Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM
REVOLUSI SISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT INDONESIA DI ZAMAN
MILLENIAL MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN ONLINE

BIDANG KEGIATAN :
PKM-GAGASAN TERTULIS

Diusulkan oleh :
Agung Setyo Nugroho 1104183008
Fikri Khoirul Akmal 1104184079
Usamah Saiful Hakiem 1104184106

FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2019
Lembar Pengesahan
REVOLUSI SISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT INDONESIA DI ZAMAN
MILLENIAL MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN ONLINE
Agung S. Nugroho, dkk.
RINGKASAN
Pendidikan merupakan suatu hal penting yang tak luput dari kehidupan manusia. Melalui
pendidikan, manusia dapat meningkatkan kemampuannya dalam menjalani kehidupan
menjadi lebih baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan hak kebutuhan oleh setiap insan di
dunia. Akan tetapi, dalam kenyataannya, pendidikan di Indonesia belum merata untuk
seluruh lapisan masyarakat. Berbagai permasalahan baru dalam dunia pendidikan menjadi
suatu alasan mengapa masyarakat Indonesia tidak memperoleh haknya dalam mengenyam
pendidikan secara adil. Harapan Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi sebuah harapan kosong ketika semua elemen
penyelenggara pendidikan tidak mendukung harapan itu. Peran pemerintah yang seharusnya
mengalokasikan pendidikan secara merata di Indonesia menjadi terhenti karena berbagai
permasalahan yang terjadi di dalam sistem pemerintahan itu sendiri. Kemendikbud sebagai
lembaga otoriter pendidikan di Indonesia belum mampu menyelenggarakan pendidikan
berkualitas untuk Indonesia dikarenakan berbagai aspek politik dan ekonomi. Ironisnya,
mutu pendidikan hanya didapatkan oleh sekelompok masyarakat yang dikatakan “mampu”
dalam segi finansial. Pemerataan pendidikan adalah suatu alasan utama dari zaman dahulu
hingga saat ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
“Indonesia Gawat Darurat Pendidikan”. Pernyataan ini dilontarkan oleh Mantan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan, pada saat beliau menjabat sebagai
Menteri Pendidikan dalam jurnalnya tentang mengkritisi mutu pendidikan di Indonesia.
Pernyataan tersebut beliau nyatakan lantaran karena mutu pendidikan di Indonesia semakin
menurun seiring kemajuan teknologi yang semakin maju. Kasus-kasus pendidikan seperti
seorang siswa yang menantang gurunya, bullying terhadap kaum minoritas, kekerasan antar
pelajar, pergaulan bebas, penyebaran berita hoax merupakan sederetan cerita pelik dalam
lika-liku sistem pendidikan di Indonesia. Bobroknya moralitas bangsa menjadikan bangsa
Indonesia seperti bangsa tak bermoral, apakah ini yang diwasiatkan oleh pendahulu kita
untuk memajukan bangsa Indonesia yang lebih baik?
Berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016,
pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang dan kualitas
guru menempati ukuran ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Jumlah guru mengalami
peningkatan sebanyak 382% dari tahun 1999/2000 menjadi sebanyak 3 juta orang lebih,
sedangkan peningkatan jumlah peserta didik hanya 17%. Dari 3.9 juta guru yang ada, masih
terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52% di antaranya
belum memiliki sertifikat profesi. Dengan jumlah guru yang banyak, diharapkan kegiatan
belajar yang optimal dapat tercapai. Sayangnya, meningkatnya kuantitas guru tidak sejalan
dengan kualitasnya.
Sampai saat ini, belum semua guru di sekolah mengajar mata pelajaran yang sesuai
dengan kompetensinya masing-masing. Mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, R. Ella Yulaewati Rumindasari, menyatakan bahwa dari 600 ribu guru PAUD,
baru 30% di antaranya yang sudah lulus S1, itu pun tidak semuanya menyandang sarjana
Pendidikan Anak Usia Dini. Oleh karena itu, direncanakan pembentukan program melalui
diklat berjenjang dan kursus untuk 250 ribu guru lulusan SMA. Dibuat berdasarkan
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) peringkat tiga atau setara D2.
Tingginya kuantitas guru tidak sebanding dengan kebutuhan jumlah siswa yang diajar
membuat sekolah merekruitasi tanpa proses seleksi yang tepat. Klasifikasi guru yang hanya
dianggap “mumpuni” menjadikan masalah pendidikan dalam mengajarkan berbagai macam
ilmu pengetahuan termasuk moralitas dalam kehidupan. Siswa yang diajarkan dalam proses
pendidikan yang salah terancam memiliki mutu pendidikan dan moralitas yang buruk. Pada
akhirnya, siswa yang dibentuk dengan pendidikan yang salah ini yang akan memipin masa
depan bangsa Indonesia, apakah ini merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam
mencerdaskan dan memajukan bangsanya?
Pendidikan yang “seharusnya” merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia merupakan
omong kosong pejabat dalam visi dan misinya meyakinkan dirinya sebagai pejabat yang tepat
untuk dipilih. Pada kenyataannya pendidikan hanya dapat diperoleh oleh sebagian
masyarakat yang “mampu” dalam segi finansial. Begitu banyak bibit penerus bangsa yang
terabaikan dikarenakan permasalahan dalam segi finansial, bahkan dengan adanya program
BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tidak menjadi jaminan dalam memeratakan pendidikan
di Indonesia. Keadaan ini sangat memprihatinkan meninjau visi dan misi pemerintah yang
begitu menjanjikan namun ternyata hanya omong kosong belaka.
Peran pemerintah baik dari Kemendikbud dan dinas pendidikan telah direncanakan
seperti Program Indonesia Pintar (PIP) yang memberlakukan seluruh masyarakat Indonesia
mendapatkan pendidikan Program Wajib Belajar 12 tahun melalui Kartu Indonesia Pintar
(KIP). Program ini cukup terealisasi dengan baik, namun masih banyak masyarakat yang
belum mampu mendapatkan pendidikan secara layak dikarenakan penyelewengan baik dari
lembaga pendidikan maupun dari sekolah itu sendiri. Hal lain yang membuat rendahnya
tingkat pendidikan di Indonesia dikarenakan tingkat tenaga pengajar yang kurang
berkualitas, kurangnya sarana dan prasarana belajar, kurang relevannya kurikulum yang
dibuat pemerintah khususnya untuk daerah terpencil atau daerah pedesaan, kurang pedulinya
pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya khususnya di daerah pedesaan, siswa
kurang motivasi dalam belajar, dampak buruk dari alat elektronik seperti televisi dan Play
Station atau game, Program Peningkatan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru yang
rendah, dan juga faktor lain berupa anggapan bahwa adanya tingkat kasta pada pendidikan
di madrasah/pesantren dan sekolah negeri.
Berdasarkan data dan fakta tentang situasi pendidikan di Indonesia, kami selaku penulis
merasa prihatin dan iba akan hal tersebut. Menurut kami, pendidikan itu bebas dan berhak
bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mendapatkannya. Pendidikan berkualitas akan
terwujud ketika terdapat sinergi positif antara masyarakat dengan lembaga pendidikan. Oleh
karena itu, melalui PKM ini, kami harap pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dari
sebelumnya.

1.2 Tujuan dan Manfaat


1.1 Tujuan
Dibuatnya PKM-GT ini bertujuan untuk memberikan beberapa masukan dan solusi
kepada pemerintah dalam mengatasi problematika pendidikan di Indonesia. Kemudian
melalui PKM-GFK ini diharapkan dapat meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia dalam
mencapai cita-cita bangsa untuk mercerdaskan generasi penerus bangsa.

1.2 Manfaat
Manfaat dibuatnya PKM-GT ini adalah membantu pemerintah dalam menyelesaikan
permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia dan juga sebagai bahasan kritikan untuk
pemerintah dalam memajukan kualitas pendidikan di Indonesia.
Bab 2
GAGASAN
2.1 Kondisi Pendidikan Indonesia Saat Ini
Berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016,
pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang dan kualitas
guru menempati ukuran ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Jumlah guru mengalami
peningkatan sebanyak 382% dari tahun 1999/2000 menjadi sebanyak 3 juta orang lebih,
sedangkan peningkatan jumlah peserta didik hanya 17%. Dari 3.9 juta guru yang ada, masih
terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52% di antaranya
belum memiliki sertifikat profesi. Dengan jumlah guru yang banyak, diharapkan kegiatan
belajar yang optimal dapat tercapai. Sayangnya, meningkatnya kuantitas guru tidak sejalan
dengan kualitasnya.

2.2 Solusi yang Pernah Ditawarkan


Secara teknis Permasalahan pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan akses pada
pendidikan, jumlah guru yang belum merata, banyaknya anak-anak yang putus sekolah serta
kualitas guru itu sendiri dinilai masih kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia,
terlebih lagi di daerah 3T yang berujung kepada meningkatnya arus urbanisasi untuk
mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.
Menurut Menteri pendidikan Indonesia bapak Anies Baswedan, ”keterbatasan akses
pendidikan di daerah menjadi pangkal derasnya arus urbanisasi”. “Yang menjadi persoalan,
di Jabodetabek jumlahnya sudah proporsional, tapi jangan kita hanya bicara urban. Justru di
luar urban itu kita punya masalah dan itu yang menyebabkan migrasi ke Jakarta,” ujar Anies.
Secara tidak langsung, masyarakat Indonesia didorong untuk melakukan urbanisasi karena
keterbatasan fasilitas di daerah. Ia menilai akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya
untuk seluruh masyarakat dengan penyediaan fasilitas yang mendukung program tersebut.
“Kalau sekolah hanya di ibukota kecamatan, maka yang jauh kan jadi nggak bisa sekolah,”
tandasnya.
Selain itu, jumlah guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini dinilai masih belum
merata di daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud
Hamid Muhammad saat ini banyak sekolah dasar (SD) di Indonesia kekurangan tenaga guru.
Jumlahnya diperkirakan mencapai 112 ribu guru. Beliau menjelaskan, jumlah guru SD di
sekolah negeri dan swasta sekitar 1.850 ribu guru. Dari jumlah tersebut, hanya 60 persen
guru yang sudah memenuhi kualifikasi dengan gelar S-1, sedangkan 40 persen lainnya belum
memenuhi kualifikasi.
Di sisi lain, kasus putus sekolah anak – anak usia sekolah di Indonesia masih tergolog
tinggi. “Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak
setiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
faktor ekonomi; anak – anak terpaksa bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga; dan
pernikahan di usia dini,” menurut Sekretaris Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Dr. Ir.
Patdono Suwignjo, M. Eng, Sc di Jakarta.
Persoalan Pendidikan tersebut tentunya membuat resah sebagian kalangan pemerhati
pendidikan. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan itu sendiri.
Dari sinilah mungkin pemerintah harus menunjukan keseriusannya dalam mengurus
pendidikan di Indonesia, Finlandia merupakan Negara yang kualitas pendidikannya nomor
satu di dunia karena pemerintahnya memiliki keseriusan yang tinggi dalam mengembangkan
pendidikan di Negaranya.
Melihat permasalahan tersebut tentunya pemerintah memiliki peran sangat penting,
solusi yang mungkin bisa dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru adalah
dengan cara mengeluarkan suatu kebijakan tentang pelatihan guru. Guru harus tetap
senantiasa diberikan pelatihan-pelatihan khusus secara berkala meski sudah selesai dibangku
perkuliahan, misalanya pelatihan guru bisa dilakukan di sekolah masing-masing minimal
satu kali satu bulan atau satu kali tiga bulan. Keterbatasan akses pendidikan bisa dihindari
dengan membangun lembaga pendidikan yang kualitasnya sama anatara yang ada di kota dan
di desa, sehingga masyarakat tidak berpikir lagi untuk melanjutkan sekolahnya diperkotaan.
Banyaknya anak yang putus sekolah, sebenarnya inti permasalahan terletak pada orang
tuanya, ketika orang tua paham tentang pentingnya pendidikan maka mereka akan
mendorong anaknya untuk melanjutkan sekolah walaupun anaknya sudah menikah, disini
dibutuhkan yang namanya kesadaran akan pendidikan. Nah, untuk menumbuhkan kesadaran
tersebut, sekolah bisa mengadakan seminar atau pelatihan parenting yang ditujukan untuk
orangtua siswa.
Disamping itu peran pemerintah dalam memeratakan pendidikan harus melihat faktor
ekonomi masyarakat. Pada kenyataannya, pendidikan hanya dapat diselenggarakan bagi
sebagian masyarakat yang mampu ekonominya, sedangkan bagi keluarga yang kurang
mampu seorang anak harus merelakan jenjang pendidikannya terhenti dan harus bekerja.
Permasalahan tersebut teratasi bilamana adanya perhatian pemerintah terhadap kondisi
tersebut. Solusi pemerintah yang pernah diajukan untuk mengatasi permasalahan ini
diantaranya program KIP (Kartu Indonesia Pintar), bantuan dana BOS (Bantuan Operasional
Sekolah) dan bidikmisi.
Program-program tersebut sudah dijalankan, namun belum terealisasi secara merata.
Masih banyak anak yang putus sekolah dan tidak dapat perhatian dari pemerintah yang dalam
kasus ini, pemerintah kurang peduli akan situasi pendidikan di Indonesia. Pemerintah yang
seharusnya melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap bibit penerus bangsa malah
membuat masalah tersendiri dalam lembaganya seperti penyelewengan kekuasaan, korupsi
pengalokasian dana untuk pendidikan dan lainnya, sehingga bukannya bekerja membantu
rakyat tetapi saling menjatuhkan satu sama lain dalam meraih jabatan tertinggi.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam struktur pemerintah itu sendiri menjadi
alasan kuat mengapa pemerintah Indonesia hanya memikirkan dirinya sendiri dibandingkan
kesejahteraan penduduknya.
2.3 Solusi yang Ditawarkan
Ketika pendidikan menjadi suatu hal penting dan mendasar dalam menjalani hidup ini, kami
merasa sungguh prihatin bilamana pendidikan yang seharusnya dapat dirasakan oleh setiap
lapisan masyarakat menjadi terhenti hanya karena berbagai permasalahan dalam lingkungan
pemerintahan serta lingkungan masyarakat yang kurang mendukung sebagaimana yang kami
paparkan di atas. Oleh karena itu, kami mengusulkan beberapa solusi yang dapat mengatasi
permalasahan ini, diantaranya:
1. Mengubah mindset masyarakat bahwa sekolah itu penting dalam meningkatkan
kualitas intelektual diri dan juga menghilangkan stigma bahwa dengan sekolah
sampai sarjana tidak menjamin mendapat pekerjaan.
Di Indonesia banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting dan
menghabiskan uang. Padahal pada kenyataannya, pendidikan adalah suatu investasi diri
untuk meraih masa depan yang lebih baik. Pendidikan membuat manusia berevolusi menjadi
pribadi manusia yang lebih bijaksana, berintelektualitas tinggi, dan bermoral. Zaman
millennial ini, banyak orang yang merasa dirinya cerdas dengan memiliki pendidikan tinggi
namun tidak mempunyai moralitas yang baik. Jika bangsa ini di pimpin oleh seorang yang
hanya mempunyai pendidikan tinggi dan tidak punya moralitas sungguh akan terjadi
kekacauaan bangsa itu. Oleh karena itu, proses pendidikan menentukan akan jadi apa
manusia tersebut. Kerja keras dan disiplin menjadi faktor kendali suatu manusia untuk
mengubah dirinya menjadi lebih baik. Akan tetapi, sikap spiritualnya juga mempengaruhi
seberapa baikkah orang tersebut. Pandangan ini bukanlah menjadi pandangan sempit lagi,
dikala Indonesia sedang krisis akan pemimpin yang bijaksana dan dapat berprilaku adil untuk
rakyatnya. Kemudian, stigma bahwa dengan sekolah itu akan mempermudah mednapat
pekerjaan itu merupakan suatu pemikiran yang salah. Karena pada dasarnya, pendidikan
bukanlah bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi melalui pendidikan, kita dapat
meningkatkan kualitas diri kita agar dapat berguna bagi masyarakat sehingga akan
mendapatkan pekerjaan.
2. Jikalau Indonesia tidak dapat memeratakan pendidikannya melalui sekolah, maka
delegasikanlah Indonesia berteknologi maju untuk setiap wilayah termasuk wilayah
3T.
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi di setiap wilayah, maka tidaklah tidak mungkin
jika seluruh masyarakat dapat memperoleh pendidikan secara merata. Kemajuan teknologi
yang begitu pesat di bidang pendidikan menjadikan pendidikan sangat mudah untuk di
dapatkan. Kemajuan teknologi dalam bidang pendidikan contohnya adalah E-Learning. E-
Learning adalah suatu platform berbasis media online dengan memadukan teknologi berupa
internet dengan bidang pendidikan menjadi suatu alat dalam proses belajar yang dapat di
akses siapapun, kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu, kemajuan teknologi dapat
berperan penting dalam proses belajar dan mengajar.
3. Mempermudah persyaratan beasiswa bagi seluruh masyarakat Indonesia
Beasiswa merupakan sebuah dana bantuan yang diberikan kepada siswa yang dianggap
mampu menerimanya dengan tujuan untuk menempuh pendidikan. Pemberian beasiswa itu
sendiri kini menjadi hambatan dalam pendidikan, pasalnya tidak semua siswa dapat
menerima beasiswa sebagai sarana untuk belajar. Salah satu kendala yang menjadi
penghambatnya adalah syaratnya yang sangat diperuntukan untuk siswa kurang mampu yang
mempunyai SKTM (surat keterangan tidak mampu) namun di luar sana masih banyak siswa
kurang mampu yang belum memiliki SKTM. Ditambah lagi golongan siswa yang berasal
dari keluarga menengah akan sangat sulit untuk mendapatkan beasiswa. Oleh karena itu kami
menyarankan agar beasiswa bisa diberikan kepada seluruh murid baik dari golongan
menengah maupun gilongan kurang mampu yang nantinya diharapkan bisa menjadi acuan
agar leebih serius belajar.
2.4 Pihak-Pihak yang Terlibat
NO PELAKSANA PROGRAM
1 Pemerintah Pusat - Melakukan observasi ke berbagai daerah
- Pendataan jumlah anak yang tidak bersekolah
- Menyediakan dana untuk Pendidikan
2 Sekolah/Lembaga - Pengevaluasian capaian pembelajaran siswa
Pendidikan - Memberi dukungan dan motivasi kepada siswa
3 Siswa -melakukan tugas yang diberikan sekolah
-menyadari diri bahwa jika ingin ad erubahan maka
mulailah beerubah dari diri sendiri

Anda mungkin juga menyukai