Anda di halaman 1dari 10

Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....

Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

KARATERISTIK TEPUNG KEDELAI DARI JENIS IMPOR DAN LOKAL


(VARIETAS ANJASMORO DAN BALURAN) DENGAN PERLAKUAN
PEREBUSAN DAN TANPA PEREBUSAN
Characteristics of Import and Local (Anjasmoro and Baluran varieties) Soybean Flour by
Blanching and Non-Blanching Treatment

Muhammad Gozalli1)*, Nurhayati Nurhayati1), dan Ahmad Nafi’1)


1)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto Jember 68121
*E-mail: Ghozalli27@gmail.com

ABSTRACT

Soybean is the raw material that has a high protein. Indonesian soybean consumption per
capita increased from 8.13 kg in 1998 to 8.97 kg in 2004. Soybean flour is the intermediete food.
Soybean flour in the market was not yet known the certain nutritional content because of different
soybean varieties. Two the best Jember varieties of soybean are Anjasmoro and Baluran. Imported
soybean also has different characteristics that will affect the characteristics of the flour. This study
used completely randomized design (CRD) with two factors: the type of soybean (Anjamoro/A1,
Baluran/A2, and Import/A3) and treatment of flouring (Blanching/B1 and Non-Blanching/B3). The
parameters observed were the brightness, yield and chemical properties include the levels of content
soluble protein and content proximate. The results showed that the soybean flour in blanching and
non-blanching process of imported and local soybean (Anjasmoro and Baluran) had non-significant
effect on the level of yield, brightness, protein content, fat content, moisture content and
carbohydrate content, but significant effect on the level of content soluble protein and ash content.

Keywords: soybean, treatment flouring, soybean flour

PENDAHULUAN Menurut para ahli kedelai


Pola konsumsi Indonesia dari dikelompokan dalam 5 kategori makanan
tahun ketahun semakin meningkat seiring yang mengandung protein tinggi meliputi
dengan meningkatnya jumlah penduduk daging, ikan, telur, susu dan kedelai
yang mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, (Herman, 1985). Di Indonesia kedelai
2010). Hal tersebut mengakibatkan tingkat merupakan salah satu komoditi pangan
konsumsi semakin meningkat pula. Tingkat terbesar setelah padi dan jagung (Suprapto
konsumsi yang semakin meningkat harus dan Marzuki, 1998). Namun saat ini
diimbangi pula dengan gizi yang tercukupi produksi kedelai didalam negeri tidak
salah satunya yaitu protein. Protein mencukupi akan kebutuhan kedelai dalam
merupakan salah satu yang dibutuhkan oleh negeri, sehingga pemerintah melakukan
tubuh. Protein berfungsi sebagai enzim, kebijakan impor. Nilai importasi kedelai
pertahanan tubuh, pengatur pergerakan, pada periode 2005-2009 mencapai 3,49
penunjang mekanis dan lain sebagainya miliar US$ dengan volume 10,25 juta ton
(Winarno, 2004). Bahan baku pangan yang dan pada periode tahun 2010-2013
memiliki protein tinggi yaitu kedelai. mencapai 4,63 miliar US$ dengan volume
Berdasarkan data BPS (2013), konsumsi 7,84 juta ton. Tingkat pertumbuhan impor
kedelai per kapita meningkat dari 8,13 kg kedelai paling tinggi berada pada periode
pada 1998 menjadi 8,97 kg pada 2004. tahun 2010-2013 mencapai 16,57% (Dirjen
PPHP, 2013). Selain itu pemerintah juga

191
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

mengembangkan kedelai lokal untuk Kedelai Anjasmoro memiliki


menekan laju impor salah satunya yaitu ukuran biji yaitu sebesar 14,8 – 15,3
melepas 37 varietas unggul kedelai dengan gram/100 biji, mengandung protein sebesar
potensi hasil rata-rata lebih dari 2 ton/ha 41,8 – 42,1 %, memiliki warna kulit biji
(Balitkabi, 2008). Varietas unggul kedelai kuning, warna hilum kuning kecoklatan dan
lokal yang ada di Jember yaitu Anjasmoro kedelai Baluran memiliki ukuran biji yang
dan Baluran (Dinas Pertanian, 2014). besar yaitu 15 – 17gram/ 100 biji,
Produksi kedelai Anjasmoro di Jember mengandung protein sebesar 38 – 40 %
sekitar 6,53 ton/ha (Ernawanto dan warna kulit biji kuning, warna hilum coklat
Noeriwan, 2013) dan kedelai Baluran muda dan bentuk biji bulat telur. Berbeda
sekitar 1,6 – 2,28 ton/ha (Suyono et al., dengan kedelai impor, kedelai ini hanya
2013). Potensi tersebut juga harus didukung memiliki ukuran biji 14,8 – 15,8 gram/ 100
oleh masyarakat untuk meningkatkan/ biji, mengandung protein 35 – 36,8 % dan
mengembangkan kedelai lokal. Salah warna kulit biji kuning (BALITKABI,
satunya dengan meningkatkan nilai tambah 2008).
dari kedelai menjadi produk olahan. Tepung kedelai yang beredar saat
Kedelai dapat diiolah menjadi ini belum diketahui kandungan gizinya
beragam makanan pelengkap maupun secara pasti, karena jenis dan varietas
sebagai lauk seperti tempe, tahu, tauco, kedelai yang berbeda-beda menyebabkan
susu kedelai, dan kecap. Salah satu olahan tepung yang dihasilkan akan memiliki sifat
dengan bahan baku kedelai yang dapat fisik dan kimia yang berbeda pula. Selain
dijadikan produk setengah jadi yaitu tepung itu adanya senyawa antigizi dan senyawa
kedelai. Tepung kedelai memiliki banyak penyebab off-flavor yang menyebabkan bau
kegunaan dalam pemanfaatannya. langu perlu dilakukan untuk mengurangi
Penepungan kedelai bermanfaat dalam senyawa tersebut salah satunya perebusan.
menghemat biaya penyimpanan, Menurut Rani et al., (2013), pengolahan
mempermudah penyimpanan, dan tepung kedelai juga dapat mempengaruhi
mempermudah dalam pemanfaatan. Tepung komposisi tepung kedelai. Berdasarkan
kedelai merupakan bahan pangan setengah masalah tersebut perlu pengujian lebih
jadi yang dapat dijadikan sebagai tepung lanjut untuk mengetahuinya karateristik
komposit dan sebagai bahan yang dapat tepung kedelai dengan variasi jenis kedelai
memperkaya gizi dalam pangan berupa dan perlakuan perebusan dan tanpa
protein tinggi. Namun, permasalahan perebusan.
tepung kedelai terdapatnya senyawa Oleh karena itu tujuan penelitian ini
antigizi dan senyawa penyebab off-flavor yaitu mengetahui pengaruh perlakuan
yang menimbulkan bau dan rasa yang tidak perebusan dan tanpa perebusan dari kedelai
dikehendaki (Koswara, 1992). jenis impor dan lokal (varietas Anjamoro
Salah satu upaya untuk dan Baluran). Selain itu juga untuk
menghilangkan senyawa antigizi dan mengetahui karaterisitik rendemen, mutu
senyawa penyebab off-flavor yaitu dengan fisik dan kimia tepung kedelai perlakuan
perebusan. Selain itu, yang beredar saat ini perebusan dan tanpa perebusan dari kedelai
belum diketahui kandungan gizinya secara jenis impor dan lokal (varietas Anjamoro
pasti, karena varietas kedelai yang berbeda- dan Baluran).
beda menyebabkan tepung yang dihasilkan
akan memiliki sifat fisik dan kimia yang
berbeda pula. Contoh kedelai lokal varietas
unggul nasional yang berada di Jember
seperti Anjasmoro dan Baluran.

192
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

METODE PENELITIAN dilakukan penggilingan dan diayak


menggunakan ayakan 80 mesh dengan
Alat dan Bahan pengulangan dua kali agar diperoleh tepung
Alat yang digunakan dalam penelitian kedelai yang lebih optimal. Rendemen
ini yaitu ayakan 80 mesh, alat-alat gelas, tepung kedelai dihitung untuk mengetahui
Oven, Termometer, Colour Reader Minolta produktivitas masing-masing varietas
Cr-10, sohxlet, tanur, dan neraca kedelai dalam teknologi pengolahan lanjut
analitik.Bahan yang digunakan dalam menjadi tepung kedelai. Rendemen tepung
penelitian ini yaitu kedelai lokal kedelai dihitung dengan menggnakan
(Anjasmoro dan Baluran) dan kedelai rumus yaitu berat tepung kedelai setelah
impor. Bahan kimia yang digunakan yaitu pengayakan dibagi dengan berat kedelai
Kalium oksalat, NaOH indikator PP dan awal.
Aquades. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu ayakan 80 mesh, alat- Metode Analisis
alat gelas, Oven, Termometer, Colour Parameter pengujian
Reader Minolta Cr-10, sohxlet, tanur, dan Pada penelitian ini dilakukan uji
neraca analitik. Rendemen dan Tingkat Kecerahan.
Karateristik kimia dilakukan uji kadar
Rancangan Penelitian protein terlarut menggunakan metode
Rancangan penelitian formol (Sudarmadji et al., 1997) dan uji
Rancangan penelitian yang digunakan proksimat meliputi analisis kadar air
dalam Penelitian ini adalah Rancangan (AOAC, 2005), analisis kadar abu (AOAC,
Acak Lengkap (RAL) dengan dua 2005), analisis analisis kadar lemak
perlakuan. Perlakuan A adalah jenis kedelai (AOAC, 2005), analisis kadar protein total
yang digunakan dengan menggunakan tiga (Sudarmadji et al., 1997), kadar karbohidrat
jenis kedelai (Anjamoro/A1, Baluran/A2, (by different).
and Import/A3) dan B adalah perlakuan
penepungan (perebusan/B1 dan tanpa Penentuan kadar protein terlarut dengan
Perebusan/B2). titrasi formol
Penentuan kadar protein terlarut
Pembuatan tepung kedelai menggunakan metode titrasi formol
Pembuatan tepung kedelai (Sudarmadji, 1997). Langkah awal yaitu
dilakukan dengan penyortiran biji kedelai menimbang sebanyak 10 gram sampel yang
yang akan digunakan pada pembuatan telah dihaluskan dengan cawan porselen
tepung kedelai. Penyortiran ini untuk dan dilarutkan dalam 100 ml aquades dan
mendapatkan biji kedelai baik, sehingga distirer selama 15 menit kemudian disaring.
tepung yang dihasilkan akan memiliki Filtrat diencerkan dengan aquades dalam
kualitas yang baik pula. Setelah proses labu ukur 100 ml hingga batas tera,
penyortiran dilanjutkan dengan kemudian diambil 10 ml larutan sampel
perendaman minimum selama 3 jam. ditambahkan 20 ml aquades , 0,4 ml
Selama perendaman untuk 200 g biji Kalium oksalat dan 1 ml indikator, dan
kedelai direndam dalam 600 mL air bersih. dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga
Setiap 1 - 1,5 jam sekali air diganti, lalu berwarna merah muda. Sampel yang sudah
ditiriskan kedelai. Setelah itu, dilakukan dititrasi ditambahkan 2 ml Formaldehida 40
perebusan selama 5 menit. Kemudian % dan ditambahkan indikator PP kemudian
dilanjutkan pengeringan menggunakan dititrasi kembali dengan NaOH 0,1 N dan
panas matahari selama 4 jam dan catat volume NaOH kemudian hitung kadar
pengovenan pada suhu 50oC selama 24 protein. Perhitungan kadar protein terlarut
jam. Setelah diperoleh kedelai yang kering,

193
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

tepung kedelai dapat dihitung dengan 60


48.5 b 51.08 b 50.85 b
rumus sebagai berikut. 50 41.6 a 40.3 a

Rendemen (%)
39.45 a
40
30
20
Keterangan: 10
0
Titrasi formol= titrasi sampel-titrasi blanko Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3)
FP = Faktor Pengenceran ( =10) (A1) Varietas
14,008 = Berat molekul Nitrogen
FK Kedelai = 5.75 (SNI-2354.4-2006) Gambar 1. Rendemen tepung kedelai dari varietas
anjasmoro (A2), baluran (A2) dan
impor (A3) dengan perlakuan
Analisis Data perebusan (B1, ) dan tanpa
Pengolahan data penelitian dilakukan perebusan (B2, )
secara statistik dengan Analysis of variance
test (ANOVA). Data yang didapat jika Faktor yang dapat mempengaruhi
terdapat perbedaan nyata dilanjutkan rendemen yaitu kadar air dalam bahan,
dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil semakin tinggi kadar air maka rendemen
(BNT) taraf kepercayaan 95%. tepung kedelai yang dihasilkan akan
semakin rendah. Kadar air yang tinggi
dapat menyebabkan partikel/bubuk kedelai
HASIL DAN PEMBAHASAN menggumpal yang menyebabkan tepung
kedelai tidak dapat terayak secara
Rendemen Tepung kedelai. sempurna. Pada perlakuan perebuan dengan
Hasil uji statistik dengan jenis kedelai nilai rendemen lebih kecil
menggunakan sidik ragam pada taraf daripada tanpa perebusan. Selain dari kadar
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa air, kadar protein dan kadar karbohidrat
rendemen tepung kedelai melalui perlakuan juga berpengaruh karena memiliki sifat
perebusan dan tanpa perebusan (faktor B) hidrofilik yang dapat menyerap air.
dan jenis kedelai impor dan kedelai lokal
(varietas Anjasmoro dan Baluran) (faktor Tingkat Kecerahan Tepung Kedelai
A) berpengaruh nyata. Namun intraksi Hasil uji statistik dengan
kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata. menggunakan sidik ragam pada taraf
Gambar 1 menunjukkan bahwa kedelai kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
dengan perlakuan perebusan dan tanpa tingkat kecerahan tepung kedelai dengan
perebusan memiliki nilai rendemen yaitu perlakuan perebusan dan tanpa perebusan
Anjasmoro 39,09% (A1B1) dan 47,33% (faktor B) serta jenis kedelai impor dan
(A1B2); Baluran 41,29% (A2B1) dan kedelai lokal (varietas Anjasmoro dan
48,89% (A2B2); dan Impor 43,65% Baluran) (faktor A) berpengaruh nyata,
(A3B1) dan 50,72% (A3B2). Pada jenis namun kedua perlakuan berpengaruh tidak
kedelai impor dan kedelai lokal (varietas nyata. Hasil pengukuran tingkat kecerahan
Anjasmoro dan Baluran) (faktor A) tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar
berpengaruh nyata dan kedua perlakuan 2.
berpengaruh tidak nyata.

194
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

90.56 c 89.64 b 90.82 e 16 13.38 b 14.57 e 14.01 d


100 90.35 c 90.43 d 13.84 c 13.81 c

Kadar protein terlarut (%)


89.11 a 12.97 a
90 14
80 12
Tingkat Kecerahan

70 10
60 8
50 6
40
4
30
20 2
10 0
0 Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3)
Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3) (A1) Varietas
(A1)
Varietas Gambar 3. Kadar protein terlarut tepung kedelai
dari varietas anjasmoro (A2), baluran
Gambar 2. Tingkat kecerahan tepung kedelai dari (A2) dan impor (A3) dengan perlakuan
varietas anjasmoro (A2), baluran (A2) perebusan (B1, ) dan tanpa perebusan
dan impor (A3) dengan perlakuan (B2, )
perebusan (B1, ) dan tanpa
perebusan (B2, )
Perbedaan penurunan ini menurut
Winarno (2004) terjadi karena adanya
Faktor yang mempengaruhi
protein dalam suatu bahan pangan yang
kecerahan dari tepung kedelai, karena
terdiri atas beberapa asam-asam amino
warna biji kedelai. Pada Gambar 2 nilai
dengan kelarutan yang berbeda-beda.
tingkat kecerahan tidak memiliki nilai yang
Kelarutan asam amino ini tergantung pada
terlalu berbeda. Hal ini sesuai dengan
jumlah dan jenisnya. DeMan (1997) juga
warna biji kedelai yang tidak terlalu
menambahkan bahwa suhu 55-60 oC
berbeda. Hal tersebut menyebabkan bahwa
menyebabkan sebagian besar protein
saat dilakukan proses penepungan,
terdenaturasi sehingga menguraikan asam
kecerahan tepung kedelai tidak memiliki
amino larut air seperti fenilalanin, tirosin
perbedaan yang terlalu besar.
dan triptopfan sehingga dapat
menyebabkan peningkatan daya cerna
Kadar Protein Terlarut Tepung Kedelai
protein. Selain itu menurut Anglemier and
Hasil uji statistik dengan
Montgomery (1976) semakin lama
menggunakan sidik ragam pada taraf
perendaman dan perebusan maka
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
menyebabkan penurunan kadar protein
kadar protein terlarut tepung kedelai
dikarenakan lepasnya ikatan struktur
dengan perlakuan perebusan dan tanpa
protein yang terurai menjadi proteosa,
perebusan (faktor B) dan jenis kedelai
prolamin dan albumin yang memiliki sifat
impor dan kedelai lokal (varietas
larut media pelarut air.
Anjasmoro dan Baluran) (faktor A)
berpengaruh nyata serta kedua perlakuan
Komposisi Kimia Tepung Kedelai
berpengaruh nyata. Hasil pengukuran dapat
dilihat pada Gambar 3.
Kadar air tepung kedelai
Hasil uji statistik dengan
menggunakan sidik ragam pada taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
kadar air tepung kedelai dengan perlakuan
perebusan dan tanpa perebusan (faktor B)
dan jenis kedelai impor dan kedelai lokal

195
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

(varietas Anjasmoro dan Baluran) (faktor 6 5.51 d


A) berpengaruh nyata (Gambar 4). Namun 4.85 c
5 4.53 a 4.74 b 4.58 4.81
a b
interaksi kedua perlakuan berpengaruh

Kadar abu (%)


tidak nyata. 4

3
8 6.89 6.59
d c 6.63 6.23
c b
7 6.1a5.97 a 2
Kadar air (%)

6
5 1
4 0
3 Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3)
2 (A1)
1
0 Varietas
Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3) Gambar 5. Kadar abu tepung kedelai dari varietas
(A1) anjasmoro (A2), baluran (A2) dan
Varietas impor (A3) dengan perlakuan perebusan
(B1, ) dan tanpa perebusan (B2, )
Gambar 4. Kadar air tepung kedelai dari varietas
anjasmoro (A2), baluran (A2 ) dan
impor (A3) dengan perlakuan perebusan Menurut Mubarak (2005),
(B1, ) dan tanpa perebusan (B2, )
mengemukakan bahwa perendaman dan
Menurut Pangastuti et al., (2013), perebusan dapat menurunkan kadar abu
mengemukakan bahwa perendaman dikarenakan larutnya mineral-mineral yang
menyebabkan dinding sel akan menyerap terkandung dalam bahan ke dalam media
air dan melunak. Berbeda dengan proses air perendaman dan perebusan. Selain itu
perebusan juga memberikan pengaruh proses pengeringan juga mempengaruhi
terhadap peningkatan kadar air yang lebih kenaikan kadar abu karena kadar air
besar. Perebusan dapat menyebabkan semakin menurun dengan semakin lamanya
partikel lebih porous (berpori) sehingga pengeringan sehingga semakin banyak
meningkatkan kadar air yang terkandung residu yang ditinggalkan dalam bahan.
dalam bahan. Kandungan air bahan makanan yang
dikeringkan akan mengalami penurunan
Kadar abu tepung kedelai lebih tinggi dan menyebabkan pemekatan
Hasil uji statistik dengan dari bahan-bahan yang tertinggal salah
menggunakan sidik ragam pada taraf satunya mineral (Susanto dan Saneto,
kepercayaan 95% terlihat pada diagram 1994).
batang di bawah (Gambar 5). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa kadar abu Kadar protein tepung kedelai
tepung kedelai dengan perlakuan perebusan Hasil uji statistik dengan
dan tanpa perebusan (faktor B) dan jenis menggunakan sidik ragam pada taraf
kedelai impor dan kedelai lokal (varietas kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
Anjasmoro dan Baluran) (faktor A) kadar protein tepung kedelai dengan
berpengaruh nyata, serta interksi kedua perlakuan perebusan dan tanpa perebusan
perlakuan berpengaruh nyata. (faktor B) berepngaruh tidak nyata
(Gambar 6). Pada jenis kedelai impor dan
kedelai lokal (varietas Anjasmoro dan
Baluran) (faktor A) berpengaruh nyata.
Namun interaksi kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata.

196
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

tanpa perebusan (faktor B) dan jenis


38.26 a 39.33 b
37.14 a
kedelai impor dan kedelai lokal (varietas
37.88 c 38.76 b Anjasmoro dan Baluran) (faktor A)
40 36.8 c
35 berpengaruh nyata serta interaksi kedua
perlakuan berpengaruh nyata.
Kadar protein (%)

30
25
20
19.69 e 18.9 b 19.71 e
15 19.27 c 19.57 d
20 18.53 a
10 18
5 16

Kadar lemak(%)
0 14
Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3) 12
(A1) 10
Varietas 8
Gambar 6. Kadar protein tepung kedelai dari 6
varietas anjasmoro (A2), baluran (A2) 4
dan impor (A3) dengan perlakuan 2
perebusan (B1, ) dan tanpa 0
perebusan (B2, ) Anjasmoro (A1) Baluran (A2) Impor (A3)
Varietas

Menurut Pangastuti et al., (2013), Gambar 7. Kadar lemak tepung kedelai dari
mengemukakan tepung dengan perlakuan varietas anjasmoro (A2), baluran (A2)
pendahuluan berupa perendaman dapat dan impor (A3) dengan perlakuan
perebusan (B1, ) dan tanpa
menurunkan kadar protein walaupun tidak perebusan (B2, )
signifikan dibandingkan tepung tanpa
pendahuluan. Selain itu, dengan perlakuan
perebusan lebih banyak menurunkan kadar Menurut Mankotia dan Modgil
protein yang terkandung dalam bahan. (2003), menyatakan bahwa adanya
Penurunan kandungan protein tersebut perlakuan pendahuluan seperti perendaman
disebabkan karena difusi substansi nitrogen dan perebusan dapat menurunkan kadar
yang larut ke dalam air rendaman dan lemak secara signifikan. Selain itu, adanya
rebusan. Selain itu, adanya pemanasan perlakuan tersebut dapat mengakifkan
yang ada proses selama pembuatan tepung aktivitas enzim lipase yang dapat
kedelai dapat menyebabkan kerusakan/ menghasilkan asam lemak rantai pendek
denaturasi protein sehingga mengurangi yang mudah larut dalam air. Penurunan
ketersediaan asam amino esensial seperti kadar lemak pada penepungan perebuan
lisin. Menurut Sethiyarini (2008) juga lebih tinggi dibandingkan dengan
menegaskan, Penurunan ini disebabkan peralakuan tanpa perebusan. Menurut
oleh denaturasi protein yang disebabkan Purnomo (1995), penurunan kadar air
oleh suhu pemanasan sehingga terjadi suatu dalam bahan akan meningkatkan
perubahan struktur pada protein. konsentrasi radikal inisiasi dan kontak
dengan oksigen dengan lemak menjadikan
Kadar lemak tepung kedelai lemak rusak dan menurunkan kandungan
Hasil uji statistik dengan lemak. Selain itu Winarno (2002) juga
menggunakan sidik ragam pada taraf menegaskan, bahwa adanya proses
kepercayaan 95% dibuat dalam diagram pemanasan akan mempercepat reaksi
batang seperti Gambar 7. Hasil tersebut oksidasi sehingga oksigen akan membentuk
menunjukkan bahwa kadar lemak tepung peroksida aktif yang dapat menghasilkan
kedelai dengan perlakuan perebusan dan hidroperoksida yang memiliki sifat sangat
197
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

tidak stabil dan mudah pecah menjadi baik perlakuan perebusan dan tanpa
rantai karbon lebih pendek seperti asam perebusan kulit ari pada biji kedelai tidak
lemak, aldehid dan menimbulkan bau dilakukan proses penghilangan/
tengik. pengelupasan. Menurut Wolf dan Cowan
(1975), bahwa kulit ari pada biji kedelai
Kadar karbohidrat tepung kedelai memiliki kadar karbohidrat yang tinggi
Hasil uji statistik dengan sekitar 86% sehingga diduga kulit ari
menggunakan sidik ragam pada taraf tersebut dapat mempengaruhi jumlah kadar
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa karbohidrat pada tepung kedelai.
kadar lemak tepung kedelai dengan
perlakuan perebusan dan tanpa perebusan
(faktor B) dan jenis kedelai impor dan KESIMPULAN
kedelai lokal (varietas Anjasmoro dan Interaksi tepung kedelai dengan
Baluran) (faktor A) berpengaruh nyata perlakuan perebusan dan tanpa perebusan
(Gambar 8). Namun interaki kedua dari jenis kedelai impor dan lokal
perlakuan berpengaruh tidak nyata. (Anjasmoro dan Baluran) berpengaruh
tidak nyata terhadap rendemen, tingkat
kecerahan, kadar protein, kadar lemak,
kadar air dan kadar karbohidrat, namun
35 32.95 c32.33 c
31.43 b
30.6 a 31.33 b30.03 a berpengaruh nyata terhadap kadar protein
30 terlarut dan kadar abu. Karateristik mutu
Kadar Karbohidrat (%)

tepung kedelai dengan perlakuan perebusan


25
dan tanpa perebusan yaitu rendemen untuk
20 Anjasmoro 39,45% dan 48,5%, Baluran
41,6% dan 51,08%, Impor 40,3% dan
15
50,85%; tingkat kecerahan untuk
10 Anjasmoro 90,35 dan 90,56, Baluran 89,11
dan 89,64, Impor 90,43 dan 90,82; kadar
5
protein terlarut untuk Anjasmoro 13,38%
0 dan 12,97%, Baluran 14,57% dan 13,84%,
Anjasmoro Baluran (A2) Impor (A3) Impor 14,01% dan 13,81%; kadar air untuk
(A1) Anjasmoro 6,89% dan 6,59%, Baluran
Varietas 6,63% dan 6,23%, Impor 6,10% dan
5,97%; kadar abu untuk Anjasmoro 4,53%
Gambar 8. Kadar karbohidrat tepung kedelai dari dan 4,85%, Baluran 4,74%dan 5,51%,
varietas anjasmoro (A2), baluran (A2)
dan impor (A3) dengan perlakuan Impor 4,58% dan 4,81%; kadar lemak
perebusan (B1, ) dan tanpa perebusan untuk Anjasmoro 19,27% dan 19,69%,
(B2, ) Baluran 18,53% dan 18,9% , Impor 19,57%
dan 19,71%; kadar protein untuk
Anjasmoro 37,88% dan 38,26%, Baluran
Pengujian kadar karbohidrat tepung 38,76% dan 39,33%, Impor 36,8% dan
kedelai dengan metode perhitungan by 37,14%; kadar karbohidrat untuk
different. Nilai karbohidrat didapatkan Anjasmoro 31,43% dan 30,6% , Baluran
daripengurangan 100% kandungan kimia 31,33% dan 30,03% , Impor 32,95% dan
dalam tepung kedelai dengan komponen 32,33%.
kimia lainnya seperti kadar protein, kadar
lemak, kadar air, dan kadar abu. Selain
itu,faktor yang mempengaruhi kadar
karbohidrat diduga pada proses penepungan

198
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

DAFTAR PUSTAKA Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan


Anglemier, A.E. and Montgomery M. W. Kedelai Menjadikan Makanan
1976. Amino Acids Peptides and Bermutu. Jakarta: Sinar Harapan.
Protein. New York.: Mercil Decker
Inc. Makotia, K. dan Modgil, R. 2003. Effect Of
Soaking, Sprouting And Cooking On
Association of Official Analytical Chemist. Physicochemical Properties Of Mout
2005. Official Method of Analysis of Bean (Vigna aconitifilia). J. Hum.
the Association of Analytical Ecol. Vol. 14 No.4 Page 297-299.
Chemist. Washington, D.C:
Association of Official Chemist Mubarak, A. E. 2005. Nutritional
Composition And Nutrional Factors
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Padi, Of Mung Bean Seeds (Phaseolus
Jagung dan Kedelai RAM I 2013. Aureus) As Affected By Some
Berita Resmi Statistik No. 45/07/ Th. Hometraditional Processes. Jounal
XVI. food chemistry 89. Page 489-495.

Balai Penelitian Tanaman Kacang- Pangastuti, H.A, Affandi, D. R., dan


kacangan dan Umbi-Umbian. 2005. Ishartani, D. 2013. Karakterisasi Sifat
Deskripsi Varietas Unggul Kacang- Fisik Dan Kimia Tepung Kacang
kacangan dan Umbi-Umbian. Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Dengan Beberapa Perlakuan
DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan Edisi Pendahuluan. Jurnal Teknosains
Kedua. Diterjemahkan oleh: Kosasih Pangan Vol.2 No.1.
Padmawinata. Bandung : Penerbit
ITB. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan
Peranannya dalam Pengawetan
Dinas Pertanian Kabupaten Jember. 2014. Pangan. Jakarta : Universitas
Data Kedelai Varietas Unggul Indonesia.
Jember. Jember : Dinas Pertanian
Sethiyarini. 2008. “Pengaruh Suhu dan
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Lama Pemanasan dengan
Pemasaran Hasil Pertanian. 2013. Menggunakan Ekstraktor Vakum
Statistik Ekspor Impor Komoditas Terhadap Kualitas dan Rendemen
Pertanian. Indonesia : Kementrian Crude Albumin Ikan Gabus
Pertanian RI (Ophiocephalus striatus) dari
Perairan Madura”. Skripsi.
Ernawanto, Q.D dan Noeriwan, B.S. 2013. Malang.: Fakultas Perikanan-
Keragaan Produktivitas Kedelai Universitas Brawijaya.
Pada Agroekosistem Lahan Sawah
Irigasi Teknis Dataran Rendah. Sudarmadji, S., Haryono, B dan Suhardi.
Malang : BPTP Jawa Timur 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Herman. 1985. Pengolahan Kedelai
Menjadi Berbagai Bahan Makanan Suprapto dan Marzuki H. A. R. 1998.
dalam Kedelai. Bogor : Pusat Bertanam Jagung. Jakarta: Penebar
Penelitian dan Pengembangan Gizi. Swadaya

199
Karateristik Tepung Kedelai dari Jenis Impor dan Lokal.....
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 02 (2015)

Susanto dan Saneto. 1994. Teknologi


Pengemasan Bahan Makanan. Blitar
: C.V Family.

Suyono. 2013. Kedelai Unggul Varietas


Baluran, Merubetiri Dan Galur
Harapan “Baluran Putih” Serta
Teknologi Produksinya. Jember : FP-
Universitas Jember

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan


Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan


Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

Wolf, W. J. dan Cowan, J. C. 1975.


Soybean as a Food Source. The
Chemical Rubber Co., Cleveland,
Ohio.

200

Anda mungkin juga menyukai