PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wafatnya Rasulullah SAW menandai berakhirnya pembentukan
syari’at Islam. Para sahabat sebagai perpanjangan tangan Nabi dalam
melestarikan dan mengembangkan Islam dihadapkan pada persoalan sosial
yang sangat kompleks. Namun kepergian beliau tidak berarti berakhirnya
pembentukan hukum Islam. Rasulullah SAW telah meninggalkan warisan
yang sangat berharga untuk dipedomani oleh umatnya, yaitu Al-Qur’an dan
Al-Sunnah.
Sehubungan persoalan umat semakin berkembang dan tidak mungkin
semuanya terakomodasi dalam al-Qur’an dan sunnah, maka jauh-jauh hari
Rasulullah telah memberikan contoh melalui pembicaraannya dengan Mu’az
bin Jabal, bahwa penyelesaian persoalan umat itu berpedoman kepada al-
Qur’an atau sunnah, kalau tidak ditemukan solusinya maka diselesaikan
melalui ijtihad yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utama tersebut.
Dengan berpedoman kepada pesan ini, para sahabat dan tabi’in
kemudian berijtihad disaat mereka tidak menemukan dalil dari al-Qur’an atau
sunnah yang secara tegas mengatur suatu persoalan. Ijtihad para sahabat dan
tabi’in inilah kemudian yang melahirkan fiqih.
Perbedaan kuantitas hadits oleh kalangan tabi’in, ditambah pula
perbedaan mereka dalam menetapkan standar kualitas hadits serta situasi dan
kondisi daerah yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan dalam hasil
ijtihad mereka. Selain itu perbedaan hasil ijtihad juga ditunjang oleh kadar
penggunaan nalar (rasio), yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya
beberapa mazhab dalam fiqih. Di dalam makalah ini penulis mencoba
memberikan penjelasan mengenai sistematika sumber hukum Islam dan
sistem istinbath masing-masing imam mazhab yang empat, yaitu imam Abu
Hanifah, imam Malik, imam Syafi’i dan imam Ahmad ibn Hanbal.[1]