Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEORI BELAJAR

Proses-proses Pembelajaran Kognitif

Dosen Pengampu : Citra Fitri Kholidya, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

KELOMPOK 2

1. Nia Primadita (18010024005)


2. Avinda Zakcy Ramadhan(18010024006)
3. Diana Rizma Santika (18010024013)
4. Muhammad Rasyid Wijaya(18010024035)
5. Eko Julianto (18010024040)
6. Mia Mega Fiana (18010024045)

PROGRAM STUDI S1 TEORI BELAJAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Belajar adalah kegiatan yang melibatkan kompleksnya proses berpikir. Belajar terjadi
antara lain meliputi pengaturan stimulus yang didapat dan disesuaikan dengan struktur
kognitif yang sudah dipunyai dan terbentuk dalam pikian seseorang atas dasar pemahanan
dan pengalaman.Teori belajar terbagi menjadi 3 yaitu, teori belajar kognitif,
behavioristik , konstruktivistik. Teori belajar ini lebih mementingkan sebuah proses
belajar daripada hasil dari belajar. Bagi penganut sistem ini belajar bukanlah sekedar
melibatkan hubungan diantara respon dan stimulus. Pada model belajar kognitif
menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh pandangan serta pemahamannya
mengenai situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar mereka.

Kognitif berasal dari bahasa inggris “Cognitive” yang bermakna mengerti atau
pengertian. Diartikan secara luas bahwa kognisi adalah perolehan pengetahuan, penataan
dan penggunaannya. Sedangkan arti secara umumnya adalah kemampuan intelektual yang
terdiri dari beberapa tahap mulai dari knowledge (pengetahuan), Comprehention
(Pemahaman), Aplication (Penerapan) dan Evaluation (Evaluasi). Ada juga yang
mengartikan kognitif sebagai kemampuan untuk mengembangkan kemampuan (akal)

Teori belajar kognitif menerangkan belajar dengan cara fokus pada perubahan proses jiwa
dan struktur yang terjadi sebagai akibat dari usaha untuk memahami kehidupan. Teori
kognitif yang dipakai untuk mnerangkan tugasyang sederhana seperti mengingat nomor
telepon dan kompleks dan memisahkan masalah yang tidak jelas.

Teori kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya
usaha dari setiap individu dalam upaya menggali ilmu pengetahuan. Para pendidik dan
para perancang pendidikan serta serta pengembang program – program pembelajaran
perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat pembelajaran seperti teori
kognitif.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana penguasaan keterampilan ?
b) Bagaimana pengetahuan kondisional dan metakognitif?
c) Bagaimana mempelajari konsep?
d) Bagaimana pemecahan masalah?
e) Bagaimana transfer itu?
f) Apa yang dimaksud teknologi pengajaran?
g) Bagaimana aplikasi – aplikasi pembelajaran?

2
C. Tujuan

a) Mengerti bagaimana penguasaan keterampilan dalam mempermudah pengajaran


b) Memahami pengetahuan kondisional dan metakognitif dalam pembelajaran
c) Memahami bagaimana mempelajarai konsep pembelajaran
d) Memahami proses pemecahan masalah
e) Memahami konsep transfer dalam pembelajaran
f) Mengerti manfaat teknologi dalam pembelajaran
g) Memahami aplikasi – aplikasi pembelajaran

BAB II

ISI

A. PENGUASAAN KETERAMPILAN

3
Mengembangkan kompetensi dalam bidang apa pun membutuhkan sebuah proses
penguasaan kemampuan. Kita mulai dengan mecermati isu-isu yang terkait dengan
penguasaan kemampuan umum dan khusus.

a. Keterampilan Umum dan Keterampilan Khusus

Kemampuan bisa dibedakan menurut tingkat kekhususan. Kemampuan umum di


gunakan dalam berbagai disiplin yang luas. Kemampuan khusus hanya berguna dalam ranah-
ranah tertentu. Sperti yang dibahas dalam cerita pembuka, Pemecahan masalah dan pemikiran
kritis merupakan kemampuan umum karena hal tersebut berguna untuk menguasai
kemampuan kognitif, motor, dan social. Sementara itu pemfaktoran polynominal dan soal
akar melibatkan kemampuan khusus karena terbatasnya aplikasi matematika.

Kemampuan umum diperoleh akan memfasilitasi pembelajaran dalam banyak cara.


Bruner (1985) menegaskan bahwa tugas-tugas seperti “belajar bermain catur, belajar
memainkan seruling, belajar matematika, belajar membaca bait-baitkata dalamsajak. Gerald
Manley Hopkins (hlm. 5-6) merupakan kegiatan yang serupa terkait dengan dilibatkannya
perhatian, memori, dan daya tahan.

Di saat yang sama, tiap jenis kemampuan pembelajaran memiliki fitur-fitur yang unik.
Bruner (1985) dengan lugas berkata bahwa pandangan pembelajaran tidaklah hanya dalam
kondisi di mana sifat tugas tersebut dipelajari, jenis pembelajaran tercapai dan sifat-sifat yang
dibawa siswa ke dalam situasi tersebut. Banyaknya perbedaan antara tugas-tugas, seperti
belajar untuk menyeimbangkan komposisi kimia dan belajar menyeimbangkan diri di atas
balok di mata pelajaran senam, membutuhkan proses yang berbeda untuk menjelaskan
pembelajaran.

Ranah specificity diartikan dalam berbagai cara. Ceci (1989) menggunakan istilah
tersebut pada struktur pengetahuan deklaratif yang memiliki ciri-citi tersendiri (Bab 5).
Penelitian lain memasukkan prosedur pengetahuan dan melihat pengkhususan yang terkait
dengan manfaat pengetahuan (Perkins & Salomon, 1989). Hal yang utama bukan dalam
pembuktian atau penolakan terhadap salah satu sikap karena kita tahu bahwa baik
kemampuan umum maupun kemampuan khusus dilibatkan dalam pembelajaran (Voss, Wiley,
& Carretero, 1995). Yang ditekankan ialah salah satu pengkhususan di mana jenis
pembelajaran melibatkan kemampuan umum dan kemampuan khusus, kemampuan yang
seperti apa, dan bidang apa yang sesuai dengan kemampuan mereka.

4
Pemikiran mengenai pengkhususan kemampuan yang berkisar sepanjang sebuah
kontinum merupakan hal yang disarankan, seperti yang dijelaskan Perkins & Salomon
(1989):

Pengetahuan umum mencakup strategi-strategi pemecahan masalah yang bisa


diaplikasikan secara luas, pemikiran inventif, pembuatan keputusan, pembelajaran, dan
pengelolaan mental yang baik, kadang disebut autocontrol, autoregulasi, atau metakognisi.
Dalam permainan catur, misalnya, pengetahuan yang sangat spesifik (sering disebut
pengetahuan local) mencakup aturan permainan dan juga kebiasaan dalam mengatasi situasi
spesifik yang jumlahnya tak terhingga, seperti pembukaan yang berbeda dalam mendapatkan
skakmat. Adapun mengenai keadaan umum tingkat menengah disebut dengan konsep strategi,
seperti control pusat, yang menjadi spesifik dalam catur tetapi juga menyertakan penerapan
yang jauh tercapai oleh analogi (hlm. 17)

Kita kemudian bisa bertanya: Apa yang paling berperan dalam memastikan
keberhasilan dalam pembelajaran? Beberapa pengetahuan local dibutuhkan-orang-orang tidak
bisa menguasai fraksi tanpa mempelajari aturan yang membahas mengenai pengoperasian
fraksi (misalnya, penambahan, pengurangan). Akan tetapi, seperti yang ditulis oleh Perkins
dan Solomon (1989) pertanyaan yang lebih penting ialah : di mana kendala dalam
pengembangan penguasaan? Bisakah setiap orang menjadi seorang pakar hanya dengan
pengetahuan dalam ranah yang spesifik? Jika tidak, di titik mana kemampuan umum menjadi
penting?

Ohlsson (1993) Mengembangkan sebuah model penguasaan kemampuan melalui


pelatihan yang terdiri dari tiga subfungsi: menggerakkan perilaku yang terkait dengan tugas,
mengidentifikasikan kesalahan, dan membetulkan kesalahan. Model ini mencakup proses-
proses tugas umum dan tugas spesifik. Ketika siswa berlatih, mereka memonitor kemajuan
dengan membandingkan keadaan mereka pada saat ini dengan pengetahuan mereka
sebelumnya. Ini merupakan strategi umum, tetapi ketika pembelajaran terjadi, secara
meningkat ia akan beradaptasi dengan kondisi tugas spesifik. Kesalahan sering disebabkan
karena menjalankan prosedur umum secara tidak tepat (Ohlsson, 1996), tetapi pengetahuan
sebelumnya dalam ranah yang spesifik membantu siswa mendeteksi kesalahan dan mengenali
kondisi-kondisi yang menyebabkannya. Dengan demikian, melalui pelatihan dan
pembelajaran, metode-metode umum menjadi lebih terspesialisasi.

Pemecahan Masalah bermanfaat dalam mempelajari kemampuan dalam banyak area


yang berguna, tetapi kondisi-kondisi tugas sering kali membutuhkan kemampuan spesifik
untuk mengembangkan keahlian. Dalam banyak kasus, perpaduan dua jenis kemampuan

5
dibutuhkan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mampu memecahkan masalah yang
tidak biasa sehingga dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan metakognitif umum
(misalnya “Apa yang sedang saya lakukan sekarang?” “Apakah hal in akan membawaku ke
sesuatu?”) memfasilitasi pemecahan masalah (perkins & Solomon, 1989). Selain hasil-hasil
positif ini, prinsip-prinsip dasar sering kali tidak tertransfer (Pressley et al., 1990;Schunk &
Rice, 1993). Transfer membutuhkan penggabungan strategi umum dengan faktor-faktor
seperti pengajaran dalam pemonitoran sendiri dan berlatih dalam konteks spesifik. Tujuan
yang terdapat di dalam cerita pembuka ialah ketika para siswa mempelajari strategi umum,
mereka akan mampu mengadaptasi strategi umum tersebut dalam setting tertentu.

Singkatnya, Keahlian biasanya terletak pada penguasaan atas ranah atau bidang
keterampilan tertentu (Lajoie, 2003). Keahlian membutuhkan dasar pengetahuan yang besar
yang bisa diaplikasikan pada ranah yang berbeda sehingga bisa dipakai pada masing-masing
ranah. Orang-orang tidak akan mengharapkan strategi seperti mencari bantuan dan
memonitor kemajuan untuk mencapai sasaran akan terlaksana dengan cara yang sama di
dalam ranah yang berbeda (misalnya, kalkulus dan lompat gajah). Di saat yang sama, Perkins
dan salomon (1989) menunjukkan bahwa strategi umum bermanfaat untuk mengatasi
masalah-masalah yang tidak biasa di dalam ranah-ranah yang berbeda terlepas dari
keseluruhan kompetensi seseorang di dalam ranah yang bersangkutan. Temuan ini
menyiratkan bahwa para siswa harus memiliki pengetahuan dasar yang baik (Ohlsson, 1993),
begitu pula dengan strategi pemecahan masalah umum dan pengaturan diri sendiri (bab 9).

b. Metedologi Penelitihan Pemula-Pakar

Dengan bertumbuhnya pandangan-pandangan pembelajaran kognitif dan konsttruktif,


para peneliti telah mengalihkan pandangannya dari melihat pembelajaran sebagai perubahan-
perubahan dalam merespons penguatan yang berbeda (Bab 3) dan lebih tertarik pada
keyakinan siswa dan proses berpikir selama pembelajaran. Dengan demikian focus untuk
penelitian pembelajaran menjadi berubah.

Untuk menginvestigasi pembelajaran akademis, banyak peneliti menggunakan


metodologi pemula-pakar dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Mengidentifikasi kemampuan yang akan dipelajari


 Menemukan seorang pemula (seorang yang mengetahui sesuatu mengenai tugas tetapi
tidak mengerjakannya dengan baik).
 Menentukan bagaimana seseorang pemula bisa berlatih menuju tingkatan pakar
seefisien mungkin.

6
Metodologi ini secara intuitif dinillai masuk akal. Ide dasarnya ialah jika anda ingin
memahami bagaimana agar lebih ahli dalam sebuah bidang, perhatikanlah dengan seksama
seseorang yang menunjukkan kemampuan itu secara baik. Dengan melakukan hal itu Anda
bisa mempelajari pengetahuan apa yang ia miliki, prosedur-prosedur dan strategi apa yang
bermanfaat, bagaimana mengatasi situasi-situasi sulit, dan bagaimana membetulkan
kesalahan. Model ini memiliki keterkaitan dengan dunia nyata dan tercermin dalam kegiatan
magang, pelatihan kerja, dan pengawasan.

Banyak pengetahuan mengenai bagaimana orang-orang yang memiliki kempetensi


yang lebih dan kurang menunjukkan perbedaan dalam sebuah ranah berasal dari penelitian
yang berdasar sebagaian pada asumsi-asumsi mengenai metodologi ini (VanLehn, 1996).
Dibandingkan dengan para pemula, para pakar memiliki lebih banyak pengetahuan ranah
yang luas, memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa yang tidak mereka ketahui,
menghabiskan lebih banyak waktu di awal untuk menganalisis masalah, dan menyelesaikan
masalah tersebutsecara lebih cepat dan lebih akurat (Lajoie, 2003). Penelitian juga telah
mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dalam tahapan penguasaan kemampuan. Pelakasanaan
peneliti semacam ini membutuhkan keintensifan dan memakan waktu karena penelitian ini
harus meneliti siswa dalam kurun waktu tertentu, tetapi membuahkan hasil yang baik.

Di saat yang sama, model ini bersifat deskriptif ketimbang bersifat menjelaskan
(explanatory). Penelitian ini membahas apa yang akan dilakukan siswa ketimbang
menjelaskan mengapa mereka melakukan hal itu. Model ini juga diam-diam berasumsi bahwa
terdapat konstelasi kemampuan yang telah mantap yang membuahkan keahlian dalam ranah
yang ada, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Sambil tetap menghargai pengajaran, Sternberg
dan Horvath (1995) berpendapat bahwa tidak ada satupun standar melainkan para guru ahli
yang menyerupai satu sama lain dengan cara yang kuno. Hal ini membuat pengalaman
dengan para guru yang biasanya berbeda dalam berbagai hal.

c. Berbagai Perbedaan antara Pemula dan Pakar dalam Sains

Para pakar dalam ranah ilmiah berbda dengan pemula dalam kuantitas dan susuan
pengetahuan. Para pakar memiliki lebih banyak pengetahuan dalam ranah yang spesifik dan
lebih cenderung menyusunnya dalam hierarki, sementara pemula sering menunjukkan
konsep-konsep ilmiah yang sering tumpang tindih.

Pemula mengklarifikasi soal-soal berdasarkan prinsip yang dibutuhkan untuk


memecahkan soal. Pengetahuan para pakar yang besar mengenai prinsip-prinsip diorganisir
Bersama deskripsi yang berada dibawa prinsip-prinsip tersebut.

7
Ketika dihadapkan pada soal-soal ilmiah, pemula sering menggunakan means-ends
analisis, menentukan tujuan soal dan memutuskan formula mana yang bisa digunakan untuk
mencapai tujuan itu.

Para pakar mengenali format soal, mengerjakan subtujuan lanjutan, dan menggunakan
informasi itu untuk mencapai tujuan utama. Pengalaman dalam mengerjakan soal-soal ilmiah
membangun pengetahuan mengenai jenis soal.

B. PENGETAHUAN KONDISIONAL DAN METAKOGNITIF


a. Pengetahuan Kondisional
Pengetahuan kondisional merupakan pemahaman kapan dan mengapa
menggunakan bentuk bentuk pengetahuan deklaratif prosedural (Paris et al.,1983).
Memiliki pengetahuan dklaratif dan prosedural tidak menjamin siswa akan
menunjukkan kinerja yang baik. Ketika mereka cenderung melakukan kegiatan
membaca cepat akibatnya hasil yang didapat menjadi kurang ketika tes pemahaman.
Pada dasarnya membaca cepat tidak bisa digunakan dalam berbagai situasi. Melaluli
pengetahuan kondisional siswa dapat memilih dan menggunakan pengetahuan
deklaratif dan prosedural yang cocok dengan tugas dan keadaan, apakah harus
membaca cepat atau membaca cermat.
Pengetahuan kondisional sebenarnya merupakan sebuah bentuk pengetahuan
deklaratif karena ia adalah pengetahuan “bahwa” dan pengetahuan kondisional juga
dimasukkan dalam prosedur prosedur.
Pengetahuan kondisional merupakan bagian integral dalam pembelajaran yang
diatur sendiri (Schunk&Zimmerman,1994,1998;Bab9). Dengan adanya pembelajaran
yang dilakukan sendiri mengharuskan siswa memutuskan bagaimana cara belajarnya
yang tepat untuk mengerjakan tugas. Ketikasiswa mengerjakan tugas, maka mereka
akan menkasir kemajuan dalam tugas dengan menggunakan proses metakognitif.
Ketika siswa telah berhasil melakukan pemahaman terhadap masalah, mereka akan
mengubah strategi mereka berdasarkan pengetahuan kondisional mengenai apa yang
bisa terbukti lebih efektif.

b. Metakognisi dan Pembelajaran


Metakognisi mengacu pada pengontrolan kesadaran yang disengaja
padaaktivitas kognitif ( Brown,1980;Matlin,2009).
Metakognitif terdiri dari dua rangkaian kemampuan yang saling berhubungan.
Pertama, siswa harus paham dengan kemampuan,strategi,dan sumber daya apa yang
dibutuhkan dalam sebuah tugas. Yang dimaksud dalam jenis ini adalah menemukan
ide pokok,melatih informasi, membentuk asosiasi atau gambaran, menggunakan

8
teknik mengingat,dan menggunakan teknik uji coba. Kedua, siswa harus mengetahui
kapan dan bagaiman menggunakan kemampuan dan strategi tersebut, dengan tujuan
untuk memastikan agar tugas bisa diselesaikan dengan sempurna.
Kemampuan metakognitif berkembang secara perlahan, kemampuan
metakognitif mulai berkembang sekitar usia 5 hingga 7 tahun dan berlanjut hingga
masa anak berada di sekolah

c. Variabel – variablel yang mempengaruhi metakognitif


Kesadaran metakognitif dipengaruhi oleh variable – variable yang terkait
dengan pembelajar,tugas – tugas, dan strategi – strategi
(Duell,1986;Flavell&Wellman,1977.)

1. Variabel Pembelajar.
Pada variabel pembelajaran ini, dapat dilihat jika usia mempengaruhi cara
berpikir dan mengingat mereka, semakin banyak usia anak,maka mereka
makin siap untuk mengingat. Begitupun dalam kemampuan menghafal, anak
yang berusia lebih tua ingatan mereka lebih akurat.
2. Variabel Tugas.
Mengetahuai kesulitan relative dari bentuk pembelajaran yang berbeda dan
menarik berbagai jenis informasi dari memori merupakan bagian dari
kesadaran metakognitif.
Pemberian tugas disesuaikan dengan usia dari siswa.
3. Variabel Strategi
Metakognisi tergantung pada strategi yang digunakan pembelajar. Anak anak
yang berusia 3 dan 4 tahun bisa menggunakan strategi memori untuk
mengingat informasi, tetapi kemampuan mereka dalam menggunakan strategi
bertambah seiring perkembangan.
Meskipun banyak siswa mampu menggunakan strategi metakognitif, mereka
mungkin tidak tahu strategi mana yang membantu pembelajaran dan
penguasaan.

d. Metakognisi dan Perilaku


Memahami kemampuan dan strategi mana yang membantu kita belajar
dan mengingat informasi merupakan hal yang penting, tetapi belum cukup
untuk meningkatkan prestasi siswa. Dalam beberapa kasus, metakognisi bisa
menjadi hal yang tidak dibutuhkan karena materinya mudah dipelajari, tetapi
siswa banyak yang tidak memahami bahwa dengan strategi metakognitif akan
meningkatkan hasil kerja mereka.
Meski komponen apa,kapan,dimana,dan mengapa merupakan hal
penting dalam penggunaan strategi. Mengajarkan apa tanpa hal hal setelahnya
hanya akan

9
membingungkan siswa dan bisa menimbulkan demoralisasi yaitu siswa yang
tahu apa yang dilakukan tetapi tidak tahu kapan,dimana, atau mengapa ia
melakukannya.
Menurut Duell,1986 Siswa sering kali harus diajarkan pengetahuan
dasar deklaratif atau prosedural bersamaan dengan kemampuan metakognitif.
Siswa harus memonitor pengertian mereka tentang ide pokok, tetapi
pengawasan tidak akan berfungsi jika mereka tidak paham apa itu ide pokok
atau bagaimana mendapatkannya. Marabahaya dalam mengerjakan strategi
metakogmitif bersamaan dengan satu tugas tunggal ialah siswa akan melihat
strategi hanya bisa diterapkan pada satu tugas tersebut atau tugas tugas yang
serupa, yang tidak mengembangkan pentransferan

e. Metakognisi dan Ketrampilan Membaca


Metakognisi sesuai dengan membaca karena melibatkan pemahaman
dan pengawasan pada tujuan dan strategi membaca.
(Paris,Wixson,&Palincsar,1986). Pembaca pemula sering tidak memahami
kesepakatan bahan yang dicetak:dalam bahasa Inggris,orang –orang membaca
kata – kata dari kiri ke kanan atau atas ke bawah. Pembaca pemula dan yang
tidak cakap biasanya tidak memperhatikan pemahaman mereka atau
menyesuaikan strategi mereka dengan tepat.(Baker & Brown,1984). Pembaca
yang terlatih tidak memperlakukan semua tugas dan bacaan secara sama.
Mereka menentukan tujuan mereka, menemukan ide pokok, membaca detail,
membaca cepat, mendapatkan inti sari, dan sebagainya. Kemudian mereka
menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya tepat sasaran. Ketika
kemampuan membaca telah berkembang dengan baik, proses ini akan terjdi
secara otomatis.
Ketika membaca, pembaca yang terlatih mengecek kemajuan mereka,
dengan tujuan untuk melihat apakah mereka telah mendapati sasaran, yaitu
dapat berupa ide penting, jika mereka telah membaca beberapa halaman tetapi
mereka belum mendapati sasaran, mereka rela membaca ulang. Jika mendapati
kata yang tidak dipahami pembaca yang terlatih mencoba mencari maknanya
dari sebuah kamus.
Anak anak mengembangkan kemampuan kognitif melalui interaksi
dengan orang tua dan guru (Langer & Applebee,1986). Orang dewasa
membantu anak anak menyelesaikan soal dengan mendampingi mereka
melalui langkah langkah penyelesaian, mengingatkan sasaran mereka, dan
membantu mereka merencanakan bagaimana mencapai sasaran mereka.
Palincsar dan Brown (1984) mengidentifikasi siswa kelas tujuh yang kurang

10
dalam kemampuan memahami. Mereka melatih siswa menyimpulkan,
mempertanyakan, menjelaskan, dan memprediksi. Peneliti mengajarkan
aktivitas ini sebagai bagian dari dialog antara guru dan siswa yang dikenal
dengan pengajaran resiprokal. Siswa yang telah melakukan pengajaran
resiprokal juga menunjukkan perbaikan yang lebih besar dalam kualitas
menyimpulkan dan mengajukan pertanyaan.

C. MEMPELAJARI KONSEP
a. Sifat sifat konsep
Konsep dilabeli serangkaian obyek, symbol, atau kejadian yang memiliki karakteristik
sama atau sifat sifat penting. Sebuah konsep merupakan susuan nyataatau representasi
kategori yang membawa orang orang mampu mengenali contoh contoh dan yang bukan
contoh kategori (Howard, 1987). Konsep konsep bisa mencangkup objek konkret atau ide ide
abstrak. Konsep pembelajaran ialah pembentukan representasi untuk mengenali sifat,
menyesuaikannya kedalam contoh baru, dan memisahkan contoh dari yang bukan contoh.
Penelitian awal yang dilakukan Bruner, Goodnow, dan Austin (1956) mendalami sifat
konsep. Siswa diberikan kotak kotak yang menunjukkan pola geometri. Dan selanjutkan
Bruner et al., (1956) menemukan bahwa siswa memformulasikan hipotesis mengenai aturan
yang mendasari konsep.
Sejak penelitian penelitian yang dilakukan oleh Bruner, pandangan lain muncul terkait
dengan sifat konsep. Teori Analisis Fitur mendalilkan bahwa konsep mencakup aturan-aturan
yang mendefinidikan fitur penting, atau sifat sifat instrinsik, dalam konsep (Gagne, 1985;
Smith & Medin, 1981). Melalui pengalaman pengalaman dengan konsep, orang orang
memformulasikan sebuah aturan yang memenuhi kondisi dan menerapkan aturan itu
sepanjang ia befrfungsi secara efektif.
Prespektif kedua yaitu Teori Prototype (Rosh, 1973, 1975, 1978). Prototype
merupakan gambaran konsep yang digeneralisir, yang hanya bisa mencakup beberapa konsep
sifat yang diartikan. Prototype bisa termasuk beberapa sifat yang tidak terdefinisi (opsional).
Dalam psikologi kohnitif, Prototype sering dianggap sebagai skema (andre, 1986) atau
bentuk nentuk yang terorganisir untuk pengetahuan yang kita miliki mengenai konsep
tertentu.
Menggabungkan analisis fitur dan posisi Prototype merupakan hal yang
dimungkinkan. Karena Prototype mencakup filter filter penting, kita bisa menggunakan
Prototype untuk mengklarifikasi contoh contoh konsep yang cukup serupa (Andre, 1986).
Pengembangan anak anak mengenainkonsep berubah seiring perkembangan dan
pengalaman. Anak anak yang bertransisi dalam makna konsep akan terus-menerus memiliki

11
hipotesis awal dalam pikiran mereka saat mereka mengembangkan makna yang telah direvisi
(Goldin-Meadow, Alibal, & Crunch, 1993)

b.Penguasaan konsep
Penelitian menunjukkan bahwa ada berbagai cara untuk mempelajari dan
memodifikasi konsep (Chinn&Samarapungavan, 2009). Cara pertama untuk mengembangkan
Prototype ialah dihadapkan pada contoh biasa mengenai konsep yang mencerminkan sifat-
sifat klasik (Klausmeimer, 1992). Cara kedua ialah mengbstraksikan fitur-fitur dari dua atau
lebih.
Teori Gagne (1985) menyertakan konsep konsep sebagai bentuk utama pembelajaran.
Dalam pandangan Gafne, konsep pembelajaran melibatkan multistage sequence. Pertama,
fitur stimulus ditampilkan sebagai sebuah contoh konsep bersama dengan non-contoh. Kedua,
dalam tahapan (generaliser), siswa mengidentifikasi contoh dan non-contoh. Ketiga, fitur
stimulus – yang menjadi konsep – bervariasi dan ditampilkan bersama non-contoh.
Klausmeimer (1990, 1992) mengembangkan dan menguji sebuah model konsep
prestasi. Model ini mendalilkan empat tahapan rangkaian : konkrit, identitas, classificatory,
dan formal. Kompetensi tiap level diperlukan untuk menguasai level berikutnya. Proses
penguasaan konsep memberikan interksi perkembangan, pengalaman informal, dan
Pendidikan formal,
Pada tingkat konkret, siswa bisa mengenali sebuah item yang ditemui sebelumnya
ketika konteks atau orientasi spasial dimana pertama kali ia ditemui tetap sama. Tingkat ini
mensyaratkan siswa untuk mengelola item, memisahkannya jiak berbeda denga sekeliling
berdasarkan satu atau lebih sifat sifat yang terdefinisi, menampilkan dalam LTM sebagai
gambar visual, dan menariknya dari LTM untuk membandingkannya dengan item baru dan
menentukan bahwa itu adalah item yang sama.
Tingkatan identitas dicirikan dengan mengenali sedikitnya dua item yang sema
dengan sebelumnya ditemui ketika item tersebut diamati dari perspektif yang berbeda atau
dalam cara perlakuan yang berbeda. Tahapan ini melibatkan proses yang sama seperti pada
konkret sama halnya dengan proses generalisasi.
Tingkat classificatory mensyaratkan siswa mengenali sedikitnya dua item yang setara.
Proses ini berlajut hingga siswa bisa mengenali contoh-contoh dan non-contoh. Kemampuan
menamai konsep tidak dibutuhkan dalam tingkatan ini, tetapi seperti tahapan sebelumnya,
tahapan ini bisa membantu untuk mendapatkan konsep.
Terakhir, tingkat formal mengharuskan siswa mengidentifikasi contoh contoh dan
non-contoh konsep, menamai konsep dan sifat yang mendeinisikannya, memberi definisi
pada konsep, dan mengkhususkan sifat-sifat yang membedakan konsep dari hal lain yang

12
berkaitan. Untuk menguasai tahapan ini siswa harus menerpkan roses kognitif tingkat
classificatory dan membuat proses berpikir yang tersusun lebih tinggi yang mencakup
hipotesis, evaluasi, dan kesimpulan.
Tahapan model ini memiliki implikasi pengajaran bagi siswa pada berbagai titik
perkembangan. Pengajaran bisa disebarkan pada beberapa tingkat kelas di mana konsep-
konsep dicek kembali secara berkala pada tingkat pencapaian yang lebih tinggi, anak yang
berusia muda pada awalnya diberikan acuan konkret dan seiring perkembangan mampu
beroperasi dalam tingkat kognitif yang lebih abstrak.

c. Mengajarkan konsep-konsep
Tennyson (1980, 1981; Tennyson, Steve, & Boutwell, 1975) juga mengembangkan
sebuah model konsep pengajaran berbasis penelitian empirik. Model ini mencakup tahapan-
tahapan seperti
1. Menentukan strukstur konsep untuk menyertakan konsep superordinate, koordinat,
dan subordinat, dan mengenali sifat-sifat penting dan sifat-sifat varibel, misalnya fitur
yang bisa beragam dan tidak memengaruhi konsep
2. Mendefinisikan konsep dalam terma sifat yang penting dan menyiapkan beberapa
contoh dengan sifat yang penting dan sifat yang beragam.
3. Menyusun contoh contoh dalam rangkaian berdasarkan sifat-sifat, dan memastikan
bahwa contoh-contoh itu memiliki berbagai sifat didalam rangkaian yang berisi
contoh-contoh dari tiap konsep koordinat.
4. Mengatur dan menampilkan rangkaian dalam terma divergensi dan kesulitan kesulitan
contoh-contoh dan menyusun contoh di dalam rangkaian apapun mengacu pada
pengetahuan terkini pembelajaran.
Contoh contoh harus berbeda dalam sifat-sifat variabel dan non-contoh harus berbeda dari
contoh dalam sifat-sifat penting dalam jumlah kecil. Jenis tampilan ini mencegah siswa
untuk menggeneralisir secara berlebihan dan kurangne menggeneralisir.
Menegaskan hubungan antar contoh-contoh merupakan cara yang efektif untuk
menguasai generalisasi. Salah satu caranya yaitu menggunakan peta konsep
(pengetahuan), atau diagram yang menampilkan ide ide sebagai node-link assemblies
(Nesbit & Adesope, 2006). O’Donnell et al., (2002) menunjukan bahwa belajar dibantu
dengan peta konsep meningkatkan daya pengetahuan siswa.
Dalam mengajarkan konsep, mednampilkan contoh yang berbeda dalam sifat-sifat
opsional, tetapi memiliki sifat-sifat yang terkait merupakan hal yang bermanfaat agar sifat

13
yang terkait itu dapat ditunjukkan dengan jelas, bersamaan dengan dimensi yang tidak
berkaitan. Menggunakan contoh yang telah diolah merupakan strategi pengajaran kognitif
yang efektif (Atkinson et al., 2000)
Model ini membutuhhkan analisis konsep struktur taksonomi yang cermat. Struktur
bisa dispesifikasikan secara baik untuk konsep tetapi bagi konsep lain – khususnya
konsep-konsep abstrak – kaitan dengan konsep susunan yang lebih tinggi dan lebih
rendah, begitu pula konsep koordinat, merupakan sebuah masalah.

d. Proses-proses motivasional
Dalam sebuah artikel di seminar, Pintrich, Marx, dan Boyle (1993) menegegaskan
bahwa perubahan konsep juga melibatkan proses motivasi (misalnya, harapan pemenuhan
sasaran, kebutuhan), dimana model pengolahan informasi cenderung diabaikan. Penulis
penulis tersebut berpendapat bahwaada empat kondisi yang diperlukan agar perubahan
konsep bisa terjadi. Pertama, dibutuhkan ketidakpuasan dengan konsep terkini. Perubahan
tidak akan terjadi jika orang-orang merasa konsepsi mereka masih akurat atau
bermanfaat. Kedua, konsepsi baru harus dimengerti.. Ketiga, konsepsi yang baru harus
masuk akal. Dan terakhir, meraka harus mnerima konsepsi baru sebagai sesuatu yang
berfaedah.
Proses motivasi memasuki beberapa tempat dalam model ini. Misalnya penelitian
menunjukkan bahwa sasaran siswa mengarahkan perhatian dan usaha mereka, dan
keberhasilan mereka terkait secara positif dengan motivasi, penggunaan strategi tugas
yang efektif dan penguasaan kemampuan (Schunk, 1995). Lebih jauh lagi, siswa yang
percaya bahwa belajar memiliki manfaat dan strategi tugas merupakan hal yang efektif
akan memunculkan motivasi dan pembelajaran yang tinggi (Borkowski, 1985; Pressley et
al, 1990; Schunk & Rice, 1993)
Singkatnya, karya tulis menyarankan bahwa perubahan konsep melibatkan interaksi
kognisi siswa dan keyakinan motivasi (Pintrich et al., 1993), yang memiliki pengaruh
bagi pengajaran.

Peran motivasi sangatlah penting. Meski ilmu pengetahuan memiliki banyak tema
yang pasti menarik, mempelajari hal ilmiah hanya menarik minat sedikit siswa. Belajar
memberikan manfaat dari pengajaran dan menghubungkannya dengan aspek-aspek dalam
kehidupan siswa.

D. PEMECAHAN MASALAH

14
Salah satu jenis pengolahan kognitif yang penting yang terjadi selama pembelajaran
adalah pemecahan masalah. Beberapa pakar teori menganggap pemecahan masalah menjadi
proses kunci dalam pembelajaran, khususnya di ranah-ranah seperti sains dan matematika
(Anderson, 1993). Meski “pembelajaran” dan “pemecahan masalah” tidaklah bersinonim,
pemecahan masalah sering dimasukkan dalam pembelajaran dan khususnya ketika siswa bisa
mengembangkan beberapa tingkatan pengaturan-diri melalui pembelajaran dan ketika
pembelajaran melibatkan tantangan dan solusi yang tidak jelas. Pemecahan masalah mengacu
pada usaha orang-orang untuk mencapai tujuan karena mereka tidak memiliki solusi
otomatis. Pemecahan masalah biasanya tidak muncul ketika kemampuan siswa begitu baik
sehingga mereka secara otomatis melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan, yang
muncul dengan berbagai kemampuan dalam ranah yang berbeda. Disaat yang sama, siswa
mempelajari kemampuan baru dan kegunaan baru bagi kemampuan yang telah dipelajari
sebelumnya, sehingga banyak aktivitas sekolah akan melibatkan pemecahan masalah di
beberapa titik selama pembelajaran.

a. Pengaruh-pengaruh Lama

Beberapa perspektif historis mengenai pemecahan masalah dibahas sebagai latar


belakang dalam pandangan kognitif terkini : ujicoba, pemahaman, dan heuristika. Kita
kadang-kadang melakukan uji coba untuk memecahkan masalah. Kita hanya melakukan
berbagai tindakan sampai tindakan itu berhasil. Akan tetapi uji coba tidak bisa digantungkan
dan sering kali tidak efektif. Hal itu bisa membuang-buang waktu, tidak membuahkan hasil,
membawa pada solusi yang kurang tepat, dan bisa berpengaruh negative.

b. Pemahaman.

Pemecahan masalah sering diperkirakan melibatkan pemahaman atau penyadaran tiba-tiba


untuk solusi. Wallas (1921) meneliti orang yang mampu memecahkan masalah yang hebat
dan memformulasikan model yang memiliki empat tahapan sebagai berikut :

 Persiapan : waktu untuk mempelajari masalah dan mengumpulkan informasi, yang


mungkin sesuai dengan solusi.
 Inkubasi : periode memikirkan masalah, yang juga bisa berupa pengabaian maslah
untuk sejenak
 Iluminasi : periode perenungan ketika solusi yang mungkin bisa digunakanmuncul
tiba-tiba dalam kesadaran.
 Verifikasi : waktu untuk menguji solusi yang ada untuk memastikan kebenarannya.

Hambatan dalam pemecahan masalah ialah functional fixedness, atau ketidakmampuan


menerima kegunaan yang berbeda bagi objek-objek atau konfigurasi elemen baru dalam

15
sebuah situasi (Duncker, 1945). Sifat ikatan prosedur dalam pemecahan masalah bisa muncul
ketika prosedur yang berbeda ditekankan selama pengajaran (Chen, 1999).

c. Heuristika

Cara lain untuk memecahkan masalah ialah dengan menggunakan heuristika, yang
merupakan metode umum untuk memecahkan masalah yang menggunakan prinsip-prinsip
yang biasanya menghasilkan solusi (Anderson, 1990). Bransford dan Stein (1984)
memformulasikan sebuah heuristika yang sama dikenal dengan IDEAL

 Identifiy (mengidentifikasi ) masalah


 Define (mendefinisikan) masalah
 Explore (mendalami) masalah
 Act (melaksanakan) strategi
 Look Back (melihat kembali) dan mengevaluasi pengaruh aktivitas anda)
d. Strategi Pemecahan Masalah

Seperti kemampuan, strategi pemecahan masalah bisa bersifat umum atau khusus.
Strategi umum bisa diterapkan bagi masalah-masalah di beberapa ranah terlepas dari isinya.
Strategi khusus berguna hanya bagi ranah tertentu.

Penciptaan strategi dan strategi tujuan.

Penciptaan strategi dan strategi tujuan bermanfaat ketika solusi masalah yang jumlahnya
terbatas bisa diuji untuk melihat apakah solusi itu bisa memenuhi tujuan (Resnick, 1985).

Analisis Cara-Hasil.

Untuk menggunakan analisis cara-hasil, kita membandingkan situasi terkini dengan


tujuan dan mengenali perbedaan antara mereka (Resnick, 1985)

Penalaran Analogis.

Strategi pemecahan masalah umum lainnya ialah dengan menggunakan penalaran


analogis, yang mencakup pembuatan analogi diantara situasi masalah (target) dan situasi
yang telah dikenal (dasar sumber, Anderson, 1990 ; Chen, 1999; Hunt, 1989).

Brainstorming.

16
Brainstorming adalah strategi pemecahan masalah yang berguna untuk
memformulasikan solusi bagi masalah (Isaksen & Gaukin, 2005; Mayer, 1992; Osborn, 1963)

e. Pemecahan Masalah dan Pembelajaran

Pemecahan masalah sering terdapat dalam pembelajaran, tetapi konsepnya tidaklah


sama dalam makna. Mengacu pada pandangan pengolahan informasi terkini (Anderson,
1990,1993,2000), pemecahan masalah mencakup penguasaan, daya tahan, dan kegunaan
sistem produksi, yang merupakan jaringan kerja rangkaian kondisi-aksi dimana kondisi
merupakan rangkaian keadaan yang mengaktifkan sistem dan tindakan merupakan
rangakaian aktivitas yang terjadi (Anderson, 1990; Andre, 1986; Bab 5).

f. Penalaran

Penalaran mengacu pada proses mental yang tercakup dalam pembuatan dan
pengevaluasian argumen logis (Anderson, 1990). Penalaran menghasilkan kesimpulan dari
pikiran, kejelasan, dan ketegasan (Johnson-Laird, 1999) dan melibatkan penyelesaian
masalah untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau apa yang akan terjadi (Hunt, 1989).
Kemampuan penalaran termasuk:

Klarifikasi. Klarifikasi membutuhkan pengidentifikasian dan memformulasikan masalah,


menganalisis elemen, dan mendefinisikan istilah. Kemampuan ini melibatkan penentuan
elemen mana yang penting dalam sebuah situasi, apa maknanya, dan bagaimana mereka
berhubungan.

Dasar. Kesimpulan orang-orang mengenai masalah didukung oleh informasi yang didapatkan
dari observasi personal, pernyataan orang lain, dan kesimpulan sebelumnya. Menilai
kredibilitas sumber merupakan hal penting. Untuk melakukannya, kita harus membedakan
antara fakta, opini, dan penilaian alasan.

Kesimpulan. Penalaran ilmiah dilakukan secara induktif maupun deduktif. Penalaran


induktif berarti mengembangkan aturan, prinsip, dan konsep umum dari observasi dan
pengetahuan dari contoh-contoh spesifik (Pellegrino, 1985).

Evaluasi. Evaluasi melibatlkan penggunaan kriteria untuk menilai ketepatan pemecahan


masalah. Evaluasi juga termasuk dalam hal memutuskan apa yang bisa terjadi selanjutnya –
yaitu, memformulasikan hipotesis mengenai kejadian di masa mendatang dengan
mengasumsikan bahwa pemecahan soal yang dilakukan seseorang telah benar sejauh ini.

g. Implikasi-implikasinya bagi Pengajaran.

17
Kaitan antara pembelajaran dan pemecahan soal memperlihatkan bahwa siswa bisa
mempelajari heuristika dan strategi dan menjadi pemecah masalah yang lebih baik (Bruning
et al., 2004). Andre (1986) membuat beberapa saran yang diambil dari teori dan penelitian
sehingga akan bermanfaat dalam melatih kemampuan pemecahan masalah siswa, khususnya
karena saran-saran tersebut mewakili produksi dalam memori.

 Memberikan representasi metafora pada siswa


 Meminta siswa membuat pernyataan selama pemecahan masalah
 Menggunakan pertanyaan
 Berikan contoh
 Koordinasikan ide
 Gunakan pembelajaran penemuan
 Berikan deskripsi verbal
 Ajarkan strategi belajar
 Gunakan kelompok kecil
 Mempertahankan iklim psikologi positif

E. TRANSFER

Transfer berarti pengetahuan yang diterapkan dalam cara-cara baru, situasi baru, atau dalam
situasi yang dikenal dengan konteks yang berbeda. Proses ini menjelaskan bagaimana
pembelajaran sebelumnya berpengaruh pada pembelajaran selanjutnya. Kemampuan kognitif
untuk mentransfer merupakan hal yang penting karena tanpa ini semua pembelajaran akan
menjadi spesifik secara situasi dan akan banyak waktu yang dihabiskan dalam pemerian
pengajaran untuk mengajarkan kembali kemampuan dalam situasi baru. Ini berarti
kemampuan kognitif berperan cukup penting dalam proses transfer, karena kemampuan ini
diterapkan dengan baik maka tidak akan banyak waktu terbuang untuk mengajarkan kembali
materi yang telah disampaikan sebelumnya.

Ada beberapa tipe tranfer yang dijelaskan pada buku ini yaitu :

Positive transfer. Transfer ini terjadi ketika pembelajaran sebelumnya membantu


pembelajaran sebelumnya. Belajar bagaimana mengerjakan soal matematika penjumlahan
akan membantu dalam mengerjakan pengerjaan soal matematika penjumlahan dengan angka
berbeda.

Negative transfer. Terjadi karena pembelajaran terdahulu bercampur dengan pembelajaran


selanjutnya atau menyulitkannya. Belajar bagaimana mengerjakan soal matematika
penjumlahan mungkin akan berpengaruh negatif pada pembelajaran matematika operasi

18
hitung bilangan negatif dan positif, karena operasi hitung ini menekankan pada perubahan
tanda yang mungkin terjadi.

Zero transfer. Merupakan satu jenis pembelajaan yang tidak memiliki pengaruh nyata pada
pembelajaran berikutnnya. Mempelajari matematika penjumlahan tidak akan berpengaruh
untuk pelajaran Bahasa Indonesia mencari ide pokok bacaan.

a. Pandangan-pandangan Lama

Teori pengkondisian menekankan bahwa transfer tergantung pada elemen identik atau fitur
fitur yang sama (stimulus) diantara situasi. Thorndike (1913) menegaskan bahwa transfer
terjadi ketika situasi memiliki elemen yang identik (stimulus) dan berfungsi untuk respons
yang serupa. Jika siswa tidak meyakini adanya kesamaan yang sama antara situasi-situasi,
transfer tidak akan terjadi.

Yang juga berhubungan dengan transfer yaitu, Disiplin mental, Thorndike menyimpulkan
apa yang membantu pembelajaran baru yaitu tingkat kemampuan dasar mental siswa. ketika
siswa yang lebih cerdas memulai pembelajaran mereka akan mendapatkan yang terbaik dari
pelajaran. Nilai intelektual belajar bukan mencerminkan berapa banyak peningkatan dalam
kemampuan siswa untuk bepikir melainkan bagaimana pelajaran itu memengaruhi
ketertarikan dan tujuan siswa.

Generalisasi. Skinner (1953) memberikan pandangan lain mengenai transfer. Mengacu pada
teori pengkondisian operasi, transfer mencakup generalisasi respons dari data stimulus yang
dibedakan satu sama lain. Situasi memiliki banyak fitur yang sama, tetapi kita hanya
merespons beberapa di antaranya dan mengabaikan yang lain. Ketika pengendara mobil
belajar untuk menghentikan mobilnya ketika lampu merah, maka respons tersebut akan
digeneralisir pada lampu merah lainnya terlepas dari lokasi, cuaca, waktu, dan sebagainya.

b. Aktifasi Pengetahuan dalam Memori

Dalam teori pengolahan informasi, transger mencakup pengaktifan pengetahuan dalam


jaringan memori. Hal ini memperlihatkan bahwa informasi disaling silangkan dengan hal hal
yang terkait dengan memori.(Anderson, 1990;Gagne et al., 1993. Transfer terjadi ketika
pengetahuan dan produksi terhubung di LTM (Long Term Memory) dengan konten yang
berbeda. Tranfer dibantu dengan penggunaan pengetahuan yang disimpan dengan
pengetahuan itu sendiri.

c. Tipe-tipe Transfer

19
1) Dekat
Karakteristinya banyak tumpang tindih antara situasi. Konteks asal dan transfer sangat
serupa
2) Jauh
Memiliki karateristik sedikit tumpang tindih antara situasi. Konteks asal dan transfer
tidak serupa
3) Literal
Kemampuan atau pengetahuan utuh ditransferkan kepada tugas baru. Terjadi ketika
siswa menggunakan kemampuan matematika pecahan didalam sekolah maupun diluar
sekolah
4) Figural
Menggunakan beberapa aspek pengetahuan umum untuk berpikir atau mempelajari
masalah seperti dengan analogi atau metafora . terjadi ketika siswa menghadapi
pembelajaran baru dan menggunakan strategi belajar yang sama yang mereka
gunakan untuk menguasai pemelajaran sebelumnya dalam area yang terkait.
5) Low-road
Mentransfer kemampuan yang terbangun dengan baik secara spontan dan dengan cara
yang otomatis
6) High-road
Transfer mencakup abstraksi melalui formulasi kesadaran eksplisit atas hubungan
antara situasi
7) Pengerjaan secara runtu
Membuat abstrak periaku dan kognisi dari konteks pembelajaran pada satu konteks
transfer ptensial atau lebih
8) Pengerjaan terbalik
Mmembuat abstrak dalam mentransfer fitur konteks situasi yang membawa pada
integrasi dengan kemampuan dan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya
d. Transfer Strategi

Temuan yang tidak menguntungkan dari kebanyakan penelitian ialah bahwa siswa
mempelajari strategi dan menerapkannya secara efektif, tetapi gagal mempertahankan
penggunaannya dalam jangka panjang atau mengeneralisirnya diluar setting pengajaran. Hal
ini menjadi isu yang biasa ditemui dalam menghadapi pemecahan masalah (Jonassen & Hun,
2006). Terdapat beberapa hambatan dalam transfer strategi yaitu :

1) Tidak memahami bahwa strategi sesuai bagi setting yang berbeda


2) Tidakmengetahui bagaimana memodifikasi penggunaannya dengan konten yang
berbeda
3) Meyakini bahwa strategi tidak sama manfaatnya jika digunakan bagi faktor-faktor lain
4) Berpikir bahwa strategi tersebut membutuhkan terlalu banyak usaha
5) Tidak memiliki banyak kesempatan untuk menerapkan strategi dengan materi baru
(borkowski&Cavanaugh, 1979; Dempster & corkill, 1999; Paris et al., 1983; Pressley
et al., 1990; Schunk, 1991; Schunk & Rice,1993).

20
Phye menekankan peran motivasi siswa untuk transfer dan cara memperkuat motivasi dengan
menunjukkan pada siswakegunaan pengetahuan. Motivasi menjadi pengaruh yang penting
pada transfer ( National Research Council, 2000; Pugh & Bergin, 2006). Penelitian yang
dilakukan Phye juga menyoroti bahwa dengan mengajari siswa strategi pembelajaran
pengaturan diri akan membantu transfer (Fuchs et al., 2003a; Fuchs, Fuchs, Finelli, Courey &
Hamlett, 2004; Bab 9).

e. Pengajaran untuk Transfer

Tujuan utama pengajaran adalah meningkatkan daya ingat jangka panjang dan transfer
(Halpern & Hakel, 2003). Cox (1997) menyarankan kketika siwa belajar dalam banyak
konteks, mereka harus menentukan kesamaan apa yang dipynyai konteks tersebut.
kemampuan kompleks, seperti pemahaman dan pemeahan masalah, akan mendatangkan
manfaat paling tepat dari pendekatan kognisi yang dirancang ini (Griffin, 1995).

Penelitian menunjukkan bahwa umpan balik motivasi akan memperkuat penggunaan strategi,
prestasi akademik, dan kepercayaan diri untuk berkinera dengan baik (Schunk & Rice, 1993).
Membangun tujuan akademis, pencapaian yang membutuhkan pertimbangan yang cermat dan
penggunaan sumber yan gtersedia, juga membantu siswa. Rittle- Johnson (2006) mendapati
bahwa meminta anak menjelaskan bagaiman jawaban didapatkan dan apakah mereka telah
benar dalam meningkatkan transfer strategi pemecahan soal.

F. TEKNOLOGI PENGAJARAN

Teknologi mengacu pada rancangan dan lingkungan yang mengikat siswa (Jonasen et al.,
1999). Teknologi memiliki potensi untuk membantu pengajaran dengan cara yang belum
pernah terbayangkan sebelumnnya. Dulu dalam pembelajaran mungkin tidak pernah terpikir
bahwa penggunaan power pont akan sangat membantu proses penerimaan siswa, namun saat
ini hal itu sangat dimungkinkan seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Sekarang pembelajaran dalam jaringan dan juga pembelajaran jarak jauh juga sangat
memungkinkan untuk dilakukan.

21
a. Lingkungan Pembelajaran Berbasis Komputer

Mengetahui apakah komputer meningkatkan prestasi di sekolah dan membantu


mengembangkan pemikiran kritis serta kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang
penting. Manfaat maksimal teknologi akan muncul ketika ia memberi daya dan membantu
bangunan pemikiran dan pengetahuan. Beberapa tahun yang lalu, ketika disisipkan oleh
internet, Computer-based Instruction (pengajaran berbasis komputer). CBI sering diguankan
untuk pengulangan dan turorial, yang menampilkan informasi dan umpan balik bagi siswa
dan respons berdasarkan jawaban siswa. keuntungan CBI yan glain yaitu banyak program
personalisasi. Siswa memasukkan informasi mengenai dirinya, orang tua, dan tema teman,
yang kemudian dimasukkan ke dalam tampilan pengajaran. Personalisasi bisa menghasilkan
pencapaian yang lebih tinggi daripada format format lain ( Anand & Ross )

Simulasi dan permainan. Siswa dapat membangun jaringan memori secara lebih baik ketika
mereka memiliki acuan nyata selama pembelajaran. Permainan dirancang untuk meciptakan
konteks pembelajaran yang menyenangkan dengan menghubungkan materi degnan olahraga,
petualangan atau fantasi. Permainan dapat menekankan kemampuan berpikir dan pemecahan
soal dan juga bisa digunakan untuk mengajarkan konten

Fungsi teknologi dalam pembelajaran

1) Alat untuk membantu mengembakan pengetahuan


2) Pengusung informasi untuk mendalami pengetahuan yang medukung pembelajaran
dengan pengembangan
3) Konteks untuk mendukung learning by doing
4) Media sosial untuk mendukung learning by talking
5) Pasangan intelektual untuk mendukung pembelajaran dengan feleksi

(Jonssen et al., 1999)

Simulasi lebih efektif ketimbang pengajaran tradisional dalam memunculkan proses kognitif
“mendalam” (intuitif). Simulasi juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah. Beberapa ahli mendapati bahwa penambahan simulasi komputer pada
pengajaran terstruktur menghasilkan peningkatan kemampuan untuk memecahkan masalah
bagi siswa SMA.

Multimedia/Hypermedia. Mulimedia mengacu pada teknologi yang memadukan


kemampuan berbagai media seperti komputer, film, video, suara, musik, dan teks.
Hypermedia berarti media yang terbubung atau bersifak iteraktif. Pembelajaran multimedia
dan hypermedia terjadi ketika siswa berinteraksi dengan informasi yang ditampilkan di lebih
dari satu bentuk misalnya kata kata dan gambar. Multimedia dan hypermedia memiliki

22
pengaruh penting bagi pengajaran karena menawarkan banyak kemungkinan untuk
mesisipkan teknologi pada pengajaran. Multimedia juga memperkuat kemampuan pemecahan
soal siswa dan transfer. Multimedia bermanfaat khususnya pada tugas tugas yang
membutuhkan pencarian informasi secara cepat.

E-Learning mengacu pada pembelajaran melalui cara mengirimkan materi pengajaran secara
elektronik. Pengajaran berbasis Web memberi akses kepada siswa untuk melihat lebih banyak
sumber dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan cara tradisional. Akan tetapi sumber
yang terlalu banyak tidak berarti scara otomatis menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Pembelajaran yang lebih baik hanya akan tercapai jika siswa memperoleh kemampuan baru,
seperti metode untuk melakukan penelitian mengenai topik atau berpikir kritis mengenai
keakuratan materi di Web. Marabahaya pengguanaan internet oleh siswa ialah besarnya
informasi yang didapat yang tersedia akan memunculkan keyakinan bahwa apa pun menjadi
penting dan dipercaya. Siswa kemudian bisa melakukan “penulisan asosiatif” dengan
mencoba memasukka terlalu banyak informasi dalam laporan dan makalah.

b. Pembelajaran Jarak Jauh

Belajar jarak jauh terjadi ketika pengajaran yang berasal dai satu lokasi ditransmisikan
kepada siswa yang berada di sebuah tempat terpencil/kemampuan interaktif memungkinkan
adanya umpan balik dua arah dan diskusi menjadi bagian dari pengalaman pembelajan.

Pendidikan jarak jauh yang menggabungkan interaksi (siswa-siswa, guru-siswa, siswa-


konten) membantu meningkatkan pencapaian siswa.

G. APLIKASI-APLIKASI PEMBELAJARAN

a. 3 Aplikasi tambahan yang mencerminkan berbagai prinsip

1. CONTOH TERAPAN
Dimana didalam contoh terapan ini menampilkan solusi masalah langkah demi
langkah dan sering meyertakan diagram. Contoh terapan memang terlihat paling
bermanfaat nagi siswa yang berada ditahapan awal penguasaan kemampuan,
berbeda dengan siswa yang telah matang yang sedang mempertajam kemampuan.
Penerapannya terlihat jelas dengan 4 tahap penguasaan kemampuan didalam
kerangka ACT-R(Anderson,Fincham,& Doughlas,1997;Bab 5) yaitu : Tahap 1
siswa menggunakan analogi untuk mengaitkan contoh dengan masalah untuk
dipecahkan. Tahap 2 mereka mengembangkan aturan deklaratif abstrak melalui
latihan. Tahap 3 kinerja menjadi lebih cepat dan lebih halus saat aspek solusi
masalah menjadi otomatis. Ditahap 4 siswa memiliki banyak jenis masalah dalam

23
memori dan dapat mengambil strategi solusi yang sesuai secara cepat ketika
dihadapkan dengan sebuah masalah.
Masalah utama dalam pengajaran adalah bagaimana menggabungkan komponen-
komponen dari sebuah contoh, seperti diagram,teks, dan informasi yang didengar.
Poin kuncinya adalah bahwa contoh yang menyertakan mode tampilan beragam
harus disatukan sehingga perhatian siswa tidak terbagi dengan sumber-sumber
yang tidak terintegrasi. Penjelasan pendengaran dan verbal harus menunjukkkan
aspek contoh mana yang diacu oleh penjelasan itu, jadi siswa tidak harus mencari
penjelasan sendiri. Chi,Bassok,Lewis,Reimann, dan Glaser (1989) menemukan
bahwa siswa yang dibekali penjelasan sendiri ketika mempelajari contoh pada
kelanjutannya mencapai tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang tidak memiliki penjelasan sendiri.

2. KETERAMPILAN MENULIS
Menulis mencerminkan berbagai proses kognitif. Penulis yang baik tidaklah
dilahirkan tetapi dikembangkan. Pengajaran efektif sanagt penting bagi
pengembangan kemampuan tulisan (Graham,2006;Sperling&Freedman,2001).
Tujuan penelitian ialah untuk mendefinisikan keahlian. Dengan membandingkan
penulis pakar dan awam, peneliti mengidentifikasi bagaimana proses mental
mereka berbeda (Bereiter & Scardamalia,1986).)
Anak berusia muda menghasilkan lebih sedikit ide dibandingkan anak yang lebih
tua (Scardamalia & Bereiter,1986). Penyusunan dilakukan melalui perpaduan
antar bagian kalimat dan kepaduan antar kalimat. Penulis berusia muda dan
miskin pengalaman memiliki kesulitan menghubungkan kalimat satu dengan yang
lain dan dengan kalimat utama (McCutchen & Perfetti 1982).
Proses utama selanjutnya adalah pembuatan tujuan. Tujuan bersifat substantive
(apa yang ingin disampaikan penulis) dan prosedural (bagaimana menyampaikan
atau bagaimana hal-hal pokok harus disampaikan). PEnulis yang baik sering
mengubah tujuan mereka berdasarkan apa yang mereka hasilkan. Tujuan utama
penulis yang terlatih ialah menyampaikan makna,sementara penulis yang tidak
terampil sering mempraktikkan penulisan asosiatif (Bereiter,1980). Tujuan lain
yang dimiliki penulis yang kurang terlatih adalah menghindari adanya kesalahan.
Penerjemahan mengacu pada peletakan ide seseorang ke dalam cetakan. Penulis
yang baik tidak terlalu memerdulikan fitur-fitur permukaan selama penerjemahan.
Mereka lebih fokus kepada makna dan membenarkan masalah permukaan

24
setelahnya. Penulis yang baik juga akan memerhatikan gaya penulisan dan fitur
permukaan ketikaada jeda dalam menulis.
Mengkaji kembali terdiri dari mengevaluasi dan merevisi. Pengkajian terjadi
ketika memnulis,membaca apa yang telah mereka tulis sebagai pembuka jalan
untuk penerjemahan lebih lanjut atau evaluasi sistematik dan revisi (Flower &
Hayes,1981a; Hayes & Flower,1980). Selama pengkajian,penulis mengevaluasi
dan memodifikasi rencana dan mengubah lanjutan tulisan. Kemampuan evaluasi
berkembnag lebih awal dibandingkan kemmpuan revisi. Bahkan saat berada di
kelas empat mengenali masalah penulisan, mereka mungkin tidak berhasil
membenarkan masalah, penulis yang kurang ahli merevisi kesalahan dalam ejaan
dan tanda baca,sementara penulis yang lebih baik merevisi untuk alas an gaya
penulisan (Birbaum,1982). Diberikannya hal kompleks dalam penulisan,
penguasaan kemmpuan dicirikan secara lebih baik saat perkembangan kefasihan
katimbang otomatisasi (McCuthen,1995)

3. KETERAMPILAN MATEMATIKA
Matematika menjadi area penelitian kognitif dan kontrukstif yang subur
(Ball,Lubienski, & Mewborn,2001;National Research Council,2000; Newcombe
et al.,2009; Schoenfeld,2006;voss et al,.1995). Perbaikan pengajaran merupakan
hal penting yang menunjukkan banyak siswa yang mengalami kesulitan
memelajari matematika. Pembedaan biasanya dibuat antara penghitungan
matematika (menggunakan strategi). Perbedaan antar 2 kategori ini berada pada
seberapa eksplisit soal menunjukkan operasi mana yang harus dilakukan oleh
siswa. meski siswa tidak dikatakan secara eksplisit apa yang harus dilakukan,
pengenalan format soal dan pengetahuan prosedur membawa mereka kepada
tindakan untuk melakukan operasi yang benar. Memahami bagaimana
memecahkan soal, tetapi tidak mampu melakukan penghitungan menghasilkan
jawaban yang tidak benar,seperti halnya mampu menghitung tetapi tidak mampu
mengonsepkan masalah.
Penghitungan merupakan kemampuan berhitung paling awal yang digunakan anak
ialah counting (menjumlah- Byrnes,1996; Resnick. 1985). Metode penjumlahan
melibatkan penciptaan hipotetik penghitung pada angka nol, menghitung bagian
pertama dan kemudian menghitung bagian kedua untuk mendapatkan jawaban.
Pemecahan soal mengharuskan siswa menampilkan soal secara akurat untuk
memasukkan informasi yang diberikan dan tujuan, kemudian memilih dan
menerapkan strategi pemecahan masalah (Mayer,1985,1999). Pemecahan soal
terdiri dari satu keadaan awal, tujuan, sub-tujuan, dan operasi-operasi yang
dilakukan untuk mencapai tujuan dan sub tujuan. Peneliti telah meneliti proses

25
mental siswa yang melakukan pemecahan masalah dan perbedaan antara pakar
dan awam. Strategi pemecahan masalah yang lain adalah penalaran analogis dan
brainstorming

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

PENGUASAAN KETERAMPILAN

Mengembangkan kompetensi dalam bidang apa pun membutuhkan sebuah proses penguasaan
kemampuan. Kita mulai dengan mecermati isu-isu yang terkait dengan penguasaan
kemampuan umum dan khusus.

Keterampilan Umum dan Keterampilan Khusus

Kemampuan bisa dibedakan menurut tingkat kekhususan. Kemampuan umum di gunakan


dalam berbagai disiplin yang luas. Kemampuan khusus hanya berguna dalam ranah-ranah
tertentu.

Kemampuan umum diperoleh akan memfasilitasi pembelajaran dalam banyak cara.


Bruner (1985) menegaskan bahwa tugas-tugas seperti “belajar bermain catur, belajar

26
memainkan seruling, belajar matematika, belajar membaca bait-baitkata dalamsajak. Gerald
Manley Hopkins (hlm. 5-6) merupakan kegiatan yang serupa terkait dengan dilibatkannya
perhatian, memori, dan daya tahan.

Hal yang utama bukan dalam pembuktian atau penolakan terhadap salah satu sikap
karena kita tahu bahwa baik kemampuan umum maupun kemampuan khusus dilibatkan
dalam pembelajaran (Voss, Wiley, & Carretero, 1995). Yang ditekankan ialah salah satu
pengkhususan di mana jenis pembelajaran melibatkan kemampuan umum dan kemampuan
khusus, kemampuan yang seperti apa, dan bidang apa yang sesuai dengan kemampuan
mereka

Ohlsson (1993) Mengembangkan sebuah model penguasaan kemampuan melalui pelatihan


yang terdiri dari tiga subfungsi: menggerakkan perilaku yang terkait dengan tugas,
mengidentifikasikan kesalahan, dan membetulkan kesalahan. Model ini mencakup proses-
proses tugas umum dan tugas spesifik.

Contoh : (Ketika siswa berlatih, mereka memonitor kemajuan dengan membandingkan


keadaan mereka pada saat ini dengan pengetahuan mereka sebelumnya. Ini merupakan
strategi umum, tetapi ketika pembelajaran terjadi, secara meningkat ia akan beradaptasi
dengan kondisi tugas spesifik.)

Pemecahan Masalah bermanfaat dalam mempelajari kemampuan dalam banyak area yang
berguna, tetapi kondisi-kondisi tugas sering kali membutuhkan kemampuan spesifik untuk
mengembangkan keahlian.

Singkatnya, Keahlian biasanya terletak pada penhuasaam atas ranah atau bidang keterampilan
tertentu (Lajoie, 2003). Keahlian membutuhkan dasar pengetahuan yang besar yang bisa
diaplikasikan pada ranah yang berbeda sehingga bisa dipakai pada masing-masing ranah.

Meteologi Penelitihan Pemula-Pakar

Untuk menginvestigasi pembelajaran akademis, banyak peneliti menggunakan metodologi


pemula-pakar dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Mengidentifikasi kemampuan yang akan dipelajari


 Menemukan seorang pemula (seorang yang mengetahui sesuatu mengenai tugas tetapi
tidak mengerjakannya dengan baik).
 Menentukan bagaimana seseorang pemula bisa berlatih menuju tingkatan pakar
seefisien mungkin.

27
Metodologi ini secara intuitif dinillai masuk akal. Ide dasarnya ialah jika anda ingin
memahami bagaimana agar lebih ahli dalam sebuah bidang, perhatikanlah dengan seksama
seseorang yang menunjukkan kemamouan itu secara baik. Dengan melakukan hal itu Anda
bisa mempelajari pengetahuan apa yang ia miliki, prosedur-prosedur dan strategi apa yang
bermanfaat, bagaimana mengatasi situasi-situasi sulit, dan bagaimana membetulkan
kesalahan. Model ini memiliki keterkaitan dengan dunia nyata dan tercermin dalam kegiatan
magang, pelatihan kerja, dan pengawasan.

Dibandingkan dengan para pemula, para pakar memiliki lebih banyak pengetahuan
ranah yang luas, memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai apa yang tidak mereka
ketahui, menghabiskan lebih banyak waktu di awal untuk menganalisis masalah, dan
menyelesaikan masalah tersebut secara lebih cepat dan lebih akurat (Lajoie, 2003).

Di saat yang sama, model ini bersifat deskriptif ketimbang bersifat menjelaskan
(explanatory). Penelitian ini membahas apa yang akan dilakukan siswa ketimbang
menjelaskan mengapa mereka melakukan hal itu.

Berbagai Perbedaan antara Pemula dan Pakar dalam Sains

Para pakar dalam ranah ilmiah berbda dengan pemula dalam kuantitas dan susuan
pengetahuan. Para pakar memiliki lebih banyak pengetahuan dalam ranah yang spesifik dan
lebih cenderung menyusunnya dalam hierarki, sementara pemula sering menunjukkan
konsep-konsep ilmiah yang sering tumpang tindih.

Pemula mengklarifikasi soal-soal berdasarkan prinsip yang dibutuhkan untuk memecahkan


soal. Pengetahuan para pakar yang besar mengenai prinsip-prinsip diorganisir Bersama
deskripsi yang berada dibawa prinsip-prinsip tersebut.

Ketika dihadapkan pada soal-soal ilmiah, pemula sering menggunakan means-ends analisis,
menentukan tujuan soal dan memutuskan formula mana yang bisa digunakan untuk mencapai
tujuan itu.

Para pakar mengenali format soal, mengerjakan subtujuan lanjutan, dan menggunakan
informasi itu untuk mencapai tujuan utama. Pengalaman dalam mengerjakan soal-soal ilmiah
membangun pengetahuan mengenai jenis soal.

28

Anda mungkin juga menyukai