Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO) PADA KLIEN DI BURN UNIT


RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

Oleh:
Indra Kurniawan, S.Kep
NIM 132311101121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN: LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. Konsep Dasar Sistem Integumen


1. Anatomi Fisiologi Sistem Integuman
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 2 m2 dengan berat
kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Tortora & Derrickson, 2009). Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar raba, penyerap, indera
perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008).
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula kulit
bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang elastis dan longgar
terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat
di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara
garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel,
lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan
adanya sel dan jaringan lemak (Tortora & Derrickson, 2009).
a. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
1) Stratum korneum: lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa
lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2) Stratum lusidum: terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak
lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003).
3) Stratum granulosum: merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar
ini terdiri atas keratohialin.
4) Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal
yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-
jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan
bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum
terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung
banyak glikogen (Djuanda, 2003).
5) Stratum germinativum: terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini
terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan
protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan
lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell
yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan
inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda,
2003).
b. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare
yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang
serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
c. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan
(Djuanda, 2003). Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang
terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis
di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
d. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar
kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit.
Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak
dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih
besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan
berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan
bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan
terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada
beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan
emosional (Djuanda, 2003). Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik,
terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar.
Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada
pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air,
elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).
Kelenjar palit terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di
telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak
berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar.
Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat
pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi trigliserida, asam
lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone
androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi
lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku
yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas
dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang
paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar
dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung
membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal
disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut
hiponikium (Djuanda, 2003).
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang
berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan
rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut
terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di
kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan
janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di
dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase
anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per
hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut
terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen
6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003).
Gambar. 1 Anatomi Kulit

2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada
epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis
melalui membran epidermis.

3. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi
kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

4. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk
sintesis kolagen. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-
fase seperti dibawah ini:
a. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi
disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin
membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan
mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like
Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil,
makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase
inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit
Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator
inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF -1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF -1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis
kolagen.
b. Fase proliferasi atau fibroplasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol
perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi
c. Fase remodeling atau maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen,
kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun
. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal Tiga fase tersebut diatas berjalan
normal selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam.

5. Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu
dan menunjukan derajat luka:
a. Luka bersih: luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan
luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.
Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam Universitas
Universitas Sumatera Sumatera Utara keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi: luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi: luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor: luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan
luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat
pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Luka bakar/ combustio merupakan kerusakan kulit yang dapat disertai
dengan kerusakan jaringan dibawahny yang dapat terjadi karena kontak langsung
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, maupun arus listrik
(Grace & Borley, 2006). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu
yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar adalah rusaknya struktur
dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus dalam Potter & Perry,
2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
luka bakar adalah suatu kondisi kerusakan kulit (anatomis maupun fisiologis)
yang disebabkan akibat kontak dengan sumber suhu tinggi.

2. Epidemiologi
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan
310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari
20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka
bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap (Kumar et al, 2007). Secara global, 96.000 anak–anak
yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami kematian akibat luka bakar pada
tahun 2004.
Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian
terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur
Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan
tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008). Di Indonesia, prevalensi
luka bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).

3. Etiologi
Menurut Wong (2003), luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa sumber
diantaranya:
a. Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat, Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfekta
c. Listrik : Voltage tinggi, petir
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh

d. Radiasi : termasuk X-ray dan sinar UV


Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industry
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi.

4. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Moenadjat
(2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema,
tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat
kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti
dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam
perhitungan luas luka bakar.

Gambar 2. Luka Bakar Grade 1


2) Luka bakar derajat II (partial thickness burn): kerusakan meliputi seluruh
ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan
menjadi dua:
a) Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan
mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal-
epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini
merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis
terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat-
edematus dan eksudatif. Apendises kulit (integumen, adneksa kulit)
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu
antara 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai
hampir seluruh (2/3 bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Sering dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi
lebih lama tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu.

Gambar 3. Luka Bakar Grade 2


3) Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi
karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan
baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang
memiliki potensial epithelialisasi.

Gambar 4. Luka Bakar Grade 3


Kedalaman dan Bagian
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari (supersensitivitas) ketika ditekan waktu satu minggu
Terkena api dengan Rasa nyeri mereda minimal atau Pengelupasan kulit
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema,
tidak dijumpai
bullae

Gambar 5: Luka bakar derajat I


Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh; dasar Kesembuhan
(Partial Thickness) dan bagian Hiperestesia luka berbintik- dalam waktu dua
Tersiram air dermis Sensitif terhadap bintik merah; hingga tiga
mendidih udara yang dingin epidermis minggu
Terbakar oleh nyala retak; Pembentuka parut
api permukaan dan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema, mengubahnya
dijumpai bullae menjadi derajat
tiga

Gambar 6: Luka bakar derajat II


Derajat IIa Organ- Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan
(superficial) organ kulit derajat II luka bakar terjadi secara
seperti derajat II spontan dalam
folikel waktu 10-14 hari,
rambut, tanpa operasi
kelenjar penambalan kulit
keringat, (skin graft).
kelenjar
sebasea
masih utuh.

Gambar 7. Luka bakar derajat IIsuperficial

Derajat IIb (deep) Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan Penyembuhan


mengenai derajat II luka bakar terjadi lebih lama,
hampir derajat II tergantung biji
seluruh epitel yang tersisa.
bagian Biasanya
dermis. penyembuhan
Organ- terjadi dalam
organ kulit waktu lebih dari
sebagian satu bulan. Bahkan
besar masih perlu dengan
utuh. operasi
penambalan kulit
(skin graft).

Gambar 8. Luka bakar derajat IIdalam

Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi
Gambar 9: Luka bakar derajat III
Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah

c. Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat
dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat III<10% pada
kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar derajat II dan derajat III <15% pada
kelompok usia lain; luka bakar derajat 320% pada kelompok usia50th, luka
bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok usia, tanpa cedera
pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/ >50th; luka bakar derajat II
dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat III<10%
pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia50th, luka bakar derajat II dan
derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka
bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum

d. Berdasarkan tingkat keseriusan luka


American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
1) Luka bakar mayor
a) LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat
partial thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20%dengan derajat
partial thickness pada anak-anak.
b) LPTT ≥ 10% dengan derajat fullthickness tanpa disertai komplikasi
lain.
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
e) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
f) Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti
cedera pada jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-
masalah kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya.
2) Luka bakar moderat
a) LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
b) LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
c) LPTT ≤ 10% dengan derajat fullthicknesstanpa komplikasi lain.
3) Luka bakar minor
a) LPTT kurang dari 15% pada orang dewasaderajat partial thickness dan
LPTT kurang dari 10 %dengan derajat partial thickness pada anak-
anak.
b) LPTT dengan derajat fullthickness kurang dari 2% pada segala usia,
tidak mengenai wajah, tangan, dan perenium (Smeltzer, 2001).

5. Patofisiologi/ Patologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011). Hipovolemia yang timbul
berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah
dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit
intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara
dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009).
Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan
iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah
penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh
sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH)
dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf
parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.
Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan
acute renal failure (Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain
saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia
mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu
(disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa
dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh
kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi
sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat,
2009). Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.
Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat
pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002)
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk
mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu
tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah
keadaan hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar
akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar
meskipun tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)
Catatan:
Perbedaan tekanan onkotik dan hidrostatik
a. Tekanan osmotik adalah tekanan untuk mencegah aliran osmotic cairan
b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau sistem koloid agar air tetap
berada dalam plasma darah di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik
adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding
pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar
tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni terutama fungsi albumin.
Albumin dihasilkan oleh hati apabila terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi
keadaan hipoalbumin

6. Manifestasi Klinis
a) Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
1) Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
2) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
3) Kulit memucat bila ditekan.
4) Edema minimal.
5) Tidak ada blister/bula
6) Kulit hangat/kering.
7) Sangat nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
8) Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
9) Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:


1) Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
2) Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
3) Luka tampak merah sampai pink.
4) Luka tampak basah dan mengkilat
5) Terbentuk blister/bula
6) Edema
7) Sangat nyeri
8) Sensitif terhadap udara dingin
9) Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya14
-21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21-28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c) Full thickness (derajat III)
1) Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
2) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
3) Tanpa ada blister/bula
4) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
5) Edema
6) Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
7) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
8) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif
9) Memerlukan skin graft karena lapisan yang rusak tidak dapat sembuh
secara spontan

7. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013):
a) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.
b) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka
bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada
ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).
c) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada
luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan
menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi,
pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi
ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu,
pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca
trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sel darah merah (RBC) : Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan
oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (AGD): Terjadi asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
d. Karboksihemoglobin (COHbg): Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat
meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
e. Serum elektrolit: umumnya menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
1) Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal
2) Hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai
3) Magnesium mungkin mengalami penurunan
4) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari
tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
f. Sodium urine: Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
g. Alkaline pospatase: Meningkat akibat berpindahnya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.
h. Glukosa serum: Meningkat sebagai refleksi glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen sebagai respon terhadap stres.
i. BUN/Creatinin: Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi
renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
k. Urin: Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna
urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
l. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi
m. ECG: Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka
bakarkarena elektrik.
n. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness tampak
putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-ujung saraf).
Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak disertai lepuh serta
nyeri, bergantung pada kedalamannya.
o. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati memperlihatkan
nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat mengalami peradangan
disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
1) Clothing/ singkirkan pakaian: singkirkan semua pakaian yang panas atau
terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka
dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
2) Cooling/ dinginkan luka bakar: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar
dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia
(penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua).
Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres
dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh
darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat
derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan
luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama
15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka
singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

3) Cleaning/ pembersihan luka bakar: Pembersihan dilakukan dengan zat


anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang
sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi
berkurang.

4) Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka


yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2
bulan

5) Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan


derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak,
oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko infeksi.

6) Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa:


a) Paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg
b) Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
c) Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu:
1) Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap.
2) Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairanmerupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak danmekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ
tubuh.Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.
Cara penghitungan resusitasi cairan pada pasien dewasa:
a) Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x
kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b) Rumus Evans
(1) Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
(2) Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka
bakar
(3) Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga
yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
c) Rumus Brooke Army
(1) Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
(2) Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
(3) Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan
tubuh dihitungberdasarkan 50% luas permukaan tubuh
d) Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml xBB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Cara penghitungan resusitasi cairan pada anak

e) Larutan Salin Hipertonik


Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup
untuk mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar.
Kadar natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
b. Tatalaksana Luka Bakar Minor
1) Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
2) Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
3) Pemeriksaan status tetanus pasien
4) Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan.
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan
mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika
gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi
pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang
besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
a) Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi
yang menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan
atau penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.
b) Luka bakar sebagian (partial thicknes): dilakukan pembersihan luka
dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-
steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1%
lalu dengan salin. Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup
dengan kasa yang tidak menempel lalu dibalut atau di plester. Luka
bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang
tidak lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin.
5) Follow upbila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka
rujukan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang
berlebihan (scar hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3
minggu luka bakar belum juga menyembuh.

c. Tatalaksana Luka bakar mayor


1) Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-
tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-si secepat
mungkin. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu Hemoglobin,
hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah, kadar COHb dan kadar
sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).
Pemindahan ke Unit Luka Bakar:
a) Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada
segala kelompok usia
b) Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh
pada pasien < 10 tahun atau > 50 tahun
c) Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh
pada segala kelompok usia yang lain.
d) Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki,
genetalia, perineum, serta persendian yang besar.
e) Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir
f) Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik
yang serius
g) Cedera inhalasi dengan luka bakar
h) Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada
i) Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat
memperumit penanganan
j) Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi
risiko yang terbesar.
Etiologi : Thermal, Kimiawi, Radiasi, Listrik

10. Clinical Pathway Perpindahan panas dari sumber ke tubuh

LUKA BAKAR

Daerah kepala, Kejadian di ruang Kerusakan lapisan kulit


wajah, dan leher tertutup

Peningkatan
Risiko kerusakan Keracunan Hemolisis evaporasi Subkutaneos Barrier kulit Metabolisme Spasme otot,
mukosa saluran nafas karbonmonoksida SDM akibat rusak rusak meningkat iritasi pembuluh
efek panas (LB>40 %) darah dan saraf
Denatutasi
protein &
Oedema mukosa dan Ikatan CO kuat Adanya SDM hilangnya Penurunan Kerusakan Katabolisme Sirkulasi
hilangnya kerja silia dengan HB terperangkap kolagen deposit integritas protein, lemak transmitter nyeri
dlm kapiler yg jaringan lemak
membengkak Korteks serebri
Tek.Onkotik turun Port de Entry
Obstruksi O2 tidak dapat masuk Tek. Hidrostatik kuman
trakeobronkial ke sel naik Ketidakefektifan Nyeri Akut
PK Anemia termoregulasi
Meningkatnya Risiko Infeksi Penurunan Metab.
Ketidakefektifan permeabilitas Hipotermia
Hipoksia sel Ketidakefekt BB Anaerob
bersihanjalan nafas kapiler
ifan perfusi
jar. perifer
Ketidakseimbangan Nutrisi Asam laktat
Ekstravasasi cairan (air, Edema
kurang dari Keb. Tubuh meningkat
elektrolit, protein)

Syok hipovolemi Hemokonsentrasi Hipovolemi Penurunan Hambatan


kekuatan dan Mobilitas
ketahanan otot Fisik
Kekurangan
Gangguan perfusi Gangguan Sirkulasi Makro
Volume Cairan Defisit Perawatan Diri
jaringan perifer dan Sel ADL dibantu
Respon sistemik

Kardiovaskular Pulmonar Renal Gastrointestinal

Penurunan COP Peningkatan frekuensi Penurunan sirkulasi Penurunan sirkulasi


napas renal GIT
Penurunan TD Hipoksia parenkim Iskemia mukosa GIT
Hiperventilasi ginjal

Pelepasan Disrupsi mukosa


katekolamin Peningkatan frekuensi Iskemia ginjal
napas
Kerapuhan dinding pembuluh
Peningkatan Stimulasi ADH dan kapiler
resistensi perifer & Asidosis metabolik kelenjar anak ginjal
HR produksi kortisol dan
glukagon Perdarahan GIT

Risiko penurunan
COP Hipofisis melepaskan
ACTH

Stres metabolisme

Acute renal failure


C. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori
1. Assessment/ pengkajian terkait penyakit berserta pemeriksaan penunjang
a. Identitas: kaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-
lain
b. Pengkajian Spesifik
Inspeksi
a) Mukosa bibir kering
b) Tanda-tanda inflamasi
c) Luas luka bakar: untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan
salah satu metode yang ada. Berikut adalah beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan luas luka bakar:
a) Rule of nine: cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem ini mengguanakan presentase kelipatan sembilan
terhadap luas permukaan tubuh.
(1) Kepala dan leher : 9%
(2) Dada depan dan belakang : 18%
(3) Abdomen depan dan belakang : 18%
(4) Tangan kanan dan kiri : 18%
(5) Paha kanan dan kiri : 18%
(6) Kaki kanan dan kiri : 18%
(7) Genital : 1%

Gambar 10. Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule Of Nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak
tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-
anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
b) Diagram Lund dan Browder: metode ini lebih tepat dalam
memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan
bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya
kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Penentuan
luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH 5 5 5,5 6 7
KA
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

c) Metode Telapak Tangan: pada banyak pasien dengan luka bakar yang
menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar
adalah metode telapak tangan (palm methode). Lebar telapak tangan
pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
d) Kedalaman luka bakar: kedalaman luka bakar dapat dikelompokan
menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV,
dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka
e) Lokasi/area luka: luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu
memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat
menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah
wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring. Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka
bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
f) Ada tidaknya cedera inhalasi: letak luka bakar juga dapat menyadarkan staf
pada kemungkinan cedera inhalasi. Perawat harus mengkaji temuan-temuan
berikut ini sebagai tanda kecurigaan terhadap cedera inhalasi:
a) Bulu hidung hangus terbakar
b) Luka bakar pada oral atau membran mukosa faring
c) Luka bakar pada area perioral atau leher
d) Batuk serak atau perubahan suara
e) Riwayat pernah terbakar pada area yang terkurung
Palpasi:
1) Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
2) Suhu pada luka
Auskultasi:
1) Auskultasi bunyi nafas pada paru
2) Auskultasi bising usus
c. Pemeriksaan fisik per sistem
1) Pernafasan (B1/ Breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak, batuk/ mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosisindikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada, jalan nafas stridor/mengiobstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laryngeal. Jika bunyi napas (gemericik oedema
paru, stridor oedema laryngeal, ronkhi sekret jalan nafas dalam ).
2) Kardiovaskuler (B2/ Blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3) Persyarafan ( B3/ Brain)
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
4) Perkemihan (B4/ Bladder)
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi)
5) Pencernaan (B5/ Bowel)
Klien biasanya mual, muntah, anorexia, penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
6) Tulang, otot dan integumen (B6/ Bone)
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok. Adapaun penampilan luka berdasarkan
kemungkinan penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
a) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior; oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
b) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
c) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
d) Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah
leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal, peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas)
ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan
kulit
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada area luka bakarklien terlihat meringis
e. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
i. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan
mengambil peralatan mandi
j. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan
perineum secara mandiri
k. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
l. PK Syok hipovolemik
m. PK Anemia
n. PK Hiponatremia
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (Outcome/NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)


1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan Airway Management
bersihan jalan keperawatan selama …x24 jam, 1. Auskultasi suara napas, catat
nafas berhubungan diharapkan jalan napas pasien hasil penurunan daerah
dengan obtruksi efektif dengan kriteria hasil: ventilasi atau tidak adanya
trakeabronkial, a. Respiratory Status: Airway suara adventif
edema mukosa dan patency 2. Monitor pernapasan dan
hilangnya kerja b. Vital Signs status oksigen yang sesuai
silia, luka bakar c. Respiratory status: Ventilation 3. Posisikan pasien untuk
daerah leher, dengan criteria hasil: memaksimalkan potensial
kompresi jalan 1) Tidak tampak penggunaan ventilasi
nafas thorak dan otot bantu napas Respiratory Monitoring
dada atau 2) Menunjukkan jalan nafas 1. Monitor kecepatan, ritme,
keterbatasan yang paten (klien tidak kedalaman dan usaha pasien
pengembangan merasa tercekik, irama nafas saat bernapas
dada. reguler, frekuensi pernafasan 2. Catat pergerakan dada,
dalam rentang normal, tidak simetris atau tidak,
ada suara nafas abnormal) menggunakan otot bantu
3) Frekuensi napas normal (16 – pernapasan atau tidak
20 x/ menit) 3. Monitor pola napas:
4) Tidak ada sianosis dan bradypnea, tachypnea,
dyspnea hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi cheyne-
stokes.
Oxygen Therapy
1. Bersihkan area mulut,
hidung, jika diperlukan
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Monitor jumlah aliran
oksigen
4. Monitor efektivitas terapi
oksigen

2 Kekurangan Setelah diberikan asuhan Fluid/Electrolyte Management


volume cairan keperawatan selama ... x … jam 1. Monitor keabnormalitas
berhubungan diharapkan volume cairan tingkat elektrolit serum
dengan kehilangan seimbang dengan outcome: 2. Monitor hasil pemeriksaan
cairan melalui rute a. Fluid Balance laboratorium yang terkait
abnormal, b. Burn recovery perubahan cairan atau
peningkatan c. Hydration tingkat elektrolit
kebutuhan: status d. Elektrolit balance 3. Berikan cairan yang adekuat
hypermetabolik, dengan criteria hasil: 4. Berikan intake oral
ketidakcukupan 1) Tekanan darah dalam batas 5. Monitor status hemodinamik
pemasukan, normal (sistolic 100-130 dan klien
kehilangan diastolic 70-90) 6. Kaji membran mukosa klien
perdarahan 2) HR dalam batas normal (60- untuk mengindikasikan
100 x/menit) adanya perubahan
3) Granulasi Jaringan baik keseimbangan cairan dan
4) Persen dari luas luka bakar elektrolit
berkurang 7. Monitor kehilangan cairan
5) Suhu tubuh stabil
6) Urin output 0,5-1 cc/kgBB
7) Mukosa membran lembab
8) RR dalam batas normal (16 –
20 x/menit)
9) Hematokrit dalam batas
normal
10) BUN dan Kreatinin dalam
batas normal
11) Elektrolit Serum dalam batas
normal
12) Albumin serum dalam batas
normal

3 Kerusakan Setelah diberikan asuhan Wound Care


integritas kulit keperawatan selama ... x ...jam 1. Lakukan monitor terhadap
berhubungan diharapkan integritas kulit klien karakteristik luka, termasuk
dengan suhu mengalami peningkatan dengan drainase, warna, ukuran,
ekstrem (air panas) kriteria hasil : dan aroma.
ditandai dengan a. Wound Healing : Secondary 2. Bersihkan luka dengan
kerusakan pada Intention normal saline secara tepat
lapisan kulit, 1) Ukuran lesi pada kulit 3. Lakukan wound dressing
gangguan pada klien berkurang. sesuai tipe luka
permukaan kulit 2) Inflamasi pada luka 4. Pertahankan teknik steril
berkurang. selama melakukan
3) Granulasi dalam jaringan perawatan luka, secara
subkutan klien tepat
meningkat. 5. Lakukan penggantian
4) Eritema kulit sekitarnya dressing secara tepat
berkurang 6. Jelaskan pada klien dan
5) Tidak ada blister pada keluarga tentang tanda dan
daerah luka bakar gejala infeksi
b. Tissue Integrity : Skin & Skin Care : Topical Treatments
Mucous Membranes 1. Beri antibiotic topikal pada
1) Suhu kulit normal area yang terkena
2) Jaringan parut tidak ada 2. Beri antiinflamasi topical
3) Integritas kulit normal pada area yang terkena
4) Lesi kulit tidak ada 3. Memeriksa kulit setiap hari
5) Eritema tidak ada untuk yang berisiko
mengalami kerusakan
4. Catat derajat kerusakan kulit
Skin surveillance
1. Periksa kulit dan membrane
mukosa terkait adanya
kemerahan, hangat, edema,
atau drainase
2. Pantau warna dan suhu kulit
3. Catat perubahan kondisi
kulit dan membrane mukosa

4 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Pain Management


berhubungan keperawatan selama …..x …. 1. Lakukan pengkajian
dengan agen cedera jam diharapkan nyeri klien komprehensif nyeri
fisik ditandai berkurang dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,
dengan klien Vital Sign karakteristik, onset/durasi,
mengatakan nyeri 1) Suhu tubuh klien dalam batas frekwensi, kwalitas,
pada area luka normal 36,5 0C- 37,5 0C intensitas atau derajat nyeri,
bakar klien terlihat (skala 5) dan faktor yang
meringis 2) Respiratory rate dalam batas menimbulkan.
normal 16-20 x/menit (skala 2. Observasi reaksi non verbal
5) terhdapat nyeri
3) Denyut nadi radial dalam 3. Pastikan pasien mendapat
batas normal 60-100 x/menit perhatian mengenai
(skala 5) perawatan dengan analgesic
Pain Level 4. Gunakan strategi
1) Klien melaporkan adanya komunikasi terapeutik untuk
rasa nyeri yang ringan (skala menggai informasi terhadap
4) pengalaman nyeri dan cara
2) Klien tidak mengerang atau pasien merespon terjadinya
menangis terhadap rasa nyeri
sakitnya (skala 5) 5. Gali pengetahuan dan
3) Klien tidak menunjukkan rasa kepercayaan klien mengenai
sakit akibat nyerinya (skala 5) nyeri
Pain Control 6. Tanyakan pada klien kapan
1) Klien menyadari onset nyeri menjadi lebih buruk
terjadinya nyeri dengan baik dan apa yang dilakukan
(skala 5) untuk menguranginya
2) Klien dapat menjelaskan 7. Ajarkan prinsip dari
faktor penyebab timbulnya manajemen nyeri
nyeri dengan sering (skala 4) 8. Ajari pasien untuk
3) Klien sering menggunakan menggunakan medikasi
tindakan pencegahan ( skala nyeri yang adekuat
4) Analgesic Administration
4) Sering menggunakan 1. Ketahui lokasi, karakteristik,
pengobatan non farmakologis kualitas, dan derajat nyeri
untuk meredakan rasa sakit sebelum memberikan pasien
(skala 4) medikasi
5) Kadang-kadang 2. Lakukan pengecekan
menggunakan analgesic jika terhadap riwayat alergi
dianjurkan (skala 3) 3. Pilih analgesic yang sesuai
Discomfort Level atau kombinasikan analgesic
Nyeri dalam skala ringan (skala saat di resepkan anagesik
4) lebih dari
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
diberikan analgesic dengan
satu kali dosis atau tanda
yang tidak biasa dicatat
perawat
5. Evaluasi keefektian dari
analgesic

DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
Mosby: Elsevier.

Burninjury. 2013. Burn complications. [Serial Online]. Diakses tanggal 11


November 2016 melalui http://burninjuryguide.com/burn-
recovery/burncomplications/.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Moenadjat Y. 2009. Luka Bakar Masalah Dan Tata Laksana. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

oorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. [online]. Diakes tanggal 11 November 2016 melalui
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html.

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai