Oleh:
Indra Kurniawan, S.Kep
NIM 132311101121
2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada
epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis
melalui membran epidermis.
3. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi
kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
4. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk
sintesis kolagen. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-
fase seperti dibawah ini:
a. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi
disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin
membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan
mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like
Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil,
makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase
inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit
Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator
inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF -1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF -1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis
kolagen.
b. Fase proliferasi atau fibroplasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol
perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi
c. Fase remodeling atau maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen,
kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun
. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal Tiga fase tersebut diatas berjalan
normal selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam.
5. Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu
dan menunjukan derajat luka:
a. Luka bersih: luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan
luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.
Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam Universitas
Universitas Sumatera Sumatera Utara keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi: luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi: luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor: luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan
luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat
pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Luka bakar/ combustio merupakan kerusakan kulit yang dapat disertai
dengan kerusakan jaringan dibawahny yang dapat terjadi karena kontak langsung
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, maupun arus listrik
(Grace & Borley, 2006). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu
yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar adalah rusaknya struktur
dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus dalam Potter & Perry,
2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
luka bakar adalah suatu kondisi kerusakan kulit (anatomis maupun fisiologis)
yang disebabkan akibat kontak dengan sumber suhu tinggi.
2. Epidemiologi
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan
310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari
20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka
bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap (Kumar et al, 2007). Secara global, 96.000 anak–anak
yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami kematian akibat luka bakar pada
tahun 2004.
Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian
terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur
Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan
tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008). Di Indonesia, prevalensi
luka bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).
3. Etiologi
Menurut Wong (2003), luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa sumber
diantaranya:
a. Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat, Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfekta
c. Listrik : Voltage tinggi, petir
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Moenadjat
(2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema,
tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat
kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti
dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam
perhitungan luas luka bakar.
Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi
Gambar 9: Luka bakar derajat III
Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah
c. Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat
dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat III<10% pada
kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar derajat II dan derajat III <15% pada
kelompok usia lain; luka bakar derajat 320% pada kelompok usia50th, luka
bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok usia, tanpa cedera
pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/ >50th; luka bakar derajat II
dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat III<10%
pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia50th, luka bakar derajat II dan
derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka
bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum
5. Patofisiologi/ Patologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011). Hipovolemia yang timbul
berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah
dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit
intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara
dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009).
Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan
iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah
penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh
sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH)
dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf
parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.
Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan
acute renal failure (Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain
saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia
mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu
(disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa
dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh
kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi
sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat,
2009). Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.
Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat
pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002)
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk
mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu
tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah
keadaan hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar
akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar
meskipun tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)
Catatan:
Perbedaan tekanan onkotik dan hidrostatik
a. Tekanan osmotik adalah tekanan untuk mencegah aliran osmotic cairan
b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau sistem koloid agar air tetap
berada dalam plasma darah di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik
adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding
pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar
tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni terutama fungsi albumin.
Albumin dihasilkan oleh hati apabila terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi
keadaan hipoalbumin
6. Manifestasi Klinis
a) Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
1) Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
2) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
3) Kulit memucat bila ditekan.
4) Edema minimal.
5) Tidak ada blister/bula
6) Kulit hangat/kering.
7) Sangat nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
8) Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
9) Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
7. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013):
a) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.
b) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka
bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada
ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).
c) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada
luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan
menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi,
pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi
ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu,
pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca
trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sel darah merah (RBC) : Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan
oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (AGD): Terjadi asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
d. Karboksihemoglobin (COHbg): Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat
meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
e. Serum elektrolit: umumnya menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
1) Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal
2) Hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai
3) Magnesium mungkin mengalami penurunan
4) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari
tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
f. Sodium urine: Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
g. Alkaline pospatase: Meningkat akibat berpindahnya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.
h. Glukosa serum: Meningkat sebagai refleksi glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen sebagai respon terhadap stres.
i. BUN/Creatinin: Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi
renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
k. Urin: Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna
urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
l. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi
m. ECG: Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka
bakarkarena elektrik.
n. Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness tampak
putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-ujung saraf).
Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak disertai lepuh serta
nyeri, bergantung pada kedalamannya.
o. Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati memperlihatkan
nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat mengalami peradangan
disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
1) Clothing/ singkirkan pakaian: singkirkan semua pakaian yang panas atau
terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka
dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
2) Cooling/ dinginkan luka bakar: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar
dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia
(penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua).
Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres
dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh
darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat
derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan
luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama
15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka
singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
LUKA BAKAR
Peningkatan
Risiko kerusakan Keracunan Hemolisis evaporasi Subkutaneos Barrier kulit Metabolisme Spasme otot,
mukosa saluran nafas karbonmonoksida SDM akibat rusak rusak meningkat iritasi pembuluh
efek panas (LB>40 %) darah dan saraf
Denatutasi
protein &
Oedema mukosa dan Ikatan CO kuat Adanya SDM hilangnya Penurunan Kerusakan Katabolisme Sirkulasi
hilangnya kerja silia dengan HB terperangkap kolagen deposit integritas protein, lemak transmitter nyeri
dlm kapiler yg jaringan lemak
membengkak Korteks serebri
Tek.Onkotik turun Port de Entry
Obstruksi O2 tidak dapat masuk Tek. Hidrostatik kuman
trakeobronkial ke sel naik Ketidakefektifan Nyeri Akut
PK Anemia termoregulasi
Meningkatnya Risiko Infeksi Penurunan Metab.
Ketidakefektifan permeabilitas Hipotermia
Hipoksia sel Ketidakefekt BB Anaerob
bersihanjalan nafas kapiler
ifan perfusi
jar. perifer
Ketidakseimbangan Nutrisi Asam laktat
Ekstravasasi cairan (air, Edema
kurang dari Keb. Tubuh meningkat
elektrolit, protein)
Risiko penurunan
COP Hipofisis melepaskan
ACTH
Stres metabolisme
Gambar 10. Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule Of Nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak
tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-
anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
b) Diagram Lund dan Browder: metode ini lebih tepat dalam
memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar. Menyatakan
bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya
kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Penentuan
luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & PERUT 13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS KA. 4 4 4 4 4
LENGAN ATAS KI. 4 4 4 4 4
LENGAN BAWAH KA 3 3 3 3 3
LENGAN BAWAH KI. 3 3 3 3 3
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI BAWAH 5 5 5,5 6 7
KA
TUNGKAI BAWAH KI 5 5 5,5 6 7
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
c) Metode Telapak Tangan: pada banyak pasien dengan luka bakar yang
menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar
adalah metode telapak tangan (palm methode). Lebar telapak tangan
pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
d) Kedalaman luka bakar: kedalaman luka bakar dapat dikelompokan
menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV,
dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka
e) Lokasi/area luka: luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu
memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat
menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah
wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring. Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka
bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
f) Ada tidaknya cedera inhalasi: letak luka bakar juga dapat menyadarkan staf
pada kemungkinan cedera inhalasi. Perawat harus mengkaji temuan-temuan
berikut ini sebagai tanda kecurigaan terhadap cedera inhalasi:
a) Bulu hidung hangus terbakar
b) Luka bakar pada oral atau membran mukosa faring
c) Luka bakar pada area perioral atau leher
d) Batuk serak atau perubahan suara
e) Riwayat pernah terbakar pada area yang terkurung
Palpasi:
1) Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
2) Suhu pada luka
Auskultasi:
1) Auskultasi bunyi nafas pada paru
2) Auskultasi bising usus
c. Pemeriksaan fisik per sistem
1) Pernafasan (B1/ Breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak, batuk/ mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosisindikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada, jalan nafas stridor/mengiobstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laryngeal. Jika bunyi napas (gemericik oedema
paru, stridor oedema laryngeal, ronkhi sekret jalan nafas dalam ).
2) Kardiovaskuler (B2/ Blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3) Persyarafan ( B3/ Brain)
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
4) Perkemihan (B4/ Bladder)
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi)
5) Pencernaan (B5/ Bowel)
Klien biasanya mual, muntah, anorexia, penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
6) Tulang, otot dan integumen (B6/ Bone)
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok. Adapaun penampilan luka berdasarkan
kemungkinan penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
a) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior; oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
b) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
c) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
d) Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
Mosby: Elsevier.
Moenadjat Y. 2009. Luka Bakar Masalah Dan Tata Laksana. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Rosfanty. 2009. Luka Bakar. [online]. Diakes tanggal 11 November 2016 melalui
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html.
Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC