Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah “pre-eklamsi” telah menggantikan istilah “toksemia”. Terdapat 5 % pada semua


kehamilan sebagai komplikasi, 20% pada kehamilan nullipara, 40% pada wanita dengan
penyakit ginjal kronik. Keterlambatan diagnosis dan ketidakpastian pengobatan bisa berakhir
dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang signifikan.

Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya senantiasa


tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh masyarakat merupakan
penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun janin.

Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus preeklampsi
atau eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua kehamilan, 12 %
terjadi pada primigravida (Muthar,1997). Masih tingginya angka kejadian dapat dijadikan
sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada
umumnya.

Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya tingkat
kematian bumil dan janin, sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan
menangani kasus preeklampsi. Keperawatan bumil dengan preeklampsi merupakan salah satu
usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat lanjut
dari preeklampsi tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep penyakit pre-eklamsia dan eklamsia?

2. Bagaimana Asuhan keperawatan pre-eklamsia dan eklamsia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep penyakit pre-eklamsia dan eklamsia

a. Pengertian pre-eklamsia dan eklamsia

b. Etiologi pre-eklamsia dan eklamsia

1
c. Patofisiologi pre-eklamsia dan eklamsia

d. Manifestasi pre-eklamsia dan eklamsia

e. Pemeriksaan penunjang pre-eklamsia dan eklamsia

f. Penatalaksanaan pre-eklamsia dan eklamsia

g. Komplikasi pre-eklamsia dan eklamsia

h. Asuhan keperawatan pre-eklamsia dan eklamsia

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Preeklamsia

1. Pengertian

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).

Pre–eklampsi adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viable/usia kehamilan > 20 minggu
dan atau berat janin 500 gram yang ditandai dengan hypertensi, protein urine dan oedema.

Pada pre–eklampsi sering terjadi peningkatan tekanan darah disertai protein urine akibat
kehamilan terutama pada komplikasi primigravida terjadi setelah usia 20–40 minggu kecuali jika
terjadi penyakit trofoblastik.

3. Etiologi

Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti, tapi pada penderita yang
meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat. Tapi kelainan
yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coogulasi
intravaskulaer.

Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.

a. Vasospasmus menyebabkan :

1) Hypertensi

2) Pada otak (sakit kepala, kejang)

3) Pada placenta (solution placentae, kematian janin)

4) Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)

5) Pada hati (icterus)

6) Pada retina (amourose)

3
b. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :

1) Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan


molahidatidosa.

2) Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.

3) Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.

4) Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.

c. Factor Perdisposisi Preeklamsi

1) Molahidatidosa

2) Diabetes melitus

3) Kehamilan ganda

4) Hidrocepalus

5) Obesitas

6) Umur yang lebih dari 35 tahun

4. Klasifikasi

Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :

a. Preeklamsi Ringan :

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang, atau
kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.

2) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat).

3) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine
kateter atau midstream.

b. Preeklamsi Berat

1) TD 160/110 mmHg atau lebih.

2) Proteinuria 5gr atau lebih perliter.


4
3) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam).

4) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium.

5) Terdapat edema paru dan sianosis.

5. Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan


prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada
uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan
renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi
/ agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif
koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan
gangguan faal hemostasis.

Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme
menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen
mencukupi kebutuha sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan
perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri
dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat
menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan
menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan
terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema
paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati,
vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan

5
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga
dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme
arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan
meningkat.

Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi
glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan oedem diskus optikus dan retina.

6. Komplikasi

Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara
lain :

a. Pada Ibu

1) Eklapmsia

2) Solusio plasenta

3) Pendarahan subkapsula hepar

4) Kelainan pembekuan darah ( DIC )

5) Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )

6) Ablasio retina

7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.

b. Pada Janin

1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus

2) Prematur

3) Asfiksia neonatorum

4) Kematian dalam uterus

5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

6
7. Manifestasi klinis

Tanda dan Gejala :

a. Sakit Kepala terutama daerah frontalis

b. Rasa nyeri di daerah epigastrium

c. Penglihatan menjadi kabur

d. Terdapat mual sampai muntah

e. Gangguan pernafasan sampai cianosis

f. Terjadi gangguan kesadaran

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

- Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr% )

- Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )

- Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)

2) Urinalisis

- Ditemukan protein dalam urine

3) Pemeriksaan Fungsi hati

- Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )

- LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

- Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul

- Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)

- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l)

- Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

7
4) Tes kimia darah

- Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

5) Ultrasonografi

- Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,


aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

6) Kardiotografi

- Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

9. Penatalaksaan

a. Pencegahan

1) Pemeriksaan antenatal yang bermutu dan teliti, mengenali tanda – tanda sedini
mungkin (PER) supaya tidak menjadi berat.

2) Harus selalu waspada kemungkinan terjadinya pre eklampsi kalau ada faktor –faktor
predisposisi.

3) Berikan penjelasan tentang :

- Manfaat istirahat dan tidur demi ketenangan yang dapat mencegah PER menjadi
PEB.

- Pentingnya mengatur diit rendah lemak serta karbohidrat tinggi protein, kurangi
garam karena garam dapat mencegah terjadinya oedema dan dapat menurunkan berat
badan.

- Suplementasi magnesium yang berpengaruh terhadap pathogenesis pre – eklampsi


dan persalinan pre term, juga dapat menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

- Suplementasi kalsium, defisiensi kalsium pada diit ibu hamil meningkatkan resiko
pre – eklampsi, kekurangan kalsium yang terlalu lama akan menyebabkan.
dikeluarkannya kalsium dari jaringan otot pembuluh darah maka akan terjadi
vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah.

b. Penanganan

Tujuan utama penanganan adalah :

- Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi

8
- Hendaknya janin lahir hidup

- Trauma pada janin seminimal mungkin

Penanganan menurut klasifikasi :

1) Pre eklampsi ringan

- Pengobatan hendaknya bersifat simtomatik dan selain rawat inap maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang sering misalnya 2x seminggu.

- Penanganan pada penderita rawat inap atau rawat jalan adalah istirahat di tempat
tidur, diit rendah garam dan berikan obat – obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3x
sehari atau fenilbarbitol tablet 30 mg dengan dosis 3x sehari.

- Diuretika dan obat antihypertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre eklampsi.

- Dengan cara diatas biasanya pre eklampsi ringan jadi tenang dan hilang. Ibu hamil
dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasanya.

- Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap, monitor keadaan janin. Bila
keadaan mengijinkan barulah dilakukan induksi persalinan pada kehamilan > 37 minggu.

2) Pre eklampsi berat

Pada usia kehamilan < 37 minggu, Jika janin menunjukkan maturitas paru maka
penanganannya adalah sebagai berikut :

- Berikan suntikan sulfat magnikus dengan dosis 8 gram ini kemudikan disusul 4
gram im tiap 4 jam (selama tidak ada komplikasi). Jika ada perbaikan jalannya penyakit
pemberian sulfat magnicus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria
pre eklampsi ringan (kecuali ada komplikasi). Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan
keadaan janin dimonitor serta berat badan ditimbang seperti pada pre eklampsi ringan
sambil mengawasi gejala. Jika dengan induksi persalinan atau tindakan lain sesuai
keadaan.

- Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda – tanda kematangan paru janin makan
penatalaksanaan kasus sama dengan kehamilan diatas 37 minggu.

Pada usia kehamilan > 37 minggu :

- Penderita rawat inap, istirahat mutlak dan tempatkan di kamar isolasi, berikan diit
rendah garam dan tinggi protein. Berikan suntikan 5 gram / Im. 4 gr bokong kanan dan 4
gr bokong kiri, suntikan dapat diulang tiap 4 jam dengan dosis 4 gram. Syarat
pemebriannya adalah reflek patela positif, diurisis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi

9
16x/mnt dan harus tersedia antidotumnya kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc,
infus dekstrose 5% dan RL.

- Berikan obat antihipertensi

- Diuretika tidak diberikan kecuali terdapat oedema dan kegagalan jantung kogestif.

- Setelah pemberian sulfat magnicus dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi.

- Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps jadi ibu dilarang
mengejan.

- Jangan berikan methergin post partum kecuali pada perdarahan atonia uteri.

- Pemberian SM kalau tidak ada kontra indikasi kemudian diteruskan dengan dosis 4
gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.

- Bila ada indikasi obstetrik dilakukan secsio sesaria.

c. Diet

1) Tujuan Diet :

- Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal

- Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal

- Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air

- Mencapai keseimbangan nitrogen

- Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal

- Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada
saat kehamilan atau setelah melahirkan.

2) Syarat Diet

- Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara
berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi
tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.

- Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air.
Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu.

- Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan).

10
- Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh
ganda.

- Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi.

- Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.

- Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.

- Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan
disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan.

B. Eklampsia

1. Pengertian

Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-
gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo,2000: 49).

Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi
kejang (helen varney;2007).

Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang dirumuskan
penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, (kamus istilah
medis : 163,2001).

Eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada wanita hamil
dan nifas (Ilmu Kebidanan : 295, 2006).

2. Klasifikasi

Eklampsia di bagi menjadi 2 golongan :

a. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini paling sering
terjadi),

1) kejadian 15% sampai 60 %

2) serangan terjadi dalam keadaan hamil

11
b. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan

1) Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %

2) Saat sedang inpartu

3) Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan

c. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan

1) Kejadian jarang

2) Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

3. Etiologi

Etiologi dan patogenesis Preeclampsia dan Eklampsia saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the
disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan
terjadinya Preeklampsia adalah : factor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah, dan
keadaan dimana jumlah throphoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan
ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan dua.

4. Patofisiologi

Pada eklampsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang
tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air dan natrium.

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat
janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenasi.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah dalam ginjal menurun, sehingga
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi
garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan
tingkat penyerapan kembali oleh tubulus.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada beberapa
arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan. Setelah persalinan berakhir,

12
retina melekat lagi dalam 2 hari samapai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan
gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi


disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh
darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran
darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara.
Asidum latikum dan asam organic lain naik, dan bicarbonas natrikus, sehingga menyebabkan
cadangan alakali turun. Setelah kejang, zat organic dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk
dapat berekreasi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian,
cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat.
Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada
eklampsia.

5. Manifestasi klinis

Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang
dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :

a. Tingkat awal atau aura ( invasi )

Berlangsung 30–35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong),
kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.

b. Stadium kejang tonik

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok
kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung
kira–kira 20–30 detik.

c. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang–ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan
menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti
dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas, seperti mendengkur.

13
d. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam–jam. Kadang antara


kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

6. Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama adalah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia.

a. Terhadap janin dan bayi.

1) Solution plasenta

Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah
sehingga terjadi hematom retoplasenta yang menyebabkan sebagian plasenta dapat
terlepas.

2) Asfiksia mendadak, persalinan prematuritas, kematian janin dalam rahim.

3) Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas


membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

b. Terhadap ibu

1) Hiprofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah, biasanya dibawah 100mg
persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

2) Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.

3) Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu.


Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.

4) Edema paru – paru

14
5) Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.

6) Sindroma HELLP

Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan


enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma
HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari
setelah melahirkan.

7) Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel


endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.

8) Komplikasi lain

yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia
aspirasi, dan DIC.

9) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Darah rutin

2) Pemeriksaan darah lengkap

b. Pemeriksaan diagnostik

1) Ultrasonografi

2) Elektrokardiograf

8. Penatalaksanaan

a. Penanganan Kejang :

1) Beri obat anti konvulsan.

15
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan
tabung O2).

3) Lindungi pasien dengan keadaan trauma.

4) Aspirasi mulut dan tonggorokkan.

5) Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi.

6) Beri oksigen 4-6 liter / menit.

b. Penanganan Umum :

1) Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic
diantara 90-100 mmHg.

2) Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih).

3) Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.

4) Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric.

5) Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.

6) Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam.

7) Pantau kemungkinan oedema paru.

8) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan


kematian ibu dan janin.

9) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam.

10) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru
hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic.

11) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside.

12) Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril yang
sama) pasien akan merasa agar panas sewaktu pemberian MgSO4.

13) Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam


kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.

14) Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 / menit.


Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam terakhir.

16
15) Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < / >

16) Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium
glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai
lagi.

17
C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia dan eklampsia adalah :

a. Identitas pasien dan penanggung jawab

Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun.

b. Riwayat kesehatan ibu sekarang

Terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur.

c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya

Penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.

d. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya.

e. Riwayat penyakit

Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan
meningkatkan resiko empat sampai delapan kali.

f. Pola nutrisi

Jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan.

g. Psiko sosial spiritual

Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan
moril untuk menghadapi resikonya.

h. Pemeriksaan Fisik :

- Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pernafasan minimal setiap 2 sampai 4 jam
untuk menetapkan nilai dasar dan memantau perubahan kecil sepanjang masa hamil.

- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.

- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.

- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.

18
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks +).

- Edema dievaluasi pada wajah, ekstremitas dan sacrum setiap 4 jam ; kedalaman
ditentukan dengan melakukan penekanan pada area di atas tulang.

- Berat badan ditentukan setiap hari pada waktu yang sama kecuali tirah baring ketat.

- Refleks tendon dalam dievaluasi setiap 4 jam terhadap hiperaktivitas dari tendon
bisep, trisep atau achiles.

- Edema pulmoner ditentukan setiap 4 jam sekali dengan melakukan auskultasi.

- Pelepasan plasenta dikaji setiap jam dengan memeriksa perdarahan vagina atau
rigiditas uterus.

- Breathing : Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis.

i. Pemeriksaan penunjang

- Protein urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil +3 menandakan
kehilangan 5 mg protein dalam 24 jam).

- Berat jenis urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil yang didapat
1,040 berhubungan dengan oliguria dan proteinuria).

- Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis).

- Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen).

- Enzim hati (Laktat Dehidrogenase (LDH), Aspartat aminotransferase (AST)


(SGOT), Alanin aminotransferase (ALT) (SGPT).

- Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat).

- Pemeriksaan silang darah.

- Hematokrit, Hemoglobin, trombosis.

- Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat


hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif.

- USG : untuk mengetahui keadaan janin

19
- NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.

j. Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DS :
Klien mengatakan kalau ia merasa
nyei pada kepala, kadang-kadang
mual dan muntah, kakinya
bengkak.

DO : Perfusi jaringan Hipertensi, Vasospasme


TD : 140/90 mmHg
Udem pada kedua ekstremitas
Hb :11 gr %

2 DS :
Klien mengatakan sempat minum
obat dan jamu peluntur kehamilan
tetapi tidak berhasil.

DO :
TD : 140/90 mmHg Cidera pada janin Fetal distress
kehamilan 39-40 mg,
Hb : 11 gr %
Reduksi urine (-)
Gerakan janin < 10x/jam

3 DS :
Klien mengatakan merasa cemas
menjelang persalinan.
DO :
Klien tampak cemas
Nadi : 92x/menit Ancaman cidera pada bayi kecemasan
RR : 22x/menit

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan b/d Hipertensi, Vasospasme siklik, Edema serebral.

b. Resiko tinggi cedera pada janin b/d fetal distress.

c. Kecemasan b/d ancaman cedera pada bayi sebelum lahir.

20
3. Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Perubahan perfusi Tidak terjadi 1. Monitor intake dan 1.Dengan memonitor
jaringan b.d. vasospasme dan outout setiap hari. intake dan output maka
Hipertensi, perfusi jaringan 2. Kontrol tetesan infus akan dapt diketahui tingkat
Vasospasme siklik, dengan MgSO4. toleransi/ fungsi tubuh.
Edema serebral. k/h: 3. Monitor oedema yang 2. Cairan MgSO4 berguna
- klien tampak. untuk mengurangi
akan mengalami 4. Anjuran klien untuk vasospasme, dengan
vasodilatasi ditandai istirahat atau tidur dengan menurunnya vasospasme
dengan diuresis, posisi berbaring pada akan membantu
penurunan tekanan salah satu sisi tubuhnya. meningkatkan perfusi
darah, edema 5. Kontrol Vital Sign ginjal, mobilisasi cairan
secara Berkala ekstravaskuler dan diuresis
sehingga oedema dapat
dikurangi.
3. Dengan memonitor
oedema yang tampak
dapat diketahui keadaan
oedema merupakan
indicator keadaan cairan
tubuh.
4. Dengan istirahat tidur
dengan posisi berbaring
pada salah satu sisi
tubuhnyaakan
memaksimalkan aliran
darah dan meningkatkan
diuresis.
5. dengan mengontrol vital
sign dapat diketahui
keadaan umum klien dan
dapat menentukan
tindakan selanjutnya.

2 Resiko tinggi cedera Setelah dilakukan 1. Monitor DJJ sesuai 1. Peningkatan DJJ
pada janin b/d fetal tindakan perawatan indikasi. sebagai indikasi terjadinya
distress tidak terjadi fetal 22. Kaji tentang hipoxia, prematur dan
distress pada janin pertumbuhan janin. solusio plasenta.
dengan 3. Jelaskan adanya tanda- 2. Penurunan fungsi
Kriteria hasil : tanda solutio plasenta ( plasenta mungkin
- tidak terjadi nyeri perut, perdarahan, diakibatkan karena

21
cedera pada klien rahim tegang, aktifitas hipertensi sehingga timbul
janin turun ). IUGR.
4. Kaji respon janin pada 3. Ibu dapat mengetahui
ibu yang diberi SM. tanda dan gejala solutio
5. Kolaborasi dengan plasenta dan tahu akibat
medis dalam pemeriksaan hipoxia bagi janin.
USG dan NST 4. Reaksi terapi dapat
menurunkan pernafasan
janin dan fungsi jantung
serta aktifitas janin.
5. USG dan NST untuk
mengetahui keadaan atau
kesejahteraan janin

3 Kecemasan b/d Ansietas dapat . Bina hubungan yang 1. Dengan membina


ancaman cedera pada teratasi dengan menyenangkan dan saling hubungan yang
bayi sebelum lahir Kriteria hasil: percaya. menyenangkan dan saling
- Tampak rileks, 2. Berikan perhatian pada percaya diharapkan akan
dapat istirahat klien dan tunjukan sikap menimbulkan rasa percaya
dengan tepat. yang bersahabat. klien terhadap perawat
- Menunjukkan 3. Kontrol vital sign. sehingga akan terbentuk
ketrampilan 4. Jelaskan pada klien suatu komunikasi yang
pemecahan masalah. tentang penyebab lancar dan ini akan
penyakitnya, hal-hal yang mempermudah dalam
dapat memperburuk pencapaian tujuan.
keadaan penyakitnya, 2. Klien merasa
Prosedur perawatan dan diperhatikan dan
pengobatan serta hal-hal mempunyai taman yang
yang harus dipatuhi klien akan membantu sehingga
selama mengalami menimbulkan rasa percaya
perawatan. terhadap perawat yang
5. Motivasi klien agar dapat mengurangi
mau mengekspresikan kecemasan klien.
perasaannya secara 3. Dengan mengontrol
verbal. vital sign akan diketahui
6. Beri terapi sentuhan. perubahan vital yang dapat
menjadi gambaran tingkat
kecemasan klien klien
sehingga dapat ditetapkan
intervensi selanjutnya.
4. penjelasan yang ringkas
dan jelas mengenai
penyakitnya, penyebab
penyakit dan prosedur

22
pengobatan, memberikan
pengertian pada klien
sehingga persepsi yang
keliru dan
membingungkan dapat
dihindari dengan demikian
kecemasan klien dapat
berkurang.
5. Dengan
mengekspresikan perasaan
diharapkan klien merasa
sedikit lega telah
mengungkapkan
masalahnya sehingga akan
mengurangi kecemasan
klien.
6. Dengan terapi sentuhan
diharapkan klien merasa
masih ada yang
memperhatikannya
sehingga klien tidak
merasa sendiri dalam
menghadapi masalahnya.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan dimana awalan
kata pada intervensi ditambah dengan kata kerja misalnya jika pada intervensi keperawatan kaji TTV
maka pada implementasi keperawatan mengkaji TTV.(Judith M.W.2007).

5. Evaluasi
- Evaluasi adalah suatu proses yang berkesinambungan. Untuk menjadi efektif, evaluasi perlu
didasarkan pada criteria yang dapat diukur yang mencerminkan hasil akhir perawatan yang diharapkan.
- Ibu dan janin tidak menderita gejala sisa akibat per eklampsia atau penatalaksanaannya
- Ibu tidak akan mengalami eklampsia atau komplikasi yang berat
- Janin tidak akan mengalami distress
- Bayi baru lahir akan dilahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu efek akibat penyakit maternal dan
penatalaksanaannya.
- Ibu akan melahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu akibat pada kondisi dan
penatalaksanaannyaKeluarga akan mampu berkoping secara efektif terhadap keadaan ibu yang beresiko
tinggi, penatalaksanaan dan hasil akhirnya
- Jika hasil akhir bagi ibu atau bagi janin tidak menguntungkan, keluarga dibantu untuk mengatasi
kehilangan dan kesedihan.

23
PENUTUP

A. Kesimpulan

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odema, dan protein


urine yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan. Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi pada masa ante, intra dan post partum.

Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun
atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai pada
keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk
hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
https://sp1r1tgr4zy.wordpress.com/2013/04/04/makalah-eklamsia/
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK
UNPAD, Jakarta: EGC
Price, Silvia A, 2006. Patofisiologi, volume 2, Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Manjoer, Arif, dkk. (2009). Kapita Selekta Edisi Ketiga Jilid Ketiga.Jakarta: Media Aesculapius
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed rev, Jakarta: Rineka Cipta
Prawirohardjo, S. (2008). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBP
http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-preeklampsia.html
https://copoarya.wordpress.com/keprawatan/asuhan-keperawatan-preeklamsia

25

Anda mungkin juga menyukai