Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU

MAKALAH FARMASETIKA TERAPAN


(A D M E )
ABSORPSI, DISTRIBUSI, METABOLESME, DAN EKSKRESI

OLEH

NAMA : EKA WIDIANTI SAPUTRI


NIM : O1A114097
KELAS :D

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang
proses obat dalam tubuh berdasarkan “absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi” tepat pada waktu.
Pembuatan Makalah ini dimaksudkan sebagai melengkapi nilai mata
kuliah dan syarat dalam mengikuti perkuliahan Farmasetika Terapan
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
pembaca agar kedepannya penulis menjadi lebih baik lagi dalam menulis makalah
berikutnya.

Terima kasih

Kendari, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan.................................................................................................
D. Manfaat................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................
A. Absorpsi...............................................................................................
B. Distribusi...............................................................................................
C. Metabolisme.........................................................................................
D. Ekskresi.................................................................................................
BAB III : KESIMPULAN...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup,
maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun
untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit.Kerja dan efek samping setiap obat bergantung pada konsentrasi
obat tersebut dalam jaringan tubuh. Setiap obat memiliki sebuah kisaran
terapeutik/kisaran yang dikehendaki untuk konsentrasi obat tersebut dalam
plasma. (kisaran terapeutik terhadap efek toksik, kisaran terapeutik
terhadap obat tidak menghasilkan efek yang dikehendaki). Konsentrasi
setiap obat dalam plasma dan jaringan tubuh bergantung pada cara obat
tersebut diperlakukan oleh tubuh. Tubuh menangani semua obat melalui
tahapan-tahapan absorpsi, distribusi, biotransformasi/metabolisme, dan
ekskresi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah
perjalanan obat dalam tubuh berdasarkan ADME?
C. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk menjelaskan perjalanan
obat dalam tubuh berdasarkan ADME.
D. Manfaat
Manfaat dalam makalah ini adalah pembaca dapat mengetahui
bagaimana perjalan obat dalam tubuh berdasarkan absorpsi obat, distribusi
obat dalam sel dan jaringan, metabolisme obat dan ekskresi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Absorpsi
Absorpsi merupakan perpindahan obat atau molekul obat dari
tempat aplikasinya untuk menuju ke sirkulasi sistemik. Agar obat dapat
diabsorpsi, zat bahan aktif obat harus dilepas dari bentuk sediaannya,
dalam hal ini faktor disolusi obat merupakan hal yang penting. Contohnya
pada sediaan tablet, kaplet, dll. Pada Tablet dan Kaplet, obat pertama akan
pecah menjadi granul-granul kemudian zat aktifnya lepas. Selain itu
pelepasan obat dari bentuk sediaannya juga dipengaruhi oleh faktor fisika
kimia dari obat itu sendiri.
Proses absorpsi obat dapat terjadi pada berbagai tempat dalam
tubuh, contohnya seperti bagian bukal (pipi bagian dalam), sublingual
(bawah lidah), gastrointestinal (lambung dan usus), kulit (kutan), muskular
(otot),peritoneal (rongga perut), okular (mata), nasal (hidung), paru-paru,
dan rektal. Mekanisme absorpsi bisa secara difusi pasif, transpor aktif,
transpor konvektif, difusi terfasilitasi, transpor pasangan ion, dan
pinositosis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :
1. Kecepatan disolusi obat
Seperti yang telah tertulis sebelumnya, dalam pelepasan zat aktif dari
suatu obat dibutuhkan parameter Disolusi obat. Kecepatan disolusi
obat ini berbanding lurus oleh luas permukaan, jadi setelah obat utuh
pecah menjadi granul-granul dalam saluran pencernaan/ organ
pencernaan, maka luas permukaannya juga akan semakin besar maka
disolusi obat juga semakin besar.
2. Ukuran partikel
Faktor Ukuran partikel ini sangat penting, karena semakin kecil ukuran
partikel obat, maka obat tersebut juga semakin mudah larut dalam
cairan daripada obat dengan ukuran partikel yang besar.
3. Kelarutan dalam lipid atau air
Dalam faktor ini dipengaruhi oleh koefisien partisi obat. Koefisien
partisi merupakan perbandingan obat dalam fase air (polar) dan fase
minyak (non polar). Telah diketahui bahwa medium pelarutan obat
merupakan zat polar, sedangkan tempat absorbsi contohnya dinding
usus sebagian besar adalah non polar. Jadi koefisien partisi ini sangat
penting dalam menentukan absorbsi obat. Semakin besar koefisien
partisi, maka semakin besar pula kekuatan partikel obat tersebut untuk
menembus membran/ dinding usus. Sebaliknya obat yang memiliki
koefisien partisi yang kecil, berarti obat tersebut lebih mudah larut
dalam zat polar, telah diketahui sebelumnya bahwa tempat untuk
absorpsi obat sebagian besar adalah non polar, maka obat-obatan yang
seperti ini sulit untuk diabsorpsi.
4. Ionisasi
Sebagian obat merupakan elektrolit lemah sehingga ionisasinya
dipengaruhi oleh pH medium. Dalam hal ini terdapat dua bentuk obat,
yaitu obat yang terion dan obat yang tek terion. Obat yang terion lebih
mudah larut dalam air, sedangkan obat dalam bentuk tak terion lebih
mudah larut dalam lipid serta lebih mudah untuk diabsorpsi. Hal ini
bisa diterapkan contohnya pada obat yang bersifat asam, obat yang
bersifat asam tersebut akan terionisasi pada pH basa dan kita ketahui
bahwa pada lambung pHnya asam dan pada usus pHnya basa. Obat-
obatan yang bersifat asam ini akan terionisasi pada usus (basa), maka
obat yang telah terionisasi ini akan sulit menembus dinding usus yang
sebagian besar komponennya adalah lipid/ zat non polar, maka obat-
obatan asam ini lebih mudah diabsorpsi pada gaster/ lambung karena
pada lambung pH-nya asam, maka obat tidak akan terionisasi. Untuk
obat-obatan yang bersifat basa dianalogikan sebaliknya, secara singkat
obat-obatan basa akan terionisasi pada lambung (asam) dan tak
terionisasi pada usus (basa), maka akan lebih mudah diabsorpsi oleh
dinding usus.
5. Aliran darah pada tempat absorpsi
Aliran darah akan membantu pada proses absorpsi obat yaitu
mengambil obat menuju ke sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran
darah maka semakin besar pula obat untuk diabsorpsi.
6. Kecepatan pengosongan lambung
Obat yang diabsorpsi di usus akan meningkat proses absorpsinya jika
kecepatan pengosongan lambung besar dan sebaliknya.
7. Motilitas usus
Motilitas dapat diartikan pergerakan, dalam hal ini merupakan
pergerakan usus. Jika kecepatan motilitas usus ini besar maka akan
mengurangi absorpsi obat karena kontak antara obat dengan
absorpsinya adalah pendek. Motilitas usus ini besar contohnya adalah
pada saat diare.
8. Pengaruh makanan atau obat lainnya
Beberapa makanan atau obat dapat mempengaruhi absorpsi obat
lainnya.
9. Cara pemberian
Pada cara pemberian ini dibedakan menjadi dua, yaitu obat yang
diberikan secara enteral dan secara parental. Pada pemberian enteral
ini contohnya seperti pemberian secara oral, sublingual, dan secara
perrektal. Sedangkan pada pemberian parental contohnya seperti
injeksi dan inhalasi. Pada pemberian secara parental pastinya
memberikan efek lebih cepat daripada pemberian secara enteral.
B. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat secara merata ke seluruh
jaringan tubuh melalui peredaran darah menuju ke tempat kerjanya dalam
sel.Distribusi obat terjadi setelah mencapai sirkulasi dimana obat terikat
pada protein plasma dengan tingkat yang berbeda-beda dan di transportasi
didalam darah. Setelah melalui proses absorpsi, obat akan di distribusikan
keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran
darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikakimianya. Obat yang
mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel, terdistribusi
kedalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit
menembus membran sel, sehingga distribusinya terbatas, terutama dicairan
ekstra sel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma,
hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi adalah:
1. Protein plasma
Obat terikat dalam protein plasma dalam taraf yang bervariasi.Ikatan
protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lamakerja dan
eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yangterikat pada
protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnyatidak
mengalami biotransformasi dan eliminasi. Jadi hanya obat –
obatbentuk bebas saja yang akan mencapai tempat kerja dan
berkhasiat.
2. Kelarutan Lipid
Kelarutan lipid merupakan taraf larutnya obat di dalam jaringanlemak
tubuh. Tubuh secara kimiawi tersusun dari sejumlahkompartemen
cairan dan jaringan lemak. Sebagian besar obat didistribusikan ke
seluruh kompartemen cairan dalam tubuh, dan kemudian
akanditeruskan ke dalam jaringan lemak dalam taraf yang besar/kecil.
Taraf penyebaran obat ke seluruh tubuh disebut volume distribusi.
3. Karakteristik Pengikatan
Beberapa obat memiliki karakteristik pengikatan yangtidak lazim.
Contoh: tetrasiklin terikat dengan tulang dan gigi.Obat anti-malaria
klorokuin dapat terikat dengan retina orangdewasa/janin.
4. Aliran Darah ke Dalam Jaringan
Sebagian jaringan tubuh menerima pasokan darah yanglebih baik
daripada lainnya; contoh: aliran darah ke dalam otak jauh lebih tinggi
daripada aliran darah ke tulang. Kondisi sirkulasi darah ini
menentukan distribusi obat. Sirkulasi darah diutamakan pada jantung,
otak, dan paru-paru. Karenavolume sirkulasi terbatas, obat akan
terdapat padakonsentrasi tinggi di dalam jaringan yang bisa
dijangkaunya
5. Kondisi Penyakit yang Diderita Pasien
Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akanmengganggu
kemampuan tubuh dalam mengeliminasisebagian besar obat. Obat
juga akan menumpuk dalam tubuhjika pasien mengalami dehidrasi.
Jika terjadi penumpukanobat, efek sampingnya akan semakin berat.
Keadaan lain yangdapat mempengaruhi distribusi obat meliputi: gagal
jantung,syok, penyakit tiroid, penyakit GI.
Adapun mekanisme interaksi obat pada fase distribusi yaitu obat-
obatan tertentu akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma
kemudian obat yang pada dosis terapi telah menyebabkan jenuhnya ikatan
akan meggeser obat lain yang terikat pada tempat ikatan yang sama,
selanjutnya obat yang tergeser ini akan banyak yang bebas. Obat yang
bebas ini akan keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan efek
farmakologik atau dieliminasi dari tubuh.
Pergeseran protein akan bermakna klinik jika obat yang digeser
memenuhi syarat :
1. Ikatan protein tinggi> 85%, sehingga kadar obat bebas rendah,
akibatnya pergeseran sedikit saja sudah meningkatkan jumlah obat
secara bermakna.
2. Volume distribusi (Vd) obat kecil< 0,15 L/kg, sehingga peningkatan
jumlah obat bebas tidak habis terdistribusi tapi membertikan
peningkatan kadar plasma yang cukup bermakana.
3. Memiliki batas keamanan sempit, sehingga peningkatan kadar plasma
yang relative kecil sudah bermakna secara klinik

Contoh interaksi obat pada proses distribusi yaitu :

Obat B menggeser obat A dari ikatannya dengan protein plasma sehinga


efek/toksisitas Obat A akan meningkat.
Obat A Obat B Efek

warfarin Fenilbutazon, oksifenbutazon, Perdarahan


salisilat, fenitoin,
asammefenamat, sulfiniprazon.

Talbutamid, Fenilbutazon, oksifenbutazon, Hipoglikemia


klorpropamid salisilat.

Metotreksat Salisilat, sulfonamid Pansitopenia

Fenitoin Fenilbutazon, oksifenbutazon, Toksisitasfenitoin ↑


salisilat, valproat.

Kinin Pirimetamin Sinkonisme, depresi


sum-sum tulang
belakang
Bilirubin Salisilat, sulfonamid Kemik terus pada
neonatus
C. Metabolisme
Metabolisme adalah proses pengolahan (pembentukan dan
penguraian) zat-zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat
menjalankan fungsinya. Metabolisme juga dapat diartikan sebagai proses
pengolahan (pembentukan dan penguraian “Katabolisme dan
Anabolisme”) zat-zat yang diperlukan oleh tubuh untuk menjalankan
fungsinya.
Fungsi metabolisme adalah :
1. Menyediakan energi bagi fungsi tubuh dan pemeliharaan,
2. Memecah senyawa yang tercerna, misalnya katabolisme, menjadi
senyawa yang lebih sederhana dan biosintesis molekul yang lebih
kompleks misalnya anabolisme, biasanya memerlukan energi,
3. Mengubah senyawa asing (obat) menjadi lebih polar, larut air dan
terioniasi sehingga lebih mudah di ekskresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme


1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-
kimia obat, aktivitasenzim-enzimhati.
a. Penghambat enzim metabolisme
Pemberian terlebih dahulu atau secara bersama sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim enzim metabolisme dapat
meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja
obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan
toksisitas.
Contoh :
1) Dikumoral, kloramfenikol, sulfonamida dan fenilbutazon,
dapat menghambat enzim enzim yang memetabolisis
tolbutamid dan klorpropazid sehingga menyebabkan kenaikan
respon glikemi.
2) Dikumoral, Kloramfenikol dan isoniazid, dapat mengahambat
enzim metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloresin dan
para amino dan meningkat pula tosisitasnya
3) Fenilbutazon, secara stereoselektif dapat menghambat
metabolisme (S)-warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas
antikoagulannya.
b. Induksi enzim metabolisme
Peningktan aktivitas enzim metabolisme obat obat tertentu
atau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan
menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek
farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih
singkat.
Contoh :
a. Fenobarbital, dapat meningkatkan enzim mikrosom sehingga
meningkatkan metabolisme warfarin dan menurunkan efek
antikoagulannya.
b. Rokok mengandung polisiklik aromatik hidrokarbon, seperti
benzo(a)piren, yang dapat menginduksi enzim mikrosom, yaitu
sitokrom P-450 sehingga meningkatkan oksidasi dari beberapa
obat teofilin, fenasetin, petozisin, dll.
2. Faktor fisiologi
Faktor fisiologi meliputisifat-sifat yang dimiliki makhluk hidup
seperti: jenis atau spesies, genetik, umur, dan jenis kelamin.
a. Faktor genetik dan keturunan
Faktor genetik atau keturunan ikut berperan terhadap
adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
Contoh :
1) metabolisme isoniazid. suatu obat antituberkolosis, terutama
proses N-asetilasi. Pada orang jepang dan eskimo lebih cepat
dibandingkan metabolisme pada orang eropa timur dan mesir
2) Hidralazin, prokainamid dan depson juga menunjukkan
kecepatan asetilasi yang berbeda secara genetik.
b. Perbedaan jenis kelamin
Studi efek hormon androgen, seperti testeron, pada sistem
mikrosom hati menunujukkan bahwa rangsangan enzim oksidasi
pada tikus jantan ternyata berhubungan dengan aktivitas anabolik
dan tidak berhubungan dengan efek androgenik. Pada manusia
baru sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh perbedaan
jenis kelamin terhadap proses metabolit obat.
Contoh :
Nikotin dan asetosal dimetabolisis secara berbeda pada pria dan
wanita.
c. Perbedaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah
enzim enzim mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisis
obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
Contoh :
Heksobarbital, bila diberikan pada tikus yang baru lahir dengan
dosis 10mg/kg berat badan, menyebabkan tikus tertidur selama 6
jam, sedang pemberian dengan dosis yang sama pada tikus dewasa
hanya menyebabkan tertidur kurang dari 5 menit.

D. Ekskresi
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan
lain yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke
dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi
(siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur
ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu
merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui.
Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi
merupakan resultante dari 3 proses antara lain :
1. Filtrasi di glumerolus
Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan
semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui cela antara sel
endotelnya sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma
mengalami filtrasi disana.
2. Sekresi aktif di tubuli proksimal
Banyak obat diangkut melaui tubuli proksimal secara aktif ke
dalam urine yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif. Sekresi
obat dapat ditunjukan bila kecepatan pembuangan urine melebihi
kecepatan filtrasi glomeruli.
3. Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk
bentuk non ion. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah,
proses reabsorbsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang
menentukan derajat ionisasi. Bila urine lebih basa, asam lemah
terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatnya
ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi
asam lemah berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam
ekskresi basa lemah.
Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke dalam
usus melalui empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering
diserap kembali di saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui
ginjal.Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu
dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relative kecil sekali sehingga tidak
berarti dalam pengakhiran efek obat.
Mekanisme interaksi obat pada fase ekskresi yaitu ekskres imelalui
empedu, sirkulasi entero hepatik, sekresi tubuli ginjal dan perubahan pH
urin. Dimana interaksi obat fase ekskresi melalui ekskresi empedu terjadi
akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport
yang sama. Interaks obat fase ekskresi pada sirkulasi entero hepatic dapat
terjadi akibat supresi flora normal usus yang berfungsi untuk
menghidrolisis .Interaksi obat pada sekresi tubuli ginjal terjadi akibat
kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang
sama, terutama system transport untuk obat bersifat asam dan metabolit
yang bersifat asam sehingga dapat menghambat sekresi tubuli ginjal obat –
obat diuretic thiazid dan furo semid, sehingga efek diuretiknya menurun.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan makalah ini dapat disimpulkan bahwa ketika obat dimasukan


dalam tubuh (oral) obat akan diabsorpsi, didistribusi, dimetabolisme dan
diekskresikan dari tubuh. Dimana proses absorbsi obat adalah transfer suatu obat
dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi
tergantung pada cara pemberian. Untuk intravena, absorbs sempurna yaitu dosis
total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorbsi sangat penting
dalam menentukan efek obat. Setelah itu, obat akan didistribusikan ke seluruh
jaringan dan sel. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan
melalui membrane badan dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat
dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat. Kemudian obat akan
dimetabolisme/biotransformasi Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi,
hidrolisa dan konjugasi. Biotransformasi berlangsung terutama di hati, di saluran
pencernaan, tetapi beberapa obat mengalami biotransformasi di ginjal, plasma dan
mukosa intestinal. Setalah dimetabolisme, zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh sebagian besar akan diekskresikan melalui ginjal berupa urine.
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, G, Sulistia. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : Bagian


Farmakologi FakultasKedokteran Universitas Indonesia. 1995.
Nugroho, Agung Endro. 2012. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai