Anda di halaman 1dari 2

Pengaturan komprehensif dalam RKUHP tentang LGBT

Untuk menunjukkan komitmen DPR dan pemerintah anti-LGBT dalam RUU KUHP ini
seharusnya diatur beberapa hal, antara lain:

Pertama, perlunya diatur bahwa perbuatan LGBT merupakan delik pidana baru yang setara
dengan perbuatan zina, sehingga dapat menjerat semua orang, baik anak-anak maupun dewasa jika
melakukan perbuatan LGBT dapat dipidana. Dengan demikian, konsekuensi ketentuan Pasal 284
(perzinaan) dalam KUHP juga harus diubah dengan menempatkan perbuatan zina berlaku untuk
semua orang tanpa harus harus menunggu ada pihak yang dirugikan dengan eksepsional, salah
satunya harus telah bersuami atau beristri, tapi juga berlaku untuk mereka yang LGBT dan non-
LGBT.

Kedua, perlunya mempertegas perbuatan LGBT merupakan delik pidana absolut bukan
delik pidana aduan. Sehingga siapa pun yang melakukan perbuatan LGBT dapat ditangkap oleh
aparatur hukum tanpa harus menunggu aduan masyarakat. Karena acap kali masyarakat takut
melaporkan perbuatan LGBT ini, bahkan yang lebih tragis lagi korban perbuatan LGBT ini juga
tak berani melaporkan kepada aparat hukum.

Ketiga, perlunya diatur tentang pelarangan aneka kegiatan yang terkait dengan penyokong
LGBT, mulai dari penyebaran konten video LGBT yang harus dikategorikan sebagai pornografi,
unjuk rasa di depan umum yang dimaksudkan untuk mendukung LGBT, hingga perbuatan ciuman
dilakukan sesama jenis di depan umum dapat dikenai pidana.

Ketegasan RUU KUHP untuk melarang perbuatan LGBT dalam politik kriminal di
Indonesia ini penting dilakukan, karena ada sejumlah kalangan, terutama pihak asing yang
meminta agar LGBT ini diatur dalam UU organik khusus LGBT. Jika permintaan ini disetujui
DPR dan pemerintah, justru akan membahayakan moralitas bangsa, karena dengan dimasukkan
LGBT dalam UU khusus akan berdampak pada pengakuan eksistensi LGBT di dalam sistem
hukum pidana di Indonesia.

Itulah sebabnya isu-isu mengenai LGBT ini cukup diatur secara komprehensif di dalam
satu UU saja, yaitu bagian dari KUHP. Dengan cara ini, akan kian jelas arah penegakan hukum
pidana, karena semua persoalan delik pidana yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan
bersifat fundamental cukup diatur dalam kodifikasi KUHP bukan di undang-undang organik.DPR
dan pemerintah tak perlu takut dari tekanan dan intervensi asing untuk menegaskan pengaturan
kebijakan tentang anti-LGBT ini di dalam sistem hukum Indonesia. Ini dilakukan melalui
pengesahan draf RUU KUHP menjadi KUHP pengganti KUHP lama produk kolonial Belanda,
yang telah ketinggalan zaman dalam merespons perkembangan delik pidana pada era milenial ini.

Keberanian DPR dan pemerintah yang anti-LGBT ini sekaligus untuk menegaskan, setiap
negara memiliki kekhasan dalam sistem hukumnya, karena sesungguhnya hukum adalah suara
rakyat (volkgeits). Jika mayoritas rakyat menghendaki anti-LGBT, sudah seharusnya DPR dan
pemerintah mendengarkannya dengan cara membentuk produk undang-undang baru, yang sesuai
dengan keinginan rakyatnya.

Anda mungkin juga menyukai