonance
imaging (MRI) yang memungkinkan deteksi lebih besar dari kerusakan vaskuler. Karena
penyakit vaskuler lazim terjadi pada orang tua, lesi vaskuler sering bercampur dengan patologi
Alzheimer. Konsep VaMCI berkembang karena kerusakan vaskuler subklinis, seperti lesi
substansia alba, infark, dan mikrohemoragik ditemukan berhubungan dengan konsekuensi
kognitif, bahkan dengan tiadanya kejadian klinis seperti stroke. Bukti dari penelitian berbasis
populasi luas menunjukkan bahwa kerusakan vaskuler subklinis dengan spektrum gangguan
kognitif mulai dari perubahan ringan menjadi MCI (manifestasi seringkali disfungsi eksekutif
dibanding kelainan amnestik) menjadi dementia.
Gangguan vaskuler adalah penyebab penting dari dan kontributor terhadap perkembangan
VaMCI, walaupun volume dan lokasi jaringan yang keduanya perlu dan cukup untuk
menyebabkan gangguan belum ditetapkan. Sebagai contoh, infark kecil “strategik” pada
thalamus anterior dan area lain dapat mengakibatkan gangguan amnestik dengan berat bervariasi,
dan infark kecil pada lokasi lain dapat mengakibatkan defisit yang berhubungan dengan fungsi
yang dikaitkan dengan daerah tersebut. Namun, baik volume maupun jumlah infark diketahui
dihubungkan dengan risiko dementia. Demikian juga volume lesi substansia alba yang cukup
untuk menyebabkan VaMCI atau VaD tidak diketahui. Namun data berbasis komunitas
menunjukkan bahwa baik patologi Alzheimer dan vaskuler lazim dan masing-masing
berkontribusi terhadap tampilan kognitif pada pasien dengan MCI yang mencapai autopsi.
Keberadaan, beratnya dan tipe gangguan kognitif pada individu bergantung tidak hanya pada
lokasi, beratnya dan tipe patologik yang muncul di otak, tetapi juga ketahanan individu untuk
menahan efek patologi tersebut. Ketahanan ini diketahui secara luas sebagai cadangan kognitif
dan dihubungkan dengan beberapa faktor yang dapat dibagi menjadi cadangan kognitif “murni”
dan “cadangan otak”. Di antara faktor-faktor yang berhubungan dengan cadangan kognitif
murni adalah tingkat pendidikan individu, intelegensi keseluruhan, pencapaian pekerjaan, dan
paparan terhadap informasi seperti halnya paparan terhadap berbagai stimuli dan aktivitas.
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan dengan cadangan otak termasuk ukuran otak, umur,
kondisi premorbid dan perkembangan, seperti gangguan disleksia dan defisit atensi, trauma otak,
penyakit serebrovaskuler, dan penyakit sistemik. Penting untuk mempertimbangkan cadangan
kognitif sebagai faktor penting yang menentukan kapan dan dengan berat seperti apa seorang
individu dengan patologi otak spesifik seperti penyakit Alzheimer, akan mengakibatkan gejala
kognitif dan bukti objektif kerusakan.
Gejala mirip dementia awal dan hasil yang terganggu pada tes kognitif mungkin
dihubungkan dengan berbagai kondisi medis, efek pengobatan, faktor psikososial dan kondisi
psikiatri seperti ansietas, depresi dan gangguan kepribadian. Lebih jauh, pada fase awal MCI
mungkin sulit untuk membedakan (a) gangguan fungsional yang berhubungan dengan penuaan
normal, khususnya dengan adanya kondisi terkait umur, seperti arthritis, gangguan visual dan
pendengaran dan (b) defisit kognitif dari penurunan kognitif terkait umur yang normal,
khususnya pada individu dengan cadangan kognitif tinggi atau rendah, komorbid psikiatrik, dan
individu dengan gangguan visual dan pendengaran.

Pemeriksaan Neuropsikologis
Evaluasi neuropsikologis dianggap merupakan sebuah alat penting untuk mengkonfirmasi
diagnosis MCI dan jika tersedia dan terjangkau secara mudah, pemeriksaan neuropsikologis
adalah metode diagnosis yang lebih dipilih. Banyak klinisi yang melakukan evaluasi dementia
dan kognitif menggunakan kombinasi tes kognitif yang mudah dan singkat untuk membuat
diagnosis MCI. Sementara tes skrining kognitif sederhana, seperti Folstein Mini-Mental State
Examination, berguna untuk membedakan dementia dari kondisi kognitif normal, pemeriksaan
ini masih insensitif untuk mendeteksi MCI. Tes skrining kognitif yang mungkin lebih baik untuk
membedakan MCI dari kondisi normal termasuk Montreal Cognitive Assesment (MoCA) dan
Multiple Delayed Recall Test.
Tes neuropsikologis yang secara umum digunakan untuk menentukan kemampuan pada
domain yang diperlukan untuk menilai MCI termasuk pengukuran fluensi verbal, seperti
Controlled Oral Word Association Test (COWAT). Beberapa skor cut-off yang digunakan untuk
tes ini, meskipun 1.5 SD di bawah umur dan pendidikan, untuk pengukuran tunggal, tampaknya
paling efektif untuk mendeteksi MCI. Juga penting untuk mempertimbangkan latar belakang
etnis dan budaya dari pasien untuk menentukan skor cut-off yang cukup. Penggunaan
pengukuran multipel untuk mengidentifikasi gangguan memori disarankan untuk memingkatkan
reliabilitas. Skor cut-off sekurang-kurangnya 1.0 SD di bawah rata-rata nilai normal pada
sekurang-kurangnya dua tes kognitif pada domain kognitif yang sama direkomendasikan untuk
menurunkan laju positif palsu pada klasifikasi.
Tampaknya terdapat kondisi yang dipertimbangkan tumpang tindih antara MCI amnestik
dan non-amnestik, bergantung pada kriteria dan skor cut-off yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kelainan. Tingkat prevalensi untuk subtipe MCI bergantung pada
penggunaan skor cut-off yang berbeda, pilihan tes individu biasanya mengidentifikasi gangguan
dan grup kontrol biasanya untuk memperoleh cut-off. Pengurangan ambang untuk
mengklasifikasikan gangguan pada tes memori antara 1.5 sampai 1.0 SD akan memiliki efek
peningkatan frekuensi relatif aMCI terhadap naMCI. Individu dengan pencapaian pendidikan
atau cadangan kognitif premorbid tinggi, mungkin dapat mengkompensasi defisitnya karena
dasar pengetahuan mereka yang besar dan terbiasanya dengan proses mengerjakan tes dan
dengan penggunaan berbagai strategi yang memungkinkan mereka untuk melakukan dengan baik
pengukuran kognitif, menggantikan defisit mereka. Mereka dengan tingkat pendidikan rendah
mungkin melakukan lebih buruk dari yang diperkirakan, tidak hanya karena dasar pengetahuan
yang lebih rendah tetapi juga karena kurang terbiasa dengan pengerjaan tes dan masalah ansietas
dan atensi yang berhubungan.
Penilaian kognitif dari MCI membutuhkan penilaian memori, bahasa, keterampilan
visuospasial, dan fungsi eksekutif. Penilaian yang disarankan untuk masing-masing domain
ditampilkan pada Box 6.1.

Box 6.1 Recommended neurosychological measures for assessing MCI


Hopkins Verbal Boston Naming Wisconsin Card Block Design Trail Making
Learning Test Tes Sorting Test (WAIS-R) Test (Part A)

Fuld Object Memory Letter Fluency Trail Making Visual Digit Symbol
Test Test (FAS) Test (Part B) Reproduction Subtest (WAIS-
(Copy Condition) IV)
Rey Auditory Category Similarities Hooper Visual
Learning Test Fluency Test Subtest (WAIS- Organization Test
IV)
Memory for Passages
(Wechsler Memory
Scale)

Visual Reproduction
(Wechsler Memory
Scale)
Biomarker Pada Mild Cognitive Impairment
Biomarker merupakan cermin dari patologi yang mendasari dan tidak seperti penilaian
klinis dan neuropsikologikal, tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor demografik, psikososial,
medis, dan psikiatrik, atau oleh defisit pendengaran dan visual. Seorang individu mungkin positif
biomarker tanpa harus menunjukkan gejala atau defisit kognitif. Biomarker dapat bermanfaat
untuk diagnosis dengan mengidentifikasi adanya patologi yang mendasari, bahkan pada stadium
preklinis dari penyakit seperti AD dan FTLD. Akumulasi amyloid (Abeta1-42) pada otak
mengesankan fase awal patologi AD, sedangkan atrofi otak regional mengesankan adanya
neuropatologi pada otak. Di samping berguna secara diagnostik, biomarker dapat juga
memprediksi laju progresi sindrom klinis, karena beratnya patologi yang mendasari, seperti yang
diukur dengan biomarker, sering berkorelasi dengan laju progresi klinis.

Cerebrospinal Fluid (CSF)


Saat ini biomarker CSF yang paling menjanjikan untuk diagnosis AD awal adalah ratio
tingkat CSF Abeta terhadap protein tau dan CSF phosphotau -231 (ptau-231). CSF Abeta 1-42
(bentuk asam amino 42 dari Abeta) adalah sebuah marker awal (termasuk stadium preklinis dan
MCI) dari fase amyloid penyakit. Agak berkebalikan, CSF Abeta 1-42 lebih rendah pada
individu dengan patologi Abeta, berawal pada fase preklinis. CSF total tau, T-tau, yang
dihubungkan dengan pembentukan tangle dan phosphotau, merupakan marker fase
neurogeneratif lanjut dari penyakit. Baik tau dan phosphotau meningkat pada CSF individu
dengan patologi otak AD. Ratio CSF Abeta-42 : tau membedakan pasien dengan keluhan
kognitif subjektif dengan naMCI dan dengan aMCI dari individu normal. Biomarker CSF juga
menunjukkan kegunaannya untuk memprediksi kemunduran kognitif pada dewasa lanjut yang
secara kognitif normal dan progresi menjadi keadaan MCI, seperti halnya progresi aMCI
menjadi AD. Pengukuran secara komersial tersedia tetapi penggunaannya untuk tujuan prediktif
pada pasien asimptomatik atau bahkan MCI saat ini terbatas untuk penelitian.

Neuroimaging
Perubahan struktur otak dapat dideteksi dan dihitung dengan beberapa teknik pencitraan
struktural, seperti computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI),
khususnya pada lobus temporal medial di mana patologi degeneratif yang berhubungan dengan
AD dan FTLD tampaknya paling menonjol awal pada proses penyakit. Perubahan fungsional
pada otak dapat dinilai dengan positron emission tomography (PET) dan single photon emission
computed tomography (SPECT), maupun functional MRI (fMRI). Deposisi amyloid pada otak
dapat dideteksi menggunakan PET scan investigasional dengan baik ligan berlabel C-11 atau F-
18 yang berikatan dengan protein beta amyloid fibrillar. Walaupun approval FDA dari pencitraan
PET amyloid tampaknya segera terjadi, guideline praktik belum ditetapkan untuk penggunaan
scan ini untuk diagnosis atau prognosis pasien MCI. Marker genetik, seperti genotip APOE,
dapat mengidentifikasi subgroup individu yang mengalami peningkatan risiko untuk
kemunduran kognitif dan perkembangan patologi AD tetapi nilai genotip APOE untuk prognosis
pada individu dengan MCI (pada praktik klinis) masih belum ditetapkan.

Magnetic Resonance Imaging


Adanya patologi yang mendasari yang mungkin berhubungan dengan sindrom MCI saat ini
diidentifikasi paling baik dengan MRI, karena resolusi spasialnya yang tinggi dan kemampuan
untuk membedakan tipe jaringan berdasarkan konstituensi biokimia. Ketiadaan patologi dan
kemunculannya penting dalam membuat diagnosis yang akurat, walaupun pada banyak penyakit
yang terkait usia, seperti dementia vascular atau degeneratif, proses patologi non spesifik
mungkin ditemukan, yang dapat merancukan diagnosis. Pertanyaan klinis yang paling sering
yang dapat dijawab dengan MRI termasuk apakah temuan pada pencitraan otak menyingkirkan
diagnosis tertentu seperti dementia vaskuler, normal pressure hydrocephalus (NPH), lesi desak
ruang seperti subdural hematom kronik atau tumor otak,lesi miscellaneous sperti angiopati
amyloid dan penyakit substansia alba. Namun, diagnosis AD, pada fase MCI atau dementia,
adalah entitas diagnosis paling sering yang klinisi harus sampaikan, karena kemungkinan awal
bahwa pasien memiliki kondisi ini relatif tinggi dan pertanyaan paling sering dari pasien atau
keluarganya adalah apakah terdapat atau tidak bukti AD.
Penilaian atrofi hipocampal dan korteks entorhinal pada pencitraan otak struktural dapat
menjadi tes inklusif untuk diagnosis prodromal dan probable AD. Proses patologi pada AD
diawali pada struktur temporal medial dan densitas patologi ini memiliki efek proporsional pada
derajat atrofi dari struktur ini. Baik atrofi hipocampal dan korteks entorhinal yang diukur dengan
pencitraan MR adalah penanda untuk patologi yang terkait AD di antara pasien MCI. Atrofi
struktur ini dapat diukur secara semikuantitatif oleh klinisi menggunakan visual rating scale
(Gambar 6.1). Beratnya atrofi dihubungkan dengan risiko gangguan kognitif dan untuk laju
progresi, meskipun onset dan progresi defisit kognitif juga bergantung pada kapasitas cadangan
otak dan kognitif., termasuk adanya penyakit otak vaskuler. Pada adanya sindrom MCI dari
etiologi degeneratif, ketiadaan atrofi hipocampal dan khususnya korteks entorhinal mengesankan
alternatif terhadap AD, seperti dementia Lewy body, sebagai etiologi.
Gambar 6.1 Visual Rating Scale. CS, collateral sulcus; ERC, entorhinal cortex; HPC,
hippocampus. Reproduced frum Urs et al[2]. with permission from Lippincott Williams and
Wilkins.
Penyakit vaskuler dan degeneratif sangat sering terjadi di antara orang lanjut usia, sehingga
sebaiknya diperkirakan bukti MRI pada kedua patologi akan terjadi bersamaan pada banyak
pasien. Namun, pada banyak kasus, kontribusi individu dari penyakit degeneratif dan vaskuler
terhadap gangguan kognitif tidak dapat dilihat dengan mudah. Kecuali untuk henti jantung dan
hipoksik iskemik ensefalopati, perluasan atrofi hipocampal dan korteks entorhinal sebagai hasil
penyakit otak vaskuler murni seharusnya minimal. Gangguan kognitif sebagai hasil dari penyakit
vaskuler otak tidak seharusnya berhubungan dengan volume otak yang terlibat oleh infark tetapi
lokasi infark tersebut.
Kriteria magnetic resonance imaging dalam penyakit cerebrovaskuler yang terlibat pada
etiologi gangguan kognitif termasuk infark single berlokasi strategis (girus angular, thalamus,
forebrain basal, atau teritori arteri serebri posterior [PCA] atau arteri serebri anterior [ACA] ),
basal ganglia multipel, dan substansia alba lakuner, atau lesi substansia alba periventrikuler atau
kombinasi tersebut. Infark subkortikal merupakan keadaan hipointense pada T1 dan hiperintense
pada sekuen T2 dan sekuen fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) tampak memiliki
bagian tengah yang hipointense dan lingkaran hiperintense yang mengelilinginya. Namun,
karena banyak MRI klinis menggunakan slice 5 mm dengan gap antara masing-masing slice 5
mm, hiperintensitas berlainan yang tampak pada FLAIR seharusnya menjadi batas sebuah infark
daripada lesi susbstansia alba. Sebagai tambahan, mikroinfark tidak terdeteksi bahkan pada
scanner MR Tesla tetapi penelitian klinikopatologis mengesankan bahwa mikroinfark adalah
kontributor independen terhadap gangguan kognitif bahkan dipertimbangkan makroinfark.
Akhirnya perdarahan mikro serebral tampak pada sekuen MR echo gradient T2 mengesankan
baik penyakit pembuluh darah kecil karena hipertensi kronis atau jika terbatas pada korteks
serebri, angiopati amyloid.
Normal pressure hydrocephalus, kondisi yang berpotenis reversibel, penting untuk
diidentifikasi dengan MRI. Namun, di antara individu usia lanjut, NPH biasanya tidak terjadi
tersendiri tetapi juga bersamaan dengan penyakit degeneratif dan vaskuler otak. Banyak pasien
yang didiagnosis berdasarkan klinis (gangguan kognitif/inkontinensia urin dan kelainan gait) dan
kriteria imaging menunjukkan manfaat awal setekah shunting, khususnya perbaikan gait, hanya
berlanjut menjadi mundur secara kognitif dan akhirnya menjadi inkontinensai dan kelainan gait.
Visual rating dari MRI scan, menilai pembesaran dari fisura perihipocampal (pengganti yang
sesuai untuk menilai atrofi temporal medial/hipocampal), telah menjukkan bermanfaat dalam
memprediksi respon shunt.
Etiologi dementia lobus frontotemporal dan Alzheimer untuk sindrom MCI mungkin
memiliki banyak tanda tumpang tindih pada MRI. Mungkin terlebih untuk banyak kondisi
neurodegeneratif, temuan pada scan MRI sebaiknya juga mempertimbangkan usia subjek dan
gejala klinis untuk memprediksi etiologi yang mendasari. Adanya atrofi frontal dan anterior,
medial dan temporal lateral, khususnya jika asimetris, sugestif untuk FTLD, meskipun bukan
diagnosis yang cukup, khsususnya pada pasien yang menampakkan MCI.

FDG-PET dan SPECT scan


Positron emission tomography dan SPECT adalah metode yang sensitive untuk
menyediakan evaluasi kuantitatif dari fungsi psikologis. Radiolabeled glucose FDG (fluoro-2-
deoxy-D-glucose)-PET dapat digunakan untuk mengukur metabolism glukosa serebral, yang
secara tidak langsung mengindikasikan aktivitas sinaptik. Defisit metabolik atau perfusi yang
terdeteksi pada PET atau SPECT pasien AD (defisit metabolik simetris atau asimetris di lobus
parietal dan temporal bilateral) membedakannya dari subjek kontrol normal dan dari pasien
dengan tipe lain dementia. Penggunaan FDG-PET dengan metode automatis dari analisis gambar
untuk meneliti regio temporal medial dan hippocampus, de Leon dan rekan menunjukkan bahwa
baseline FDG-PET mengukur prediksi kemunduran dari normal untuk MCI atau AD, 6-7 tahun
sebelum gejala dengan akurasi masing-masing 71% dan 81%. Ekstrapolasi dari hasil ini
mengesankan bahwa AD dapat diidentifikasi 12 tahun sebelum pasien simptomatik.
Positron emission tomography scans menggunakan FDG mengukur metabolisme glukosa
regional, yang merupakan biomarker utama untuk aktifitas sinaptik, sementara SPECT scan
secara umum digunakan untuk mengukur aliran darah serebral regional. FDG-PET dan SPECT
scan tampaknya merupakan metode paling bermanfaat untuk menetapkan diagnosis FTLD, saat
onset, presentasi klinis, atau perjalanan gangguan kognitif atipikal untuk AD dan FTLD diduga
sebagai penyebab neurodegeneratif alternatif dari kemunduran kognitif. Secara spesifik, gejala
seperti disinhibisi, awkwardness, kesulitan bahasa, atau kehilangan fungsi eksekutif lebih
menonjol pada awal perjalanan FTLD daripada kehilangan memori yang tipikal dari AD. PET
dan SPECT scan dapat juga bermanfaat untuk diagnosis AD sangat awal jika MRI scan tidak
cukup untuk diagnosis atau untuk membantu diagnosis dari keadaan lain, seperti progressive
supranuclear palsy, di mana PET/SPECT scan biasanya menunjukkan batas yang jelas antara
hipometabolik lobus frontal dan metabolisme normal pada lobus parietal, temporal dan oksipital.

Amyloid PET
Deposisi amyloid di neokorteks otak mungkin abnormalitas biomarker yang terdeteksi
paling awal pada penyakit Alzheimer. Dihipotesiskan bahwa pada perkembangan patologi AD,
deposisi amyloid adalah kejadian paling awal, berlanjut menjadi kejadian kemunduran, termasuk
neurodegenerasi dan gangguan kognitif. Pada penelitian ADNI ditemukan bahwa beban amyloid
meningkat sangat awal, tetapi cenderung stabil lebih awal daripada laju kehilangan volume otak,
pada apa yang diduga menjadi stadium preklinik dan klinik sangat awal dari AD. Prevalensi
positif amyloid scan, menggunakan C-PIB sebagai PET ligand, pada relawan yang secara
kognitif tampak sehat, meningkat secara umur dengan usia, dari 6% di 50-59 tahun sampai 50%
pada usia > 80 tahun. Peningkatan beban amiloid pada subjek lanjut usia yang tidak dementia
berhubungan dengan gangguan ringan pada kemampuan memori, dan risiko yang lebih besar
untuk progresi MCI dan dementia.
Amyloid PET belum diterima untuk aplikasi klinis oleh badan pengatur, seperti pada
tulisan ini. Jika dan kapan pun itu, aplikasi klinis kemungkinan besar akan menentukan bukti
deposisi amyloid dan risiko untuk kemunduran kognitif di antara individu simptomatik dengan
gangguan kognitif sangat ringan atau di antara mereka dengan risiko kuat untuk penyakit
dementia seperti riwayat keluarga individu multipel dengan dementia. Amyloid PET juga
berguna untuk membedakan FTLD (amyloid negatif) dari AD (amyloid positif) pada MCI atau
stadium dementia. Saat ini, amyloid negatif PET scan tampaknya memiliki manfaat klinis lebih
daripada positif scan. Pada pertimbangan ini, di antara pertanyaan yang perlu ditujukan adalah:
(1) apakah ambang (sesuai umur) untuk benar-benar negatif dan benar-benar positif amyloid
PET scan? dan (2) seberapa baik MRI scan yang baik positif maupun negatif untuk penyakit
neurodegeneratif dibandingkan dengan PET scan yang amyloid positif atau negatif ?

Marker Genetik
Di antara kurang dari 1% kasus dementia familial dengan transmisi dominan autosomal
nyata, skrining untuk mutasi pada gen presenilin 1 (kromosom 14; onset 25-60 tahun), gen
protein precursor amyloid (kromosom 21; onset usia 40-70 tahun) atau gen presenilin 2
(kromosom 1; onset 45-84 tahun) mungkin cukup untuk diagnosis. Faktor risiko genetik paling
besar untuk onset lanjut AD, allele APOE 4, dihubungkan dengan prevalensi lebih besar dan
umur lebih awal dari AD pada sebagian besar kelompok rasial/etnik. Allele 4 epsilon untuk gen
apolipoprotein E (APOE) pada kromosom 19 adalah faktor risiko yang menjelaskan kira-kira
20% dari kasus onset lanjut. Heterozigous ini untuk allele 4 meningkatkan risiko 2-3 kali lipat
untuk AD di man homozigositas untuk allele 4 memberi peningkatan risiko 10-15 kali lipat.
Adanya genotip APOE 4 ditambah dengan gejala klinis digunakan untuk meningkatkan akurasi
prediktif diagnosis AD, khususnya pada fase prementia.

Diagnosis Subtipe Etiologis dari Mild Cognitive Impairment


Sekali diagnosis kognitif global dari MCI atau dementia ditentukan, sebuah diagnosis
etiologis yang berdasarkan tanda klinis, neuroimaging, dan laboratorium yang sama dibutuhkan
untuk menetapkan serangkaian diagnosis dementia. Contoh dari diagnosis etiologi MCI adalah
MCI-AD (penyakit Alzheimer awal), VaMCI, MCI-LBD (dementia Lewy body awal), MCI-
FTD (dementia frontotemporal awal), dan lain-lain. Banyak dari kondisi ini mengakibatkan
ganguan kognitif tanpa gangguan sosial dan fungsi pekerjaan yang dibutuhkan untuk sindrom
dementia dan diklasifikasikan sebagai MCI. Subjek yang terganggu secara kognitif yang tampak
di pusat gangguan memori lebih mungkin menderita AD dibanding mereka yang direkrut dari
penelitian komunitas. Subjek yang ditemukan memiliki gangguan kognitif pada klinik stroke,
klinik renal, pusat kanker atau pusat tidur tidak mungkin dirujuk untuk penilaian kognitif, karena
asumsi yang dibuat, yang jarang benar, bahwa gangguan kognitif berhubungan dengan kondisi
medis mayor sehingga pasien menderita dari atau terapinya. Ketersediaan evaluasi
neuropsikologikal, pencitraan otak, dan evaluasi LCS mungkin ditentukan dengan regulasi
layangan kesehatan yang tersedia dan bias regional terhadap penggunaan tes tertentu. Gambar
6.1 menyediakan panduan untuk diagnosis subtipe etiologi MCI menggunakan gejala klinis dan
biomarker. Akurasi diagnosis dari masing-masing subtipe MCI masih dikembangkan dengan
penelitian longitudinal yang diikuti autopsi. Akurasi diagnostik juga dapat dipengaruhi oleh tes
spesifik yang digunakan dan bagaimana diinterpretasikan (sebagai contoh, saat ini hanya
radiologis luar biasa yang akan menilai dan memberikan interpretasi pada beratnya atrofi medial
temporal pada MRI scan). Kriteria diagnostik untuk penyebab individual dari dementia secara
umum membutuhkan eksklusi dari semua penyebab neurological, psikiatrik, dan medis yang
teridentifikasidari dementia atau gangguan kognitif. Penyakit Alzheimer sering muncul sebagai
MCI amnestik, sementara kondisi seperti FTLD atau dementia dengan Lewy bodies lebih
mungkin muncul pada awalnya sebagai naMCI. Meskipun demikian tidak ada tampilan kognitif
spesifik, selain subtipe amnestik, dihubungkan dengan penyebab spesifik. Subtipe etiological
MCI juga diketahui menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk bentuk lain dementia, seperti
AD, LBD, FTLD, dan gangguan kognitif vaskuler di antara pasien non-dementia.
Pasien yang berada di rumah sakit atau diterapi di klinik spesialis kemungkinan besar
memiliki MCI sebagai manifestasi neurologis dari penyakit sistemik. Dengan demikian, penyakit
medis yang dominan yang muncul pada masing-masing individu sebaiknya ditekankan sebagai
faktor etiologis untuk sindrom MCI.

MCI-AD
Subgrup penting dari pasien MCI yang menjadi dementia berkembang menjadi AD.
Sementara pasien-pasien ini biasanya muncul dengan defisit memori, tampilan lain tidak sering,
termasuk yang berkembang defisit pada bahasa (primary progressing aphasia), fungsi eksekutif
atau visuo-spatial dan yang muncul dengan sindrom lobus frontal, seperti apati atau disinhibisi.
Meskipun demikian, telah ditunjukkan bahwa riwayat klinis tertentu tersendiri, menyediakan
bukti kemunduran kognitif dan fungsional relatif untuk kemampuan yang dicapai sebelumnya,
dapat mengidentifikasi subjek non-dementia yang berkembang dan ditemukan memiliki
histopatologi AD pada autopsi. Item pada riwayat penyakit yang paling baik memprediksi
perkembangan masa depan AD dirangkum pada pertanyaan singkat, dikenal sebagai AD8.
Biomarker kognitif terbaik AD, pada stadium predementianya, tampak terganggu dari memori
episodik bahkan diantara yang asimptomatik.

PERTANYAAN AD8
1. Masalah dalam judgment (misalnya masalah
pengambilan keputusan, keputusan financial
yang buruk, masalah dengan berpikir)
2. Kurang minat terhadap hobi/aktivitas
3. Mengulang hal yang sama berulang-ulang
(pertanyaan, cerita, atau pernyataan)
4. Masalah belajar bagaimana menggunakan
alat, aplikasi, atau gadget (misal VCR,
computer, microwave, remote control)
5. Lupa bulan atau tahun yang benar
6. Masalah mengatasi urusan financial yang
rumit (misal menyeimbangkan buku cek,
pajak penghasilan, pembayaran tagihan)
7. Masalah mengingat janji
8. Masalah dengan berpikir dan atau memori

Berdasarkan banyak informasi yang disebutkan dan guideline untuk diagnosis AD pada
stadium predementia, dua proposal telah diajukan untuk diagnosis dementia pada stadium MCI.
Kriteria Dubois untuk “prodromalAD” yang dipublikasikan pada 2007 membutuhkan pasien
memiliki MCI amnestik, bersamaan dengan biomarker positif untuk AD (misal atrofi temporal
pada MRI, defisit parietotemporal dari PET atau SPECT scan, atau analisis LCS abnormal dari
beta amyloid atau protein tau). Klasifikasi “preclinical AD” dan MCI akibat AD telah diusulkan
oleh pertemuan kelompok kerja National Institute on Aging and the Alzheimer’s association
(kriteria NIA-AA). Mereka mengusulkan rekomendasi kriteria diagnostik baru untuk penyakit
Alzheimer’s berdasarkan stadium klinikopatologis yang diajukan dari AD predemntia. Dua
stadium pertama dari diagnosis ini menetapkan kriteria untuk preclinical AD dan tidak termasuk
pasien dengan MCI. Stadium ketiga dari kriteria NIA-AA termasuk bukti amyloidosis serebral
(melalui uji LCS atau PET), bukti neurodegenerasi (perubahan struktur MRI) dan perubahan
kognitif ringan yang tidak memenuhi kriteria MCI. Stadium 4 kriteria NIA-AA sama dengan
stadium 3, ditambah bukti MCI. Kriteria NIA-AA berbeda dari kriteria Dubois dalam urutan
peringkat pentingnya biomarker, dengan bukti LCS atau PET scan dari deposisi amyolid serebral
dipertimbangkan sebagai biomarker paling definitif untuk AD pada banyak stadium penyakit.

KRITERIA MCI-AD
1. Perhatian tentang perubahan kognisi dari tingkat
sebelumnya, diidentifikasi oleh informan atau klinisi
yang terampil.
2. Gangguan pada satau atau lebih domain kognitif.
Kemampuan dipertimbangkan di bwah yang
diperkirakan, mempertimbangkan usia dan
pendidikan pasien (gangguan secara khas 1-1.5 SD
di abwah rata-rata individu, disesuaikan dengan usia
dan pendidikan). Gangguan mungkin muncul pada
lebih dari satu domain dan mungkin amnestik atau
non-amnestik.
3. Terpeliharanya independensi pada kemampuan
fungsional. Kriteria ini memungkinkan masalah
ringan dengan tugas kompleks muncul, selama
fungsi independens seperti membayar tagihan,
mempersiapkan makanan atau belanja terpelihara
walaupun dengan bantuan minimal
4. Tidak dementia. Perubahan kognitif sebaiknya
cukup ringan sehingga tidak terbukti gangguan
fungsi social atau pekerjaan

Va-MCI
Secara historis, peran kerusakan vaskuler pada kelainan kognitif dikenal dengan baik oleh
klinisi abad 19. Namun, kriteria untuk MCI dan dementia yang berhubungan dengan penyakit
vaskuler telah dipengaruhi oleh konsep yang digunakan untuk memenuhi kriteria penyakit
Alzheimer. Sebagai hasilnya, gangguan memori dibutuhkan di samping defisit kognitif lain
untuk mendiagnosis dementia vaskuler. Di samping itu, stroke diduga menjadi penyebab utama
apa yang sekarang disebut sebagai vascular dementia (VaD) tetapi dahulu dikenal sebagai
dementia multiinfark. Pentingnya lokasi dari lesi vaskuler mengakibatkan konsep infark
“strategic” tunggal sebagai penyebab gangguan kognitif. Tipe lain dari lesi vaskuler, termasuk
hiperintensitas substansia alba pada MRI scan, penemuannya sebagai kontributor terhadap
gangguan kognitif progresif. Pengakuan bahwa defisit kognitif disebabkan tersendiri oleh lesi
vaskuler jarang menyebabkan dementia menghasilkan konsep vascular MCI (VaMCI).
Kriteria baru untuk VaMCI termasuk empat tipe: amnestik, amnestik plus domain lain,
non-amnestic single domain, dan non-amnestic multiple domains. Untuk menurunkan
kemungkinan misklasifikasi dari VaMCI, setidaknya empat domain kognitif harus diperiksa,
termasuk memori, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif/atensi, dan bahasa. Kriteria untuk
probable dan possible VaMCI mirip untuk VaD yang disebutkan di atas, kecuali bahwa derajat
gangguan pada aktivitas instrumental dari kehidupan sehari-hari tidak lebih dari gangguan ringan
(American Heart Association/American Stroke Association). Kategori dari VaMCI tidak stabil
ditunda untuk pasien yang gejalanya berkurang dan kembali normal. Possible VaD (atau
VaMCI) mirip dengan Probable VaD/VaMCI, tetapi mungkin tidak pasti pada kondisi berikut:
hubungan waktu antara kejadian vaskuler dan disfungsi kognitif, data imaging yang tidak cukup
atau bukti penyebab neurodegeneratif yang terjadi bersamaan. Penyebab reversibel dari MCI dan
VaMCI membutuhkan kewaspadaan pada sebagian klinisi. Hipotiroidisme, defisiensi cobalamin
(vitamin B12) dan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan kondisi medis kronis atau
akut seperti insufisiensi renal, gagal liver dan anemia sebaiknya dieksklusi dengan melakukan
pemeriksaan darah yang sesuai. Sejumlah kondisi vaskuler dapat menyebabkan penyebab
gangguan kognitif yang berpotensi reversibel. Gagal jantung kongestif menyebbakan
pengurangan perfusi otak, khususnya jika ejection fraction turun di bawah 20% dan terapi medis
seperti transplantasi jantung dapat menyebabkan perbaikan kondisi. Demikian pula oklusi
pembuluh darah besar dapat menyebabkan gangguan kognitif yang berpotensi reversibel.
Sebagai contoh, beberapa pasien dengan oklusi karotis bilateral yang menjalani bypass
ekstrakranial ke intracranial mengalami perbaikan kognitif yang dramatik. Namun, juga penting
untuk ditekankan bahwa pasien dengan patologi AD lanjut sedang tidak memperoleh manfaat
dari endarterectomy karotis, sehingga pasien sebaiknya berhati-hati dalam memilih dasar kasus
demi kasus untuk tipe prosedur ini.

KRITERIA AMERICAN HEART ASSOCIATION


UNTUK PROBABLE VaD
1. Gangguan pada setidaknya dua domain kognitif
(tidak harus termasuk memori)
2. Berhubungan waktu antara penyebab vaskuler dan
konsekuensi kognitif, ATAU kerusakan vaskuler
konsisten dengan tingkat atau pola deficit kognitif
3. Kemunduran fungsional yang tidka terbatas pada
sekuele motorik atau sensorik dari stroke
4. Tidak ada riwayat kemunduran kognitif gradual
sebelum stroke atau cedera vaskuler terjadi

Diferensial Diagnosis dari Subtipe Etiologis MCI


Gejala klinis subtipe etiologis dari MCI dapat diperkirakan mirip dengan subtipe dementia
yang berhubungan, dengan peringatan bahwa tidak semua gejala tipikal dari masing-masing
subtipe etiological mungkin muncul pada stadium MCI. Senagai contoh, salah satu perbedaan
gejala klinis yang digunakan untuk mendiagnosis AD adalah gangguan progresif gradual baru
dibandingkan terhadap memori lampau. Gejala ini secara umum tampak sebagian besar pada fase
lebih awal dari AD dan menjadi sedikit berbeda pada stadium akhir dari penyakit. Demikian
pula, halusinasi visual, yang merupakan gejala khas LBD pada stadium dementia, relatif tidak
sering terjadi pada stadium MCI penyakit. Perbedaan gejala klinis dari masing-masing subtipe
etiologi mayor dari MCI tampak di tabel 6.2 dan gambar 6.2.

Tabel 6.2 Diagnosis Subtipe Etiologikal dari Sindrom MCI


Subtipe Subtipe MCI Tanda klinis Tanda MRI Status Amyloid
Etiologikal yang sering penting (LCS/PET)
Penyakit Amnestik Gangguan memori Medial temporal >60% positif
Alzheimer’s recent progresif atrophy (MTA)
lambat
Penyakit Lewy Non-amnestik REM-BD; deficit Sedikit atau tidak Positif jika
bodies dan fluktuasi atensi, ada MTA, berhubungan
halusinasi visual, pembesaran dengan patologi
tremor, rigiditas ventrikel lateral AD
jatuh dan kelainan dan ketiga
gait
FTLD Amnestik/non- Afasia, apatis, Atrofi frontal, Negatif di lebih
amnestik disinhibisi, temporal lateral, dari 60%
judgment yang dan parietal,
kurang, gangguan asimetris ++
fungsional
disproportionate
Gangguan Non-amnestik Onset tiba-tiba, Bukti infark Positif hanya jika
kognitif H/O stroke, gejala (sering di berhubungan
vaskuler fokal, kelainan gait substansia grisea dengan patologi
dalam), AD
hiperintensitas
substansia alba ++
Penyakit Non-amnestik Kehilangan berat Normal Negatif pada
sistemik dan badan, fatigue, lebih dari 60%
efek pengobatan gangguan tidur,
nyeri kepala
Penyakit Amnestik Ansietas, depresi, Normal Negatif pada
psikiatrik gangguan tidur, lebih dari 60%
sedikit atau tidak
ada gangguan
fungsional
AD, Alzheimer’s disease; CSF, cerebrospinal fluid; FTLD, frontotemporal lobe degeneration;
H/O, history of; MCI, mild cognitive impairment; MRI, magnetic resonance imaging; PET,
positron emission tomography; REM-BD, rapid eye movement sleep behavior disorder.
Gambar 6.2 Algoritma Diagnosis MCI. AD, Alzheimer’s disease; CSF, cerebrospinal fluid;
PET, positron emission tomography; FDG, fluoro-2-deoxy-D-glucose; FTD, frontotemporal
dementia; FTLD, frontotemporal lobe degeneration; H/O, history of; LBD, Lewy body dementia;
MCI, mild cognitive impairment; MTA, medial temporal atrophy; REM-BD, rapid eye
movement sleep bhaviour disorder; VCI, vascular cognitive impairment.

Aspek Psikiatrik dari Mild Cognitive Impairment


Telah ditetapkan bahwa gejala neuropsikiatrik adalah tanda yang sering dan persisten dari
penyakit Alzheimer. Pada kenyataannya, gejala ini memiliki prevalensi yang diperkirakan 50-
80% dan secara tipikal muncul pada stadium lanjut kelainan. Pasien yang bertahan dari sindrom
psikiatrik sebagai konsekuensi kelaianan kognitif degeneratif menunjukkan fungsional yang
lebih buruk dan peningkatan beban caregiver. Selain itu, terdapat pengakuan yang berkembang
bahwa depresi, apati, agitasi, dan ansietas dapat diobservasi pada stadium awal MCI dan dapat
muncul pada kira-kira 30% pasien. Pasien yang muncul dengan empat atau lebih gejala psikiatri
lebih mungkin didiagnosis dengan aMCI dan sebaliknya, pasien yang didiagnosis aMCI lebih
mungkin menunjukkan gejala depresif daripada gejala lain dan memiliki peningkatan risio
perkembangan dementia.
Hubungan antara depresi dan dementia kompleks, dengan hasil beberapa penelitian
menyarankan bahwa depresi mungkin seringkali sebuah gejala prodromal AD, sementara
penelitian lain menyarankan bahwa gangguan atensi dan fungsi eksekutif dihubungkan dengan
depresi geriatrik dan bahwa defisit ini mungkin menetap bahkan setelah terapi depresi berhasil .
Subjek dengan MCI yang memiliki defisit menonjol pada fungsi eksekutif ditemukan memiliki
derajat lebih berat depresi. Sebagai tambahan untuk model yang menggambarkan “depresi
sebagai prodromal” dan “depresi sebagai konsekuensi” dari neurodegenerasi, model lain
menyarankan bahwa depresi mungkin faktor risiko penting untuk perkembangan penyakit
Alzheimer. Komplikasi lebih jauh gambaran ini adalah fakta bahwa pasien dengan depresi minor
atau disthymia mungkin memiliki gejala yang dihubungkan dengan stress dan ketegangan
emosional karena memiliki gangguan kognitif. Mengingat heterogenitas MCI, depresi mungkin
mencerminkan etiologi yang mendasari selain AD, seperti serebrovaskuler atau penyakit
neurodegeneratif frontotemporal, yang dapat mengganggu jaras frontostriatal, menyebabkan
gejala gangguan mood atau gejala lobus frontal seperti apati atau disinhibisi. Membuat diagnosis
depresi pada pasien MCI dapat menjadi tantangan bagi klinisi. Kurang sering bagi dewasa tua
dengan depresi untuk muncul iritabilitas, ansietas, dan apati dibanding keluhan kesedihan atau
mood depresi. Walaupun penting bagi klinisi untuk berhati-hati bahwa keluhan memori dapat
simptomatik dari depresi yang mendasari, hal ini penting, khususnya bagi psikiater, untuk
waspada bahwa gejala depresi pada yang menunjukkan deficit amnestik sering mengesankan
awal dari dementia. Apati juga gejala psikiatrik yang sering baik pada MCI dan AD dan dapat
menyebabkan distress signifikan pada anggota keluarga dan caregiver. Hal itu juga dapat
menyebabkan disfungsi signifikan pada pasien dan dapat mencegahnya dari mencari terapi medis
yang dibutuhkan dan mereka dapat menjadi tidak sesuai dengan penyakitnya. Apati sebagai
sindrom klinis juga sering salah untuk tanda dan gejala depresi pada kedua kondisi, memberikan
karakteristik tertentu, seperti kehilangan minat dan motivasi. Yang sering berbeda tentang
depresi adalah mood disforik atau iritabilitas. Di samping itu, pasien dengan depresi juga sering
menderita akibat perasaan putus asa, merasa bersalah, ansietas, perasaan tidak berharga dan
kecenderungan terhadap kematian.
Walaupun halusinasi dan delusi sering terjadi pada AD, gejala ini relatif jarang pada pasien
MCI. Halusinasi visual bersamaan dengan gangguan behavior tidur rapid eye movement (REM),
pada pasien dengan MCI seharusnya mengingatkan pasien untuk kemungkinan penyakit Lewy
body awal.

Pertimbangan Etis Diagnosis Dini Kondisi Predementia


Manfaat penyerta relatif dari terapi yang tersedia saat ini harus diseimbangkan antara biaya
evaluasi dan terapi medis. Diagnosis lebih awal AD memungkinkan keputusan managemen
medis, sosial, dan finansial dibuat lebih awal bagi pasien dan anggota keluarga. Namun, proporsi
tertentu pasien dan keluarganya menganggap diagnosis MCI sebagai versi lebih awal dari
kondisi dementia progresif yang mengancam, menggangu dan tidak baik, apapun manfaat
potensial dari intervensi awal. Klasifikasi yang salah dan label yang salah dari individu yang
pada kenyataannya bebas penyakit juga muncul jika diagnosis diusahakan pada stadium awal
penyakit. Keputusan akhir untuk melanjutkan pembuatan diagnosis lebih awal AD pada pasien
yang tidak memenuhi kriteria dementia sebaiknya ditentukan oleh pasien dan caregiver dengan
saran dari dokter yang merujuk. Pertimbangan medis positif dan negatif, sosial dan ekonomi
pada masing-masing kasus dengan MCI sebaiknya individualis sebelum ditetapkan menjadi
evaluasi klinis yang berpotensi mahal.
Jika keputusan untuk melanjutkan dengan evaluasi diagnostik, penting untuk bagaimana
diagnosis disampaikan secara individual terhadap pasien dan anggota keluarganya yang
berwenang menerima diagnosis. Sementara pasien memiliki hak untuk memperoleh diagnosis
yang dibuat oleh dokter, dokter sebaiknya tidak merasa wajib untuk memaksakan diagnosis pada
pasien. Dalam hal ini, dokter harus mencoba untuk melakukan penilaian tentang seberapa besar
pasien ingin tahu dan menentukan bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan informasi,
sehingga memaksimalkan kemungkinan outcome terbaik untuk pasien dan keluarganya.
Pertimbangan sebaiknya diberikan untuk dampak diagnosis yang mungkin pada kondisi
psikologis dan emosional dari pasien dan keluarganya, pekerjaan pasien, coverage oleh
perusahaan asuransi tertentu, termasuk jaminan perawatan dan hidup jangka panjang, demikian
juga potensi isolasi social pasien dan anggota keluarganya. Bersamaan dengan penyampaian
diagnosis dari kelainan dementia progresif, tujuan dokter sebaiknya teridentifikasi secara jelas
pada situasi apa defisit fungsional dan kognitif pasien memunculkan risiko substansial untuk
pasien dan untuk yang lain (mengemudi, investasi uang, berburu). Pada waktu bersamaan, dokter
sebaiknya mencoba dan mencegah pembatasan yang tidak perlu aktivitas dan pekerjaan pasien,
atau kemampuan untuk membuat pilihan dan interaksi sosial.

Prediktor Laju Progresi Mild Cognitive Impairment Menjadi Dementia


Laju progresi dari MCI menjadi kondisi dementia sebaiknya menyediakan index dari
proses neuropatologi yang mendasari pada grup subjek tertentu. Pada kondisi klinis, laju progresi
dari amnestik MCI menjadi dementia secara umum 10-15% per tahun. Seperti yang diperkirakan,
laju prevalensi MCI dan laju progresi menjadi dementia di antara subjek yang terdiagnosis di
masyarakat tampaknya lebih rendah dari subjek yang muncul pada kondisi klinik. Prediktor yang
telah ditetapkan dengan baik lain adalah beratnya dan durasi gangguan kognitif (khususnya
memori), beratnya atrofi medial temporal dan hiperintensitas substansia alba pada MRI dan
beratnya hipometabolisme neokortikal pada FDG-PET. Adanya gejala ekstrapiramidal, faktor
risiko vaskuler, dan peningkatan kadar protein tau pada LCS semua dihubungkan dengan risiko
lebih tinggi progresi menjadi dementia dan kombinasi dari faktor-faktor risiko ini ditemukan
additive pada beberapa penelitian, meningkatkan risiko 5-12 kali lipat. Depresi, khususnya
dengan adanya komorbid ansietas, memprediksi progresi menjadi dementia, walaupun adanya
baik depresi maupun ansietas ditemukan memprediksi kemungkinan kembalinya menjadi kondisi
normal di antara mereka dengan MCI.
Gen APOE ditemukan merupakan faktor risiko genetik paling kuat untuk AD yang terjadi
sporadik; meskipun demikian, masih belum jelas apakah allele APOE4 mempercepat laju
progresi dari MCI menjadi AD. Risiko konversi menjadi dementia tampaknya paling terbukti di
antara subjek MCI paling muda yang karier genotp APOE4. Predementia Alzheimer’s Disease
Scale (PAS) menggabungkan profil demografik, kognitif dan biomarker dan menghasilkan skor
yang ditunjukkan berhubungan dengan peningkatan risiko progresi dari kognisi normal menjadi
MCI. Prediktor paling baik dari progresi MCI menjadi AD pada PAS adalah usia, skor memori,
adanya hipertensi, genotip APOE4 dan atrofi hipokampal.

Terapi Mild Cognitive Impairment


Beberapa terapi percobaan masih dalam penelitian, dengan tujuan untuk memperlambat
atau mengembalikan perjalanan kemunduran kognitif dan fungsional di antara pasien MCI,
termasuk penggunaan inhibitor gamma-secretase untuk mempengaruhi laju deposisi amylod dan
vaksinasi untuk menghilangkan amyloid dari otak. Sejauh ini tidak ada terapi percobaan yang
telah suskes memperlambat progresi dari MCI menjadi dementia walaupun pengobatan sekarang
ini telah diterima untuk terapi AD dan dementia lain, seperti donepezil, rivastigmin, dan
galantamin, sering digunakan untuk terapi MCI. Walaupun percobaan dengan pengobatan ini
belum terbukti menurunkan laju progresi pada penelitian jangka panjang (3 tahun), pada 12
bulan pertama donepezil terbukti menurunkan risiko progresi AD dan di antara karier APOE 4
manfaat kecil tetapi signifikan ditemukan pada 3 tahun. Hasil ini tidak dianggap cukup kuat
untuk merekomendasikan donepezil sebagai terapi untuk pasien MCI, tetapi menyediakan
rasionalitas untuk mempertimbangkan donepezil sebagai pilihan pada stadium MCI.
Terapi VaMCI seharusnya ditentukan dengan managemen yang cukup dari penyakit
vaskuler yang mendasari. Kontrol faktor risiko agresif memiliki potensi untuk membatasi
kerusakan lebih jauh dan mencegah progresi dari kemunduran kognitif. Kondisi ini dengan gagal
jantung dan oklusi pembuluh darah besar mungkin mendapatkan manfaat dari pilihan
pengobatan dan pembedahan, seperti yang disebutkan di atas. Pada kasus LBD, terdapat anekdot
yang dilaporkan bahwa pada stadium dementia sering terdapat respon kognitif yang sangat
memuaskan untuk terapi dengan inhibitor kolinesterase. Walaupun belum terdapat data untuk
terapi MCI-LBD dengan inhibitor kolinesterase, dapat diprediksi bahwa respon terhadap agen-
agen ini seharusnya sama dengan yang tampak pada kasus LBD yang memiliki dementia. Terapi
MCI-FTLD, seperti kasus untuk FTLD pada stadium dementia, secara langsung dihubungkan
dengan gangguan behavioural dan psikiatrik. Pasien dengan LBD cenderung berespon buruk
terhadap pengobatan antipsikotik, yang dapat mempercepat progresi menjadi dementia di antara
pasien MCI-LBD. Terdapat data minimal pada terapi gejala psikiatrik pada MCI; namun manfaat
terapi pada AD sudah terdokumentasi untuk memperbaiki gejala psikiatri dan kemampuan
fungsional pasien. Namun, tampaknya bijaksana untuk menerapi gejala psikitarik yang
menyusahkan pasien. Terapi antidepresan seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
diindikasikan sebagai terapi first line depresi pada MCI. Efek samping pengobatan dengan
antikolinergik seperti antidepresan trisiklik sebaiknya dihindari karena dapat memicu gejala
kognitif. Antipsikotik sering digunakan dalam terapi psikosis, khsususnya penyakit Lewy body
difus awal; namun, sebaiknya digunakan dengan perhatian ekstrim karena risiko peningkatan
mortalitas jika digunakan pada orang lanjut usia yang terganggu secara kognitif, dan sebaiknya
dihindari saat mengobati ansietas atau insomnia. Sinsrom apati dapat diterapi dengan
metilfenidat dan antidepresan yang mengaktivasi, seperti bupropion, walaupun tidak terdapat
bukti pasti bahawa mereka bekerja.
Pendekatan nonfarmakologis terhadap MCI dan dementia awal mungkin memiliki manfaat
dan mungkin berperan lebih efektif dalam mencegah progresi aMCI menjadi dementia.
Percobaan klinis yang terkontrol dengan baik dari latihan fisik dan fungsi kognitif di antara
subjek normal berusia lanjut dan mereka dengan dugaan MCI yang melakukan latihan dapat
meningkatkan kognitif di antara subjek ini. Prosedur rehabilitasi kognitif termasuk asosiasi
wajah-nama, dan spaced retrieval dapat meningkatkan fungsi kognitif dan meningkatkan
keterampilan fungsional, menggunakan teknik motorik dan pembelajaran procedural dan
paradigma yang meningkatkan kecepatan memproses kognitif. Semua teknik ini bermanfaat bagi
anggota keluarga sebagai terapi extender dan juga menggunakan buku catatan memori sebagai
strategi kompensasi.

Pencegahan Mild Cognitive Impairment Di Antara Orang Lanjut Usia Normal Yang
Berisiko Secara Kognitif
Pelajaran paling penting yang didapatkan untuk pencegahan penyakit arteri koroner juga
dapat diterapkan untuk pencegahan gangguan kognitif. Pengukuran ini termasuk yang
berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan managemen cermat semua faktor risiko medis
untuk penyakit vaskuler. Di samping itu, penting untuk mencegah penggunaan kronis
pengobatan, yang biasanya digunakan pada usia lanjut, yaitu antikolinergik dan sedative (seperti
benzodiazepine) dan juga penting untuk mencegah konsumsi berlebihan dari alkohol. Pada
akhirnya, suplemen dan peresepan pengobatan tertentu memiliki potensi untuk mengurangi
risiko kemunduran kognitif pada akhir kehidupan.

Perubahan Gaya Hidup


Ini termasuk :
 Berhenti merokok
 Perubahan diet untuk menekankan pengurangan berat badan di anatar mereka yang berat
badannya di atas berat badan ideal, asupan yang rendah karbohidrat dan lemak, asupan tinggi
protein, sayur, buah, rempah-rempah dan kacang-kacangan (khususnya yang mengandung
antioksidan tinggi dan manfaat antiinflamasi), konsumsi alkohol dan cafein sedang.
 Latihan aerobik rutin (kira-kira 45 menit setiap hari, termasuk pergi ke gym, berjalan,
bersepeda, jogging, dan menari)
 Interaksi sosial yang menghilangkan stress, hobi (termasuk berkebun, melukis, membaca
untuk kesenangan, mendengarkan musik) dan stimulasi mental pada aktivitas budaya dan
intelektual.

Managemen Faktor Risiko Medis


Kondisi medis yang relevan seharusnya dideteksi seawal mungkin dan dimanagemen
secara optimal termasuk terapi hipertensi, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan aritmia,
peningkatan kolesterol dan lemak, penyakit vaskuler perifer, penyakit arteri karotis, sleep apnea
dan penyakit paru kronis, penyakit renal kronis, pengobatan, penyalahgunaan obat dan alkohol.
Laju kemunduran kognitif pada penelitian longitudinal diketahui berhubungan secara
positif dengan tekanan darah sistolik dan diastolic, seperti halnya peningkatan tingkat kolesterol
serum. Diabetes mellitus tipe 2 dihubungkan secara kuat dengan peningkatan risiko gangguan
kognitif dan AD. Pada satu penelitian 43% risiko dementia disebabkan oleh diabetes mellitus,
stroke, atau kombinasi. Level insulin yang tinggi, tampak pada diabetes mellitus tipe 2, dapat
membawa risiko spesifik untuk deposisi amyloid otak dan risiko masa depan perkembangan AD.

Pencegahan Penggunaan Kronis Peresepan Medis Tertentu


Pengobatan antikolinergik (baik peresepan dan perhitungan berlebihan) digunakan sangat
sering untuk terapi berbagai kondisi pada usia lanjut tertentu. Pengobatan ini termasuk terapi
insomnia (khususnya difenhidramin dan amitriptilin), inkontinensia, dizziness dan vertigo
(khususnya meclizine), alergi dan gatal kronik, depresi, spasme gastrointestinal, dan
hiperasiditas.

Penggunaan Suplemen dan Peresepan Medis


Suplemen dan pengobatan tertentu dapat mengurangi risiko perkembangan penyakit
dementia, seperti AD, seperti halnya laju progresi, khususnya pada stadium lebih awal. Bukti
epidemiologis dan percobaan klinis individual menyarankan bahwa faktor yang terdidentifikasi
menurunkan risiko penyakit kronis seperti stroke, diabetes, dan penyakit vaskuler juga
mengurangi risiko AD. Yang paling penting di antaranya adalah vitamin C dan B12, pyridoxine
dan vitamin B lain, dan asam lemak omega 3, yang paling mudah didapatkan pada suplemen
minyak ikan. Terdapat beberapa data preliminary yang menyarankan bahwa pengobatan
antihipertensif tertentu (angiotensin converting enzyme inhibitors dan angiotensin receptor
blockers) demikian juga pengobatan statin mungkin bermanfaat secara khusus untuk pencegahan
penyakit kardiovaskuler dan neurodegenerative, tetapi data belum cukup kuat untuk menjamin
rekomendasi terapi spesifik saat ini.

Anda mungkin juga menyukai