Anda di halaman 1dari 33

Kejadian Luar Biasa Diare Puskesmas A

Pendahuluan

Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap
anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi,
pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional
yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya.Diare adalah penyakit yang pada
umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dan dideteksi secara
dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan melakukan penyelidikan
epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, melaporkan hasil data
cakupan program pelayanan kesehatan.1

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasaYunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen.1

Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.Menurut WHO
diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada
konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Di Indonesia penyakit diare masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, dimana insidens diare pada
tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000. Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi,
yaitu yang pertama diare akut adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair
bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih
sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari, dan yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri
dari disentri berat, diare persisten, diare dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare
dengan penyakit penyerta.1

Dari laporan surveillance pada bulan lalu peningkata kasus diare yang signifikan dari
pada periode yang lalu di wilayah kerja Puskesmas Kedondong yang terletak di pedalaman deng
populasi 800 KK dengan jumlah 1050 jiwa.Kejadian ini selalu terulang setiap tahun terutama
terjadi pada musim kemarau.

Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status
kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,
pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi
infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia,
keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jasad renik, ikan, buah-buahan, sayur-
sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.1

Upaya puskesmas dalam menanggulangi penyakit diare, puskesmas sedang menyusun


suatu program terpadu untuk menangani hal tersebut.

Kejadian Luar Biasa

Sebelum memasuki penjabaran mengenai KLB, kita perlu memahami mengenai


penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit terdiri atas:

1. Sporadic : penyakit yang dalam kurun waktu 1 tahun tidak muncul, mendadak
muncul
2. Endemic : penyakit yang muncul sepanjang tahun dengan angka kejadian menetap
3. Epidemic : penyakit yang pada suatu waktu mendadak mengalami peningkatan
angka kejadian yang bermakna (minimal 2 kali dari biasa)
a) KLB : terjadi di wilayah local
b) Wabah : meliputi seluruh negara
4. Pandemic : wabah yang terjadi di seluruh dunia

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu padaKeputusan Dirjen PPM & PLP
No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
KLB.Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:1

 Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau
lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
 Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
 Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita baru
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
 Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan
keracunan pestisida.

KLBpenyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan


jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah
penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan
diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi
rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam
pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).

Penyelidikan Epidemiologi

Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan
kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan
masyarakat.3Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu
kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui
pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan
rekomendasi dalam bentuk laporan. Pengertian istilah-istilah dalam penyelidikan epidemiologi
KLB, antara lain:

1. Infektifitas
Adalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat dianggap
dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk menimbulkan infeksi
terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan,
sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex dll.
2. Patogenesitas
Adalahkemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat orang
menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi
sakit.2Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga penghitungannya
mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas=infektifitas).
Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi:
 A = tanpa gejala
 B = penyakit ringan
 C = penyakit sedang
 D = Penyakit Berat
 E = Mati

Maka, infektifitas = patogenesitas dapat dihitung yaitu (B+C+D+E / A+B+C+D+E)


artinya kasus infeksi dibagi dengan jumlah yang terkenainfeksi.Pengertian
patogenestias=infektifitas adalah 50% pejamu spesies yang sama. Misalnya, dalam suatu
kelompok penyelidikan (individu-individu dalam suatu kelompok) telah memiliki gejala
yang sama diatas 50 % dari jumlah individu dalam suatu kelompok) maka dapat
dipastikan bahwa kelompok masyarakat dalam suatu penyelidikan epidemiologi sudah
dapat diketahui unsur penyebabnya alias sudah dapat ditetap diagnosa epidemiologi
komunitasnya.

3. Virulensi
Adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat (D+E) terhadap
seluruh penderita dengan gejala klinis yang jelas (B+C+D+E).Virulensi dipengaruhi oleh
dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.

4. Reservoir
Adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab infeksi
biasanya hidup dan berkembang biak.Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya.Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena
merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber
penularan.
5. Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.

Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat
Sumber: http://arali2008.wordpress.com/2012/05/13/pentingnya-penyelidikan-epidemiologi-
klbwabah/

6. Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh
merekadan telah ada gejala infeksi.
7. Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut jenis
dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis),karier dalam penyembuhan
(contoh: diphteriae),dan karier kronik (contoh: tifus).

Terdapat macam-macam penyelidikan epidemiologi, yaitu epidemiologi observasional


(dimana peneliti hanya mengamati dan tidak melakukan intervensi) dan epidemiologi
eksperimental (pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya suatu keluaran
penyakit dengan diuji kebenarannya di laboratorium).2

Epidemiologi observasional dibagi menjadi dua, yaitu untuk menjelaskan masalah


kesehatan digunakan pendekatan epidemiologi deskriptif, sedangkan untuk mencari faktor
penyebab digunakan pendekatan epidemiologi analitik.3

Epidemiologi deskriptif adalah bagian dari ilmu epidemiologi yang mempelajari


distribusi penyakit atau masalah di dalam masyarakat berdasarkan orang (person), tempat
kejadian (place), dan waktu kejadiannya (time).3 Di dalam epidemiologi deskriptif dijelaskan
suatu kejadian berdasarkan karakteristik masyarakat yang terkena (who), daerah-daerah tempat
kejadian (where), kapan, berapa lama, atau bagaimana kecenderungan suatu kejadian ditinjau
dari aspek waktu timbulnya kejadian (when).Epidemiologi analitik berkaitan dengan upaya
epidemiologi untuk menganalisis faktor risiko dan faktor penyebab (determinan) masalah
kesehatan.

Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Survei pendahuluan:


a) Menegakan diagnosa
b) Memastikan adanya KLB
c) Membuat hipotesa mengenai penyebab,cara penyebaran, danfaktor yang
mempengaruhinya
2. Tahap pengumpulan data:
a) Identifikasi kasus kedalam variabel epidemiologi (orang, tempat, waktu)
b) Tentukan agen penyebab, cara penyebaran, dan faktor yang mempengaruhinya
c) Menentukan kelompok yang rentan atau beresiko.

3. Tahap pengolahan data:


a) Lakukan pengolahan data menurut variabel epidemiologi, ukuran epidemiologi:
ukuran frekuensi (proporsi, rate, ratio, mean, median, dan modus), ukuran
morbiditas (incidence rate, point prevalence rate, periode prevalence rate), dan
ukuran mortalitas (crude death rate, infant mortality rate, perinatal mortality rate,
neonatal mortality rate, post neonatal mortality rate, angka kematian bayi, cause
spesific mortality rate, maternal mortality rate, case fatality rate,
proportionalmortality rate), dan nilai statistik (mean, median mode, dan
deviasi)
b) Lakukan analisa data kemudian bandingkan nilai-nilai tersebut dengan kejadian
atau nilai-nilai yang sudah ada
c) Buat intepretasi hasil analisa
d) Buat laporan hasil penyelidikan epidemiologi
4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahannya:
a) Tindakan penanggulangan, terdiri dari pengobatan penderita dan isolasi kasus
b) Tindakan pencegahan, terdiri dari surveilans yang ketat, perbaikan mutu
lingkungan, proteksi diri, dan perbaikan status kesehatan masyarakat

Epidemiologi Diare

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.4 Bila diare
berlangsung 2-4 minggu disebut diare persisten, namun jika berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut sebagai diare kronik.

Dalam bidang epidemiologi, terdapat tiga model yang dikenal, yaitu segitiga
epidemiologi, jaring-jaring sebab akibat, dan roda. Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar
yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga epidemiologi
yang saling terkait satu sama lain, yaitu:

1. Agent-Host-Environment (AHE)
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan
konsep berbagai permasalahan kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.
Gambar 2. Model Segitiga Epidemiologi
Sumber: Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.

a) Agent
Agens (agent) adalah faktor yang menjadi penyebab suatu
penyakit.Penyebab penyakit dapat mencakup agent biologis, kimia, atau
fisik.Dalam kesehatan masyarakat, penyakit biasanya diklasifikasikan sebagai
penyakit akut atau kronis, atau sebagai penyakit menular (infeksius) atau tidak
menular (non-infeksius). Penyakit menular (infeksius) merupakan penyakit yang
agent biologis atau produknya menjadi penyebab dan yang dapat ditularkan dari
satu individu ke individu lain. Proses penyakit dimulai saat agens siap menetap
dan tumbuh atau bereproduksi dengan tubuh pejamu. Proses penetapan dan
pertumbuhan mikroorganisme atau virus di dalam tubuh pejamu adalah infeksi.
Penyakit tidak menular (non-infeksius) atau kesakitan merupakan penyakit yang
tidak dapat ditularkan dari orang yang terkena pada orang sehat yang
rentan.Penetapan penyebab penyakit tidak menular ini seringkali lebih sulit
karena adanya beberapa atau bahkan banyak faktor yang berkontribusi dalam
perkembangan kondisi kesehatan tidak menular.

Tabel 1. Etiologi diare akut infektif


b) Host
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan
(susceptible) terinfeksi suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor
utama pada host yang mempengaruhi mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah
sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya sendiri.2 Sistem kekebalan sendiri
sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status ekonomi, dan ras. Perilaku
atau gaya hidup host (seseorang) juga akan mempengaruhi timbulnya penyakit.
Untuk mengetahui apa yang diderita pasien, seorang dokter perlu melakukan
anamnesis. Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh
dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang
menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter.5Anamnesis bisa langsung
dilakukan kepada pasien (disebut autoanamnesis) atau kepada pihak pengantar
pasien (alloanamnesis). Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun
informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan
dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda
lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis
harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis
komprehensif mencakup:
 Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali
dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien,
terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit.
 Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, dan jenis kelamin. Sumber informasi
dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan,
konsultan, atau data rekam medis sebelumnya.
 Tingkat Reliabilitas (dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui.Komponen ini penting untuk
menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan
biasanya ditentukan pada akhir anamnesis.
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang
paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan
klinik.Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang
dipaparkan oleh pasien.
 Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan
bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami
pasien.Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang
memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah
dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang
menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4)
waktu yang mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang
memicu terjadinya keluhan; (6) faktor lain yang memperberat atau
memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama.
Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk
nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah
berhenti, tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu
ditanyakan dalam anamnesis.Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak
masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa
dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai berikut:
i. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi,
asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname.
ii. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis
operasi yang dilakukan.
iii. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat
menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual.
iv. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat
opname, dan pengobatan yang dijalani.
 Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab
kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti
orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai
keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi,
penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan tiroid
atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan,
dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-
faktor daya tangkis dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga mencakup lingkungan mikroflora
usus, sekresi mukosa, dan enzim percernaan.4 Kejadian diare akut pada anak laki-
laki hampir sama dengan anak perempuan. Penderita gizi buruk akan mengalami
penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang
menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian
makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan
kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah
cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu,
dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi
dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit.
c) Environment
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu
yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan
menjadi lingkungan biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 4,
lingkungan terjadinya KLB diare adalah di kecamatan puskemas kedondong.
2. Person-Place-Time (PPT)
Person (individu) adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi
keterpaparan yang mereka dapatkan, berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial ekonomi. Place (tempat) berkaitan dengan
karakteristik geografis. Time (waktu) dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun.
Informasi waktu dapat menjadi pedoman tentang kapan kejadian timbul dalam
masyarakat.
3. Frekuensi –Distribusi-Determinan (FDD)
Frekuensi menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada
sekelompok masyarakat. Distribusi menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan
berdasarkan suatu keadaan tertentu. Determinan menunjuk pada faktor penyebab dari
suatu penyakit atau masalah kesehatan, baik yang menjelaskan frekuensi, penyebaran,
ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah itu sendiri.
Model jaring-jaring sebab akibat ingin menunjukkan apabila terjadi perubahan
dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat
bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu
penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri tetapi sebagai akibat dari
serangkaian proses ‘sebab akibat’. Dengan demikian, timbulnya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik.
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan
identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak
begitu menekankan pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia
dengan lingkungan hidupnya.

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,


mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu kejadian
luar biasa yang sedang terjadi.1Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan
KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap
atau waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat.Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data
yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan
kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.

Gambar 3. Program Penangggulangan KLB


Sumber: Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 949/Menkes/SK/VIII/2004. Pedoman
penyelengaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa. Agustus 2004.
Tahapan penanggulangan KLB, yaitu:

1. Isolasi Kasus
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai
atau tanpa nyeri (kejang perut), dengan feses lembek/cair.5 Umumnya gejala diare
sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan/minum yang terkontaminasi. Diare
sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, serta suara menjadi serak. Sedangkan kehilangan karbonas dan asam
karbonas berkurang yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(pernafasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat (>120/menit), tekanan
darah menurun sampai tak terukur. Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang
disebut diare inflamasi dengan gejala mual, muntah, dan demam yang tinggi, disertai
nyeri perut, tenesmus, diare yang disertai lendir dan darah.
2. Mengobati kasus
Pada kasus diare, ada tiga tahapan penatalaksanaan, yaitu:
a) Rehidrasi oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima di seluruh
dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk
diare.Larutan rehidrasi yang optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium,
dan bikarbonat, dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik.
Penambahan glukosa ke dalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan
memanfaatkan kotransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa, yang
maksimal apabila konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110 sampai 140
mmol/L. Kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari 10
mL/kg/jam, ileus, atau intoleransi monosakarida.5,6
b) Pemulihan diet
Setelah rehidrasi yang adekuat tercapai, masalah berikutnya yang perlu diatasi
adalah pemulihan makanan yang normal sesuai usia. Pilihan makanan awal
mungkin mencakup makanan yang mudah diserap, misalnya nasi dan mi gandum
serta makanan komplementer, seperti pisang (yang banyak mengandung
kalium).5,6
c) Obat antidiare
Terdapat tiga kategori obat diare, yaitu obat intralumen, antimotilitas, dan
antisekretorik.Obat intralumen yang paling luas digunakan adalah suspensi tanah
liat atau silikat yang berfungsi sebagai adsorben (penyerap).Opiat, termasuk
paregorik serta obat sintetik, seperti kodein, difenoksilat, dan loperamid sering
digunakan sebagai obat antimotilitas untuk pengobatan diare ringan pada orang
dewasa sehingga karena efek sampingnya jangan digunakan pada anak-anak.
Okteotrid sangat efektif dalam menghambat diare sekretorik yang berkaitan
dengan tumor penghasil hormon dan dalam mengurangi volume diare akibat
AIDS.5,6
3. Pencegahan Kasus
Ada tingkat pelaksanaan tindakan pencegahan dalam pengendalian penyakit, yaitu:
a) Pencegahan primer, tujuannya untuk mencegah awitan suatu penyakit selama
masa prapatogenesis. Pencegahan primer meliputi health promotion dan spesific
protection. Health promotion merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan
pada saat masih sehat sehingga tidak menjadi sakit, seperti perilaku sehat (cuci
tangan sebelum makan), olahraga, kebersihan lingkungan, dll). Spesific protection
merupakan tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga
tidak sakit dengan menggunakan suatu alat pelindung khusus, seperti melakukan
vaksinasi terhadap penyakit tertentu.
b) Pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit
sebelum penyakit itu berkembang dan disabilitas menjadi parah. Salah satu
tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrinning kesehatan.
Tujuan skrinning ini bukan untuk mencegah terjadinya tetapi lebih untuk
mendeteksi keberadaannya selama masa patogenesis awal, sehingga intervensi
(pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas dapat dilakukan.
c) Pencegahan tersier bertujuan untuk melatih kembali, mendidik kembali, dan
merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan
pencegahan tersier mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya
masa patogenesis.
4. Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.Tujuan surveilans adalah mengetahui perubahan
epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko tinggi, memprediksi dan mencegah
terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap KLB.Surveilans penyakit di
tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan
melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus.Pemantauan tidak
hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu
penyakit.
Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit
menular. Surveilans sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit
menular. Surveilens sindromik itu penting karena dengan mencatat dan mendata secara
rapi, kemunculan penyakit menular dapat ditemukan sejak awal.Jika deteksi dini dapat
dilakukan, koordinasi dengan ahli pun dapat dilakukan dengan cepat, gangguan akibat
meluasnya wabah antara lain berupa penularan massal serta penularan sekunder dapat
dikendalikan sebelum meluas.Surveilans penyakit menular adalah pengamatan dan
analisis tren kemunculan penyakit menular dengan cara memahami kondisi munculnya
penyakit berdasarkan diagnose, peraturan perundang-undangan terkait pencegahan
penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit menular.Jenis laporan
surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan EWARS
(mingguan), STP (bulanan). Strategi surveilans meliputi:
a) Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan pengamatan epidemiologi kasus diare yang telah
dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada
serta sumber data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.
b) SKD dan Respon KLB
Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau
adanya laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki
populasi rentan lebih 5%.
c) Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB
Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang
meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila
terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan
meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program
cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
d) Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu
Contoh: pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB, pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap KLB.Pada tahap
eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

e) Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR)
sebagai tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi
surveilans yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan
program (corrective action).

Puskesmas

Puskesmas atauPusat Kesehatan Masyarakatadalah suatu organisasi fungsional


yangmenyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterimadan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran
serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat 2010’. Upaya kesehatan tersebut
diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas bagi
mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan.7

Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan preventif,
promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP)
atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap
selain pelayanan rawat jalan. Hal ini disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan yang
bersangkutan. Dalam memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya memiliki
subunit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, pos kesehatan
desa maupun pos bersalin desa (polindes).7

Fungsi Puskesmas

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan


 Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
 Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya
 Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan dan pemulihan
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
 Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat:
 Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat
 Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan
 Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan,
dan pelayanan kesehatan masyarakat
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.7

Manajemen dan Administrasi Puskesmas


Dalam usaha melaksanakan program-program di puskesmas atau mana-mana pusat
kesehatan harus dimulai dengan manajemen atau administrasi. Administrasi adalah proses
penyelenggaraankerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam
penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.8
1. Masukan (input)
Masukan merupakan suatu struktur yang berupa sumber daya manusia (man), dana
(money), sarana fisik perlengkapan dan peralatan (material), organisasi dan manajemen
(method).

2. Proses
Proses meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pencatatan, dan pelaporan,
serta pengawasan.8
 Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas untuk mengatasi
masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas. Rencana tahunan puskesmas dibedakan atas dua
macam. Pertama, rencana tahunan upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya
pengembangan.
(1) Perencanaan upaya kesehatan wajib
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas, yakni promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana,
perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta
pengobatan. Langkah – langkah perencanaan yang harus dilakukan puskesmas adalah
sebagai berikut :
a. Menyusun usulan kegiatan usulan
Langkah pertama yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun kegiatan dengan
memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik nasional maupun daerah,
sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di
puskesmas. Usulan ini disusun dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang berisikan
rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta
perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan.
Rencana ini disusun melalui pertemuan perencanaan tahunan puskesmas yang
dilaksanakan sesuai dengan siklus perencanaan Kabupaten/kota dengan
mengikutsertakan BPP serta dikoordinasikan dengan camat.
b. Mengajukan usulan kegiatan
Langkah kedua yang dilakukan puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota untuk persetujuan pembiayaannya, perlu diperhatikan
dalam mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan rutin,
sarana dan prasarana dan operasional puskesmas beserta pembiayaannya.
c. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana
pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota
(Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang
dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping).
(2) Perencanaan upaya kesehatan pengembangan
Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan puskesmas yang
telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medik,
upaya laboratorium kesehatan masyarakat dan pencatatan pelaporan tidak termasuk
pilihan karena ketiga upaya ini adalah upaya penunjang yang harus dilakukan untuk
kelengkapan upaya – upaya puskesmas. Langkah – langkah perencanaan upaya kesehatan
pengembangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup hal – hal berikut :
a. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi upaya kesehatan
pengembangan yang akan diselenggarakan oleh puskesmas. Identifikasi ini dilakukan
berdasarkan ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan setiap upaya
kesehatan pengembangan tersebut. Apabila puskesmas memiliki kemampuan,
identifikasi masalah dilakukan bersama masyarakat melalui pengumpulan data secara
langsung dilapangan (Survei Mawas Diri).
Pengertian Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengenali
keadaan dan masalah yang dihadapi, serta potensi yang dimiliki untuk mengatasi
masalah tersebut.
Tahap pelaksanaan Survei Mawas Diri :
- Pengumpulan data dapat berupa data primer yakni yang dikumpulkan langsung
dari sumber data atau data sekunder yakni yang berasal dari catatan yang ada
- Pengolahan data
- Penyajian data berupa data masalah dan potensi
Tetapi apabila kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat tersebut tidak
dimiliki oleh puskesmas, identifikasi dilakukan melalui kesepakatan kelompok
(Delbecq Technique) oleh petugas puskesmas dengan mengikutsertakan Badan
Penyantun Puskesmas.
Pengertian Delbecq Technique adalah perumusan masalah dan identifikasi potensi
melalui kesepakatan sekelompok orang yang memahami masalah tersebut.
Tahapan pelaksanaannya :
- Pembentukan Tim
- Menyusun daftar masalah
- Menetapkan kriteria penilaian masalah
- Menetapkan urutan prioritas masalah berdasarkan kriteria penilaian dilengkapi
dengan uraian tentang potensi yang dimiliki
Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, jumlah upaya kesehatan pengembangan
yang dipilih dapat lebih dari satu. Disamping itu, identifikasi upaya kesehatan
pengembangan dapat pula memilih yang bersifat inovatif yang tidak tercantum dalam
daftar upaya kesehatan puskesmas yang telah ada, melainkan dikembangkan sendiri
sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat serta kemampuan puskesmas.
b. Menyusun usulan kegiatan
Langkah kedua yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan
yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu,
lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan.
Rencana yang telah disusun tersebut diajukan dalam bentuk matriks (Gantt Chart).
Penyusunan rencana pada tahap awal pengembangan program dilakukan melalui
pertemuan yang dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan Dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam bentuk musyawarah masyarakat.
Pengertian musyawarah masyarakat adalah pertemuan yang dihadiri oleh para
pemimpin, baik formal maupun informal dan anggota masyarakat untuk merumuskan
prioritas masalah kesehatan dan upaya penanggulangannya.
Tahap pelaksanaannya:
- Pemaparan daftar masalah kesehatan dan potensi yang dimiliki
- Membahas dan melengkapi urutan prioritas masalah
- Mambahas dan melengkapi potensi penyelesaian masalah yang dimiliki
- Merumuskan cara penanggulangan masalah sesuai dengan potensi
- Menetapkan rencana kegiatan penanggulangan masalah (dalam bentuk Gantt
Chart)
Penyusunan rencana pada tahap pelaksanaan tahun berikutnya dilakukan secara
terintegrasi dengan penyusunan rencana upaya kesehatan wajib.
c. Mengajukan usulan kegiatan
Langkah ketiga yang dilakukan oleh puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan
ke Dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pembiayaannya. Usulan kegiatan tersebut
dapat pula diajukan ke Badan Penyantun Puskesmas atau pihak – pihak lain. Apabila
diajukan ke pihak – pihak lain, usulan kegiatan harus diperlengkapi dengan uraian
tentang latar belakang, tujuan serta urgensi perlu dilaksanakannya upaya
pengembangan tersebut.
d. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

o Langkah keempat yang dilakukan oleh puskesmas adalah menyusun rencana


pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota
atau Penyandang dana lain (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam
bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah
(mapping). Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara
terpadu dengan penyusunan rencana pelaksanaan upaya kesehatan wajib.

 Penyelenggaraan
Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah
menyelenggarakan rencana kegiatan puskesmas, dalam arti para penanggungjawab dan
para pelaksana yang telah ditetapkan pada pengorganisasian, ditugaskan
menyelenggarakan kegiatan puskesmas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

 Pemantauan
 Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan
secara berkala. Kegiatan pemantauan mencangkup hal – hal sebagai berikut :
 Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai yang dibedakan
atas 2 hal :
 Telaahan internal yakni telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil
yang dicapai oleh puskesmas, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan. Data
yang dipergunakan diambil dari Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS)
yang berlaku.
 Pengertian simpus adalah suatu tatanan yang menyediakan informasi untuk membantu
proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan manajemen puskesmas dalam
mencapai sasaran kegiatannya.
 Sumber informasi
 SP2TP terdiri dari :
1. Catatan : kartu individu, rekam kesehatan keluarga dan buku register
2. Laporan : bulanan, tahunan dan KLB
3. Survey lapangan
 Laporan lintas sektor
 Laporan sarana kesehatan swasta
 Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.Melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang
dicapai,dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data
yangdipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua. Pertama, sumber data primer
yakniyang berasal dari SIMPUS dan berbagai sumber data lain yang terkait,
yangdikumpulkan secara khusus pada akhir tahun. Kedua, sumber data sekunder yakni
datadari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan.
b.Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaianserta
masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya.
3. Keluaran
Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional
terhadap pasien atau terhadap suatu program yang dilaksanakan.

4. Sasaran
Sasaran merupakan golongan yang menjadi tumpuan terhadap pelaksanaan suatu
program yang direncanakan. Sasaran dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat.

5. Dampak
Hasil dari pelaksanaan yang dijadikan indikator apakah kebutuhan dan tuntutan
kelompok sasaran terpenuhi atau tidak.Dampak merupakan indikator yang sulit untuk dinilai.

6. Umpan balik
Umpan balik merupakan merupakan hasil dari keluran yang menjadi masukan dari suatu
sistem.
7. Lingkungan
Lingkungan fisik (faktor kesulitan geografis, iklim, transport, dan lain-lain) dan non fisik
(sosial budaya, tingkat pendapatan ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat, dan lain-lain)
Program Pokok Puskesmas

Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di laksanakan
karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu :

1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan


untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan
oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama
anamnesis dan pemeriksaan
2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan
untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan
penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).
3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di
Puskesmas yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia
Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi dan
balita.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).
5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di puskesmas
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar,
pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran
lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat,
6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan
gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi,
penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat
Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan
Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.5
Tugas Dokter Puskesmas
FIVE STAR DOCTOR menurut dr. Charles Boelen WHO, Swedia:
1. Care Provider  Mampu menyediakan perawatan
Selain memberikan perawatan individu “five stars doctor” harus memperhitungkan total
(fisik, mental, sosial) kebutuhan pasien. Mereka harus memastikan bahwa berbagai
pengobatan-kuratif, preventif, rehabilitatif- akan dibagikan denga cara yang saling
melengkapi, terintegritas, dan berkesinambungan. Dan mereka harus memastikan bahwa
pengobatan adalah kualitas tertinggi.8

2. Decision MakerMampu menjadi penentu keputusan


Dalam transparasi “five star doctor” akan mengambil keputusan yang dapat dibenarkan
dalam hal efikasi dan biaya. Dari semua cara yang mungkin untuk mengobati kondisi
kesehatan yang diberikan, salah satu yang tampaknya paling sesuai dalam situasi tertentu
harus dipilih. Sebagai pengeluaran regards, sumber daya terbatas yang tersedia untuk
kesehatan harus dibagi secara adil untuk kepentingan setiap individu dalam masyarakat.

3. Communicator Mampu menjadi komunikator yang baik


Lifestyle aspek seperti diet seimbang, langkah-langkah keselamatan di tempat kerja, jenis
kegiatan rekreasi, menghormati lingkungan dan sebagainya semua memiliki pengaruh
yang menentukan kesehatan. Keterlibatan individu dalam melindungi dan memulihkan
kesehatannya itu sendiri, sangat penting karena paparan resiko kesehatan sangat
ditentukan oleh perilaku seseorang. Para dokter juga harus seorang komunikator yang
sangat baik dalam rangka membujuk pasien, keluarga dan masyarakat yang merupakan
tanggung jawab dokter untuk mengadopsi gaya hidup sehat dan menjadi mitra dalam
upaya kesehatan.

4. Community LeaderMampu menjadi pemimpin dalam komunitas atau masyarakat


Kebutuhan dan masalah seluruh masyarakat tidak boleh dilupakan. Dengan memahami
faktor-faktor penentu kesehatan yang melekat dalam lingkungan fisik dan sosial dan
dengan menghargai luasnya setiap masalah atau resiko kesehatan, “five stars doctor”
tidak akan hanya mengobati individu yang mencari bantuan tetapi juga akan mengambil
bunga positif dalam kegiatan kesehatan masyarakat yang akan bermanfaat bagi sejumlah
besar orang.

5. Manager  Mampu dan bisa memiliki skill manajerial yang baik untuk menjalankan
fungsi-fungsi diatas
Untuk melaksanakan semua fungsi, maka penting untuk “five stars doctor” untuk
memperoleh keterampilan manajerial. Ini akan memungkinkan mereka untuk memulai
pertukaran informasi dalam rangka membuat keputusan yang lebih baik, dan untuk
bekerja dalam tim multidisiplin yang erat hubungannya dengan mitra lain untuk
kesehatan dan pembangunan sosial, apakah ditakdirkan untuk individu atau untuk
masyarakat.10

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)


Adalah tatacara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan Puskesmas,
meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok yang dilaporkan serta hasil yang
dicapai oleh puskesmas. Dengan melakukan SP2TP sebaik-baiknya, akan didapat data dan
informasi yang diperlukan untuk perencanaan, penggerak pelaksanaan, pemantauan,
pengawasan, pengendalian dan penilaian penampilan puskesmas serta situasi kesehatan
masyarakat umumnya.
a. Tujuan Umum
Tersedianya data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara periodik/teratur
untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas di berbagai tingkat
administrasi.
b. Tujuan Khusus
 Tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok puskesmas
yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara teratur
 Terlaksananya pelaporan data tersebut secara teratur diberbagai jenjang administrasi, sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
 Termanfaatkannya data tersebut untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan
program kesehatan melalui puskesmas di berbagai tingkat administrasi.
SP2TP dilakukan oleh semua puskesmas (termasuk puskesmas dengan perawatan,
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling). Pencatatan dan pelaporan mencangkup :
 Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmas
 Data ketenagaan di puskesmas
 Data sarana yang dimiliki puskesmas
 Data kegiatan pokok puskesmas yang dilakukan baik di dalam maupun di luar gedung
puskesmas.
Pelaporan dilakukan secara periodik (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan) dengan
menggunakan formulir yang baku. Pelaksanaan SP2TP terdri dari 3 kegiatan :
1. Pencatatan dengan menggunakan format
Pencatatan dilakukan dalam gedung puskesmas/puskesmas pembantu yaitu mengisi :
 Family Folder (kartu individu dan kartu tanda pengenal keluarga)
 Buku register untuk:
- Rawat jalan/rawat inap
- Penimbangan
- Kohort ibu
- Kohort anak
- Persalinan
- Laboraturium
- Pengamatan penyakit menular
- Imunisasi
- P.K.M
 Kartu indeks penyakit (kelompok penyakit) yang disertai distribusi jenis kelamin,
golongan, umur dan desa.
 Kartu Perusahaan
 Kartu Murid
 Sensus harian (penyakit dan kegiatan puskesmas) untuk mempermudah pembuatan
laporan.
2. Pengiriman laporan dengan menggunakan format secara periodik
Jenis dan periode laporan sebagai berikut :
 Bulanan
- Data kesakitan (format LB.1)
- Data kematian (format LB.2)
- Data operasional (format LB.3) Gizi, imunisasi dan KIA
- Data manejemen obat (format LB.4)
 Triwulan meliputi data kegiatan puskesmas (format LT)
 Tahunan
- Umum, fasilitas (format LSD.1)
- Sarana (format LSD.2)
- Tenagan (format LSD.3)
3. Pengolahan analisis dan pemanfaatan data
Ruang lingkup kegiatan pengolahan dan analisa data meliputi :
 Mengkompilasi data dari puskesmas pembantu, kegiatan lapangan termasuk posyandu
dan kegiatan dalam gedung puskesmas.
 Mentabulasi data upaya kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, yang dibedakan
atas masyarakat dalam wilayah dan luar wilayah puskesmas.
 Menyusun Kartu Index Penyakit
 Menyusun sensus harian untuk mengolah data kesakitan.
 Membuat penyajian dalam bentuk narasi, table dan grafik sesuai kebutuhan menurut
waktu dan lokasi.
 Melakukan beberapa analisa untuk kebutuhan pemantauan, intervensi serta perencanaan
dimasa mendatang.
 Membuat peta wilayah puskesmas termasuk sarana kesehatan.
Pada hakekatnya data dari SP2TP mempunyai peran ganda karena :
 Data tersebut dilaporkan dari puskesmas untuk kebutuhan administrasi di atasnya dalam
rangka pembinaan, perncanaan serta penetapan kebijaksanaan.
 Data tersebut dapat dimanfaatkan oleh puskesmas sendiri dalam rangka peningkatan
upaya kesehatan puskesmas, melalui perencanaan (mikroplaning), penggerakan
pelaksanaan (mini lokakarya) dan pengawasan pengendalian serta penilaian.
Evaluasi Dengan Pendekatan Sistem
a. Pengertian
Secara umum yang diamksudkan dengan penilaian disini ialah melakukan penilaian yang
dapat diterapkan pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pada tahap akhir program untuk
melihat apakah program yang direncanakan telah merupakan program yang tepat, dilaksanakan
sesuai dengan rencana serta apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai atau tidak.
The American Public Health Association merumuskan penilaian sebagai suatu proses
untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan yang dipoeroleh dari pelaksanaan suatu
program dalam mencapai tujuannya.
Oleh Riecken disebutkan penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang timbul dari
dilaksanakannya suatu program untuk mencapai tujuannya, baik akibat yang diharapkan ataupun
yang tidak diharapkan. Penilaian dapat dibedakan atas tiga macam yakni :
1. Formative Evaluation
Penilaian yang dilakukan pada tahap awal yakni sebelum program tersebut dilaksanakan.
Jadi penilaian yang dialkukan disini termasuk bagian dari pekerjhann perencanaan.
2. Promotive Evaluation
Penilaian yang dilakukan pada saat program tersebut dilaksanakan. Tujuan ialah untuk
melihat apakah program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak. Jika tidak sesuai atau
jika terjadi penyimpangan, maka tentu saja diperlukan penyempurnaan-penyempurnaan
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
3. Summative Evaluation
Penilaian yang dilakukan pada akhir program. Tujuannya ialah untuk melihat apakah
tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak.
Dengan penilaian yang seperti ini, mudah dipahami bahwa dalam ilmu administrasi apa
yang disebutkan dengan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pada dasarnya adalah sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan.
b. Ruang Lingkup dan Ukuran Penilaian
Ruang lingkup penilaian serta ukuran penilaian dari hasil yang dicapai banyak macamnya.
Secara umum penilaian dapat dilakukan terhadap tiga hal yang bersifat pokok yakni :
1. Terhadap pross pelaksanaan program, yakni mengukur apakah program tersebut berjalan
sesuai dengan rencana atau tidak. Hal yang sering diamati pada penilaian proses adalah
waktu pelaksanaannya, kegiatan atau aktivitas yang dilakukan serta sumber yang
dipergunakan.
2. Terhadap hasil program (out come/out put) yakni melihat apakah tujuan tercapai atau
tidak.
3. Terhadap pengaruh yang ditimbulkan oleh hasil yang dicapai (dampak) yakni melihat
sampai seberapa jauh pengaruhnya terhadap status kesehatan ataupun masalah kesehatan
yang terdapat.
Pembagian lain dari ruang lingkup dan ukuran penilaian ialah dari Blum, yang
membedakan penilaian atas 6 macam yakni :
1. Yang menyangkut aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu program kesehatan.
Pertanyakan yang ingin dicari jawabannya adalah : “Apakah program tersebut terlaksana
atau tidak?”
2. Yang menyangkut terpenuhi atau tidaknya standart ataupun kriteria yang telah ditetapkan
dengan dilaksanakannya program tersebut. Pertanyaan pokoknya ialah : “Apakah
aktivitas tersebut berjalan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan?”
3. Yang menyangkut efisiensi dari program, jadi membahas biaya yang dipakai untuk
melaksanakan program tersebut.
4. Yang menyangkut efektivitas dari program, yakni apakah program tersebut dapat
memenuhi kehendak ataupun tujuan yang telah ditetapkan.
5. Yang menyangkut validitas hasil yang diperoleh, jadi apakah hasil yang didapatkan telah
dapat memenuhi kehendak ataupun harapan untuk apa program tersebut dilaksanakan dan
apakah dengan telah dicapainya tujuan program telah dapat menyelesaikan masalah yang
diatasi.
6. Yang menyangkut keseluruhan system yang dipakai untuk melaksanakan program
tersebut.
c. Cara melakukan penilaian
Cara melakukan penilaian banyak macamnya, tergantung dari apa yang akan dinilai dan
ruang lingkup atau tingkat penilaian apa yang ingin dikerjakan.
Untuk mengukur efisiensi program yakni yang menyangkut pembiayaan yang
dilaksanakan, maka sering dilakukan analisa khusus yang disebut cost effectiveness analysis,
yakni melakukan analisa program dari suatu pembiayaan dan kesimpulan ditarik dengan
membandingkannya terhadap hasil analisa program lain yang sejenis.dalam kehidupan sehari-
hari cost effectiveness analysis sering dikacaukan dengan cost benefit analysis. Perbedaannya
ialah pada cost effectiveness analysis yang dipentingkan tidak hanya keuntungan (benefit) tetapi
juga efektivitasnya.
Penterapannya dalm bidang kesehatan tidaklah semudah yang diperkirakan, karena
ukuran keuntungan yang efektif dalam bidang kesehatan sering tidak jelas. Dalam melakukan
penilaian model ini, maka beberapa patokan yang harus diikuti yakni :
1. Mula-mula dikumpulkan segala data dasar yang diperkirakan berhubungan dengan
program yang dilaksanakan.
2. Uraikan dengan lengkap program yang akan dilaksanakan tersebut dalam bentuk kegiatan
ataupun aktivitas dan usaha yang terperinci.
3. Ubahlah data yang tersedia atau kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk rupiah, yang
dilakukan untuk tahap yang berbeda atau untuk beberapa macam program yang ada.
4. Bandingkan hasil perhintungan antara tahap-tahap ataupun macam program yang beda
tersebut dan lanjutkan dengan menarik kesimpulan.
d. Pengawasan
Telah disebutkan bahwa penilaian (evaluation) erat hubungannya dengan pengawasan
(controlling). Dalam banyak buku administrasi dan managemen, malah disebutkan penilaian
adalah sebagian dari pengawasan. Penilaian adalah pengawasan yang dilakukan dengan
mengadakan perhitungan terhadap keseluruhan penyelenggaraan. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan pengawasan ialah melakukan pengukuran dan sekaligus koreksi setiap penampilan
karyawan yang diperlihatkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana.

Kesimpulan
Demikianlah telah kita ketahui bersama tentang managemen system administrasi
kesehatan melalui program-program puskesmas yang telah direncanakan dan ditetapkan. Dalam
tiap program yang ada di puskesmas, baik itu program wajib maupun program pengembangan,
diperlukan suatu sistem yang mengatur mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerak
pelaksanaan hingga tahapan penilaian. Bahkan hingga sampai pada pencatatan dan pelaporan
dari tiap program yang telah direncanakan.Dari tiap program yang telah dilakukan, perlu kita
evaluasi kembali untuk mengetahui apakah pelaksanaan dari program sudah sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan atau tidak.

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia No.


949/Menkes/SK/VIII/2004.Pedoman penyelengaraan sistem kewaspadaan dini kejadian
luar biasa.
2. Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.
3. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38.
4. Budi Setiawan. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2836 – 42.
5. Bickley LS. Bates : buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC; 2009.h. 392 – 406.
6. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta : EGC; 2009. h. 13 – 42.
7. Depkes. Kebijakan Dasar Puskesmas. Dalam Kepmenkes no 128 tahun 2004.Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2010. Diunduh dari
alfredsaleh.files.wordpress.com/2007/06/kebj-dasar-pusk-280507.pdf
8. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Dalam manajemen dan
pelaksanaan kesehatan di Indonesia. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal
230-5.
9. Muninjaya AG. Manajemen kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2004.h. 170-250.
10. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat: keputusan
menteri kesehatan RI nomor 128/menkes/sk/II/2004. Jakarta: Bakti Husada;2004.h.5-31.

Anda mungkin juga menyukai