Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERENCANAAN BENDUNGAN

OLEH :

KORNELIUS

16209060

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS TEKNIK

TEKKNIK SIPIL
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah yang sangat sederhana ini
yang berjudul “PERENCANAAN BENDUNGAN” Sebagai tugas pada Mata kuliah Stuktur
Bendungan”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, saran dan kritik penulis
sangat harapkan untuk proses perbaikan dan penyempurnaan dalam menyusun makalah
selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin

Tondano, 24 Maret 2019

Penulis

Kornelius
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang...........................................................................................................1

I.2 Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah .............................................................2

I.3 Rumusan Masalah ....................................................................................................2

I.4 Tujuan Penelitian......................................................................................................3

I.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Bendungan............................................................................................4

II.2 Jenis-jenis Bendungan.............................................................................................4

I.3 Pemilihan Lokasi Bendungan ...............................................................................4-5

II.4 Bagian-bagian Bendungan...................................................................................5-7

BAB III METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN

III.1 Tahapan Pelaksanaan.............................................................................................8

III.2 Metode Pelaksanaan..........................................................................................9-10

BAB IV HASIL.....................................................................................................................11

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................13


BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Bendungan adalah sebuah bangunan air yang berfungsi sebagai penangkap air dan
menyimpannya di musim penghujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar. Waduk
merupakan suatu tempat atau wadah yang terbentuk akibat adanya pembangunan sebuah
bendungan. Pembangunan bendungan berfungsi untuk penyediaan air baku, penyediaan air
irigasi, pengendalian banjir dan/atau pembangkit tenaga air. Dalam pembangunan bendungan
ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan pembangunan, perencanaan pembangunan,
pelaksanaan konstruksi dan pengisian awal waduk (impounding).

Pengisian awal waduk (impounding) merupakan tahapan yang dilakukan setelah


pekerjaan konstruksi selesai dan merupakan saat-saat yang kritis yang harus dilalui dalam
suatu pembangunan bendungan. Hal ini pula yang terjadi pada Bendungan Jatigede,
Sumedang, Jawa Barat. Tahapan ini dikatakan kritis karena terjadi perubahan-perubahan
lingkungan di sekitar waduk dan juga pada DAS Cimanuk, karena pada tahap ini terjadi
perubahan kondisi waduk yang pada awalnya kering menjadi terisi air. Pada tahapan
pengisian awal waduk (impounding) ini air yang mengalir ke bagian hilir akan terhenti
sementara waktu, dan air akan mengalir lagi ke bagian hilir jika air yang tergenang di dalam
waduk telah mencapai suatu elevasi tertentu.

Dalam tahap pengisian awal waduk (impounding) ini jumlah debit inflow yang masuk
ke daerah genangan akan sangat berpengaruh, karena jika inflow yang masuk sedikit maka
waktu pengisian awal waduk (impounding) akan lama dan dapat mengakibatkan kekeringan
di hilir bendungan. Selain itu kondisi daerah genangan juga akan berpengaruh, karena setiap
jenis tanah memiliki karakteristik yang berbeda mengenai penyerapan air ke dalam tanah.
Pada tahap impounding ini juga hendaknya dilakukan pemantauan supaya untuk menghindari
adanya korban jiwa dan untuk menghindari kerusakan pada struktur bendungan karena jika
terlalu cepat tahap impounding ini maka akan mengakibatkan tekanan yang berlebih dan
timbunan inti bendungan akan mengalami gaya angkat (uplift).

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui lamanya air
tidak mengalir ke bagian hilir bendungan supaya di bagian hilir bendungan tidak mengalami
kekeringan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk melakukan
penelitan yang berjudul Analisa Pengisian Awal Waduk (Impounding) pada Bendungan
Jatigede.
I.2 Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi
permasalahan yang muncul, yaitu sebagai berikut :

1. Penggenangan atau pengisian awal waduk (impounding) merupakan tahap yang


menentukan dalam pembangunan suatu bendungan karena akan terjadi perubahan
kondisi waduk yang pada mulanya kering menjadi penuh air.
2. Dalam pengisian awal waduk (impounding) ini jumlah inflow yang mengalir haruslah
diperhitungkan, karena jumlah inflow ini sangat menentukan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk mengisi waduk.
3. Jika jumlah inflow yang mengalir kecil, maka akan menimbulkan kekeringan di
daerah hilir bendungan.
4. Kondisi lahan pada daerah genangan juga merupakan salah satu penentu dalam
lamanya pengisian suatu waduk, karena akan diketahui sejauh mana rambatan air
yang mengalir pada saat pengisian awal waduk (impounding) dilakukan.
5. Perilaku tubuh bendungan setelah mendapatkan beban serta pengaruhnya terhadap
gaya angkat (uplift) pada timbunan inti bendungan.
6. Pemantauan dilakukan agar pengisian awal waduk (impounding) ini berjalan lancar
dan sesuai dengan rencana untuk menghindari adanya korban jiwa (dari segi sosial)
dan juga dari segi struktur bendungan itu sendiri. Pengisian waduk ini juga tidak
boleh terlalu cepat untuk menghindari tekanan yang berlebih dan tidak boleh terlalu
lama untuk menghindari kekeringan di bagian hilir.
7. Melihat banyaknya identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini akan
dibatasi permasalahannya, yaitu sebagai berikut :
8. Menghitung jumlah inflow yang digunakan untuk pengisian awal waduk
(impounding).
9. Pengaruh kondisi lahan pada daerah genangan terhadap lamanya waktu pengisian
awal waduk (impounding).
10. Pengisian awal waduk (impounding) dilakukan pada musim basah (Bulan Oktober)
untuk menghindari terjadinya kekeringan yang lama di bagian hilir bendungan akibat
kurangnya debit air yang mengalir. Hal ini juga berdasarkan pada Laporan Persiapan
Pengisian Waduk, Bendungan Jatigede, 2013, hlm. 10-5.

I.3 Rumusan Masalah

Melihat pada pernyataan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini secara
spesifik dapat dirumuskan dalam pernyataan penelitian berikut :

1. Faktor apa saja yang berpengaruh dalam tahap pengisian awal waduk (impounding),
terutama pada Bendungan Jatigede?
2. Bagaimana memprediksi lamanya pengisian awal waduk (impounding) pada
Bendungan Jatigede berdasarkan pada data inflow yang ada?
3. Metode apa yang sesuai dalam untuk menentukan lamanya waktu pada tahap
pengisian awal waduk (impounding) pada Bendungan Jatigede?
I.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk memperoleh gambaran mengenai faktor apa saja yang dapat berpengaruh
dalam tahap pengisian awal waduk (impounding), terutama pada Bendungan Jatigede.
2. Untuk mengetahui perkiraan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tahap
pengisian awal waduk (impounding) berdasarkan jumlah inflow yang ada pada
Bendungan Jatigede.
3. Untuk mengetahui metode apa yang sesuai dalam menentukan lamanya waktu
pengisian awal waduk (impounding) pada Bendungan Jatigede.

1.5 Manfaat Penelitian

Untuk dapat melakukan tahapan pengisian awal waduk (impounding) sesuai dengan
waktu yang diperkirakan juga terhindar dari kekeringan dalam jangka waktu yang lama di
bagian hilir bendungan. Selain itu juga, dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti
dapat menambah wawasan mengenai tahapan pengisian awal waduk (impounding) pada
bendungan, dan dalam penelitian ini yaitu Bendungan Jatigede, Jawa Barat.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Bendungan

Bendungan adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan


muka air sungai agar bisa disadap. Bendungan merupakan salah satu bagian dari bangunan
utama. Bangunan Utama adalah bangunan air (hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-
bagian: bendungan (weir structure), bangunan pengelak (diversion structure), bangunan
pengambilan (intake structure), bangunan pembilas (flushing structure) dan bangunan
kantong lumpur (sediment trap structure).

Fungsi utama dari bangunan utama/bendungan adalah untuk meninggikan elevasi


muka air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke saluran lewat
bangunan pengambilan (intake structure).

II.2 Jenis-Jenis Bendungan

1. Bendungan tetap (fixed weir, uncontrolled weir)


Bendungan tetap adalah jenis bendungan yang tinggi pembendungannya tidak dapat
diubah, sehingga muka air di hulu bendungan tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki.
Pada bendungan tetap, elevasi muka air di hulu bendungan berubah sesuai dengan
debit sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun).
Bendungan tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah hulu sungai
kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari pada di daerah hilir. Pada saat
kondisi banjir, maka elevasi muka air di bendungan tetap (fixed weir) yang dibangun di
daerah hulu tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang luas) karena
terkurung oleh tebing-tebingya yang curam.
2. Bendungan gerak/bendungan berpintu (gated weir, barrage)
Bendungan gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat diubah
sesuai dengan yang dikehendaki.
Pada bendungan gerak, elevasi muka air di hulu bendungan dapat dikendalikan naik
atau turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air (gate).
Bendungan gerak biasanya dibangun pada daerah hilir sungai atau muara. Pada daerah
hilir sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih landai atau
datar dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air sisi hulu
bendungan gerak yang dibangun di daerah hilir bisa diturunkan dengan membuka pintu-
pintu air (gate) sehingga air tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang
luas) karena air akan mengalir lewat pintu yang telah terbuka kea rah hilir (downstream).

II.3 Pemilihan Lokasi Bendungan

Dalam pemilihan lokasi bendungan hendaknya dipilih lokasi yang paling


menguntungkan dari beberapa segi. Misalnya dilihat dari segi perencanaan, pengamanan
bendungan, pelaksanaan, pengoperasian, dampak pembangunan dan sebagainya. Dari
beberapa pengalaman dalam memilih lokasi bendungan, tidak semua persyaratan yang
dibutuhkan dapat terpenuhi. Sehingga lokasi bendungan ditetapkan pada persyaratan yang
dominan. Pemilihan lokasi bendungan didasarkan pada beberapa faktor, yaitu :

1. Keadaan Topografi
2. Keadaan Hidrologi
3. Kondisi Topografi
4. Kondisi Hidraulik dan Morfologi
5. Kondisi Tanah Pondasi
6. Biaya Pelaksanaan

II.4 Bagian-Bagian Bendungan

1. Tubuh Bendungan (Weir)


Tubuh bendungan merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju
aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini
biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh
bendungan umumnya dibuat melintang pada aliran sungai. Tubuh bendungan merupakan
bagian yang selalu atau boleh dilewati air baik dalam keadaan normal maupun air banjir.
Tubuh bendungan harus aman terhadap tekanan air, tekanan akibat perubahan debit yang
mendadak, tekanan gempa,dan akibat berat sendiri.
2. Pintu Air (Gates)
Pintu air merupakan struktur dari bendungan yang berfungsi untuk mengatur,
membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup. Bagian
yang penting dari pintu air, yaitu:
3. Daun Pintu (Gate Leaf)
Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat digerakkan untuk
membuka, mengatur, dan menutup aliran air.
4. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam beton yang digunakan
untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai dengan yang direncanakan.
5. Angker (anchorage)
Adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk menahan
rangka pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan dari pintu air ke dalam
konstruksi beton.
6. Hoist
Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan ditutup dengan
mudah.
7. Pintu Pengambilan (Intake)
Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran dan mencegah
masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam saluran. Pada bendungan tempat
pengambilan bisa terdiri dari dua buah, yaitu kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah,
tergantung dari letak daerah yang akan diairi. Bila tempat pengambilan dua buah,
menuntut adanya bangunan penguras dua buah pula. Kadang-kadang bila salah satu pintu
pengambilam debitnya kecil, maka pengambilannya lewat gorong-gorong yang di buat
pada tubuh bendungan. Hal ini akan menyebabkan tidak perlu membuat dua bangunan
penguras dan cukup satu saja.
8. Pintu Penguras
Penguras ini bisanya berada pada sebelah kiri atau sebelah kanan bendung dan kadang-
kadang ada pada kiri dan kanan bendung. Hal ini disebabkan letak daripada pintu
pengambilan. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kiri bendung, maka penguras
pun terletak pada sebelah kiri pula. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kanan
bendung, maka penguras pun terletak pada sebelah kanan pula. Sekalipun kadang-kadang
pintu pengambilan ada dua buah, mungkin saja bangunan penguras cukup satu hal ini
terjadi bila salah satu pintu pengambilan lewat tubuh bendung. Pintu penguras ini
terletak antara dinding tegak sebelah kiri atau kanan bendung dengan pilar, atau antara
pilar dengan pilar. Lebar pilar antara 1,00 sampai 2,50 meter tergantung konstruksi apa
yang dipakai. Pintu penguras ini berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan yang
ada pada sebelah udik pintu tersebut. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar
pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap harinya selama kurang lebih 60
menit. Bila ada benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu penguras, sebaiknya
dipertimbangkan untuk membuat pintu menjadi dua bagian, sehingga bagian atas dapat
diturunkan dan benda-benda hanyut dapat lewat diatasnya.
9. Kolam Peredam Energi
Bila sebuah konstruksi bendung dibangun pada aliran sungai baik pada palung maupun
pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air. Kecepatan pada
daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat (local scauring).
Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu, dibuat suatu konstruksi peredam energi.
Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu bentuk pertemuan antara penampang miring,
penampang lengkung, dan penampang lurus. Secara garis besar konstruksi peredam
energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu :
10. Ruang Olak Tipe Vlughter
Ruang olak ini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai tidak membawa batuan
besar. Bentuk hidrolis kolam ini akan dipengaruhi oleh tinggi energi di hulu di atas
mercu dan perbedaan energi di hulu dengan muka air banjir hilir.
11. Ruang Olak Tipe Schoklitsch
Peredam tipe ini mempunyai bentuk hidrolis yang sama sifatnya dengan peredam energi
tipe Vlughter. Berdasarkan percobaan, bentuk hidrolis kolam peredam energi ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu tinggi energi di atas mercu dan perbedaan tinggi
energi di hulu dengan muka air banjir di hilir.
12. Ruang Olak Tipe Bucket
Kolam peredam energi ini terdiri dari tiga tipe, yaitu solid bucket, slotted rooler bucket
atau dentated roller bucket, dan sky jump. Ketiga tipe ini mempunyai bentuk hampir
sama dengan tipe Vlughter, namun perbedaanya sedikit pada ujung ruang olakan.
Umumnya peredam ini digunakan bilamana sungai membawa batuan sebesar kelapa
(boulder). Untuk menghindarkan kerusakan lantai belakang maka dibuat lantai yang
melengkung sehingga bilamana ada batuan yang terbawa akan melanting ke arah
hilirnya.
13. Ruang Olak Tipe USBR
Tipe ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari 10 meter. Ruang olakan
ini memiliki berbagai variasi dan yang terpenting ada empat tipe yang dibedakan oleh
rezim hidraulik aliran dan konstruksinya. Tipe-tipe tersebut, yaitu ruang olakan tipe
USBR I merupakan ruang olakan datar dimana peredaman terjadi akibat benturan
langsung dari aliran dengan permukaan dasar kolam, ruang olakan tipe USBR II
merupakan ruang olakan yang memiliki blok-blok saluran tajam (gigi pemencar) di
ujung hulu dan di dekat ujung hilir (end sill) dan tipe ini cocok untuk aliran dengan
tekanan hidrostatis lebih besar dari 60 m, ruang olakan tipe USBR III merupakan ruang
olakan yang memiliki gigi pemencar di ujung hulu, pada dasar ruang olak dibuat gigi
penghadang aliran, di ujung hilir dibuat perata aliran, dan tipe ini cocok untuk
mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis rendah, dan ruang olakan tipe USBR VI
merupakan ruang olakan yang dipasang gigi pemencar di ujung hulu, di ujung hilir
dibuat perata aliran, cocok untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis rendah, dan
Bilangan Froud antara 2,5 - 4,5.
14. Kantong Lumpur
Kantong lumpur berfungsi untuk mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar
dari fraksi pasir halus ( 0,06 s/d 0,07mm ) dan biasanya ditempatkan persis disebelah
hilir bangunan pengambilan. Bahan-bahan yang telah mengendap dalam kantung lumpur
kemudian dibersihkan secara berkala melalui saluran pembilas kantong lumpur dengan
aliran yang deras untuk menghanyutkan endapan-endapan itu ke sungai sebelah hilir.
15. Bangunan Pelengkap
Terdiri dari bangunan-bangunan atau pelengkap yang akan ditambahkan ke bangunan
utama untuk keperluan :
 Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran sungai.
 Pengoperasian pintu.
 Peralatan komunikasi, tempat berteduh serta perumahan untuk tenaga eksploitasi
dan pemeliharaan.
 Jembatan diatas bendung agar seluruh bagian bangunan utama mudah dijangkau
atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum.
BAB III

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN

Metode pelaksanaan atau yang biasa disebut Metode pelaksanaan merupakan urutan

pelaksanaan pekerjaan yang logis dan teknik sehubungan dengan tersedianya sumber daya

yang dibutuhkan dalam kondisi medan kerja, guna memperoleh cara pelaksanaan yang

efektif dan efisien.

Metode pelaksanaan pekerjaan tersebut, sebenarnya telah dibuat oleh kontraktor yang

bersangkutan pada waktu membuat ataupun mengajukan penawaran pekerjaan. Dengan

demikian Metode pelaksanaan tersebut telah teruji saat melakukan klarifikasi atas dokumen

tendernya terutama construction methodnya, namun demikian tidak tertutup kemungkinan

bahwa pada waktu menjelang pelaksanaan atau pada waktu pelaksanaan pekerjaan, CM

perlu atau harus dirubah.

Metode pelaksanaan yang ditampilkan dan diterapkan merupakan cerminan dari

profesionalitas dari tim pelaksana proyek, yaitu manajer proyek dan perusahaan yang

bersangkutan. Karena itu dalam penilaian untuk menentukan pemenang tender, penyajian

metode pelaksanaan mempunyai bobot penilaian yang tinggi. Yang diperhatikan bukan

rendahnya nilai penawaran harga, meskipun kita akui bahwa rendahnya nilai penawaran

merupakan jalan untuk memperoleh peluang ditunjuk menjadi pemenang tender/pelelangan.

Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan terdiri dari:

1. Project plan
2. Sket atau gambar bantu penjelasan pelaksanaan pekerjaan.
3. Uraian pelaksanaan pekerjaan.
4. Perhitungan kebutuhan peralatan konstruksi dan jadwal kebutuhan peralatan
konstruksi dan jadwal kebutuhan peralatan
5. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja dan jadwal kebutuhan tenaga kerja (tukang dan
pekerja)
6. Perhitungan kebutuhan material dan jadwal kebutuhan material
7. Dokumen lainnya sebagai penjelasan dan pendukung perhitungan dan kelengkapan
yang diperlukan Metode Pelaksanaan Pekerjaan Yang Baik
8. Memenuhi syarat teknis
9. Memenuhi syarat ekonomis
10. Memenuhi pertimbangan non teknis lainya
11. Merupakan alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang telah diperhitungkan dan
dipertimbangkan.
12. Manfaat positif construction method

III.1. Tahapan Pelaksanaan :

1. Menyiapkan titik-titik tetap untuk referensi pelaksanaan, khususnya untuk as ben


2. Melakukan pekerjaan Dewatering dengan.
3. Menentukan batas galian untuk pondasi bendungan .
4. Melakukan pekerjaan , melakukan pekerjaan kosrekan, cabut tunggul.
5. Melakukan perapihan dan perbaikan pondasi.
6. Melakukan penggalian untuk alur sekat (cut off trench) untuk keperluan injeksi
semen.
7. Pelaksanaan injeksi semen.
8. Pembersihan pondasi untuk calon bendungan darisisa kotoran material khususnya
pada lokasi inti bendungan.
9. Menentukan batas timbunan pada lereng kiri dan kanan bukit dari masing-masing
zone.
10. Pemasangan instrumenasi pada pondasi bendungan
11. Melakukan penimbunan pada masing-masing zone.
12. Pada musim kering / kemarau diutamakan timbunan inti apabila tipe bendungan
adalah tipe zonal.
13. Apabila tipe bendungannya tipe homogen agar diperhatikan dalam penggunaan
peralatan dan pada musim penghujan harus disediakan penutup agar tanah timbunan
tidak jenuh kena hujan.
14. Pelaksanaan perlindungan lereng hulu dan hilir
15. Pekerjaan jalan dipuncak bendungan.
16. Pembuatan badan boks untuk pengukuran rembesan pada kaki bendungan bagian
hilir.
17. Pekerjaan gebalan rumput dilereng hilir bila diperlukan.

III.2. Metode Pelaksanaan

Untuk tahapan dan metoda pelaksanaan pekerjaan dam, contoh yang akan diambil
yaitu dam atau bendungan urugan, sebuah type dam yang paling banyak dilaksanakan
pada saat ini. Sebagaimana diketahui, metoda pelaksanaan atau metoda konstruksi yang
lengkap, salah satunya akan terdiri dari site plan / site facilities, sehingga akan tergambar
jarak angkut material dan peralatan proyek.

Dengan alternatif urutan pelaksanaan per item pekerjaan yang paling baik, kita akan
bisa menghitung kebutuhan peralatan konstruksi, kebutuhan tenaga kerja dan kebutuhan
material. Dengan demikian out putnya nanti pada pekerjaan analisa daya satuan akan
tercapai nilai harga satuan yang paling ekonomis dan efisien. Sebelum menginjak kepada
Metoda Konstruksi pekerjaan urugan dam, kita mengambil contoh perbuatan site plan dan
table dari distribusi material.

Site Plan, terdiri dari :

1. Site facilities (contractor & engineers office)


2. Penempatan batching plant, crusher plant, screener plant, sand washer
3. Rock quarry dan borrow area
BAB IV

HASIL

Peningkatan kebutuhan air yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan
perubahan pemanfaatan lahan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo, berbanding
terbalik dengan suplai air ke wilayah tersebut. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan membangun suatu tampungan air. Salah satu alternatif
tersebut adalah Bendungan Salak yang terletak di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon
Progo, Yogyakarta.

Bendungan Salak merupakan salah satu hasil dari perencanaan bendungan.


Bendungan ini tipe urugan dengan inti vertical yang dibangun di atas Sungai Salak, dengan
luas sub DAS 9.4 km2. Bendungan ini bertujuan memenuhi kebutuhan air baku di wilayah
DAS Progo serta mengairi 3 daerah irigasi dan didesain dengan debit banjir rencana periode
ulang 100 tahun sebesar 46.9 m3/detik.

Bendungan Salak direncanakan setinggi 48.5 m dengan kapasitas tampungan sebesar


18.5 juta m3. Bendungan ini dilengkapi dengan pipa penyadap dengan diameter 2.2 m,
bangunan pelimpah dengan spesifikasi mercu Ogee Tipe terbuka lebar 20 m, dan kolam olak
USBR tipe III. Pembangunan Bendungan Salak membutuhkan biaya sekitar Rp 450 milyar
dan waktu rencana pelaksanaan 39 minggu.

Hasil lain yaitui Bendung Karangtalun yang sampai saat ini melayani kebutuhan air di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo, menunjukkan debit minimum yang memiliki
kecenderungan semakin menurun. Penurunan debit ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain perubahan iklim dan perkembangan aktivitas konsumsi. Aktivitas konsumsi
tersebut antara lain melayani kebutuhan air baku dan mengairi Daerah Irigasi Kalibawang
(1832.63 Ha), Mataram (4973.02 Ha), dan Sapon (1055.68 Ha). Berdasarkan kondisi
tersebut, perlu adanya bangunan penampung air, yang dalam studi ini berupa bendungan.

Terdapat 6 alternatif lokasi bendungan, antara lain alternatif 1 pada Kali Tinalah,
alternatif 2 pada Kali Salak, alternatif 3 pada Kali Diro, alternatif 4 pada Kali Sili, alternatif 5
pada Kali Bedog, dan alternatif 6 pada Kali Udal, yang mendapat suplesi dari Kali Sileng.
Berdasarkan analisis dan diskusi, alternatif 1 dan 4 tidak dapat dipilih karena lokasi ini tidak
disettujui oleh masyarakat sekitar, alternatif 5 tidak dapat dipilih karena volume tampungan
terlalu kecil, alternatif 6 tidak dapat dipilih karena topografi menunjukkan elevasi Kali Sileng
yang lebih tinggi daripada Kali Udal memiliki jarak yang cukup jauh sehingga saluran suplesi
tidak ekonomis digunakan, sedangkan alternatif 2 dan 3 dapat dijadikan rencana lokasi
bendungan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan muka
air sungai agar bisa disadap. Bendung merupakan salah satu bagian dari bangunan utama.
Fungsi utama dari bangunan utama/bendung adalah untuk meninggikan elevasi muka air
dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke saluran lewat
bangunan pengambilan (intake structure). Bendung terdiri atas dua jenis yaitu, bendung
tetap dan bendung gerak. Dalam penentuan suatu bendung perlu dilihat pemilihan lokasi
bendung yang tepat.

V.2 SARAN

Dalam perencanaan suatu bangunan air seperti bendung, perlu memperhatikan


pemilihan lokasi yang tepat berdasarkan faktor-faktor, seperti keadaan topografi, keadaan
hidrologi, kondisi topografi, kondisi hidraulik dan morfologi, kondisi tanah serta biaya
perencanaan. Selain itu, pemilihan tipe bendung yang tepat dan perlu memperhatikan
stabilitas bendung tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahendra Sultan syah Ir. Manajemen Proyek – Kiat sukses Mengelola Proyek, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Januari 2004
2. Proyek Pembinaan Pengembangan dan Penyelenggaraan Air Baku Bagian Proyek
Keamanan Bendungan, Pedoman Final Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Urugan,
November 2004.
3. Waskita Karya PT, Bekri Main Irrigation System Section 1 & 2, Construction Plant
and Method.
4. Waskita Karya PT, Tilong Dam Kupang, Construction Method.
5. Engineering Manual for Irigation and Drainage Filldam volume II, The Japanese
Institute of Irigation and Drainage.
6. Contract Document for Construction of Wadaslintang Dam and Apputenant Structure
Exhibit Part 1 Wadaslintang Multipurpose Project 1982
7. Erman Mawardi, Drs. Dipl. AIT. dan Moch. Memed, Ir. Dipl. HE. APU. 2010.
8. Desain Hidraulik Bendung Tetap. Bandung: CV. Alfabeta.
9. http//:www.google.com
10. http//:www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai