Rasio Solvabilitas Fix
Rasio Solvabilitas Fix
Oleh :
Jurusan Manajemen
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah Analisa Laporan Keuangan kami yang
berjudul Analisis Rasio Solvabilitas sebagai tugas semester VI ini yang diberikan pada awal
semester VI. Terima kasih kepada Ibu Kt. Tanti Kustina,SE.,MM.,Ak selaku dosen kami yang
berkenan memberikan tugas kepada kami.
Demikianlah makalah ini dapat kami selesaikan. Kiranya makalah ini dapat menambah
wawasan para pembaca. Mohon maaf jika ada kesalahan kata dalam penulisan di dalam makalah,
kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Sekian dan terimakasih.
BAB I Pendahuluan..............................................................................................................
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Rasio Financial (Rasio Keuangan) merupakan alat Analisis Perusahaan untuk menilai kinerja
suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan pos
keuangan (neraca, laporan/laba rugi, laporan arus kas). Rasio merupakan alat ukur yang digunakan
perusahaan untuk mengenalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunkan alat
analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke
periode berikutnya.
Analisis rasio keuangan adalah analisis yang menghubungkan perkiraan neraca dan laporan
laba rugi terhadap satu dengan lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan
serta penilaian terhadap keadaan suatu perusahaan tertentu. Analisis rasio keuangan
memungkinkan manajer keuangan meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur serta dapat
ditempuh untuk memperoleh tambahan dana. (Zaki Baridwan, 1997 :17). Dalam mengadakan
interpretasi dan analisis laporan keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisis memerlukan
adanya ukuran atau yardstick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan
adalah rasio. Pengertian rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam “aritmatical terms”
yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data keuangan. Macamnya
rasio banyak sekali, karena dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisis.
Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan: bagaimana tingkat
likuiditas perusahaan, apakah manajemen efektif dalam menghasilkan laba operasi atas aktiva
yang dimiliki perusahaan, bagaimana perusahaan didanai, apakah pemegang saham biasa
mendapat tingkat pengembalian yang cukup. Perhitungan rasio financial sebaiknya didasarkan
pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit
masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat. Adalah
sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Pembahasan
Rasio Solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Artinya berapa beban besar beban utang yang
ditanggng perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan
(dilikuidasi).
Ada beberapa pengertian solvabilitas. Berikut ini akan diuraikan beberapa pengertian
Solvabilitas menurut beberapa ahli:
Penggunaan rasio solvabilitas bagi perusahaan memberikan banyak manfaat yang dapat
dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Menurut Fred Wetson rasio solvabilitas memiliki
beberapa implikasi berikut :
1. Kreditor mengharapkan ekuitas sebagai marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki
dana yang kecil sebagai modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung oleh kreditor.
2. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat berupa pengendalian
perusahaan.
3. Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya dibandingkan
dengan bunga yang harus dibayarnya, pengembalian kepada pemilik diperbesar.
Dalam praktiknya, apabila dari hasil perhitungan, perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang
tinggi, maka berdampak timbulnya risiko kerugian yang lebih besar, tetapi ada kesempatan
mendapat laba juga besar. Sebalikmya apabila rasio solvabilitasnya rendah tentu mempunya risiko
kerugian lebih kecil pula, terutama pada saat perekonomian menurun.
Pengukuran rasio solvabilitas ata rasio leverage, dilakukan mealui dua pendekatan, yaitu :
1. Mengukur rasio-rasio neraca dan sejauh mana pinjaman digunakan untuk permodalan.
2. Melalui pendekatan rasio-rasio laba rugi.
Pengaturan rasio solvabilitas yang baik akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan
guna menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Namun semua kebijakan ini tergantung
dari tujuan perusahaan secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa tujuan perusahaan dengan
menggunakan rasio solvabilitas yakni :
Intinya adalah dengan analisis rasio solvabilitas, perusahaan akan mengetahui beberapa hal
berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Akhirnya, dari rasio ini kinerja
manajemen selama ini akan terlihat apakah sesuai tujuan perusahaan atau tidak.
Biasanya penggunaan rasio solvabilitas atau leverage ratio disesuaikan dengan tujuan
perusahaan. Artinya perusahaan dapat menggunaan rasio leverage secara keseluruhan atau
sebagian dari masing-masing jenis rasio solvabilitas yang ada. Dalam praktiknya, terdapat
beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan antara lain :
1. Debt to Asset Ratio
Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total
utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Standar
pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan rasio rata-rata industry yang
sejenis.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
Debt to asset ratio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Contoh :
𝑅𝑝 2.050
Debt to asset ratio = = 0,488 dibulatkan (49%)
𝑅𝑝 4.200
Rasio ini menunjukan bahwa 49% pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang untuk tahun
2005. Artinya, bahwa setiap Rp100,00 pendanaan perusahaan, Rp49,00 dibiayai dengan utang dan
Rp41,00 disediakan oleh pemegang saham.
𝑅𝑝 1.900
Debt to asset ratio = = 0,475 dibulatkan (48%)
𝑅𝑝 4.000
Rasio ini menunjukan bahwa sekitar 48% pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang untuk
tahun 2005. Artinya, setiap Rp100,00 pendanaan perusahaan, Rp48,00 dibiayai dengan utang dan
Rp52,00 disediakan oleh pemegang saham.
Jika rata-rata industry 35%, debt to asset ratio perusahaan masih di bawah rata-rata industry
sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Jika perusahaan bermaksud
menambah utang, perusahaan perlu menambah dulu ekuitasnya. Secara teoretis, apabila
perusahaan dilikuidasikan masih mampu menutupi utangnya dengan aktiva yang dimiliki.
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuaitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah data yang disediakan peminjam ( kreditor ) dengan
pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan untuk jaminan uang .
Bagi bank (kreditor) , semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena
semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagaln yang mungkin terjadi di perusahan. Namun,
bagi perusahan justru semakin besar rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang
rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas
pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva.
Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunalan perbandingan antara total utang
dengan total ekuitas sebagai berikut.
Contoh :
𝑅𝑝 2.050
Debt to equity ratio = = 0,911 (91%)
𝑅𝑝 2.250
𝑅𝑝 1.900
Debt to equity ratio = = 0,904 (91%)
𝑅𝑝 2.100
Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp.91,00 tahun 2005 untuk setiap
Rp.100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh itang sebanyak 91%.
Demikian pula untuk tahun 2006 tidak jauh berbeda dengan tahun 2005, yaitu sebesar 90,4%
mendekati 91%
Jika rasio rata-rata untuk debt to equity ratio sebesar 80%, perusahaan masih dianggap kurang
baik karena berada di atas rata-rata industri.
LTDrER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri . tujuannya
adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
Rumusan untuk mencari long term debt to equity ratio adalah dengan menggunakan
perbandigan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri, yaitu :
𝑅𝑝 1.300
LTDtER = = 0,557 (58%)
𝑅𝑝 2.250
𝑅𝑝 1.150
LTDtER = = 0,547 (55%)
𝑅𝑝 2.100
Menurut J. Fred Weston Times Interest Earned merupakan rasio untuk mencari jumlah kali
perolehan bunga. Rasio ini diartikan oleh James C.Van Horne juga sebagai kemampuan peusahaan
untuk membayar biaya bunga, sama seperti coverage ratio. Jumlah kali perolehan bunga atau times
interest earned merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana pendapatan dapat menurun tanpa
membuatperusahaan merasa malu karena tidak mampu membayar biaya bunga tahunannya.
Secara umum semakin tinggi rasio, semakin besar kemungkinan perusahaan dapat membayar
bunga pinjaman dan dapat menjadi ukuran untuk memperoleh tambahan pinjaman baru dari
kreditor. Demikian pula sebaliknya apabila rasionya rendah, semakin rendah pula kemampuan
perusahaan untuk membayar bunga dan biaya lainnya. Untuk mengukur rasio ini, digunakan
perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan biaya bunga yang
dikeluarkan.
Rumus untuk mencari times interest earned dapat digunakan dengan dua cara sebagai berikut
: 𝐸𝐵𝐼𝑇
Times Interest Earned =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡)
Atau
𝐸𝐵𝑇+𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎
Times Interest Earned =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡)
Contoh :
𝑅𝑝 1.800
Times Interest Earned = = 10 kali
𝑅𝑝 180
𝑅𝑝 1.300
Times Interest Earned = = 7,6 kali
𝑅𝑝 170
Times interest earned tahun 2005 adalah 10 kali aratu dengan kata lain, biaya bunga dapat
ditutup 10 kali dari laba sebelum bunga dan pajak. Kemudian, untuk tahun 2006 adalah 7,6 kali
lab asebelum bunga pajak.
Fixed charge coverage atau lingkup biaya tetap meruakan rasio yang mempunyai Times
Interest Earned Ratio. Hanya saja perbedaanya adalah rasio ini di lakukan apabila perusahaan
memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa ( lease contract
). Biaya tetap merupakan biaya bunga tambah kewijaban sewa tahunan atau jangka panjang.
Contoh :
1.650+180+40
Fixed Charge Coverage = = 8,5 kali
180+40
2.130+170+30
Fixed Charge Coverage = = 11,65 kali (12 kali)
170+30
Seandianya rata-rata industry untuk fixed chrge coverage adalah 10 kali , untuk tahun 2005 ,
hanya 8,5 kali dan dinilai kurang baik kerena masih dibawah rata-rata industry dan tentu
menyulitkan perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Sementara itu , untuk tahun 2006 , dengan
rasio 12 kali dianggap cukup baik karena berada diatas rata-rata industry sehingga memudahkan
perusahaan untuk memperoleh pinjaman.
D. Hasil Pengkuran
Dari pengukuran rasio diatas dapat kita lihat kondisi dan posisi perushaan seperti yang terilihat
dalam table berikut ini.
Debet to asset ratio tahun 2005 sebanyak 49% artinya dari aktiva perusahaan didanai utang
(midal pinjaman) sebesar 49% dan ini juga berarti sebanyak 41% dibiayai dengan modal dari
pemegang saham. Kemudian tahun 2006 sebanyak 48% dari aktiva perusahaan didanai utang
(modal pinjaman) dan sebanyak 42% dengan standar rata-rata industry 35% kondisi perusahaan
untuk tahun 2005 dan 2006 dinilai kurang baik.
Debt to equity ratio menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp.91,00 pada tahun 2005
untuk setiap Rp.100,00 yang disediakan pemegang saham. Perusahaan dibiayai oleh utang
sebanyak 91%. Demikian pula untuk tahun 2006 tidak jauh berbeda dengan tahun 2005, yaitu
sebesar 90,4% mendekati 90%. Jika rasio rata-rata industry untuk debt to equity ratio sebesar 80%
perusahaan masih dianggap kurang baik karena berada di atas rata-rata industry.
Times interest earned pada tahun 2005 adalah 10 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat
ditutup 10 kali laba sebelum bunga dan pajak. Kemudian, untuk tahun 2006, times interst earned
adalah 7,6 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat ditutup 7,6 kali laba sebelum bunga dan
pajak. Hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh pinjaman dikemudian hari.
Seandianya rata rata industry untuk fixed charge coverage adalah 10 kali , untuk tahun 2015
hanya 8,5 dan dinilai kurang baik karena masih dibawah rata rata industry dan tentu menyulitkan
perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman baru, sementara itu tahun 2006 dengan rasio
12 kali dianggap cukup baik karena berada di atas rata rata industry sehingga memudahkan
perushaan untuk memporoleh pinjaman.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Rasio Solvabilitas atau leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiaya dengan hutang. Artinya berapa besar beban utang yang
ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan
(dilikuidasi).
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan besarnya aktiva sebuah perusahaan yang
didanai dengan utang. Artinya, seberapa besar beban utang yang ditanggung oleh perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya.
Daftar Pustaka
Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan Perusahaan, (PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
https://www.kompasiana.com/miabakrie/5658ef2a1dafbddf0d32d7b7/solvabilitas?page=all