oleh
Karina Diana Safitri, S.Kep
NIM 132311101019
oleh
Karina Diana Safitri, S.Kep
NIM 132311101019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan resume pada pasien di ruang Triage RSUP Sanglah
Denpasar Bali telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Maret 2018
Mahasiswa
(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
1
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
Oleh: Karina Diana Safitri, S. Kep
1. Kasus
Fraktur Trochanter Femur
2. Proses terjadinya masalah
Anatomi tulang femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.
Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus.
Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot
posterior, diantaranya :
1) Otot anterior femur
a) Quardriceps femoris
b) Rektus femoris
c) Vastus lateralis
d) Vastus medialis
e) Vastus intermedius
f) Pectineus
g) Sartorius
h) Iliopsoas
2) Otot medial femur
a) Adduktor longus
b) Adduktor brevis
c) Adduktor magnus
d) Gracilis
e) Osturator eksternus
3) Otot posterior femur Gambar 2. Anatomi otot femur
a) Semimembranousus
b) Semitendinosus
c) Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara
lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai
otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai
bawah atau nervus yang menginnervasi muskulus anterior.
2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama
dari ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor
3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar
dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot-
otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis,
serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.
3
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat
dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh
dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur. Fraktur femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau
osteoporosis (Muttaqin, 2008). Sedangkan trochanter fraktur yaitu fraktur yang
terjadi tepat dibawah leher femur. Patah tulang ini lebih sering diperbaiki dengan
bedah fiksasi dibanding dengan jenis fraktur femur lainnya.
4
b. Epidemiologi
Berdasarkan catatan medis dari semua pada pasien rawat inap di
Departemen Ortopedidan Traumatology RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama 1
Januari 2013-31 Desember 2016. Dari 972 data, 112 subjek dengan fraktur femur.
Kasus yang paling umum dari fraktur,terjadi pada usia 15-24 dengan 40 kasus
(36%). Sebagian besar kasus didominasi oleh jenis kelamin pria (72%). Fraktur
femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur trochanter
femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana
tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini
biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur kondilar femur banyak terjadi pada
penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian.
Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain
dirumah atau disekolah.
5
c. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur
antara lain (Muttaqin, 2011):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan
tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat
disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan
langsung berada jauh dari lokasi benturan. Secara patologis merupakan suatu
kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma dapat
mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada berbagai keadaan diantaranya:
tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit gusi berdarah) serta rakhitis
(Mansjoer, 2003).
e. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan
lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
8
osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi
tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam
akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur
(Muttaqin, 2008), antara lain:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan
oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai
kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis.
Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya,
yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi
di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi
dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
g) Kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu edema
progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah
maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara
anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen
sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen
(Salter, 2005)
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien
dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
11
a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal
union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan
koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
i. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada
pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen
12
h. Informed Consent
Peran perawat dalam pelaksanaan informed consent adalah
memberikan penjelasan terkait prosedur, resiko, dan kemungkinan
hasil yang didapatkan setelah dilakukan tindakan operasi. Perawat
harus memastikan klien memahami tindakan operasi yang akan
dilakukan sebelum menyetujui tindakan keperawatan.
i. Health Education
Pendidikan kesehatan yang perlu perawat berikan untuk klien
adalah sebagai berikut.
1. Teknik mengurangi kecemasan dan mengurangi nyeri setelah
operasi
Teknik yang dapat diajarkan pada klien adalah relaksasi
nafas dalam, guide imagery, teknik distraksi, dan terapi musik.
Klien dianjurkan untuk melakukan nafas dalam untuk
mengurangi kecemasan yang dialami klien sebelum operasi.
Teknik relaksasi nafas dalam juga berguna untuk mengurangi
nyeri post operasi yang dialami klien. Teknik ini dilakukan
dengan cara menarik nafas dari hidung kemudian ditahan
selama 2-3 detik lalu hembuskan melalui mulut, dapat juga
dilakukan latihan batuk efektif untuk membantu klien dalam
mengatasi efek anastesi yang mungkin dialami klien setelah
operasi.
2. Persiapan operasi
Sebelum operasi klien diminta untuk berpuasa 6-8 jam
sebelum operasi. Klien juga diminta untuk tidak makan
makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung
seperti permen dan permen karet 6-8 jam sebelum operasi.
Meminta klien untuk menghentikan merokok. Membersihkan
bagian tubuh yang akan dilakukan operasi, membantu klien
memakai baju operasi, menjaga keselamatan klien saat
tranportasi ke ruang OK dengan memasang side rail, memasang
kateter jika diperlukan, dan menjelaskan kepada keluarga klien
15
b. Intra-operatif
Pada pasien fraktur trochanter femur pembedahan yang dilakukan
yaitu bedah fiksasi. bedah fiksasi adalah pembedahan untuk
memasangkan pelat gamma(khusus untuk tulang) dan sekrup untuk
menyatukan kembali tulang yang patah pada posisi semula, atau paling
tidak, pada posisi paling memungkinkan, dan dengan bantuan obat-
obatan, sehingga pada akhirnya tulang yang patah tersebut akan bersatu
kembali setelah jangka waktu tertentu, antara 3 sampai 12 bulan menurut
data statistik. Berikut adalah foto hasil bedah fiksasi pada fraktur
trochanter.
b) Latihan jalan
Pada hari kedua pasca operasi pasien sudah bisa berdiri walaupun kaki
yang bersangkutan masih belum boleh menanggung berat badan. 3
hari setelah pembedahan, pasien sudah bisa berlatih berjalan dengan
kruk/walker. Semakin cepat pasien bangkit dari ranjang dan aktif
kembali, semakin cepat pemulihan dan semakin kecil resiko
komplikasi karena terbaring di ranjang.
Pasien berdiri di tepi bed, terapis memberikan stabilitas pada
lengan atas dan punggung pasien diberikan edukasi bahwa telapak
kaki kanan harus digantung apabila latihan jalan kedua tangan pasien
menumpu pada walker dan dimulai dari walker maju lalu kaki sehat
maju (kaki kiri ) diikuti kaki yang sakit kaki kanan. Latihan transfer
dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke
aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang
penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan
dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap
dimulai dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan
sampai full weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan
yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through
dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun
four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri
walaupun masih menggunakan alat bantu. Hal yang perlu dilakukan
sebelum melakukan mobilisasi berjalan yaitu :
18
a. Kaji kekuatan otot dan respon nyeri klien klien dan respon nyeri
dengan mengangkat paha klien.
c) Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan
tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang
berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke
proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang,
maka rasa nyeri juga dapat berkurang.
d) Range Of Motion (ROM)
ROM merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). ROM dibagi menjadi dua yaitu
20
TAHAP KERJA:
(a) (b)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
22
(a) (b)
(a) (b)
23
(a) (b)
e) Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot
kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut.
Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini
digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).
f) Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat
kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini
yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan
dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai
dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full
weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang
digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan
dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four
point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri
walaupun masih menggunakan alat bantu.
25
3. Clinical Pathways
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Terbuka Tertutup
Keluhan nyeri, keterbatasan melakukan pergerakan, penurunan kemampuan otot, perubahan status psikologis, pemenuhan informasi dalam pengobatan, pembedahan
MK: Hambatan Mobilitas MK: Ansietas MK: Kerusakan MK: Defisit MK: Harga Diri
Fisik Intergritas jaringan Perawatan Diri Rendah
26
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap
pasien dengan fraktur femur yaitu :
1) Identitas pasien
a) Nama : Nama pasien
b) Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah
mengalami osteoporotik, penderita muda ditemukan riwayat
mengalami kecelakaan, fraktur batang femur pada anak terjadi
karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah
c) Suku : Suku pasien
d) Pekerjaan : Pekerjaan pasien
e) Alamat : Alamat pasien
2) Primary survei
a. Respon : klien mampu berespon secera verbal dan membuka mata
ketika dipanggil.
b. Airway
Jalan napas pada saluran napas klien paten
c. Breathing
Kaji frekuensi pernapasan pasien ada peningkatan akibat nyeri, kaji ada
tidaknya penggunaan otot bantu pernapasan
d. Ciculation
Klien mengalami sianosis akibat fraktur, takikardi
e. Disability
Kaji kesadaran pasien compos mentis atau mengalami penurunan
kesadaran akibat pendarahan, terdapat jejas, terdapat pendarahan, pada
area fraktur lebam, kaji kekuatan otot
f. Exposure
Integritas dan kulit elastis, kulit tampak kering, terdapat luka terbuka
(fraktur), terjadi peningkatan suhu
27
3) Secondary Survey
Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan :
nyeri pada paha
2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen
1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur
b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple).
28
29
b. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan
2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan kekakuan
otot
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
e. Risiko Sindrom Disuse berhubungan dengan imobilisasi mekanis
30
31
c. Perencanaan keperawatan
1) Pre operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan spasme otot 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
dan kerusakan 3. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
sekunder pada Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui
menggunakan tehnik ketidaknyamanan perkembangan respon
nonfarmakologi untuk 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
mengurangi nyeri, mencari 4. Ajarkan tentang teknik non 3. Mengurangi peningkatan
bantuan) farmakologi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
berkurang dengan menggunakan 6. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
manajemen nyeri ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, tidak berhasil intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda 6. Pengobatan medis untuk
nyeri) mengurangi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
32
6. Melaporkan penurunan durasi dan 5. Temani pasien untuk mendukung 5. Kecemasan tidak
episode cemas keamanan dan penurunan rasa meningkat
7. Melaporkan tidak adanya takut 6. Pengalihan terhadap
manifestasi fisik dan kecemasan 6. Sediakan aktifitas untuk kecemasan yang dirasakan
8. Tidak adaa manifestasi perilaku menurunkan ketegangan pasien
kecemasan 7. Intruksikan kemampuan klien 7. Mengurangi kecemasan
untuk menggunakan teknik pasien
relaksasi
2) Intra operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Resiko syok NOC NIC
hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok :volume 1. Mengetahui perkembangan
berhubungan dengan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan pasien
perdarahan akibat 1. Kenali tanda dan gejala yang perdarahan yang konsisten 2. Resiko syok hipovolemik
pembedahan mengindikasikan risiko 2. Cegah kehilangan darah (ex : tidak terjadi
2. Cari validasi dari risiko yg melakukan penekanan pada 3. Memenuhi kebutuhan
dirasakan tempat terjadi perdarahan) cairan pasien
3. Pertahankan info terbaru tentang 3. Berikan cairan IV 4. Mengetahui perubahan
riwayat keluarga 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah komponen darah
4. Pertahankan info terbaru tentang kehilangan darah sesuai indikasi 5. Keseimbangan kebutuhan
riwayat pribadi 5. Berikan tambahan darah (ex : darah
5. Gunakan sumber informasi platelet, plasma) yang sesuai
tentang risiko potensial
35
3) Post operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri NOC NIC 1. Mengetahui karakteristik
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri nyeri secara menyeluruh
dengan proses 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara untuk menentukan
pembedahan 3. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, intervensi selanjutnya
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mengetahui
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi perkembangan respon
penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari nyeri
tehnik nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan 3. Mengurangi peningkatan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik non 4. Meniminalkan nyeri yang
dengan menggunakan manajemen farmakologi dirasakan
nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Kolaborasikan dengan dokter jika intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ada keluhan dan tindakan nyeri 6. Pengobatan medis untuk
4. Menyatakan rasa nyaman setelah tidak berhasil mengurangi nyeri
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan pada
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit and membran Manajemen tekanan luka
berhubungan mukus 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya
dengan trauma Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang luka yang baru
jaringan post 1. Integritas kulit yang baik bisa longgar 3. Terhindar dari infeksi
pembedahan dipertahankan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
36
2. Melaporkan adanya gangguan sensasi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 4. Mencegah terjadinya
atau nyeri pada daerah kulit yang bersih dan kering dekubitus
mengalami gangguan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi 5. Mengetahui perkembangan
3. Menunjukkan pemahaman dalam pasien) setiap dua jam sekali mobilisasi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah 5. Monitor kulit akan adanya 6. Mengetahui nutrisi yang
terjadinya sedera berulang kemerahan dikonsumsi pasien
4. Mampumelindungi kulit dan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi 7. Pasien tetap terjaga
mempertahankan kelembaban kulit pasien perawatan dirinya
dan perawatan alami 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3. Resiko tinggi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah infeksi
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi yang ditularkan oleh
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah pasien lain
dengan luka Kriteria Hasil : dipakai pasien lain 2. Memotong rantai infeksi
operasi 1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Gunakan sabun antimikrobia 3. Memotong rantai infeksi
infeksi untuk cuci tangan 4. Tenaga kesehatan dapat
2. Menunjukkan kemampuan untuk 3. Cuci tangan setiap sebelum dan mencegah infeksi
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan nosokomial
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Gunakan baju, sarung tangan 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sebagai alat pelindung terjadi
5. Pertahankan lingkungan aseptik 6. Diet makanan tinggi
selama pemasangan alat protein untuk
6. Tingktkan intake nutrisi mempercepat
7. Berikan terapi antibiotik bila penyembuhan luka
perlu 7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
37
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora Aksara
Pratama.