Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. M G2P1A0


HAMIL 35 MINGGU DENGAN PRETERM DI RSUD BUDHI
ASIH JAKARTA TIMUR TAHUN 2018
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Kebidanan 2

DI SUSUN OLEH :

NUR MISYAH PUTRI (P3.73.24.2.16.035)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat Nya sehingga laporan kasus kelompok ini dapat
terselesaikan tepat waktu. Laporan kasus kelompok ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah PKK II. Semoga laporan kasus kelompok ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Dalam pembuatan Laporan Kasus “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin


Ny. M G2P1A0 Hamil 35 Minggu Dengan Preterm Di RSUD BUDHI ASIH
Jakarta Timur Tahun 2017” menyadari sepenuhnya akan keterbatasan
pengetahuan dan waktu sehingga masih terdapat kekurangan dalam laporan kasus
ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
untuk kesempurnaan laporan kasus ini.

Sebagai harapan terakhir dari penulis, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca sehingga menjadi sumbangan pemikiran yang
bermafaat bagi semua yang membacanya.

Jakarta , 13 November 2018

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

World Health Organisation (WHO) memperkirakan diseluruh dunia


terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian tersebut
terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. Meskipun jumlahnya
sangat besar, tetapi tidak menarik perhatian karena kejadian terbesar
(sporadis), sebenarnya kematian ibu dan bayi mempunyai peluang besar
untuk dicegah dengan meningkatnya kerja sama antara pemerintah, swasta
dan badan-badan sosial lainnya (Manuaba, 2010).

sindromaAngka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih termasuk yang


tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya Singapura dengan
AKI 14 per 100.000 kelahiran hidup, atau Malaysia dengan AKI 62 per
100.000 kelahiran hidup. Data SDKI tahun 2012 mencatat AKI di
Indonesia melonjak menjadi 359 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH).
Angka ini cukup mengecewakan karena di tahun 2007 AKI di Indonesia
adalah 228 per kelahiran hidup. Masalah ini tentu perlu untuk mendapat
perhatian khusus dari seluruh pihak baik pemerintah, sektor swasta,
maupun masyarakat mengingat bahwa Target Millenium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup (SDKI , 2012).

Berdasarkan data dari Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, penyebab kematian ibu di Indonesia tahun 2010
adalah Perdarahan (28%), Hipertensi dalam Kehamilan (24%), Infeksi
(11%), Partus lama (3%), Abortus (5%), kelainan amnion (2%), dan
penyebab lainnya (7%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2013)

Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri


dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum,
terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi, pembentukan

1
plasenta, sampai ke tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm
(Manuaba, 2010).

Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama
dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat
badan tak diketahui maka dipakai umur kehamilan, yaitu 24 minggu.
(Sarwono, 2010).

Risiko kehamilan dengan faktor risiko bagi ibu yang dapat terjadi
diantaranya adalah Mengalami perdarahan, Kemungkinan keguguran /
abortus, Persalinan yang lama dan sulit. Sedangkan bagi bayi yang dapat
terjadi diantaranya adalah kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan,
berat badan lahir rendah (BBLR), cacat bawaan, dan kematian bayi.

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 20 -


< 37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan tersebut
merupakan bayi prematur. Bayi prematur akan mengalami morbiditas
jangka pendek seperti, sindroma gangguan pernapasan, displasia
bronkopulmoner, perdarahan intraventrikuler, retinopati akibat
prematuritas dan morbiditas jangka panjang, seperti gangguan
perkembangan dan gangguan neurologis. (Steer, 2005: barros at al, 2010;
Cunningham at al, 2014)

Persalinan preterm berkisar 6 – 10% dari seluruh kehamilan dan


menyumbang 34% dari kematian neonatal serta menyebabkan 75% dari
morbiditas neonatal di Amerika Serikat angka kejadian ini tercatat 95%
pada tahun 1980 dan mengalami peningkatan menjadi 11% pada tahun
2000 (Charmichael et al, 2013). Jika dilihat berdasarkan data untuk negara
berkembang persentase kejadian persalinan preterm yaitu berada pada
persentasi 10%. Sedangkan, Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang memiliki angka persalinan preterm yang tinggi yaitu 14%
dari 4 juta kelahiran (Kementrian Kesehatan,2010; Gondo,2012).

Data Indonesia angka kejadian kelahiran prematur tidak dapat dipastikan,


namun berdasarkan data Riskesdas Departemen Kesehatan tahun 2007,

2
kelahiran prematur memiliki dampak terhadap berat badan lahir rendah
(BBLR) mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili
angka kejadian persalinan prematur (Dirjen Bina Pelayanan Medik
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Berdasarkan teori penyebab terjadinya persalinan preterm berhubungan


dengan pengaktifan sumbu hyphotalamic pituitary adrenal (HPA) yang
dimediasi corticotrophin releasing hormone (CRH), adanya infeksi dan
inflamasi, perdarahan desidua, peregangan uterus yang berlebihan,
perubahan hormonal, enzimatik dan biokimia yang menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus (Steer, 2005; Elmer, 2009; Barros et al, 2010;
ACOG Practice Bulletin, 2012; Cunningham et al, 2014)

Penelitian in vitro pada sel plasenta manusia menunjukan CRH dilepaskan


dari kultur sel plasenta manusia dalam dosis yang sesuai responnya
terhadap semua efektor biologi utama stres, termasuk kortisol,
katekolamin, oksitosin, angiotensin II, dan interleukin-1 (IL-1). (Steer,
2005; ACOG , 2012; Cunningham et al, 2014)

Endotoksin (lipopolisakarida) bakteri dalam cairan amnion akan


merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin
yang dapat menginisiasi proses persalinan. Berbagai sitokin, termasuk
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan Tumour Necrosis Factor
(TNF) adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm
(Steer, 2005; ACOG Practice Bulletin, 2012).

B. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM

Penulis mampu melakukan Asuhan Kebidanan secara komprehensif pada Ny.


“M” dengan Preterm di Ruang Bersalin RSUD Budhi Asih.

3
2. TUJUAN KHUSUS

Diharapkan mahasiswa mampu:

1. Melakukan pengkajian secara lengkap pada ibu bersalin “Ny. M” dengan


Preterm di Ruang Bersalin RSUD Budhi Asih.

2. Menginterpretasikan data asuhan kebidanan serta merumuskan diagnosa


kebidanan, masalah, dan kebutuhan pada ibu bersalin “Ny. M” dengan Preterm
di RSUD Budhi Asih.

3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada ibu bersalin “Ny.


M” dengan Preterm di RSUD Budhi Asih.

4. Menetapkan tindakan segera pada ibu bersalin “Ny. M” dengan Prematur di


RSUD Budhi Asih.

5. Menyusun rencana asuhan kebidanan secara pada ibu bersalin “Ny. M”


dengan Preterm di RSUD Budhi Asih.

6. Mengevaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil “Ny. M”


dengan Prematur

C. MANFAAT

1. Bagi pihak RSUD Budhi Asih

Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi bidan di ruang


bersalin RSUD Budhi Asih untuk lebih meningkatkan asuhan kepada ibu
bersalin dengan Prematur

4
2. Bagi Penulis

Penulis dapat mengaplikasikan ilmu Asuhan Kebidanan yang didapatkan di


kelas ke lahan praktik, serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang
berkaitan dengan Prematur.

D. WAKTU DAN TEMPAT PENGAMBILAN KASUS

Pengambilan kasus dilakukan pada Hari Senin tanggal 12 November 2018

pukul 07.25 WIB di Ruang Bersalin RSUD Budhi Asih.

BAB II

TINJAUAN TEORI

5
A. PERSALINAN

1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu (Mitayani, 2009).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2006).
Menurut cara persalinan ada dua yaitu :
a. Partus normal Partus normal adalah proses lahirnya bayi pada LBK
dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak
melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24
jam.
b. Partus abnormal Partus abnormal ialah persalinan pervaginam
dengan bantuan alat-alat atau melalui dinding perut dengan operasi
caesarea (SC). (Saifuddin Bari, 2002).
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah asuhan dalam persalinan
yang mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya
yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang
optimal.

2. Teori Persalinan
Terdapat berbagai teori persalinan, di antaranya adalah :

a. Teori Penurunan Progesteron

Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar


estrogen dan progesterone menurun. Menurunnya kadar kedua
hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai

6
(Wiknjosastro dkk, 2005). Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif
terhadap oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada tingkat
tertentu menyebabkan otot rahim mulai kontraksi (Manuaba, 1998).

b. Teori Oksitosin

Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam


otot rahim, sehingga mudah terangsang saat disuntikkan oksitosin
dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat
meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat
berlangsung terus (Manuaba, 1998).

c. Teori Keregangan Otot Rahim

Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang


mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor
yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
mengalami degenerasi (Wiknjosastro dkk, 2005). Otot rahim
mempunyai kemampuan meregang sampai batas tertentu. Apabila
batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai (Manuaba, 1998).

d. Teori Prostaglandin

Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari


minggu ke-15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke
waktu partus (Wiknjosastro dkk, 2005). Diperkirakan terjadinya
penurunan progesteron dapat memicu interleukin-1 untuk dapat
melakukan “hidrolisis gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan
dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa.
Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan, terdapat penimbunan
dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan
amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam
miometrium, desidua, dan korion leave. Prostaglandin dapat

7
melunakkan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan dalam
bentuk infus, per os, atau secara intravaginal (Manuaba, 1998).

e. Teori Janin

Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang


menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai
tanda bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini belum
diketahui secara pasti. (Manuaba, 1998)

f. Teori Berkurangnya Nutrisi

Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates


untuk pertama kalinya (Wiknjosastro dkk, 2002). Hasil konsepsi
akan segera dikeluarkan bila nutrisi telah berkurang (Asrinah dkk,
2010).

g. Teori Plasenta Menjadi Tua

Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia


kehamilan akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron sehingga timbul kontraksi rahim (Asrinah dkk, 2010).

3. Tanda-Tanda Persalinan
1. Tanda Lightening. Menjelang minggu ke – 36 pada primigravida,
terjadi penurunan fundus uterus karena kepala bayi sudah masuk
ke dalam panggul.
Penyebab dari proses ini adalah sebagai berikut :
1) Kontraksi Braxton hicks.
2) Ketegangan dinding perut
3) Ketegangan ligamnetum rotondum.
4) Gaya berat janin, kepala kearah bawah uterus.
2. Terjadinya his persalinan. Pinggang terasa sakit menjalar kedepan.
Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.
Terjadi perubahan pada serviks. Jika pasien menambah

8
aktivitasnya, misalnya dengan berjalan, maka kekuatannya
bertambah.
3. Pengeluaran lendir dan darah(blood show). Dengan adanya his
persalinan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan,
pendataran dan pembukaan, Pembukaan menyebabkan selaput
lendir yang terdapat pada kanalis servikalis terlepas. Terjadi
perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
4. Pengeluaran cairan/ Air Ketuban. Mengeluarkan air ketuban akibat
pecahnya selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka
persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun jika ternyata
tidak tercapai, maka persalinan akhirnya diakhiri dengan tindakan
tertentu, misalnya ekstraksi vakum, atau section caesaria.

4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan


i. PASSAGE (JALAN LAHIR)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar
janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan,
maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage terdiri dari:

a. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)


1) Os. Coxae
 Os illium
 Os. Ischium
 Os. Pubis
2) Os. Sacrum = promotorium
3) Os. Coccygis
b. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen.
c. Pintu Panggul
1. Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh
promontorium, linea inominata dan pinggir atas
symphisis.
2. Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina
ischiadica, disebut midlet.
3. Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus
pubis, disebut outlet.
4. Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada
antara inlet dan outlet.

9
d. Bidang-bidang:
1. Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan
bagian atas symphisis dan promontorium.
2. Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi
pinggir bawah symphisis.
3. Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina
ischiadika kanan dan kiri.
4. Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi
os coccyges.

ii. POWER
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri
dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power
merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan
oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Kekuatan yang
mendorong janin keluar (power) terdiri dari:
a. His (kontraksi otot uterus) adalah kontraksi uterus karena
otot – otot polos rahim bekerja dengan baik dan
sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim
menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek.
Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan
kantung amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks.
b. Kontraksi otot-otot dinding perut.
c. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
d. Ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum
rotundum.
 Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-
otot polos rahim bekerja dengan baik dan
sempurna mempunyai sifat-sifat:
1. Kontraksi simetris
2. Fundus dominan
3. Relaksasi
4. Involuntir : terjadi di luar kehendak
5. Intermitten : terjadi secara berkala (berselang-
seling)
6. Terasa sakit

10
7. Terkoordinasi
8. Kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik,
kimia dan psikis

 Perubahan-perubahan akibat his:


a. Pada uterus dan servik, uterus teraba keras/padat karena
kontraksi. Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan
intrauterin naik serta menyebabkan serviks menjadi
mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).
b. Pada ibu rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi
rahim. Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.
c. Pada janin Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-
plasenter kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut
jantung janin melambat (bradikardi) dan kurang jelas
didengar karena adanya iskemia fisiologis.

 Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu


bersalin hal – hal yang harus diperhatikan dari
his:
a. Frekuensi his , jumlah his dalam waktu tertentu biasanya
permenit atau persepuluh menit.
b. Intensitas his, Kekuatan his diukur dalam mmHg. intensitas
dan frekuensi kontraksi uterus bervariasi selama persalinan,
semakin meningkat waktu persalinan semakin maju. Telah
diketahui bahwa aktifitas uterus bertambah besar jika
wanita tersebut berjalan – jalan sewaktu persalinan masih
dini.
c. Durasi atau lama his lamanya setiap his berlangsung diukur
dengan detik, misalnya selama 40 detik.
d. Datangnya his, apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
e. Interval atau jarak antara his satu dengan his berikutnya,
misalnya his datang tiap 2 sampe 3 menit.
f. Aktivitas his Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit
Montevideo.

 His Palsu :

11
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien
atau spasme usus, kandung kencing dan otot-otot
dinding perut yang terasa nyeri. His palsu timbul
beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan
cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan
membuat lelah pasien sehingga pada waktu persalinan
sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang
jelek, baik fisik maupun mental.

iii. PASSANGER
Passanger terdiri dari janin dan plasenta. Janin merupakan
passangge utama dan bagian janin yang paling penting adalah
kepala karena bagian yang paling besar dan keras dari janin
adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi
jalan persalinan. Kelainan – kelainan yang sering menghambat
dari pihak passangger adalah kelainan ukuran dan bentuk kepala
anak seperti hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak
seperti letak muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak
seperti kedudukan lintang atau letak sungsang.

iv. PSIKIS (PSIKOLOGIS)


Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat
itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu
munculnya rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi
anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa
kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “ keadaan yang
belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.
v. PENOLONG
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah
mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi
pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan
kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

5. Tahapan Persalinan Normal


Persalinan dibagi dalam empat kala menurut Prawirohardjo (2006) yaitu:

12
1. Kala I (kala pembukaan)
In partu (partu mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah, servik mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler, kanalis servikalis. Kala
pembukaan dibagi menjadi 2 fase:
1) Fase laten
Pembukaan servik berlangsung lambat, pada umumnya fase
ini berlangsung lebih kurang 8 jam, berlangsung hingga
serviks membuka sampai 3 cm atau kurang dari 4 cm.
2) Fase aktif
Berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase:
a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam,
pembukaan berlangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2
jam pembukaan menjadi 10 cm.
Akhir kala I servik mengalami dilatasi penuh, uterus servik
dan vagina menjadi saluran yang continue, selaput amnio ruptur,
kontraksi uterus kuat tiap 2-3 menit selama 50-60 detik untuk
setiap kontraksi, kepala janin turun ke pelvis.

2. Kala II (pengeluaran janin)


His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali,
kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek
menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga
merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his
kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum
meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan
diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi 1 jam, pada
multi setengah jam.

3. Kala III

13
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta
lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus
teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit
kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada
fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005).
Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan
cara Crede untuk membantu pengeluaran plasenta. Plasenta
diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga tidak
menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan
sekunder (Manuaba, 2012).

4. Kala IV
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam
setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang
terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi otot rahim
meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan
perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan
darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan
selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka
episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke
ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2012).

6. Mekanisme Persalinan
1. Penurunan Kepala.
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan, tetapi
pada multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya dengan sutura sagitalis
melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala
melewati pintu atas panggul (PAP), dapat dalam keadaan
asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah

14
jalan lahir tepat di antara simpisis dan promontorium. Pada
sinklitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika
sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke
belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam
keadaan asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu:
a. Asinklitismus posterior : Bila sutura sagitalis mendekati
simpisis dan os parietal belakang lebih rendah dari os
parietal depan.
b. Asinklitismus anterior : Bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari
os parietal belakang.
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan
normal, tetapi kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan
disproporsi sepalopelvik dengan panggul yang berukuran normal
sekalipun. Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan
kala II persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan
retraksi dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan
langsung fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan
terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim, sehingga terjadi
penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan bayi
terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga
disebabkan karena tekanan cairan intra uterine, kekuatan mengejan
atau adanya kontraksi otot-otot abdomen dan melurusnya badan
anak.
a. Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di
antara simpisis dan promontorium.
b. Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang
lebih rendah dari os parietal depan.
c. Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal
depan lebih rendah dari os parietal belakang.
2. Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada pergerakan
ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga ubun-ubun kecil
lebih rendah dari ubun-ubun besar hal ini disebabkan karena adanya

15
tahanan dari dinding seviks, dinding pelvis dan lantai pelvis. Dengan
adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan
diameter suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar panggul, biasanya
kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.

3. Rotasi Dalam (Putaran Paksi Dalam)


Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa
sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke depan ke
bawah simpisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah
ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke
depan kearah simpisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan
persalinan, karena rotasi dalam merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bidang
tengah dan pintu bawah panggul.

4. Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil berada
di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala janin. Hal ini di
sebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke
depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan fleksi untuk
melewatinya. Kalau kepala yang fleksi penuh pada waktu mencapai dasar
panggul tidak melakukan ekstensi maka kepala akan tertekan pada
perineum dan dapat menembusnya. Subocciput yang tertahan pada pinggir
bawah simpisis akan menjadi pusat pemutaran (hypomochlion), maka
lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum: ubun-ubun besar, dahi,
hidung, mulut dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.

5. Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)


Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala bayi
memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada
leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam
keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri
dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul setelah
kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran bahu
(diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior

16
dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga
melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber
ischiadikum sepihak.

6. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simpisis dan
menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu
bayi lahir , selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan
sumbu jalan lahir.
Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan janin
dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya
posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul, dan
persalinan tidak begitu bertambah panjang.

7. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Bersalin


Ada beberapa perubahan fisiologi yang terjadi pada ibu bersalin,
diantaranya yaitu:
1) Perubahan uterus
Sebelum persalinan uterus terdiri dari serviks uterus dan
korpus uterus. Saat persalinan dimulai, kontraksi uterus
menyebabkan korpus uteri berubah menjadi 2 bagian, yakni
bagian atas yang tebal dan berotot dan bagian bawah yang
berotot pasif dan berdinding tipis. Segmen bawah rahim
bertahap membesar karena mengakomodasi isi dalam rahim,
sedangkan bagian atas menebal dan akomodasinya menurun.

2) Perubahan Kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus
dan masuk kedalam system vaskuler ibu. Sehingga terjadi
beberapa perubahan pembuluh darah perifer, kemungkinan sebagai

17
respon terhadap dilatasi serviks atau kompresi pembuluh darah ibu
oleh janin yang melalui jalan lahir. Pipi menjadi merah, kaki
menjadi panas atau dingin, dan terjadi prolaps hemoroid.
3) Perubahan metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerobik
maupun anaerobik akan naik secara perlahan. Kenaikan ini
sebagian besar diakibatkan karena kecemasan serta kegiatan otot
rangka tubuh.

4) Perubahan pernafasan
Kenaikan pernafasan dapat disebabkan karena adanya rasa
nyeri, kekhawatiran, kecemasan, serta penggunaan teknik
pernafasan yang tidak benar. Sistem pernapasan juga meningkat.
5) Perubahan pada ginjal
Selama persalinan, ibu dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih secara spontan akibat, berbagai alasan, edema jaringan
akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak nyaman, dan rasa malu.
6) Perubahan gastrointestinal
Persalinan mempungaruhi sistem saluran cerna wanita. Selama
persalinan, motalitas dan absorbsi saluran cerna menurun dan
waktu memuntahkan makanan yang belum dicerna setelah bersalin.
7) Perubahan hematologis
Jumlah sel – sel darah putih meningkat secara progresif
selama, kala satu persainan sebesar > 25.000 /mm3.
8) Perubahan Muskuloskeletal
Nyeri punggung dan nyeri sendi terjadi akibat semakin
renggangnya sendi pada massa aterm (Zakiah, 2013).

8. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin


Menurut Asrinah (2010) kebutuhan dasar ibu bersalin terdiri dari 2
faktor utama, yang pertama yaitu dukungan fisik dan psikologi. Setiap
ibu yang akan memasuki masa persalinan biasanya diliputi perasaan

18
takut, khawatir, ataupun cemas, terutama pada ibu primipara. Perasaan
takut bisa meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang, dan ibu
menjadi cepat lelah, yang pada akhirnya akan menghambat proses
persalinan. Sehingga bidan diharapkan ibu sebagai pendamping
persalinan yang dapat diandalkan serta mampu meberikan dukungan,
bimbingan dan pertolongan persalinan.
Yang kedua adalah posisioning dan aktifitas untuk membantu ibu
agar tetap tenang dan rileks, sebisa mungkin bidan tidak boleh
memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam
persalinannya. Adapun posisi-posisi yang dianjurkan bagi ibu bersalin
adalah sebagai berikut :

Posisi Alasan
Duduk atau setengah duduk Lebih mudah bagi bidan untuk

membimbing kelahiran kepala bayi dan


mengamati perenium
Posisi merangkak Baik untuk persalinan dengan punggung
yang sakit:

 Membantu bayi melakukan rotasi


 Peregangan minimal pada perenium
Berjongkok atau berdiri  Membantu penurunan kepala bayi
 Memperbesar ukuran panggul
 Memperbesar dorongan meneran

Berbaring miring ke kiri  Memberi rasa santai bagi ibu yang letih.
 Memberi oksigenasi yang baik pada bayi.
 Membantu mencegah trjadinya laserasi.

B. Persalinan Preterm
1. Pengertian

Persalian preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-
37 minggu dihitung dari pertama haid terakhir (ACOD 1995). Badan Kesehatan

19
Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan preterm merupakan hal yang
berbahaya kerena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%,
umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat
disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat.
Keduanya sebaiknya harus dicegah karena dampaknya yang negatif; tidak
hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang,
kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan.
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalianan preterm tidak ketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan
preterm, seperti: solusi plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus,
polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain.
Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain
karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan suatu respon
imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat
yang menginisasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak bukti yang
menunjukan bahwa mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan
infeksi membran korioamnion.
Himpunan Kedokteran fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan
bahwa persalinan preterm adalah persalinan yg terjadi pada usia kehamilan 22-37
minggu .

5. Masalah Preterm
Angka kejadianpersalinan preterm pada umunya adalah sekitar 6-10% .Hanya 1,5
% persalinan terjadi pada usia kehamilan kuarang dari 32 minggu dan 0,5 % pada
kehamilan kurang diri 28 minggu namun,kehamilan ini merupakan 2/3 dari
kematian neonatal.Kesulitan utama dalam persalian preterm ialah perawatan bayi
preterm,yg semakin usia kehamilan yg semakin besar morbiditas dan
mortalitas.Penelitian lain menunjukan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir
saling berkaitan dengan resiko kematian perinatal.

6. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai

20
seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus
persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator
biokimia yang mempunyai dampak yang terjadinya kontraksi rahim dan
perubahan serviks, yaitu:

1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun


janin, akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus gebitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelianan pada uterus atau serviks

Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan


prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi,
menyebabkan persalianan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri
kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah
1. Janin dan plasenta
 Perdarahan trimester awal
 Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa
previa)
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Pertumbuhan janin terhambat
 Cacat bawaan janin
 Kehamilan ganda/gameli
 Polihidramnion
2. Ibu
 Penyakit berat pada ibu
 Diabetes mellitus

21
 Preeklamsia/ hipertensi
 Infeksi saluran kemih/ genetal/ intrauterin
 Penyakit infeksi dengan demam
 Stres psikologi
 Kelainan bentuk uterus/serviks
 Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
 Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1cm)
 Pemakaian obat narkotik
 Trauma
 Perokok berat
 Kelainan imunologi/ kelainan resus

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan


preterm
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalianan preterm dapat
diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut:

2. Kondisi umum

3. Keadaan sosial ekomoni rendah

4. Kurang gizi

5. Anemia

6. Perokok berat, dengan lebih dari 10batang/hari.

7. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.

8. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan

9. Penyulit kebidanan

Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan


perterm diantaranya:

1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklamsia.

22
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta
previa, pecahnya sinus marginalis

3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: gawat janin, temperatur tinggi.

4. Kelainan anatomi Rahim

5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini: serviks inkompeten


karena kondisi serviks, amputasi serviks.

6. Kelainan kongenital Rahim

7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amninitis

Sedangkan menurut Mochtar (1998:220), faktor yang mempengaruhi prematuritas


adalah sebagai berikut:

1. Umur ibu, suku bangsa, sosila ekonomi

2. Bakteriura (infeksi saluran kencing)

3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil

4. Kawin dan tidak kawin: tak syah 15% prematur; kawin syah 13%
premature

5. Prenatal (antenatal) care

6. Anemia, penyakit jantung

7. Jarak antara opersalian yang terlalu dekat

8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat

9. Keadaan bayi yang harus dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta


previa, toksemia gravidarum, solusio plasentae atau kehamilan ganda.

5. Gejala klinis dari persalinan preterm


Tanda-tanda klinis dari persalinan preterm adalah didahului dengan adanya
kontrkasi uterus dan rasa menekan pada panggul kemudian diikuti dengan
keluarnya cairan vagina yang mengandung darah

23
6. Diagnosis dari Persalinan Preterm
Diagnosis suatu persalinan preterm yang membakat (preterm labor) didasarkan
atas gejala klinis yang ditandai dengan suatu kontraksi rahim yang teratur dengan
interval <5-8 menit pada kehamilan 20-37mg, yang disertai dengan satu atau lebih
gejala-gejala berikut.

1. Perubahan serviks yang progresif

2. Pembukaan serviks 2cm atau lebih

3. Pendaftaran serviks 80% atau lebih

Lams dkk, mengemukakan tentang cara menentukan risiko terjadinya persalinan


preterm dengan USG dan pemeriksaan vagina pada kehamilan 24-34mg dan
sebelum 36mg.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboraturium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan pH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
 Jumlah leokosit

2. Amniosentesis

- Hitung leokosit

- Perwarnaan gram bakteri (+) pasti ammnionitis

24
- Kultur

- Kadar glukosa cairan amnion,

3. Pemeriksaan ultrasonografi

- Oligohidramnion :

Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan


korioamnionitis klinis antepartum.

- Penipisan serviks :

Lams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan serviks <3cm (USG), dapat dipastikan
akan terjadi persalina preterm.

- Kardiotokografi :

Kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi

2.9 Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm akibat amnionitis
dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani
seksama untuk meningkatkan keluaran noenatal. Pada kasus-kasus amnionitis
yang tidak mungkin ditangani akspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu
dengan :

1. Akselerasi pematangan fungsi paru

 Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12mg im. 2kali selang


24jam. Atau dexamethasone 5mg tiap 12jam(IM) sampai 4 dosis.

 Thyrotropin releasing hormone 400ug iv, akan meningkatkan kadar tri-


iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol,
karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam
pembentukan surfaktan

2. Pemberian antibiotik

25
Mercer dan arheart (1995) menunjukan bahwa pemberian antibiotika yang tepat
dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan spesies neonatorum.
Diberikan 2 gram ampicilin (iv) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG).
Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob. Yyang
terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas setelah itu dilakukan deteksi
dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra
indikasi, diberi tokolitik.

3. Pemberian tokolitik

a. Nifedin 10mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya
diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.

b. Golongan beta – mimetik

- Salbutamol

- Per infus : 20 – 50

- Per oral : 4 mg ,2- 4 kali/hari( maintenance)

2.10 Penanganan
Penanganan umum

1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu

2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi

Prinsip penanganan

1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan

2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya

Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari fetal
survival,maka yang menjadi tujuan utama pengelolaan persalinanadalah sebagai
berikut.

1. Meningkatkan usia hamil

26
2. Meningkatkan berat lahir

3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah bergantung pada


hal-hal berikut ini.

1. Kondisi ketuban masih untuh atau sudah pecah

2. Usia kehamilan dan perkiraan berat janin

3. Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intrauterin

4. Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang
relatif dekat( kontraksi ,penipisan serviks, dan kadar IL – dalam air ketuban ).

Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih lunak

Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibudan janin, maka pengelolaan
persalinan preterm yang membakat adalah konservatif, yaitu sebagai berikut.

1. Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat – obat tokolitik.

2. Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.

3. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko terjadinya infeksi


perinatal

4. Merencanakan cara persalinan preterm yang aman dan dengan trauma yang
minimal

5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi


prematur.

Usia hamil <34 minggu

1. Tokolitik untuk menghentikan kontraksi uterus

27
Bermacam-macam tokolitik yang dikenal dengan titik tangkap dan cara kerja yang
berbeda dapat diberikan baik secara tunggal maupun kombinasi sesuai dengan
prosedur pemberian yang dianjurkan dengan tetap memperhatikan kemungkinan
efek samping yang dapat timbul pada ibu / atau janin.

a. Beta -2 agonis

Terbutalin

Prosedur pengobatan dengan terabutalin.

1000 mcg (2 amp) terabutalin dalam 500 ml NaCL sehingga diperoleh konsentrasi
2 mcg/ml atau 0,5 mcg/tetes.

Dosis awal diberikan 1 mcg/menit atau 10tetes/menit. Dosis dinaikan setiap 15


menit dengan 0,5 mcg(5 tetes) sampai his menghilang atau timbul tanda-tanda
efek samping yang dirasakan membahayakan ibu dan atau janin.

Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 5mcg/menit (5 tetes/menit).bila his


berhenti,maka dosis dipertahankan pada kecepatan tersebut selama 1 jam,
kemudian diturunkan 0,5mgc atau 5 tetes setiap 15 menit sampai dosis
pemeliharaan ( maintenance) sebesar 2 mcg/menit atau 20 tetes/menit dan
dipertahankan sampai 8jam kemudian. Bila sebelum 8 jam terjadi kontraksi lagi,
maka dosis dinaikan lagi seperti diatas. Dosis total yang dianjurkan sampai
dengan 2.000 mgc (4amp) salam 1.000 ml NaCL. Bila tidak timbul his lagi,
setengah jam sebelum pemberian parenteral dihentikan (7,5jam dalam dosis
pemeliharaan), penderita boleh mulai diberikan terbutalin oral (2,5 mg/tab) setiap
8 jam sampai 5 hari atau sampai ada tanda-tanda efek samping yang
membahayakan ibu dan atau janin.

Beta -2 agonis yang lain dapat diberikan sesuai dengan prosedur yang
dianjurkan pada masing – masing obat.

Efek samping samping pemberian obat tersebut adalah sebagai berikut :

 Ibu : efek beta – 1 terhadap jantung ibu berupa palpitasi hebat.

28
 Janin : gangguan paada sirkulasi feto-plasental yang mengakibatkan
hipoksia janin intrauterin.

b. Non – steroid anti – inflamatory agents

Cox -2 inhibitor (nimesulid) oral dengen dosis 3x100 mg/hari.

Obat-obat NSAIAs yang lain ( seperti indomethasin dan lain-lain, saat ini tidak
dianjurkan lagi terutama pada kehamilan >32minggu karena efek samping
penutupan dini duktus arteriosus)

c. Calsium Antagonis

Nifedipine oral dengan dosis 3x10 mg/hari. Pada dasarnya obat ini cukup aman
terhadap ibu dan janin, akan tetapi dalam beberapa penelitian pernah ditemukan
efek samping pada ibu berupa sakit kepala dan hipotensi.

d. Progesteron

Obat-obat progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai dosis yang di


anjurkan.

e. Oxytocin analog

Atosiban ( Belum beredar di Indonesia )

2. Kortkosteroid untuk memacu pematangan paru janin intarauterine.

Betamethason 12-16 mg (3-4 amp ) /IM,/hari diberikan selama 2 hari ( liggin dan
Howie 1972 ) atau Dexamethason 6 mg/IM, diberikana 4 dosis tiap 6 jam sekali
( Parkland Hospital, 1994). Pemberian ini hanya dianjurkan sekali saja, tidak
dianjurkan untuk mengulangi pemberian setelah ini karena efek samping terhadap
ibu ( hipertensi ) dan janin ( gangguan perkembangan syaraf ) (NIHCDC-2000 ).

3. Antibiotik untuk mencegah infeksi perinatal ( ibu dan bayi ).

Ampisilin Sulbactam parenteral 2x1,5 g selama 2 hari, kemudian dilanjutkan oral


3x 375 mg/hari selama 5 hari. Obat antibiotik yang lain sebaiknya dipilih obat-
obat golongan B ( Klasifikasi FDA untuk obat-obat untuk ibu hamil ) terutama

29
dianjurkan derivat penisilin/ ampisilin mengingat efek teratogenikterhadap janin.
Pemberian antibiotik ini masih banyak kontroversi karena satu pihak berhasil
menurunkan kejadian infeksi pada amnion/janin dan memperpanjang usia
kehamilan ( karena bisa meningkatkan efek obat-obat tokolitik ), akan tetapi pihak
lain menolak memberikan karena ternyata pemberian antibiotik ini tidak
memperbaiki hasil akhir (outcome) janin seperti kejadian-kejadian Necrotising
Enterocolitis (NEC), Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan Intracranial
Haemorhage (Mercer dan Arheart 1995). Kyle dan turner (1996 ) menolak
memberikan antibiotik dalam jangka waktu lama karena alasan meningkatkan
resiko terjadinya infeksi dari bakteri lain dan resistensi bakteri terhadap antibiotik.

4. Cara Persalinan.

Upayakan persalinan preterm yang man dan non-traumatis, serta perawatan


intensif untuk bayi prematur. Cara persalinan yang dianjurkan adalah spontan
pervaginam atau SC atas indikasi obstetrik yang ada ( Kelainan letak, gawat
janin ).

Usia Hamil 34 Minggu/ Lebih


Oleh karena Survival Rate dan jangka kejadian RDS bayi prematur dengan usia
hamil 34 minggu tidak berbeda secara bermakna, maka pada kasus demikian
menunda persalinan untuk meningkatkan usia hamil tidak terlalu diutamakan.
Akan tetapi, pemberian tokolitik hanya untuk menunda sampai dengan 48 jam
yang bertujuan untuk memberi kesempatan memberikan obat-obat kortikosteroid
kecuali bila pada pemeriksaan ditemukan L/S ratio >2 atau tes lain yang
menunjukan maturitas paru janin. Selanjutnya, pemberian antibiotik dan
mengupayakan persalinan yang aman dapat menghindari trauma persalinan yang
beresiko untuk terjadinya hipoksia janin selama persalinan.

C. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN

1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk

30
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian
atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan
berfokus pada klien (Varney, 2007).
Menurut Helen Varney, alur berpikir bidan saat
menghadapi klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui
orang lain apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan
melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP yatu :
a. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnese
sebagai langkah I Varney.

b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan
diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah I Varney .
c. Analisa data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa
dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu
identifikasi diagnosa/ masalah, antisipasi diagnosa/
masalah potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter, konsultan/ kolaborasi dan atau rujukan
sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.

d. Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari
perencanaan, tindakan implementasi (I) dan evaluasi (E)
berdasarkan analisa sebagai langkah 5, 6, 7 Varney.
(Soepardan, 2008 dalam penelitian Pipit Nurafifah
Khalilah,2016 ).

31
2. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Preeklamsia
Berat
Langkah-langkah yang lebih rinci bisa berubah sesuai dengan
kebutuhan pasien. (Rukiyah, 2009).
a. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnese
sebagai langkah I Varney. Hasil anamnese yaitu pasien
mengeluh nyeri kepala menetap, gangguan penglihatan, dan
nyeri ulu hati (Varney, 2007).
b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostik lain yang
dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah I Varney .
a) Pemeriksaan fisik umum
b) Pemeriksaan penunjang,data ini akan memberikan bukti
gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis.

a) Pemeriksaan fisik secara umum: Dalam keadaan normal


tekanan darah dalam kehamilan trimester terakhir
sistolik tidak melebihi 140 mmHg, dan diastolik tidak
melebihi 90 mmHg. Bila terdapat tekanan darah
melebihi diatas maka kemungkinan adanya preeklamsia
(Marmi dkk, 2011).
b) Pemeriksaan penunjang: Dalam pemeriksaan penunjang
ibu hamil dengan preeklamsia dilakukan pemeriksaan
laboratorium yang meliputi pemeriksaan proteinuria
serta pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
trombosit. Selain itu dilakukan pemeriksaan fungsi hati
(SGPT/ SGOT). Pada ibu hamil dengan preeklamsia
berat dan pemeriksaan fungsi ginjal untuk mengetahui

32
serum kreatinin dan serum asam urat (Varney, 2007).
Pemeriksaan USG lebih awal (25-28 minggu) juga
diperlukan untuk menilai pertumbuhan janin serta
mengetahui kesejahteraan janin (Kurniawati, 2009).

c) Analisa Data

Menggambarkan pendokumentasian hasi analisa dan


interpretasi data subjektif danobjektif dalam suatu identifikasi
diagnose/masalah, antisipasi diagnose/masalah potensial,
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan/
kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. diagnosa yang di
tegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi
standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Pada laporan akhir ini
diagnosis yang dapat ditegakkan adalah G5P4A0 hamil 28 minggu
dengan Preeklamsia Berat. Diagnosis dapat ditegakkan dari data-
data yang diperoleh saat pengumpulan data.
Pada kasus ibu hamil dengan pre-eklampsia diagnosis
potensial yang didapat adalah kemungkinan terjadinya
eklampsia (Yulianingsih, 2009). Antisipasi yang dilakukan
oleh bidan adalah observasi tekanan darah setiap satu jam
serta menganjurkan ibu untuk bedrest dengan posisi tidur
miring ke kiri (Varney, 2007).
d) Penatalaksanaan

Menurut Walyani (2015), bahwa penatalaksanaan


merupakan
rencana dan tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan
mandiri,
kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium serta konseling untuk
tindak
lanjut.
Penatalaksanaanya :
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu

33
mengalami preeklamsia berat
2. Mengobservasi keadaan umum dan produksi urine ibu.
3. Mengobservasi Vital Sign ibu, terutama tekanan darah tiap
jam.
4. Memposisikan ibu yang nyaman, yaitu tidur miring ke kiri.
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi anti
hipertensi, anti kejang dan infus RL.
6. Berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan
darah lengkap dan proteinuria.
7. Berkolaborasi dengan bagian radiologi untuk dilakukan
USG.
8. Berkolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian
diet makanan. Evaluasi :
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan
akan bantuan apakah benar-benar telah dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana rencana dapat di anggap
efektif jika memang benar efektif dalam penatalaksanaannya (
Varney,2007 ).

34
BAB III

PERKEMBANGAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS


PADA NY. M G2P1A0 HAMIL 35 MINGGU DENGAN
PREMATUR DI RSUD BUDHI ASIH JAKARTA TIMUR
TAHUN 2018

KALA I

Hari/ Tanggal : Senin, 12 November 2018

Tempat : RB RSUD Budhi Asih

Pukul : 07.25 WIB

IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny. M Nama suami : Tn. E
Umur : 25 tahun Umur : 41 tahun
Suku Bangsa : Betawi Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

35
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Montir
Alamat Rumah: Jl. Pedongkelan RT 05/15 Kayu putih, Jakarta Timur.
No. Telp : 087876846693

SUBJEKTIF

a. Alasan Datang

Pukul 07.25 WIB, klien datang dengan keluhan mulas-mulas sejak jam 04.00

WIB, belum keluar air – air. Sudah mulas – mulas sering.

b. Riwayat Haid

Hari Pertama Haid Terakhir tanggal 11-03-2018 dan Tafsiran Persalinan tanggal

18-12-2018. Riwayat menstruasi, siklus menstruasi 28 hari lamanya 7 hari banyak

nya 2 kali ganti pembalut perhari.

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Anak 1. Lahir tahun 2013, lahir cukup bulan, spontan, ditolong oleh dukun/paraji,

tidak ada penyulit, jenis kelamin laki – laki, BB 3000, PB 49 cm, lama menyusui

2 tahun, keadaan sehat, nifas baik.

d. Riwayat Penyakit yang sedang diderita

Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, tuberkulosis, kelainan

ginjal, kencing manis, kelainan darah, ASMA, hipertensi, IMS dan HIV/AIDS.

Ibu tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan tidak memiliki riwayat

penyakit gemeli.

36
OBJEKTIF

Keadaan umum baik. kesadaran compos mentis, keadaan emosional stabil.

Tekanan darah 90/80 MmHg, Denyut nadi 80 kali/menit, suhu tubuh 36,7 °C,

pernafasan 20 kali/menit.

Muka tidak ada oedema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak kuning ekstermitas

atas dan bawah tidak ada oedema.

TFU 23 cm, difundus teraba bokong, disebelah kanan perut ibu teraba ekstremitas

dan sebelah kiri perut teraba punggung, bagian terendah teraba kepala dan kepala

sudah masuk PAP. His 3x 10’ 55”

Djj 130 kali/menit, teratur, punctum maksimum satu tempat disebelah kiri

dibawah pusat.

Pada vulva tidak ada odema, tidak ada varices, tidak ada kondiloma, pengeluaran

lender darah pervaginam, tidak ada haemoroid.

Pemeriksaan dalam atas indikasi menilai sudah inpartu atau belum pukul 07.30

WIB. Vulva vagina tidak ada kelainan, portio tipis lunak, pembukaan serviks 4cm,

ketuban utuh, presentasi kepala, penurunan bagian terendah janin hodge II.

Pemeriksaan penunjang

HB : 13,7

Leukosit : 10,3

Eritrosit : 4,4

Hematokrit : 38

Trombosit : 225

37
GDS : 92

HBSAg : Non – reaktif

HIV : Non – reaktif

ANALISA

Diagnosa Kebidanan

Ibu : G2P1A0 Hamil 35 minggu inpartu kala I fase aktif

Janin : tunggal, hidup, presentasi kepala

Diagnosa Potensial : Prematur

PENATALAKSANAAN

1. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang

dilakukan bahwa keadaan ibu dalam batas normal. Ibu mengerti

penjelasan yang telah diberikan.

2. Memasang alat CTG untuk pemantauan DJJ, HIS dan kesejahteraan

janin. Sudah terpasang dan hasilnya dalam batas normal.


3. Memasang infus Assering dan memantau tetesannya. Infus sudah

terpasang dengan tetesan 20 tpm pada jam 07.20 WIB.

4. Membaringkan ibu pada posisi miring kiri. Ibu sudah berbaring dalam

posisi miring kiri.

5. Observasi kemajuan persalinan meliputi DJJ, His, Nadi setiap 30 menit.

6. Berkolaborasi dengan dokter obgyn (dr. Eddy SpOG) mengenai ibu

bersalin preterm.
7. Memberitahu keluarga mengenai hasil pemeriksaan bahwa pasien dalam

keadaan baik tetapi kehamilan nya kurang bulan atau belum waktu

38
melahirkan. Dan menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi. Keluarga

mengerti atas penjelasan dan kemungkinan yamg akan terjadi.

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

39
Tanda-tanda vital Ny. R dalam batas normal, His: 3x 10’ 55”. Menurut

Prawirohardjo (2006), akhir kala I kontraksi uterus kuat tiap 2-3 menit selama 50-

60 detik untuk setiap kontraksi, his Ny. R sesuai teori, tidak terdapat kesenjangan.

Pada pemeriksaan dalam pembukaan serviks 5 cm. Menurut Prawirohardjo

(2006), kala satu persalinan terdiri dari fase laten (berlangsung saat serviks

membuka sampai 3 cm atau kurang dari 4 cm) dan fase aktif (berlangsung dari

pembukaan 4-10 cm). Pada kasus Ny. R sudah memasuki fase aktif.

Pada pemeriksaan ditemukan tekanan darah Ny.R yaitu 150/100 mmHg maka

diberian nifedifine 10 mg secara oral untuk mengurangi tekanan darah sebagai

penanganan awal. namun setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah ulang,

tekanan darah mencapai 160/100 mmHg dengan hasil pemeriksaan laboratorium

protein urine +2. sehingga pada kasus Ny. R ini termasuk ke dalam PEB. Menurut

Nugroho, 2012: Preekalamsia Berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan

yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. berdasarkan hasil

tersebut tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan lahan praktek.

Selanjutnya dilakukan pemasangan infus RL kemudian memberikan MGSO4 40%

dosis awal sebanyak 4 gr secara bolus selama 20 menit. Dan dosis pemeliharaan

sebanyak 6 gr secara drip infus selama 6 jam. Hal ini sesuai dengan teori

penangan awal PEB yaitu dengan memberikan dosis awal yaitu 10ml MgSo4 40%

(4gr) IV selama 10 menit. Dosis pemeliharaan yaitu segera lanjutkan dengan 15ml

MgSo4 40% (6gr) dalam larutan RL atau D5 2:1 selama 6 jam (Sarwono, 2005).

40
Memberikan O2 sebanyak 2 liter/menit serta membaringkan ibu pada posisi

miring kiri, untuk mencegah depresi nafas pada ibu dan memberikan oksigen pada

bayinya. Melakukan pemasangan dawer kateter untuk mengetahui diuresis dan

untuk menentukan protein dalam urine secara kuantitatif. Mengobservasi Tekanan

Darah dan DJJ. Observasi kemajuan persalinan meliputi DJJ, His, Nadi setiap 30

menit. Menurut Walyani (2015), bahwa penatalaksanaan merupakan rencana dan

tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis

atau laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut. Penatalaksanaanya :

Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami preeklamsia berat,

mengobservasi keadaan umum dan produksi urine ibu, mengobservasi Vital Sign

ibu, terutama tekanan darah tiap jam, memposisikan ibu yang nyaman, yaitu tidur

miring ke kiri Antisipasi yang dilakukan oleh bidan adalah observasi tekanan

darah setiap satu jam serta menganjurkan ibu untuk bedrest dengan posisi tidur

miring ke kiri sesuai dengan teori Varney, 2007.

Kemudian berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi selanjutnya dan

berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap dan

proteinuria.

Memberitahu keluarga mengenai hasil pemeriksaan bahwa pasien harus dirujuk ke

RS karena tekanan darah tinggi dan keluhan ibu yang semakin pusing serta

padangan kabur.

41
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah suatu keadaan hipertensi yang muncul pada kehamilan
> 20 minggu yang ditandai dengan tekanan darah sistol ³ 160 mmHg dan tekanan
diastol ³ 110 mmHg. Secara garis besar untuk menegakkan diagnosa PEB harus
ada tanda dan gejala seperti tekanan darah Sistol ³ 160 mmHg dan tekanan darah
diastol ³ 110 mmHg, terdapat odema pada muka, tangan, dan kaki serta pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urinnya + 4.

Dalam makalah ini, penyusun dapat menarik kesimpulan dari kasus yang di telah
di observasi terhadap klien Ny. “R” G4P3A0 usia kehamilan 38 minggu dengan
Preeklampsia berat bahwa:

10. Dilakukan pengkajian menyeluruh secara continue pada klien agar kondisi
pasien dapat terus dipantau.

11. Dilakukan intepretasi masalah agar didapat diagnosa masalah yang dialami
klien.

12. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang dialami klien. Hal
ini dilakukan oleh dokter atau tenaga medis yang bertanggung jawab atas
klien tersebuut.

13. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera yang dibutuhkan oleh


klien

14. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman oleh dokter atau
tenaga medis yang bertanggung jawab atas klien tersebut.

42
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I,G,B. (2007). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Sulistyawati, Ari. (2013). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.
Jakarta : Salemba Medika.
Varney. (2007). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Trijatmo, Rachimhadhi. (2007). Preeklamsia Dan Eklamsia, Dalam : Buku
Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : YBPSP
Manuaba, I.B. (2010). Buku Ajar Obstetri Patologi. Jakarta : EGC
Mochtar, R. (2007). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Nurafifah,Pipit.2016. Asuhan Kebidanan dengan Preklamsi Berat di RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya. Tasikmalaya : STIKES CIAMIS
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Rukiyah, Ai Yeyeh. (2010).AsuhanKebidananIV Patologi.Jakarta : TIM
Rukiyah.
Sarwono. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka

43

Anda mungkin juga menyukai