Anda di halaman 1dari 13

TUGAS AGAMA

KLONING MENURUT PANDANGAN AGAMA ISLAM, KRISTEN, DAN


KATOLIK

Oleh :

Nama : Ayu Widya Putri

Tingkat : IB

No. Absen : 03

NIM : 161397

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,saya
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 12 Januari 2017

Ayu Widya
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan di bidang teknologi belakangan ini memang berkembang sangat pesat, banyak
penemuan baru tentang biologi molukular, di antaranya yaitu adanya sistem kloning. Sistem
kloning itu sendiri merupakan suatu proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama
yang identik secara genetik. Pada hewan atau tumbuhan tertentu pengkloningan terbentuk secara
alami yaitu kebiasaan proses hewan atau tumbuhan bereproduksi aseksual. Sedangkan dalam
bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme.
Telah diketahui pula bahwa makhluk hidup menggunakan DNA dan RNA untuk
menyimpan dan mentransfer informasi genetiknya, karena setiap makhluk hidup menggunakan
kode genetik yang sama untuk membuat proteinnya. Hal seperti inilah yang memunculkan para
peneliti untuk berpikir bisa atau tidak menciptakan materi gen ini dimanipulasi sedemikian rupa
agar bisa didapatkan DNA dan RNA yang sifat genetikanya sesuai dengan yang kita inginkan.
Lalu bagaimanakah Islam memandang masalah kloning ini.
Dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat berkaitan hukum kloning, apa saja
landasan hukum yang dipakai, bagaimana pendapat para pemuka agama tentang kloning, dan
bagaimana menganalisanya tentang hukum tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pandangan agama Islam terhadap kloning?


1.2.2 Bagaimana pandangan agama Kristen terhadap kloning?
1.2.3 Bagaimana pandangan agama Katolik terhadap kloning?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pandangan agama Islam terhadap kloning
1.3.2 Mengetahui pandangan agama Kristen terhadap kloning
1.3.2 Mengetahui pandangan agama Katolik terhadap kloning
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kloning Menurut Agama Islam

Belakangan ini telah berkembang satu teknologi baru yang mampu memduplikasi
makhluk hidup dengan sama persis, teknologi ini dikenal dengan nama teknologi kloning.
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia.
Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini,
kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan
hewan pada dasarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening-
katkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia –
terutama penyakit-penyakit kronis– guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat
menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.

Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan meningkatkan


produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk
aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan tanaman dan hewan
dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit
manusia –terutama yang kronis– adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan
hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi
berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena
itu, dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan
mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi,
domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning
untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya,
ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit
yang kronis. Oleh karena itu tidak salah jika Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang
berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan bolehnya memanfaatkan teknologi
kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya guna
(bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala
sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan manusia. Apalagi jika kita
memanfaatkan proses kloning ini untuk jelas-jelas untuk memperbaiki kualitas tanaman
dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan. Selain itu
juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi produktivitas
hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi
berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis.

Adapun kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik
yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya
(nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita –yang telah
dihilangkan inti selnya– dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau
inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan
cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang
diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan
arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini
terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim
seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan
berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan
secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang
yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.

Dalam fatwanya Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah menjelaskan bahwa hukum


meng-kloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Paling tidak ada
empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia: Cara pertama, kloning
dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells) "wanita lain (pendonor sel telur)"
yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum wanita kandidat yang nukleusnya telah
dikosongkan. Cara kedua, kloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus)
"wanita kandidat" itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor. Cara
ketiga, cloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke dalam ovum
wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini bisa berasal dari hewan, bisa
dari manusia. Terus manusia ini bisa pria lain, bisa juga suami si wanita. Cara keempat,
kloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan
tanpa hubungan seks) yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan embrio-embrio
kembar yang banyak. Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah
haram, dilarang melakukan kloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas)
kepada haramnya lesbian dan saadduzarai' (tindakan pencegahan, precaution) atas
timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal melindungi keturunan
ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di lain pihak juga akan menghancurkan sistem
keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam. Pada cara ketiga dan keempat,
kloning haram dilakukan jika sel atau sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan
suami) atau milik hewan. Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri maka
hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu maslahah dan bahayanya dalam
kehidupan sosial. Untuk menentukan hukum pastinya harus didiskusikan dahulu dengan
melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu, yang meliputi ilmuwan kedokteran,
ilmuwan biologi (geneticist, biophysicist, dll), sosiolog, psikolog, ilmuwan hukum, dan
agamawan (pakar fiqh). Jika hasilnya bisa membuat kacau tatanan masyarakat (karena
banyak orang kembar, sehingga jika ada tindak kriminal atau kasus hukum lainnya susah
diidentifikasi, dan mungkin efek-efek lain) maka hukumnya haram. Cara mengatasinya
dengan melihat maslahah dan madharatnya. Jika hukum kloning sudah menjadi
keputusan haram atau halal, maka tentu bisa ditindak lanjuti melalui lembaga-lembaga
yang berwenang untuk melarang atau menjatuhkan sanksi bagi para pelanggarnya.

Namun demikian ada satu hikmah penting dengan adanya inovasi baru tentang
teknologi kloning ini. Prestasi ilmu pengetahuan yang telah sampai pada penemuan
proses kloning ini, sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang
ditetapkan Allah Swt. pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena proses kloning telah
menyingkap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi
menghasilkan keturunan, jika inti sel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur perempuan
yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi, sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel
sperma laki-laki yang dapat membuahi sel telur perempuan. Wallahu a’lam bisshowab.

Melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan


kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut:

Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak
alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang telah
ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah menghasilkan anak-anak dan keturunannya.
Allah SWT berfirman:

‫الز ْو َجيْن َخلَقَ َوأَنَّه‬ ْ ُّ‫( ت ْمنَى إذَا ن‬٤٦)


َّ ‫( َواألنثَى الذَّك ََر‬٤٥) ‫طفَة من‬

“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan


perempuan dari air mani apabila dipancarkan.” (QS an-Najm, 53: 45-46)

Dalam ayat lain dinyatakan pula,

ْ ‫ي ِّمن ن‬
‫طفَة َيك أَلَ ْم‬ ِّ ‫( ي ْمنَى َّمن‬٣٧) ‫س َّوى فَ َخلَقَ َعلَقَة َكانَ ث َّم‬
َ َ‫( ف‬٣٨)

“Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani
itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu
Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS al-Qiyâmah, 75:
37-38).

Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan — tanpa adanya laki-laki —


tidak akan memunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses
pemindahan sel telur — yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh — ke dalam rahim
perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim
perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi
penampung (mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan
dengan firman Allah SWT,

.
‫َعارفوا قَبائ َل َو شعوبا َج َع ْلناك ْم َو أ ْنثى َو ذَكَر م ْن َخلَ ْقناك ْم إنَّا النَّاس أَيُّ َها يا‬
َ ‫َللا ع ْندَ أ َ ْك َر َمك ْم إ َّن لت‬
َّ ‫َللاَ إ َّن أَتْقاك ْم‬
َّ ‫َعليم‬
‫خَبير‬

”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)

Juga bertentangan dengan firman-Nya yang lain,

‫سط ه َو آلبَائه ْم ادْعوه ْم‬ َ ‫َللا عندَ أ َ ْق‬ َ ‫طأْتم في َما جنَاح َعلَيْك ْم َولَي‬
َّ ‫ْس َو َم َواليك ْم الدِّين في فَإ ْخ َوانك ْم آبَاءه ْم ت َ ْعلَموا لَّ ْم فَإن‬ َ ‫أ َ ْخ‬
‫ت َّما َو َلكن به‬
ْ َ‫َللا َو َكانَ قلوبك ْم تَ َع َّمد‬َّ ‫َّرحيما غَفورا‬

”Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak


mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-
bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan
atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah,
dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Ahzâb. 33: 5).

Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal


Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa saja
yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak)
bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah,
para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah) Diriwayatkan pula dari Abu
‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-
masing berkata, ‘Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda
Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang
bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya
haram.” (H.R. Ibnu Majah) Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya
tatkala turun ayat li’an dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja perempuan
yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum
itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah
memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya
sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan akan tertutup darinya dan
Allah akan membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan
kemudian (pada Hari Kiamat)” (H.R. Ad-Darimi).

Kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal


kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan — jelas mengharuskan seleksi
terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-
isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari
perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan
dan membuat bercampur aduk nasab.

Keempat, memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah (baca:


mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang
perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan
anak, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping itu,
kloning akan mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang
telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Konsekuensi
kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat.

Pengharaman ini hanya berlaku untuk kasus kloning pada manusia a.n. sich.
Kloning bagi hewan dan tumbuhan, apalagi bertujuan untuk mencari obat, justru
dibolehkan bahkan disunahkan. Ini dapat dilihat dari dua hadis di bawah ini,
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan
pula obatnya. Maka berobatlah kalian!.” (H.R. Imam Ahmad) Imam Abu Dawud dan
Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik r.a. yang berkata, “Aku pernah
bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka berkata, ‘Wahai
Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Maka Nabi saw. menjawab, “Ya. Hai hamba-hamba
Allah, berobatlah kalian sebab sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan
penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya….” Maka, berdasarkan nash (teks) ini
diperbolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan
hewan untuk mempertinggi produktivitasnya.

2. Kloning Menurut Agama Kristen

Penemuan kloning ini adalah Alkitabiah, sebab ribuan tahun sebelum Masehi,
masalah nyawa makhluk berada didarahnya sudah disebut-sebut.

Im. 17 : 10 – 11.

Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah
mereka, yang makan darah apapun juga , Aku sendiri akan menentang dia dan
melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. Karena nyawa makhluk ada didalam
darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu diatas mezbah untuk
mengadakan pendamaian bagi nyawamu,karena darah mengadakan pendamaian dengan
perantaraan nyawa.

Ayat diatas,Allah mengatakan,kita manusia tidak boleh makan darah makhluk


apapun juga,sebab Allah telah menyediakan darahNya sendiri diatas mezbah, berarti
Allah telah menyediakan darah Anak Domba Allah diatas mezbah,yaitu tubuh kita,
sebagai kemah hidup.

Disini kita mulai mengerti,mengapa roti yang kita makan dan anggur yang kita
minum itu, harus berubah lebih dahulu menjadi daging dan darah Yesus, sebab makan
daging dan minum darah Yesus itu adalah merupakan janji Allah kepada manusia.

Dan darah Yesus itu adalah Kudus, jadi tidak layak kalau dicampur dengan darah
binatang lain yang kotor.

3. Kloning Menurut Agama Katolik


Konstitusi Pastoral mengungkapkan tentang Martabat manusia dan tugas
perutusannya di tengah dunia. Dikatakan oleh Konstitusi Gaudium Et Spes bahwa
manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej 1: 26; Keb 2:23)

Ensiklik Evangelium Vitae menekankan bahwa “apa saja yang berlawanan


dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga,
penumpasan suku, pengguguran, euthanasia dan bunuh diri yang disengaja; apa pun yang
melanggar keutuhan pribadi manusia seperti pemenggalan anggota badan, siksaan yang
ditimpakan pada jiwa maupun raga, usaha-usaha paksaan psikologis; apa pun yang
melukai martabat manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi,
pemenjaraan yang sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran,
perdagangan wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang
memalukan, sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan, dan
tidak diperlakukan sebagai pribadi-pribadi yang bebas dan bertanggungjawab: itu semua
dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng
peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang
melakukannya, daripada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat
berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta (No.3)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Agama islam menyatakan bahwa kloning sangatlah diharamkan(dilarang) karena hal


tersebut sama halnya dengan mencampuri kehendak Allah karena segala penciptaan yang
ada di alam semesta adalah kehendak atas Allah SWT. Namun dalam peningkatan
produktivitas hewan, tumbuhan, serta penemuan obat masih diperbolehkan.

2. Agama kristen menyatakan bahwa kloning tidak diperbolehkan, karena hal itu sama saja
dengan memakan darah sesama, kita manusia tidak boleh makan darah makhluk apapun
juga,sebab Allah telah menyediakan darahNya sendiri diatas mezbah, berarti Allah telah
menyediakan darah Anak Domba Allah diatas mezbah,yaitu tubuh kita, sebagai kemah
hidup.

3. Agama katolik menyatakan bahwa kloning tidak boleh dilakukan karena seluruh
penciptaan diciptakan menutut gambaran Allah. Dan segala perbuatan yang berlawanan
dengan hal tersebut merupakan perbuatan yang keji.

Anda mungkin juga menyukai