Anda di halaman 1dari 130

MOTIVASI BERPRESTASI PERWIRA PERTAMA

Studi Pengaruh antara Pengembangan Karir dan Persepsi

tentang Kepemimpinan Atasan dengan Motivasi Berprestasi

Perwira Pertama Komando Lintas Laut Militer

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

Tesis diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Administrasi Publik

Disusun Oleh :

PRASETYO TRIYUDANTO

NIM: 014305369

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS TERBUKA

JAKARTA, 2007

UNIVERSITAS TERBUKA

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

PERNYATAAN

Tesis yang berjudu! MOTTVASI BERPRESTASI PERWlRA PERTAMA (Studi


Pengaruh antara Pengembangan Karir dan Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan
dengan Motivasi Berprestasi Perwira Pertama Komando Lintas Laut Mi~iter Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut) adalah hasi! karya saya sendiri, dan seluruh
sumber yang d[kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Jakarta, Pebruari 2007

PRASETYO TRIYUDANTO, ST.


NIM: : 014305369
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

JUDULTESIS MOTIVASI BERPRESTASI PERWlRA PERTAMA


(Studi Pengaruh antara Pengembangan Karir dan
Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan dengan
Motivasi Berprestasi Perwira Pertama Komando Lintas
Laut Militer TNI AL)
PENYUSUN TESIS Prasetyo Triyudanto, ST
NIM 014305369
PROGRAM STUDI : Magister Administrasi Publik

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Hasan Walinono Prof. Dr. H. Udin S. Winataputra, MA


NIP. 130162839 NIP. 130367151

Mengetahui,

NIP. 130367151

UNIVERSITAS TERBUKA

PROGRAM PASCASARJ'ANA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

PENGESAHAN
NAMA Prasetyo Triyudanto, ST.
NIM 014305369
PROGRAM STUDT Magister Administrasi Publik
JUDUL TESIS MOTlVAST BERPRESTASI PERWIRA PERTAMA
(Studi Pengaruh antara Pengembangan Karir dan Persepsi
tentang Kepemimpinan Atasan dengan Motivasi Berprestasi
Perwira Pertama Komando Lintas Laut Militer TNI AL)

TeIah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Tesis Program Magister


Administrasi PubHk Universitas Terbuka pada :
Hari/TanggaI Kamis, 15 Pebruari 2007
Waktu 07.00 - 09.00 WID
Dan telah dinyatakan LULUS

Ketua Komisi Penguji : Panitia P.ngnji T.S1.S.. ~~: .


Susanti, M.S~

,~~If
Penguji Ahli :

Dr. H.M. Aries D.jaenuri, MA

Pembimbing I
1. Prof. Dr. Hasan Walinono ..."'." .

Pembimbing II
2. Prof. Dr. H. Udin S. Winataputra, MA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tiada terhingga disampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan
penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Magister di Program Pascasarjana Universitas Terbuka.
Dalam menjalani perkuliahan di PPs UT dan penulisan tesis ini, penulis
mendapatkan bimbingan, dorongan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu
penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besamya dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Hasan Walinono dan Prof. Dr. H. Udin S. Winataputra, MA selaku
pembimbing yang meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk
membimbing penulis.

2. Para Dosen dan Staf yang telah memberikan wawasan, dorongan dan bimbingan
yang amat berharga kepada penulis selama mengikuti pendidikan di UT.

3. Kepala Dinas Pendidikan TNI AL dan Kepala Dinas Administrasi dan Personel
TNl AL yang telah memberi ijin belajar, fasilitas dan kemudahan kepada penulis
untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister di UT.

4. Panglima Kolinlamil yang telah memberi Uin untuk melakukan penelitian untuk
menyelesaikan pendidikan Program Magister di UT.

5. Para Perwira Pertama Kolinlamil yang telah bersedia menjadi responden serta
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk mengisi instrumen dalam
rangka uji coba dan penelitian di lapangan.

6. Kawan sejawat yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam memberikan
bantuan moral maupun material selama proses penelitian dan penulisan Tesis .
Akhimya secara khusus penulis penyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada Istri tercinta Lusi Herawati, S .sos dan mutiara hatiku Reza dan Riza yang
scnantiasa memberikan doa dan motivasi kcpada penulis.
Segala kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini mohon dimaklumi. Saran
dan perbaikan akan diterima dengan senang hati. Akhimya, semoga Alilah SWT
membalas segala kebaikan bagi kita semua. Amiin.

Jakarta, Januari 2007

PRASETYO TRIYUDANTO, ST

ii
DAFTARISI

Hal

KATA PENGANTAR .

DAFTAR lSI................................................................................................... III

DAFTAR TABEL................................................ VI

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii

DAFTAR LAMPlRAN................................................................. V III

ABSTRAK x

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .

B. Identifikasi Masalah. 4

C. Pembatasan Masalah . 5

D. Perumusan Masalah.................... 5

E. Manfaat Penelitian 6

BAB II KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7

A. Kerangka Teori... 7

I. Motivasi iBerprestasi 7

2. Pengembangan Karir 22

3. Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan . 35

B. Kerangka Berpikir . 47

I. Pengaruh Antara Pengembangan Karir dengan Motivasi


Berprestasi . 47

iii
2. Pengaruh Antara Persepsi tentang Kepemimpinan
Atasan dengan Motivasi Berprestasi . 50

3. Pengaruh Antara Pengembangan Karir dan Persepsi


tentang Kepemimpinan Atasan secara bersama-sama
dengan Motivasi Berprestasi .. , .. 52

C. Hipotesis Penelitian . 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........... 56

A. Tujuan Penelitian................................ 56

B. Tempat dan Waktu Penelitian................................................. 56

C. Metode Penelitian.................................................................... 56

D. Populasi dan Sampling 57

E. Instrumen Penelitian 58

1. Motivasi Berprestasi 58

a. Definisi Konseptual 58

b. Definisi Operasional 58

c. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 58

d. Kalibrasi 59

1) Validitas 59

2) Reliabilitas 60

2. Pengembangan Karir 60

a. Definisi Konseptual 60

b. Definisi Operasional 61

c. Kisi-kisl Instrumen Penelitian 61

d. Kalibrasi 62

1) Validitas 62

2) Reliabilitas 63

3. Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan 64

a. Definisi Konseptual 64

iv
b. Definisi Operasional . 64

c. Kisi-kisi Instrumen Penelitian - . 64

d. Kalibrasi 65

1) Validitas 65

2) Reliabilitas 66

F. Teknik Analisis Data 67

G. Hipotesis Statistik 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 69

A. Deskripsi Data 69

1. Motivasi Berprestasi 69

2. Pengembangan Karir 71

3. Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan 73

B. Uji Persyaratan Analisis 75

I. Uji Nonnalitas 75

2. Uji Homogenitas 76

C. Uji Hipotesis 77

D. Pembahasan 85

E. Keterbatasan Penelitian 97

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................... 98

A Kesimpulan...... 98

B. Rekomendasi. .. .. . .. ... .. ... .. .. .. ... .. ... .. .. .. .. .. ... .. .. .. .. 99

DAFTAR PUSTAKA................................................................... 102

LAMPIRAN-LAMPIRAN 105

RIWAYATHIDUPPENULIS...................................................... 159

v
DAFTAR TABEL

Hal

1. Kisi-Kisi Instrumen Motivasi Berprestasi 60

2. Kisi-Kisi Instrumen Pengembangan Karir 63

..,
.J. Kisi-Kisi lnstrumen Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan . 66

4. Distribusi Frekuensi Data Motivasi Berprestasi . 70

5. Distribusi Frekuensi Data Pengembangan Karir .. 72

6. Distribusi Frekuensi Data Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan


74

7. Hasil Uji Normalitas Data 76

8. HasiJ Uji Homogenitas Varians Kelompok Skor Y Ditinjau dari Skor


Xi .. 77

9. Hasil ANAVA Uji Signifikansi dan Linearitas Regresi


¥ = 93,95 + O,30X] . 78

10. Hasil Uji Signifikansi Korelasi antara XI dengan Y 80

11. Hasil ANAVA Uji Signifikansi dan Linearitas Regresi


Y = 88,14 + 0,23X2 . 81

12. Hasil Perhitungan Signifikansi Korelasi antara X 2 dengan Y . 83

13. Hasil ANAVA untuk Uji Signifikansi Regresi Jarnak Persamaan


¥= 77,92+0,18X 1 +0,17 X 3 .. 84

14. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Jarnak . 85

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Konstelasi Penelitian 57

2. Histogram Skor Motivasi Berprestasi 71

3. Histogram Skor Pengembangan Kanr 73

4. Histogram Skor Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan 75

5. Grafik Hubungan Antara Pengembangan Karir dengan Motivasi

Berprestasi .. 79

6. Grafik Hubungan Antara Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan

dengan Motivasi Berprestasi .. 82

vii

DAFT AR LAMPIRAN

hal

l. Angket Motivasi Berprestasi 105

2. Angkct Pengembangan Karir 108

3. Angket Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan .. 11 1

4. Laporan Hasil Uji Coba Tnstrumen Penelitian . 1[4

5. Perhitungan Validitas Uji Coba Tnstrumen Penelitian 119

6. Data Pencl!itian . 125

7. Rekapitulasi Data PenelitIian . 130

8. Hasil Perhitungan Data Deskriptif 132

9. Rumus Perhitungan Mean, Modus, Median, dan Simpangan Baku 133

10. Perhitungan Distribusi Frekuensi Data 135

II. Uji Normalitas Galat Baku Taksiran Y - Xl .. 136

12. Uji N ormalitas Galat Baku Taksiran Y - X 1 . 138

13. Uji Homogenitas Varians Pasangan antara X j - Y 140


]4. Uji Homogenitas Varians Pasangan antara X 1 - Y 141

15. Hasill Perhitungan Regresi Dan Korelasi Y Atas Xl 142

16. Hasil Perhitungan R~gresi Dan Korelasi Y Atas X2 143


17. Hasil Perhitungan Regresi Dan Korelasi Jamak 144

18. Uji Linearitas dan Keberartian Persamaan Regresi Data Xl - Y ....... 145
19. Uji Hipotesis Pertama 147

20. Uji Linearitas Dan Keberartian Persamaan Regresi Data Xl. - Y 148

21. Uji Hipotesis Kedua . 150

viii
22. Uji Keberartian Regresi Jarnak . 151

23. Uji Hipotesis Ketiga . 152

24. T::1hel Distrihllsi Pe~lf.';;on Product Moment . 151

25 Tahel Distrihusi Li 1iefors._ "_ . 154

26. T8.he1 Distribusi - t - - - - . 155

27. Tabel Distrihusi ­ f.. .. 156

28. Tabel Chi Kwadrat , - .. 158

ix
ABSTRAK

Penetitian ini ber:juduJ "Motivasi Berprestasi Perwira Pertama (Studi

Pengaruh antara Pengembangan karir dan Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan

dengan Motivasi Berprestasi Perwira Pertama Komando Lintas Laut Militer TN1

Angkatan Laut)" didasarkan pengembangan kanr yang dilakukan belum efektif dan

fungsi kepemimpinan be1um ber:ialan secara optimal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh

antara pengembangan karir dan persepsi ten tang kepemimpinan atasan dengan

motivasi berprestasi perwira pertama. Variabel bebas adalah pengembangan karir

(Xl) dan persepsi tentang kepemimpinan atasan (X2). Variabel terikat adalah motivasi

berprestasi (Y). Penelitian dilakukan di Kolinlami! Jakarta pada bulan Nopember

2006. Metode penelitian yang dipakaF adalah survey yang bersifat korelasional

dengan alat pengumpul data angket. Sampel populasi beIjumlah 40 orang Perwira

Pertama berpangkat Letnan Satu.

Teknik anal isis data yang digunakan ada1ah analisis korelasi sederhana, UJ!

signifikansi dan anal isis regresi ganda. Secar-a umum penelitian menyimpu1kan

bahwa pengembangan karir dan persepsi tentang kepemimpinan atasan ada1ah

berpengaruh positif dan signifikan dengan motovasi berprestasi Perwira Pertama.

x
ABSTRACT

The research that is entitled "The First Officer's Achievement Motivation

(The Influence between career development and leadership perception with The First

Officer's achievement motivation at Kolinlamil Jakarta. The research is based on the

career development and function of leadersh ips are not optimal yet.

The objective of this research is to know whether there IS an influence

between career development and leaderships perception with The First Officer's

achievement motivation. Independent variables are career development (XI) and

leaderships perception (X 2}. While dependent variable is the first officer's

achievement motivation (Y). The reseach was conducted in Kolinlamil Jakarta of

Nopember 2006. The reseach method that used in this research is the correlationship

survey and data collected using questionnaire. Population sample are number of 40

first officer's with rank Leutenant.

The data analysis techniques used are simple correlation, significant test and

multiple regression analysis. In general the research shows that is a positive influence

between career development and leaderships perception with The First Officer's

ach ievement motivation.


BABI

PENDAHULUAN

A. Latar BeJakang Masalab

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri lebih 13.000 pulau besar

dan keci!. Pulau-pulau tersebar daJam wilayah teritorial yang begitu Juas. Setiap

puJau tersebut dan juga Jaut yang ada di sekitarnya memiliki potensi kekayaan

alam yang berguna bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Di sisi

Jain, setiap wiJayah Indonesia harus terjaga dari ancaman, gangguan, hambatan

dan tantangan baik yang berasal dari dalam dan luar negeri. DaJam konteks ini,

Angkatan Laut menjadi salah satu bagian dari Tentara Nasional Indonesia,

bertugas menjaga dan mempertahankan wilayah perairan Indonesia

Perjalanan sejarah dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI

AL) sejak periode berdirinya Republik Indonesia, telah memberikan sumbangan

yang besar dalam upaya mempertahankan negara dari berbagai ancaman dan

gangguan yang ada. Sampai saat ini dan di waktu-waktu mendatang, peran TNI

AL makin penting karena gangguan dan ancaman terhadap Indonesia baik dari

dalam maupun luar negeri masih terns muncul.

Namun demikian, kondisi TNI AL ditinjau dari aspek anggaran masih

sangat terbatas. Jumlah alokasi anggaran yang disediakan kurang sebanding

dengan tugas TNI AL yang melakukan penjagaan di wilayah teritorial yang

begitu luas. Di samping itu keterbatasan anggaran juga menyebabkan upaya TNT
2

AL untuk mengembangkan persenjataan serta kebutuhan sarana tugas seperti

kapa} yang c:anggih dan berkecepatan tinggi tidak dapat terakomodasi. Hal ini

menyebabkan TNT AL belum dapat melakukan tugas penjagaan secara optimal.

Munculnya kaslls seperti kasus Ambalat, penyelundupan BBM, serta

penangkapan ikan oleh kapal asing di perairan Tndonesia mempakan dampak dari

kond isi yang terbatas itu. Namun demikian keterbatasan semacam itu akan dapat

diminimalisir apabila, anggota TNT AL memiliki dedikasi, loyalitas, pengabclian

serta motivasi berprestasi yang tinggi.

Motivasi berprestasi seorang anggota TNl AL tercermin pada tujuan dan

pengabdiannya demi tercapainya visi dan misi TNT AL. Selanjutnya anggota yang

memiliki motivasi berprestasi yang tinggi sangat menyukai pekerjaan yang

menantang keah 1ian dan kemampuartnya untuk memecahkan masalah. Seorang

anggota yang memiliki motivasi betprestasi tinggi tidak percaya begitu saja pada

nasib baik, tetapi ia lebih yakin bahwa untuk meraih sesuatu hams diperoleh

melalui usaha yang optimal. Anggota semacam itu menyukai tugas yang sulit

namun realistis, memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya. Oi sisi lain,

apabila seorang anggota memerlukan bantuan dan orang lain, maka ia akan

memilih orang atas dasar kompetensinya, bukan karena ikatan kekerabatan , setia

kawan dan sebagainya.

Profil anggota semacam itu Juga diperlukan di Jingkungan Komando

Lintas Laut Militer (Kolinlamil). KolinJamil merupakan salah satu unit organisasi

TNT AL yang bertugas melaksanakan angkutan laut untuk pergeseran pasukan


--- --- .. - _. . . - -. ~- - - -. - - .... ' - - - ... -_ ... -.­

lengkap dengan dukminlognya dan dukungan logistik TNI serta membantu

penyelenggaraan Angkutan Laut Nasional terutama ke tempat-tempat terpencil.

Tugas-tugas lain dari Kolinlamil adalah:

I. Menyiapkan unsur dalam jajaran yang berpedoman pada daur 50%

operasi/latihan dan 50% pemeliharaan/perbaikan dari seluruh kekuatan yang

ada.

2. Melaksanakan upaya peningkatan potensi nasional aspek maritim dalam

rangka mengembangkan potensi angkutan laut nasional menjadi kekuatan

angkutan laut militer.

3. Melaksanakan pembinaan kemampuan pelaporan deteksi dini terhadap

pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di laut.

4. Menyiapkan KRI tipe LST ("!Landing Ship Tank) Amerika untuk repowering

dalam rangka memperpanjang usia pakai alat utama.

5. Melaksanakan dukungan KRI bagi terlaksananya operasi Surya Bhaskara Jaya

serta dukungan bagi kegiatan kemanusiaan (bencana alam, pemulangan TKI

dan lain sebagainya).

6. Melaksanakan upaya peningkatal1 kondisi iman dan taqwa, mental, disiplin,

profesionalisme, semangat pengabdian dan jiwa kejuangan prajurit.

Uraian tugas dan Kolinlamil sebagai tersebut di atas, tampak bukan hal

yang mudah untuk dilaksanakan, mengingat betbagai keterbatasan sarana dan

prasarana kerja serta jumlah anggota yang ada. Pencapaian tugas-tugas

Kolinlamil tersebut, akan berlangsung secara efektif dan efektif apahila seluruh
4

anggotanya memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Dari hasil pengamatan dan

pengalaman penulis di lingkungan Kolinlamil, proses pengembangan karir yang

dilakukan belum efektif dan fungsi kepemimpinan belum berjalan secara optimal.

Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai kondisi motivasi berprestasi para Perwira Pertama berpangkat Letnan

Satu di lingkungan Kolinlarnil dan keterkaitannya dengan pengembangan karir

dan persepsi tentang kepemimpinan atasan. Alasan pemilihan Perwira Pertama

sebagai kelompok sasaran penelitian ini karena mereka adalah pemimpin pada

tingkat bawah dalam struktur organisasi TNI AL. Sesuai dengan Buku Petunjuk

Penggunaan Prajurit TNI Nomor SkepIl88/V/2005, tanggal 13 Mei 2,005

menyatakan bahwa Perwira Pertama berada pada periode pengembangan dasar.

Dalam periode ini seorang Perwira ditempatkan dalam jabatan yang

memungkinkan menguasai taktik, tekn ik senjata dan alat peralatan dari

cabangnya, serta mempraktekkan kepemimpinan dan teknik memegang komando.

Diharapkan dari periode ini berkembang sifat-sifat kepemimpinan, sikap mental

dan kesadaran akan tanggungjawab yang merupakan dasar menentukan karier

selanjutnya.

B. Identifikasi Masalah

Terdapat berbagai variabe I yang terkait dengan motivasi berprestasi.

Variabel-variabel tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi tingkat motivasi berprestasi seseorang. Oleh karena itu perlu


diidentifikasi beberapa variabel yang memiliki kaitan dengan motivasi

berprestasi, antara lain: (l) apakah terdapat pengaruh antara pengembangan karir

dengan motivasi berprestasi? (2) apakah terdapat pengaruh antara persepsi

tentang kepemimpinan atasan dengan motivasi berprestasi? (3) apakah terdapat

pengaruh antara pengembangan karir, dan persepsi tentang kepemimpinan atasan

secara bersama-sama dengan motivasi berprestasi?

C. Pernhatasan Masalah

Oleh karena cukup banyak variabel yang mempengaruhi motivasi

berprestasi, maka dalam penelitian ini perlu ada pembatasan masalah. Penelitian

ini dibtltasi pada: (1) motivasi berprestasi sebagai variabel terikat, (2)

pengembangan karir, dan (3) persepsi tentang kepemimpinan atasan yang

keduanya sebagai variabel bebas.

b. Perllrnusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, empat masalah dalam

penelitian ini dapat d irumuskan. Pert~m1!, apakah terdapat pengaruh antara

pengembangan karir dengan motivasi berprestasi? .Kedua, apakah terdapat

pengaruh antara persepsi tentang kepemimpinan atasan dengan motivasi

berprestasi? Ketiga, apakah terdapat pengaruh antara pengembangan karir, dan

persepsi tentang kepemimpinan atasan secara bersama-sama dengan motivasi

bcrprestasi?
F.. Manf~Hlt PendithHI

Pelj:flma, untuk para perwira pertama Kolinlamil sebagai bahan infonnasi

untuk meningkatkan motivasi berprestasi dan pengembangan karirnya.

Kedu:;J" untuk Pimpinan Kolinlamil sebagai bahan informasi tentang

tingkat motivasi berprestasi para perwira pertama dan upaya-upaya untuk

meningkatkannya, serta pengembangan kepemimpinan.

Ketiga, untuk institusi Program Pascasarjana Administrasi Publik

Universitas Terbuka sebagai bahan informasi dan sumbangan akademis dalam

menambah khasanah keilmuan dalam melakukan pene!itian selaniutnya.


BABII

KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerallgka Teori

1. Hakikat Motivasi Berprestasi

Manusia merupakan makhluk individu yang memiliki karakteristik

unik, sehingga terdapat perbedaan antara manusia satu dengan manusia

lainnya. Oi samping itu, pada diri manusia ada sesuatu yang mendorong untuk

melakukan tindakan. Sesuatu itu berdasarkan konsepnya dapat berupa

kebutuhan (need",) atau motif (motive) saja yang disebut motivas,i. Selanjutnya

perbedaan yang ada pada manusia tersebut tidak hanya terdapa pada

kemampuan melakukan sesuatu (ability to do), tetapi juga pada kemauan

untuk melakukan sesuatu (will to do). Oalam pandangan Hersey clan

Blanchard (1993 :20) kemauan atau dorongan untuk melakukan sesuatu itulah

disebut dengan motivasi.

Oitinjau dan segi istilah, menurut Hasibuan (1999 :92) motivasi

berasal dari bahasa latin, yaitu "movere (to move) yang berarti dorongan atau

daya penggerak. Menurut Wagner dan Hollenbeck, (1995:170) motivasi

adalah faktor yang memprakarsai secara langsung dan berkeianjutan perilaku

manusia dari waktu ke waktu.

Baron dan Greenberg (1990:75) mengemukakan bahwa motivasi

merupakan seperangkat proses dimana dapat membangkitkan, mengarahkan,

---.--- .-- - ... ---- . .. --- -- . ----- ._­ ------ .- ... _------ --------­

dan memelihara atau menjaga perilaku seseorang menuJu suatu tujuan.

Pencapaian tujuan yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sesuatu yang

ingin dicapai dan berada di lllar individu tersebut. Pencapaian tujuan

merupakan sasaran akhir yang mampu mengarahkan motivasi. Dengan

demikian motivasi merupakan dorongan dari dalam did seseorang untuk

mencapai suatu tujuan.

Gibson et al. (1985:95) mengemukakan bahwa motivasi merupakan

konsep yang menguraikan kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang

memulai dan mengarahkan perilaku. Sedangkan Pintrich dan Schunk

(1996:4), mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang mengarahkan

suatu aktivitas secara terus menerus menuju tercapai tujuan. Dengan demikian

tampak bahwa motivasi merupakan faktor yang melatarbelakangi perilaku

manusia.

Motivasi juga merupakan keadaan psikologis yang perwujudannya

tampak pada tingkah laku individu. Individu akan melakukan sesuatu

pekerjaan dengan gigih jika ia mempunyai motivasi yang cukup kuat.

Sebaliknya individu mungkin akan meninggalkan tugas atau kurang bergairah

terhadap pekerjaannya kalau ia tidak mempunyai mot,ivasi untuk bertindak.

OJeh karena itu untuk menyelesaikan suatu peker:jaan, individu di samping

memerlukan kecakapan pribadi, juga memerlukan motivasi, agar pekerjaan itu

dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.


9

Dalam kaitan motivasi dengan hasil kerja dapat diketahui bahwa

motivasi adalah proses yang mempengaruhi atau memberikan masukan

kepada seseorang untuk melakukan suatu keinginan yang ingin dicapai.

Menurut Mondy, Holmes, dan Flippo (1980:263) daJam suatu organisasi,

individu akan termotivasi jika pekerjaannya dilakukan secara efisien dan

efektif.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah salah satu

faktor yang dominan bagi individu dalam melakukan suatu pekerjaan. Banyak

pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik oleh individu yang

bermotivasi kuat walaupun kecakapannya sedang-sedang saja. Sebaliknya

individu yang memiliki kecakapan tinggi tetapi tidak mempunyai motivasi

yang memadai, mungkin tak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Makin tinggi motivasi individu untuk melakukan suatu peketjaan, makin

tinggi pu la kemungkinannya dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Konsep lain yang berkaitan dengan motivasi yang dikemukakan oleh

Hersey dan BJanchard (1993 :20) adalah konsep "needs" atau kebutuban, dan

"incentive" atau rangsangan. lstilah motif dan "need' dapat digunakan secara

bergantian (interchangeably). Kebutuhan lebih menunjukkan pada

kekurangan yang dimiliki individu pada waktu tectentu. Kekurangan menu rut

Gibson, lvancevich, dan Donelly JT. (I985:95) itu dapat bersifat fisiologis

(kebutuhan akan makanan), psikologis (kebutuhan akan harga diri), atau

bersifat sosiologis (kebutuhan akan interaksi sosial).


10

Motivasi cenderung berkurang kekuatannya apabila kebutuhan sudah

dipenuhi atau jika kebutuhan itu tak dapat dipenuhi (blocked). Jika kebutuhan

mengenai sesuatu te1ah terpenuhi, maka akan berkurang keinginan individu

untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan ia lebih cenderung untuk memenuhi

kebutuhan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya. Uraian di atas

menunjukkan bahwa motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan.

Ind ividu mempunyai kebutuhan yang diusahakan untuk dipenuhi atau

dipuaskan. Salah seorang ahli yang mengkaitkan hubungan antara kebutuhan

dan rrlotivasi adalah Maslow yang terkenal dengan nama Maslow's

Hie rarchy-oI-Needs Theory. Teori hitatki kebutuhan dari Maslow

sebagaimana dikutip (1991:107) terdiri dati lima tingkatan yaitu: kebutuhan

fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan

penghargaan atau prestise, dart kebutuhan aktualisasi diri. Hirarki kebutuhan

itu didasarkan pada anggapan bahwa ketika irtdividu telah mendapatkan

kepuasan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka kemudian bergeser ke

tingkat yang lebih tinggi lagi.

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang harus dipuaskan untuk

dapat tetap hidup, termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, udara untuk

bernapas dan sebagainya. Ketika kebutuhan fisiologis telah terpenuhi,

perhatian dapat dialihkan pada kebutuhan akan keselamatan. Keselamatan ini

termasuk merasa aman dari setiap ancaman fisik atau kehilangan serta merasa

terjamin.
-. ---.-- .. --. -_ .. ~- ... ----- ----- -~.- -- -- --p--- --- -------

11

Individu kemudian juga menyadari perlunya hubungan antar pribadi

dan kebutuhan untuk menjadi anggota suatu kelompok sosial. Kebutuhan

semacam itulah yang dapat disebut sebagai kebutuhan sosial. Kebutuhan akan

penghargaan antara lain tercennin dari rasa percaya diri dan harga diri serta

pengakuan orang lain. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, hal ini berarti

invidu memiliki peke~jaan yang diakui memiliki manfaat, menyediakan

sesuatu yang dapat dicapai, serta pengakuan umum dan kehormatan dari

masyarakat.

Sementara itu kebutuhan aktualisasi diri ditempatkan oleh Maslow

berada pada hirarki paling atas. Urutan kebutuhan yang 1cbih rendah adalah

kebutuhan yang dipuaskan secara ekstemal dan mencakup kebutuhan

fisiologis dan rasa aman. Urutan kebutuhan lebih tinggi adalah kebutuhan

yang dipuaskan secara internal yaitu kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan

aktualisasi diri.

Pembahasan rnengenai teori motivasi te1ah banyak dilakukan oleh para

ahli. Dari berbagai teori yang ada, Robbins (1991 :193) mengklasifikasikan

teori motivasi dalam dua ke1ompok. Pertama, kelompok teori dini yang

dikembangkan pada dasawarsa 1950-an yang terdiri dari: teori hirarki

kebutuhan, teori X dan teori Y, serta teori motivasi-higiene. Kedua, adalah

teori kontemporer yang dianggap mewakili keadaan belakangan ini dalam

menjelaskan motivasi. Terrnasuk dalam teori kontemporer adalah teori ERG,


teori kebutuhan, teori evaluasi kognitif, teori penentuan tuiuan, teori

penguatan, teori keadilan, dan teori harapan.

Selain klasifikasi yang dilakukan oleh Robbins, teori motivasi dapat

1uga diklasifikasikan oleh Gibson, Tvancevich, dan Donelly Jr. (1985:95)

dalam dua kelompok yaitu teod kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan

adalah teori-teori motivasi yang memusatkan perhatian pada faktor dari dalam

diri individu, yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung, dan

menghentikan perilakunya. Terdapat empat teori yang termasuk dalam

kelompok teori kepuasan yaitu: teori hirarki kebutuhan dari Abraham

Maslow, teori ERG dari Aldelfer, teori dua faktor dari Herzberg dan teori

kebutuhan dari McClelland. Sementara itu teori proses menguraikan dan

menganalisis bagaimana suatu perilaku digerakkan, diarahkan, dan

dihentikan. Terdapat empat teori utama dalam kelompok teori proses yaitu

teori penguatan (reinforcement), harapan (expectancy), keadilan (equity), dan

penetapan tujuan (f{oal settinf{).

Menurut Mondy dan Premeaux (1993 :305) Teori ERG dikembangkan

berdasarkan teori hirarki kebutuhan yang dirumuskan oleh Maslow, bertujuan

meluruskan teori tersebut sesuai dengan pene'litian empiris. Teori ERG

menyebutkan bahwa terdapat tiga kelompok kebutuhan inti yaitu: kebutuhan

eksistensi (existence), kebu-tuhan keterkaitan (relatedness), dan kebutuhan

pertumbuhan (growth).
13

Kelompok kebutuhan eksistensi berhubungan dengan penyediaan

kebutuhan-kebutuhan materi dasar untuk eksistensi, yang mencakup

kebutuhan fisik dan kebutuhan keamanan menllrut gagasan Maslow.

Kebutuhan keterkaitan adalah kebutuhan memelihara hubungan perorangan

yang penting, yang antara lain mencakup keinginan-keinginan sosial dan

status, kebutuhan interaksi dengan orang lain. Kebutuhan ini sejalan dengan

gagasan Maslow mengenai kebutuhan sosial dan penghargaan diri. Sementara

itu Kebutuhan pertumbuhan adalah keinginan intrinsik untuk pengembangan

individual, yang mencakup kebutuhan penghargaan diri dan aktualisasi diri

dari Maslow.

Hoy dan Miskel (1987:182) menyatakan bahwa teori dua faktor

mencenninkan bahwa kepuasan para peke~ja ditentukan oleh dua kelompok

faktor yaitu faktor maintenancelhYRiene dan faktor motivator. Faktor hYRiene

adalah faktor yang mencegah perasaan ketidakpuasan para peke~ja terhadap

pekerjaan dan berusaha untuk mencegah kemerosotan semangat kerja. Faktor

inilah yang akan membangun semangat ket:ia.

Tidak terdapatnya faktor hygiene pada individu, akan menyebabkan

ketidakpuasan, tetapi adanya faktor ini akan menyebabkan kuatnya motivasi.

Faktor hYRiene meliputi: gaji, kondisi kerja, keamanan, kebijaksanaan dan

administrasi, perilaku supervisor, dan hubungan antar pribadi . .Tika faktor­

faktor di atas tidak memadai, akan berakibat timbulnya rasa tidak puas

peke~ia. Penyempumaan faktor-faktor tersebut akan membantu mengurangi


~4

ketidakpuasan pekerja yang sekaligus akan mempengaruhi sikap mereka

terhadap pekerjaan.

Faktor motivator berhubungan langsung dengan isi pekerjaan yang

meliputi: pencapaian prestasL penghargaan atas prestasi. pekerjaan itu sendiri.

pertanggungjawaban, kemajuan, dan pertumbuhan. Motivator tidak akan

beroperasi sempuma tanpa kondisi yang sehat karena itu akan membantu

menghi]angkan rasa tidak puas. Kedua faktor tersebut satu sarna lainnya tidak

boleh dipisahkan. Lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi psikologis

dan akan meningkatkan semangat kerja bawahan. Sebaliknya keadaan

lingkungan kerja yang kurang baik dapat menimbulkan semangat kerja yang

menurun pada pekerja.

Donelly J L, Gibson. dan Ivancevich (1995 :317) menyatakan teori

harapan didasarkan keyakinan bahwa individu untuk mencapai sesuatu

tergantung pada akan dipengaruhi oleh perasaan mereka tentang gambaran

hasil tindakan mereka. Misalnya, peke~ja yang ingin naik pangkat akan

menunjukkan kinerja yang baik. kalau mereka menganggap kinerja yang

tinggi akan diakui dan dihargai dengan kenaikan pangkat. Teori harapan

mencerminkan kekuatan dari suatu kecenderungan bertindak menurut cara

tertentu tergantung pada kekuatan suatu harapan. Suatu tindakan itu akan

diikuti oleh hasil tertentu danl juga tergantung pada daya tarik hasil itu keoada

individu bersangkutan.
Dalam teori harapan ada tiga hubungan yaitu daya tarik. hubungan

kineria dengan imbalan. dan hubungan antara usaha dengan kineria. Model

sederhana dari teori haraoan ini mencakup usaha seseorang mengarah Dada

kinerja orang itu. Kincria individu mengarah pada imbalan organisasi.

lrobalan organisasi mengarah pada sasaran dari individu tersebut.

Donelly Jr.. Gibson. dan lvancevich (1995 :315) menyatakan bahwa

teori keadilan adalah teori yang mengemLlkakan bahwa individu-individu

akan membandingkan masukan-masukan dan keluaran-keluaran pekeriaan

mereka dengan orang lain. kemudian memberikan tanggapan untuk

meniadakan ketidakadilan. Jika individu merasa perlakuan organisasi

terhadapnya tidak sebaik oerlakuan organisasi terhadao orang lain yang

dianggap sebanding. kemungkinan besar individu itu akan kurang tcrdorong

untuk menyaj ikan kineria yang baik.

Menurut Stoner. Freeman. dan Gilbert Jr.. (1995 :460) teori pehetapan

tuiuan (Roaf-setting theory) adalah teori yang menyatakan bahwa individu

akan tennotivasi jika mereka berperilaku dalam cara yang menggerakkan

mereka ke sasarah tertentu yang jelas. yang mereka dan terdaoat harapan yang

cukup besar untuk dicapai. lntensitas bekeria ke arah suatu sasaran

merupakan suatu sumber utama dari motivasi. Tingkat keyakinan individu

menggambarkan kemampuannya dalam melaksanakan suatu tugas. Tingkat

keyakinan individu yang rendah terhadao kemampuannya akan memgurangi

usahanya. dan tingkat keyakinan yang tinggi akan meningkatkan usahanya


16

untuk menghadapi pekerjaan yang mengandung tantangan. Teari ini

mengandung penekanan bahwa sasaran-sasaran yang su lit dan spesifik

merupakan suatu kekuatan potensial dari motivasi. Hal ini dapat membimbing

ke arah kinerja yang lebih tinggi.

Selanjutnya dalam pembahasan berikut akan disajikan konsep

motivasi berprestasi. Prestasi dan motivasi adalah konsep yang terdapat

dimana-mana dalam literatur ilmu perilaku salah seorang ahli ilmu perilaku

yang membahas konsep motivasi berprestasi adalah David C. McClelland,

terkenal karena penelitiannya tentang tingkat kebutuhan untuk berprestasi

pada manusia

Ivancevich dan Matteson (1996: 165) menyebutkan bahwa McClelland

mengembangkan model motivasi yang didasari oleh tiga kebutuhan pokok

manusia yang memotivasi seseorang yaitu; (l) need for achievement, yaitu

kebutuhan untuk berprestasi, (2) need .lor affiliation, yaitu kebutuhan untuk

berafiliasi atau berinteraksi dengan orang lain, (3) need for power, yaitu

kebutuhan untuk berkuasa.

Motivasi berprestasi terrnasuk dalam kelompok teari psikologi

kognitif. Teori ini menjelaskan bagaimana orang berfikir tentang apa yang

akan terjadi pada dirinya dalam menghadapi kenyataan akibat tindakan yang

dilakukan. Teori motivasi berprestasi berorientasi pada mencari jawaban

tentang mengapa ada pebedaan cara orang mencapai prestasi. Selanjutnya

dijelaskan pula bahwa motivasi berprestasi menggambarkan adanya suatu


17

dorongan untuk berhasil melaksanakan tugas yang sulit dan sekaligus

mewujudkan hasil yang lebih baik dibanding hasil orang lain.

Good dan Brophy (1990:366-367) menyatakan bahwa beberapa OOli

psikologi memberikan alasan bOOwa setiap individu mempunyai dorongan

kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda. Menurut Beck (1990:291)

Motivasi berprestasi merupakan has rat untuk men gatas i ham batan,

menggunakan kekuatan dalam diri, dan berusaha keras mengerjakan sesuatu

yang sulit sebaik dan secepat mungkin. Menurut McClelland et aI., (1976:22)

teori motivasi berprestasi dan tingkOO laku juga merumuskan tentang

besarnya kekuatan dorongan yang ditimbulkan seseorang dalam

menyelesaikan tugas. Kecenderungan seseorang untuk mencapai tingkah laku

berprestasi merupakan hasil dari faktor-faktor pengorganisasian pengarahan

dan keteguhan.

Lebih lanjut McClelland (l976:~ 10) menyatakan bOOwa motivasi

berprestasi sebagai suatu usaha untuk mencapai sukses bertujuan untuk

berhasil dalam kompetisi dengan suatu keunggulan (standard of excelence).

Standar keunggulan ini dibagi atas tiga macam yaitu: (1) standar keunggulan

tugas, yaitu berupaya mengeIjakan tugas sesuai dengan kesempurnaan tugas;

(2) standar keunggulan diri, yaitu berupaya mencapai prestasi, melebihi

prestasi yang dicapai sebelumnya; dan (3) standar keunggulan orang lain,

yaitu berupaya mencapai prestasi melebihi orang lain.


18

Berdasarkan hasil penelitiannya, McClelland percaya bahwa

kebutuhan akan berprestasi (need for achievement) adalah suatu motif yang

berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan lainnya. Seseorang yang

memiliki keinginan untuk melakukan suatu prestasi yang lebih baik, di mana

dalam menentukan tujuan dan sasaran tidak terlalu rendah, dan tidak pula

terlalu tinggi. Tujuan yang ditetapkan cukup suI it, tapi diyakini bisa dicapai.

Aktifitas yang berorientasi tujuan dipengaruhi oleh hasil suatu pertentangan

antara dua kecenderungan yang berlawanan yaitu tendensi untuk menghindari

kegagalan (Avoid failure = n.Af).

Prestasi adalah jumlah sukses yang mungkin dicapai dalam suatu

keadaan dan dalam kurun waktu tertentu. Plfestasi hanya akan dicapai melalui

kerja keras dari orang yang memiliki kemampuan, dorongan, keinginan untuk

sukses dari usaha nyata. Davis and Newstrom (1993 :88) menyatakan

Seeorang akan memikirkan atau mencari suatu hal apabila ia merasa

membutuhkan hal tersebut dan perlu segera dipenuhi, motivasi di sini seolah­

olah hanya datang dari dalam diri, walaupun motivasi itu sendiri ada unsur

pengaruh dari luar dan dari dalam diri.

Dari pengertian dan konsep motivasi di atas dapat d iartikan bahwa

motivasi berprestasi berhubungan dengan tingkat pengorbanan seseorang

dalam mencapai tujuan (ekspektasi) yang diharapkan. Semakin tinggi

motivasi berprestasi seseorang, semakin besar ekspektasi yang mereka miliki,

dan semakin tinggi pengorbanan yang mereka berikan. Kemudian ditegaskan


19

lagi oleh McClelland, bahwa manUSla pada hakikatnya mempunym

kemampuan berprestasi di atas kemampuan orang lain. Dan seseorang

dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan

untuk melakukan suatu karya yang berprestasi Jebih baik.

Studi tentang kinerja ataupun produktivitas juga menunjukkan bahwa

motivasi berprestasi adalah pola motivasi yang sangat berpengaruh terhadap

peningkatan produktivitas dan perbaikan kine~ja. Motivasi berprestasi tumbuh

melalui proses persepsi yang diterima oleh seseorang. Di mana persepsi

terse but dipengaruhi oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan­

harapan. Selanjutnya apa yang diterima diberi makna oleh yang bersangkutan

menurut minat dan keinginannya serta mendorongnya mencari informasi­

intormasi yang akan dipergunakan untuk mengembangkan beberapa altematif

tindakan yang tepat.

Motivasi berprestasi tidak tumbuh dengan sendirinya, akan tetapi

tumbuh dan berkembang karena adanya lingkungan yang memungkinkan,

seperti kesempatan berinteraksi dengan orang lain dan kesempatan untuk

belajar. Seseorang bisa berkembang setelah belajar dari apa yang pemah

dialami atau diperbuat orang lain, apa yang dihasilkan orang lain, baik hasil

positif maupun kegagalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi

berprestasi merupakan motivasi sosial.

Motivasi berprestasi sebagai motivasi sosial berhubungan dengan

bidang pekerjaan atau kehidupan tertentu. Sehingga motivasi berprestasi bisa


20

tumbuh dan berkembang diberbagai bidang lapangan kerja seperti, organisasi

kemasyarakatan perusahaan, usaha sendiri, pendidikan dan lain-lain. Motivasi

berprestasi sangat berpengaruh dalam memupuk perkembangan jenjang karir

dan keberhasilan seseorang dalam pe!kerjaan yang digeluti. Hanya mereka

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang akan menunjukkan hasil yang

baik, karena mereka tidak puas akan pekerjaan yang hanya sekedar selesai

tetapi pekeJjaan harus menghasilkan sesllatu sesuai tujuan yang dirancang dan

lebih daripada itu hasil harus memiliki nilai lebih.

Motivasi berprestasi dapat juga dikatakan sebagai suatu proses yang

mendorong keinginan untuk mencapai sesuatu, karena ada kekuatan yang

mendorong yang timbul dari dalam maupun dari luar diri pribadi seseorang

yang berbentuk rangsangan-rangsangan yang positif maupun yang negatif

yang kemudian membentuk suatu rekasi dalam bentuk dorongan untuk

berbuat.

Dengan demikian jelaslah bahwa, motivasi berprestasi merupakan

penggerak utama yang bersumber dari dalam diri seseorang atau dad luar

dirinya yang mendorong untuk berbuat dan memperlihatkan tingkat

performansi atau kinerja dan produktivitas sesuai dengan standar yang

dipahami dan standar yang berlaku dalam pekerjaan tersebut.

Setiap orang memiliki motivasi berprestasi, tetapi kadamya berbeda­

beda. Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan lebih cepat

mencapai kemajuan dan hasiJnya lebih baik dibandingkan dengan mereka


21

yang bermotivasi rendah. Ada atau tidaknya motivasi berprestasi pada diri

seseorang, secara kualitatif juga tidak sarna intensitasnya.

McClelland dan teman-temannya telah bertahun-tahun mene1iti para

individu untuk menentukan betapa kuat kebutuhan terhadap berprestasi itu.

Penelitian ini tidak terlalu didasarkan pada pengamatan empiris terhadap

subyek sebagaimana tanggapan mereka terhadap beberapa tes yang

diproyeksikan yang umumnya dipakai oleh para psikolog dalam menilai sifat­

sifat kepribadian dan pada diagnosa klinis, yang tennashur H A Murray's

Thematic Apperception Test (TAT).

Menurut Kest dan Resenzweng (1990:411) kebutuhan akan JOrestasi

walaupun tidak dikemukakan secara tegas dalam hirarki kebutuhan Maslow,

namun mendasari kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri. Begitu pula

motivator Herzberg menekankan pengakuan akan prestasi itu penting bagi

kepuasan pribadi.

Berdasarkan urman di atas, yang dimaksud dengan motivasi

berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang yang

mengarah pada pencapaian hasil maksimal yang mencakup: (1) berusaha

untuk berprestasi, (2) menyukai tantangan, (3) bersedia menerima umpan

balik, (4) berupaya meningkatkan kemampuan diri, dan (5) bertanggung

jawab dalam beke~ja.


2. Pengembangan Karir

Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam usaha

organisasi mencapai keberhasilan. Menurut Siagian (1997:40) keberhasilan

organisasi mencapai tujuan dan sasaran serta kemampuan untuk menghadapi

tantangan internal dan eksternal, sangat ditentukan oleh efektivitas

pengelolaan sumber daya manusia. Oleh karena itu, sumber daya manusia

yang ada di organisasi hams digali kemampuan dan potensinya serta

dikembangkan urituk dlimanfaatkan sebaik-baiknya demi pencapaian tujuan

organisasi. Upaya pengembangan kemampuan karyawan antara lain tampak

ada perencanaah dan pengembangan karir para karyawan yang berada dalarn

organisasi.

Arti popular dari karir tercermin dalam gagasan bahwa individu selalu

bergentk dan meningkat dalarn pekedaan yang dilakukannya. Bergerak maju

bermakna adanya tuntutan penghasilan yang lebih besar, tanggung jawab

yang lebih besar dan pada gilirahnya memberikan prestise, status, gengsi, dan

kekuasaan yang lebih besar. Meskipun pengertian karir secara khusus

diasurnsikan sebagai suatu mobilitas ke alias, namun kini gagasan im telah

Iebih berkembartg. Konsep karir kemudian berkernbang tidak hanya terkait

dengan suatu hirarki dalam organisasi, tetapi juga peluang pindah ke unit

organisasi atau bidang peke~jaan baik dalam satu organ isasi atau pindah ke

organisasi yang lain.


Kajian tentang karir yang dialami karyawan di suatu organisasi, saat

ini merupakan kajian penting dalam manajemen sumber daya manusia. Suatu

ikarier dapat menggambarkan semua pekedaan (atau jabatan) yang dipunyai

(atau dipegang) individu selama kehidupan ker:ianya.

Menurut Werther dan Davis (1993 :375)karir adalah semua pekerriaan

yang dipegang seseorang selama kehidupan ker:janya. Stone (1982:119)

menyatakan bahwa karir adalah serangkaian jabatan atau pekeriaan yang

dipegang oleh individu se1ama jangka waktu tertentu. Dari kedua definisi di

atas tampak bahwa karir menuniukkan rangkaian atau urutan jabatan yang

dipegang oleh seseorang selama masa kehidupan di tempatnya beker:ja.

Menurut Soeprihanto (2000:65) karir adalah perkembangan diri

karyawan secara individual dalam jen;ang jabatan/kepangkatan yang dapat

dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan. Menurut

Flippo (1985:304) karir ada1ah suatu rangkaian kegiatan ker:ia yang

terpisahkan tetapi berkaitan, yang memberikan kesinambungan, ketentraman,

dan arti dalam hidup seseorang. Sedangkan pengertian karir menu rut

Simamora (1997:505) adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan

peker:iaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang

selama rentang hidupnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, tampak ada pengertian yang

saling melengkapi dan konsep karir yang dapat diklasifikasikan dalam tiga

pengertian umum, yaitu :


74

I. Karir merupakan suatu urutan promosi atau pemindahan yang bersifat

lateral (menyamping) keiabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung

jawab lebih tinggi dan memberikan kompensasi yang lebih baik.

2. Karir berperan sebagai penunjuk tentang pekerjaan yang dilakukan oleh

karyawan yang menggambarkan suatu kemajuan yang bersifat sistematik

dan jelas.

3. Karir menggambarkan sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian

posisi yang dipegangnya selama kehidupan kerja yang dijalani.

Istilah karir tidak lagi hanya menunjukkan perubahan pekeI:iaan dalam

gerak vertikal dalam suatu organisasi, tetapi maknanya makin meluas.

Meskipun sebagaian besar karyawan berusaha untuk mencapai kemajuan,

namun ada juga sebagian lagi yang menolak pekeljaan yang lebih berat

tanggung jawabnya serta cenderung untuk bertahan pada peker,jaan yang

mereka jalani saat ini. Dengan demikian organisasi tidak dapat

mengendalikan sepenuhnya karir karyawan secara sepihak, tetapi hams ada

komunikasi antara keduanya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

pimpinan organisasi bersama karyawan adalah menyusun suatu perencanaan

pengembangan karir bagi para karyawannya.

Terkait dengan karir, Mi!kovich dan Boudreau (1994:449-451)

menyebutkan adanya beberapa istilah yang perlu dipahami, yaitu:

perencanaan karir (career planning), jalur karir (career path), tingkatan karir

(career stages), dan pengembangan karir (career development). Perencanaan


7S

karir adalah stJatu proses melalui mana seoran,g karyawan memilih sasaran

karir dan ialur untuk menuiu sasaran tersebut. Perencanaan karir ini iuga

menuniukkan pelaksanaan salah satu fungsi -personalia yang berusaha

menyesuaikan rencana dan kebutuhan karir individu dengan kebutuhan

orgamsasl.

.Ialur karir adalah pola urutan pekeriaan yang membentuk karir

seseorang. .Ialm karir menggambarkan poJa-po la pekeriaan secara berurutan

yang membentuk karir karyawan. Tingkatan karir menginformasikan bagian

keria yang luas yang mencakup karir awal, karir pertengahan dan karir akhir.

Setiap tingkatan karir tersebut seringkali menuniukkan berbagai ienis masalah

dan pengembangan pribadi secar'a khas untuk mencapai karir tersebut.

Sementara pengembangan karir merupakan upaya-upaya pribadi seorang

karyawan untuk mencapai suatu rencana karier. Pengembangan karir ini

menuniukkan suatu upaya perbaikan pribadi yang dilakukan oleh individu

untuk mencapai rencana karir individunya. Sementara itu, dalam konteks

organisasi, pen gemban gan karir menuniukkan proses dan kegiatan

mempersiapkan seorang karyawan untuk menduduki iabatan-iabatan dalam

organisasi di masa yang akan datang.

Titik awal pengembangan karier dimulai dari did karyawan. Setiap

individu bertanggung jawab atas pengembangan atau kemaiuan kariemya.

Namun demikian, pengembangan karier seharusnya tidak hanya tergantung

pada usaha-usaha individual saja, karena hal itu tidak selalu sesuai dengan
26

kepentingan organisasi. Sebagai contoh, seorang karyawan mungkin minta

berhenti dan pindah ke perusahaan lain atau karyawan bisa tidak acuh

terhadap kesempatan-kesempatan karier mereka dan kebutuhan-kebutuhan

staffing orgamsasl. Untuk mengarahkan pengembangan kaFier agar

menguntungkan organisasi dan karyawan, departemen personalia senng

mengadakan program-program latihan dan pengembangan bagi para

karyawan. Di samping itu, departemen personalia perlu mengusahakan

dukungan manajemen, memberikan umpan balik kepada karyawan dan

membangun suatu lingkungan ke~ja yang ikohesif untuk meningkatkan

kemampuan dan keinginan karyawan dalam melaksanakan pengembangan

karier.

Suatu perencanaan pengembangan karir karyawan tidak selalu

menjamin keberhasilan keberhasilan karir. Hal tersebut disebabkan adanya

berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain: sikap pimpinan, pcngalaman

dan pendidikan karyawan yang bersangkutan, serta seringkali "nasib" juga

menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Namun demikian, perencanaan karier

diperlukan bagi para karyawan agar mereka selalu siap menggunakan

kesempatan karier yang ada. Orang-orang sukses biasanya mengembangkan

berbagai rencana karier dan kemudian berupaya untuk mencapai rencana­

rencana mereka. Pendek ikata, karier harus dikelola melalui suatu perencanaan

yang cermat. Bila tidak, para karyawan akan sering tidak siap memanfaatkan

berbagai kesempatan karier, dan departemen personalia akan menghadapi


27

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan penyusunan personalia (staffing)

~nternal organisasi.

Proses perencanaan ini memungkinkan para karyawan untuk

mengidentifikasikan sasaran-sasaran karier dan jalur-jalur menuju ke sasaran­

sasaran tersebut. Kemudian melalui kegiatan-kegiatan atau pengembangan

para karyawan mencan cara-cara untuk meningkatkan dirinya dan

mengembangkan sasaran-sasaran karier mereka. Perencanaan karier perlu

ditangani karena rencana-rencana sumber daya manusia menunjukkan

berbagai kebutuhan pemenuhan staf organ isasi di waktu yang akan datang dan

berkaitan dengan kesempatan-kesempatan latihan atau pengembangan.

Oi atas, telah diungkapkan bahwa karir dapat direncanakan oleh

individu atau organisasi membuatkannya. Individu, manajer, dan organisasi

memiliki peranan dalam pengembangan karir individu, meskipun individu

yang bersangkutan yang hams memikul tanggung jawab untuk karirnya

senditi. Dalam otganisasi, <1tasan memainkan peranan seperti memberikan

umpan balik yang obyektif dan tepat waktu, rrtemberikan penugasan yang

mengarah pada pengembangan kemampuan karyawan, lalu mendukung serta

berpartisipasi dalam pembahasan karir.

Upaya menentukan jalur karir bagi suatu organisasi bukanlah hal yang

mudah. Salah satu persoalan yang seringkali muncul adalah, apakah seorang

karyawan akan memperoleh jenjang karir pada pekerjaan yang sejalur,

ataukah memungkinkan pada dirinya untuk bisa menduduki jabatan pada jenis
28

peket:iaan yang lain? Misalnya seorang karyawan yang beket:ia di bidang

pemasaran, apakah ia akan terus berada padajalur karir yang berada di bawah

departemen pemasaran ataukah memungkinkan untuk bisa beket:ia pada

bidang yang lain, misafnya di departemen sumber daya manusia (pcrsonalia).

Hal tersebut menjadi penting karena, organisasi hams menentukan banyaknya

kesempatan promosi yang diberikan kepada karyawan atau apakah pengisian

lowongan jahatan yang ada dimungkinkan untuk diisi oleh orang luar melalui

proses se leksi ekstemal.

Kebanyakan pimpinan organisasi lebih menyukai penyusunan jabatan

secara formal untuk memberikan jenjang karir yang cukup panjang dan teratur

bagi karyawannya. Hal tersebut dilakukan karena ada implikasi terhadap

proses pcngembangan karyawan yang dilakukan dan tindakan pemotivasian

yang dilakukan. Oi samping itu, ada organisasi yang sangat menyandarkan

kebijakan promosi dari dalam sehingga peluang karyawan organisasi untuk

meningkatkan karimya makin jelas.

Menurut Dessler (1997:385-386) karir individu beIjalan melalui

berbagai tahap, yaitu: tahap pertumbuhan (growth stage), tahap penjelajahan

(exploration stage), tahap penetapan (establishment stage), tahap

pemeliharaan (maintenance stage), dan tahap kemerosotan (decline stage).

Setiap tahapan tersebut disesuaikan dengan perkembangan manusla secara

uSia dan setiap tahap yang dimasuki akan memberikan pengaruh pada

pengetahuan individu mengenal pilihan dan berbagai persyaratan dan


29

implikasinya. Secara singkat, masing-masing tahapan karir tersebut diuraikan

pada sajian di bawah ini.

Tahap Pertumbuhan. Tahap pertumbuhan berlangsung kurang lebih

dari saat lahir hingga seseorang berusia 14 tahun. Masa ini merupakan periode

di mana individu mengembangkan suatu citra pribadi dengan

mengidentifikasikan dirinya dan berinteraksi dengan orang lain seperti

keluarga, kawan, dan anggota . Pada awal periode ini, pelmainan peranan

adalah penting dan anak-anak mempraktekkan peranan yang berbeda-beda.

Hal ini membantu mereka untuk membentuk impresi (kesan) ten tang

bagaimana reaksi orang lain terhadap perilaku yang berbeda-beda dan

memberi kontribusi pada upaya mereka mengembangkan citra pribadi atau

identitas tersendiri. Pada saat mulai berakhirnya periode ini, si remaja (yang

sekarang telah mengembangkan beberapa konsep awal tentang minat dan

kemampuannya), mulai berpikir reaNstik tentang altematifkeahlian.

Tahap Eksplorasi. Tahap eksplorasi berlangsung pada saat individu

berusia antara 15 hingga 24 tahun. Oi masa itu, individu berusaha menggali

berbagai altematif keahlian secara serius dengan upaya membanding­

bandingkan altematif tersebut dengan hal-hal yang telah dipelajarinya tentang

alternatif tersebut/dan tentang minat kemampuannya sendiri di sekolah,

aktivitas waktu senggang, dan hobi. Biasanya, pada saat-saat awal periode int

terbentuk beberapa pilihan keahlian tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian

disempumakan pada saat individu tersebut mempeJajari Iebih banyak tentang


30

pilihan itu dan tentang dirinya sendiri. Pada saat tahap eksplorasi berakhir,

individu mulai menetapkan kemungkinan pilihan yang sesuai dan orang yang

bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal. Barangkali tugas yang paling

penting yang dimiliki seseorang dalam tahap ini dan tahap seianjutnya adalah

mengembangkan pemahaman yang realistik tentang kemampuan dan

bakatnya. Demikian juga halnya, invididu harus menemukan dan

mengembangkan ni]ai-l1ilai, motif, dan ambisinya serta mengambil keputusan

yang baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai

alternatifkeahlian .

Tahap Pemantapan. Tahap pemantapan berlangsung pada saat

individu berusia antara 25 hingga 40 tahun. Tahap inil merupakan inti

kehidupan kerja setiap individu pada umumnya. Adakalanya dalam periode

ini (diharapkan sekali, pada saat-saat awal) diperoleh keahlian yang sesuai

dan individu yang bersangkutan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang

membantunya urttuk memperoleh tempat yang tetap. Seringkali (dan terutama

dalam ptofesi) individu terikat pada suatu pilihan keahlian lebih awal. Tetapi,

dalam hampir seluruh kasus tahap ini merupakan periode di mana individu

secara terus menerus menguji kemampuan dan ambisinya dengan pilihan

semula.

Tahap pemantapan terdiri dari tiga subtahap. Subtahap percobaan

berlangsung pada saat individu berusia antara 25 hingga 30 tahun. Selama

periode ini individu yang bersangkutan menentukan apakah bidang yang


31

dipilih eoeok atau tidak. Apabila tidak, perlu diupayakan beberapa perubahan.

Misalnya, individu mungkin telah menetapkan kariernya dalam perdagangan

eeeran, tetapi setelah beberapa bulan bekerja, ia mungkin memutuskan untuk

beralih ke bidang pekerjaan lain yang tidak memerlukan banyak perjalanan

dinas seperti dalam bidang penelitian pasar yang lebih dapat memenuhi

kebutuhannya.

Pada saat individu berusia antara 30 dan 40 tahun, ia menjalani

subtahap stabilisasi. Pada subtahap stabilisasi tujuan pekerjaan pada suatu

organisasi perusahaan yang diharapkan telah ditetapkan dan individu yang

bersangkutan mereneanakan karier seeara lebih eksplisit. Hal tersebut

dilakukan untuk menentukan urutan promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau

aktivitas pendidikan yang diperlukan untuk meneapai tujuan terse but.

Akhirnya, pada usia antara 40 sampai 44 tahun, individu memasuki subtahap

krisis karier pertengahan. Dalam subtahap ini individu sering melakukan

penilaian kembali kemajuan rnereka dalam hubungannya dengan ambisi dan

tujuan semula. Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat

meneapai eita-eita (seperti menjadi direktur perusahaan, misalnya) atau

setelah melakukan hal-hal yang direneanakan, hasil yang dieapai tidak

sebagaimana yang diharapkan. Juga dalam periode ini, individu harus

memutuskan sejauh mana kadar penting pekerjaan dan karier mereka

seharusnya dalam kehidupan.


32

Sering dalam subtahap krisis karier pertengahan, individu untuk

pertama kali menghadapi kesukaran untuk memutuskan hal-hal yang

sesungguhnya diinginkan, hal-hal yang dapat dicapai, dan seberapa banyak

yang harus dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya, dalam subtahap ini

sebagian orang untuk pertama sekali menyadari bahwa mereka memiliki

jangk£lr karier - misalnya perhatian pokok pada rasa aman atau pada

kemandirian dan kebebasan - dimana mereka tidak akan menyerah untuk

mencapainya apabila pilihan hams dilakukan.

Tahap Pemeliharaan. Tahap ini berlangsung antara usia sekitar 45

sampai 55 tahul1. Pada t.ahap ini banyak orang yang hanya sekadar menyelip

dari subtahap stabilisasi ke dalam tahap pemeliharaan. Dalam t.ahap

pemeliharaan, individu telah menciptakan suatu tempat da1am dunia kerja dan

semua upaya umumnya sekarang diarahkan untuk mengamankan tempat

tersebut.

Tahap Kemunduran. Pada saat usia pensiun mendekat, sering terdapat

suatu periode perlambat.an di mana banyak orang menghadapi prospek untuk

harus meherima keadaan menurunnya level kekuasaan dan tanggung jawab.

Pada saat seperti ini mereka hams oelajar menerima dan mengembangkan

peranan baru sebagai mentor dan orang kepercayaan bagi mereka yang lebih

muda. Selanjutnya individu memasuki masa pensiun yang tidak dapat

dihindari.
33

Upaya pengembangan karir yang dilakukan kepada karyawan

bukanlah aktivitas terpisah, tetapi merupakan bagian menyatu dari

keseluruhan manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh suatu

organisasi. Aktivitas pengembangan karir ini sudah dimulai sejak proses

perencanaan sumber daya manusia sampai dengan tahapan pemutusan

hubungan kerja baik secara alami dalam bentuk penSlUn karena program

pengurangan karyawan. Selanjutnya dalam proses pengembangan karir, faktor

lain yang perlu dipertimbangkan adalah kinerja yang ditunjukkan oleh

karyawan yang bersangkutan.

Kebijakan pengembangan karir yang dilakukan harus tergambar dalam

perenanaan sumber daya manusia serta terkait dengan kebutuhan pe]atihan di

masa datang. Dan sudut pandang karyawan, pengembangan karir memberikan

gambaran mengenai jalur-jalur atau jabatan yang bisa diduduki oleh karyawan

di masa datang. Sementara itll, bagi organisasi, pengembangan karir

memberikan jaminan bahwa akan tersedia karyawan-karyawan yang akan

mengisi posisi-posisi yang akan lowong di masa datang. Hal semacam itu

menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepentingan jangka panjang yaitu

tetap bertahannya kehidupan organisasi di masa depan.

Pada dasarnya semua unit organisasi terlibat dalam proses

pengembangan karir. Sebagai contoh, pada tahap pengadaan, pimpinan

bidang sumber daya manusia dan para atasan 1angsung karyawan yang

bersangkutan hams memberikan informasi yang memadai dan memberikan


34

nasihat mengenai kemungkinan-kemungkinan pilihan karir dan kemungkinan

pemenuhannya berdasarkan latar belakang dan jenjang pendidikan karyawan

saat ini, pengalaman, atau kualitikasi yang diperlukan untuk mendudukii suatu

jabatan. Oleh karena itu, organisasi perlu menetapkan Ikebijakan-kebtjakan

dan prosedur yang memberikan informasi tentang lowongan promosi,

menyaring para kandidat, memberitahukan kepada kandidat yang tidak lolos.

Pemberitahuan tersebut hendaknya dilengkapi dengan alasan-alasan mengapa

yang bersangkutan tidak diterima sehingga mereka melakukan upaya-upaya

perbaikan.

Banyak hal yang dapat dilalkukan oJeh pimpinan bidang sumber daya

manusia terkait dengan pengembangan karir pengawai, antara lain:

memberikan informasi yang tepat kepada karyawan mengenai pekerjaan yang

tersedia dalam organisasi, melakukan diskusi dengan karyawan mengenai

keterampilan dan kualitikasi untuk posisi tersebut. serta beketjasama dengan

atasan langsung karyawan. Di samping itu, pimpinan dan atasan langsung

harus tanggap terhadap tanda-tanda yang menunjukkan karyawan tidak

mampu menyelesaikan pekerjaannya. Dalam keadaan semaeam itu, peran

atasan menjadi sangat penting dalam memberikan bimbingan agar karyawan

dapat beke~ja seeara maksimal melalui pilihan-pilihan karir yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan pengembangan

karir adalah penilaian karyawan terhadap usaha atau kegiatan yang dilakukan

organisasi untuk meneapai reneana karir karyawan yang bersangkutan yang


35

mencakup: (l) kesempatan untuk menduduki jabatan tertentu, (2) kesempatan

untuk mengikuti pendidikan dan latihan, (3) kesempatan untuk memperoleh

pekerjaan sesuai dengan bidaog yang diinginkan, dan (4) bimbingan karir.

c. IIakikat Perscpsi tentang: Ke{lemimpinan Atasan

Secara umum, persepsi dapat diartikan sebagai pandangan atau

pengamatan seseorang terhadap suatu obyek. Persepsi merupakan hasil dari

proses mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi yang berkaitan

dengan obiek tersebut. Menurut Feldman (1992:128) persepsi adalah "cara di

mana kita mengalami dan menanggapi stimulus". Wells et al. (1999:1)

menyatakan bahwa persepsi adalah proses dengan mana kita menerima

infonnasi melalui lima indera yang kita miliki dan memberikan makna pada

inform<!si tersebut.

Sementara itu menurut Thoha (1996:123) persepsi pada hakikatnya

adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami

informasi tentang lingkungannya. Proses terse but mulai dari penglihatan yang

mencatat hal-hal pokok yang berada di lingkungan, kemudian dianalisis untuk

d iheri arti.

Persepsi menunjukkan adanya aktivitas menggunakan alat indera

seperti: penglihatan, pendengaran, pen ghayatan, perasaan dan penclUman.

Selanjutnya informasi yang berkaitan dengan obyek-obyek tisik maupun

sosial yang diperoleh dari lingkungannya ditafsirkan dan diberi penilaian.


Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persepsi bukan sekedar rekaman

sederhana mengenai obyek yang ada di lingkungan, tetapi juga kegiatan

mengorganisasi dan meng-interpretasikan informasi. Oleh karena itu persepsi

dapat juga diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala

sesuatu yang terdapat di lingkungannya dengan menggunakan indera yang

dimilikinya, sehingga ia menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di

lingkungannya.

Menurut Hodgetts (1987:74) persepsi adalah pandangan seseorang

tentang kenyataan dan hal itu dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki o1eh

individu. Definisi ini menielaskan bahwa nilai yang dianl.lt oleh individu

sangat mempengaruhi persepsi mereka. Menurut Robbins (1991:158) nilai

yang dianut seseorang mengandung unsur pertimbangan dalam arti

mengemban gagasan-gagasan individu mengenai apa yang benar, baik atau

yang diinginkan. Uraian ini memberikan makna bahwa perilaku individu akan

dipengaruhi oleh persepsinya teI1hadap suatu obyek. Seseorang akan bertindak

dan melakukan sesuatu serta mengambil keputusan mengenai suatu ha~ selalu

didampingi oleh persepsinya send iri terhadap apa yang menjadi tujuann a.

Dengan demikian, perilaku individu dipengaruhi oleh persepsinya terhadap

pengalaman-pengalaman dari obyek tertentu yang bersumber dari luar.

Rakhmat (1986:51) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman

tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Hurlock


37

(1986:1144) persepsi adalah interpretasi mengenai sesuatu yang dirasa.

Sementara itu Carlson (1992:201) menyatakan bahwa persepsi adalah uatu

proses yang kita ketahui mengenai apa yang digambarkan oleh informasi yang

tersedia melalui indera.. Jadi persepsi adalah kemampuan seseorang untuk

mengorganisasikan pengamatan atas objek di sekitamya.

Dari definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa persepsi adalah

sebuah proses yang kompleks di mana seseorang menerima atau merekam

informasi dari lingkungan sekitarnya. Persepsi juga dapat diartikan sebagai

penerimaan informasi tentang suatu obyek oleh seseorang yang dilanjutkan

dengan penilaian atau pendapatnya tentang suatu obyek tersebut.

Menurut Robbins (1991: 132) persepsi dipengaruhi tiga faktor yaitu:

(11) faktor pelaku (perceiver), (2) target, dan (3) situasi. Faktor pelaku adalah

faktor yang terdapat pada proses pemahaman sesuatu, yang antara lain

mencakup pengalaman masa lalu, emosi, motivasi, harapan, umur dan gender.

Faktor target adalah faktor yang berkaitan dengan lingkungan yang menjadi

obyek proses pemahaman, seperti ketidakjelasan obyek, status so sial.

Sementara itu faktor situasi adalah lingkungan yang mempengaruhi proses

pemahaman, termasuk tatanan sosial dan waktu. Berdasarkan uraian ini,

persepsi tampaknya lebih menunjukkan kepada tanggapan dan pemahaman

seseeorang terhadap suatu obyek.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi adalah

proses pengumpulan dan penafsiran informasi yang diperoleh individu


38

melalui penginderaan obyek fisik maupun sosial yang ada di sekitar

Ilingkungannya. Lebih lanjut dalam tulisan ini obyek persepsi yang akan

dibahas adalah kepemimpinan atasan. Kepemimpinan saat ini menjadi salah

satu komponen pengetahuan dan keterampilan yang sepenuhnya perlu

dikuasai oleh setiap individu, dalam profesinya sebagai pemimpin dalam

suatu organisasi tertentu.

Menurut Baron dan Greenberg (1990:374) kepemimpinan adalah

suatu proses dimana seorang individu mempengaruhi kelompok lain untuk

mencapai tujuan orgamsasL Newell (1978:222) menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah suatu proses melalui mana individu-individu atau

kelompok-kelompok yang secara sengaja mempengaruhi yang lain dalam

pengembangan dan pencapaian tujuan kelompok atau organisasi. Sementara

itu Koontz, O'Donnell, dan Wei,chrich (1980:661) menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang agar mereka mau

berusaha untuk mencapai tujuan kelompok.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pengertian kepemimpinan

merupakan suatu proses. Di samping itu, kepemimpinan juga menunjuk pada

aktivitas mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik

individual maupun kelompok ke arah peneapaian tujuan.

Mohan dan Hengs (1982 :248) menyatakan bahwa kepemimpinan

dapat juga diartikan sebagai perilaku dari seorang individu yang memimpin

aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin diicapai bersama.


39

Menurut Gatewood et al. (1995 :492) kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi kegiatan-kegiatan dari individu atau kelompok untuk

mencapai suatu tujuan.

Makna kepemimpinan yang telah diungkapkan di atas, mempunyal

implikasinya sebagai berikut: (1) kepemimpinan harus mel!ibatkan orang lain,

(2) kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan, dan (3) kepemimpinan

adalah kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk

mempengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.

Berdasarkan pembahasan di atas, kepemimpinan adalah proses dan

aktivitas sekumpulan kemampuan seseorang, untuk dijadikan saran a dalam

rangka meyakinkan orang yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Selain itu sekaligus

mendukung apa yang dibutuhkan bawahan sehingga mereka dengan rela,

penuh seman gat, ada kegembiraan batin serta tidak merasa terpaksa untuk

melaksanakan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersama.

Oleh karena itu untuk mencapai tujuan organisasi, peranan pemimpin sangat

penting terutama dalam bentuk memelihara dan membina persatuan dalam

kelompok itu send iri.

Jika dicermati dari berbagai teori kepemimpinan yang telah

dikemukakan para ah\il, ada beberapa teori yang secara jelas menyebutkan

implikasi teori tersebut terhadap gaya kepemimpinan. Menurut Newstrom dan

Davis (1993 :226) gaya kepemimpinan adalah poIa tindakan pimpinan secara
40

keseluruhan yang mempengaruhi para karyawannya. Reksohadiprojo dan

Handoko (1992 :296) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu

cara pemimpin mempengaruhi bawahannya. Berdasarkan dua definisi ini

tampak bahwa gaya kepemimpinan akan sangat berpengaruh pada efektivitas

organisasi. Pemilihan gaya kepempinan yang benar disertai dengan motivasi

ekstemal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan individu maupun

tujuan organisasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik motivasi yang

tidak tepat, tujuan organisasi akan terbengkalai dan menimbulkan perasaan

kesal, gelisah, atau tidak puas pada karyawan.

'Jeori X-Y yang dikemukakan oleh McGregor (2000:1) merupakan

salah satu teori tentang motivasi yang sangat mempengaruhi pemikiran dan

praktek manajemen. Teori X berasumsi bahwa individu biasanya tidak suka

bekerja dan akan berusaha menghindarinya apabil1a mungkin. Mereka

berusaha melakukan berbagai tindakan pembatasan ke1:ia, kurang berambisi,

dan sedapat mungkin menghindari ambisi. Mereka relatif berorientasi pada

diri sendiri, tidak peduli dengan kebutuhan organisasi, dan menolak

perubahan. Untuk meningkatkan kinerja bawahan yang memiliki tipe

semacam itu, gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah memaksa,

mengendalikan, dan mengancam mereka.

Sementara itu teori Y menyiratkan pendekatan yang lebih manusiawi

dan mendukung (supporting) dalam mengelo la manusia. Teori Y berasumsi

bahwa manusia pada dasarnya tidak berpembawaan malas. Penampilan yang


41

menunjukkan kesan semacam itu merupakan hasil pengalaman mereka

dengan organisasi atau lembaga tempat mereka beketja. Tetapi bila pimpinan

menyediakan lingkungan ker:ja yang sesuai untuk menyalurkan potensi

bawahan, maka mereka akan senang bekerja.

Bawahan akan mengarahkan dan mengendalikan did sendiri untuk

mencapai tujuan, jika mereka merasa terlibat dengan tujuan yang akan

dicapai. Peran pemimpin dalam menghadapi bawahan semacam ini adalah

menyediakan lingkungan untuk menyalurkan potensi bawahan untuk beker:ja.

Luthans (1995:371) menyatakan bahwa teori McGregor menyiratkan

pemimpin yang tipe kepribadian X gaya kepemimpinan cenderung

authoritarian, sedangkan yang bertipe Y, gaya kepemimpinannya cenderung

humanistik.

Studi kepemimpinan dari Universitas Iowa mencirikan tiga gaya

kepemimpinan, yaitu: otokratik, demokratis, dan laissez faiere.

Kepempiminan otokratik lebih banyak menghadapi masalah pemberian

perintah kapada bawahan. Kepemimpinan demokratis cendenmg mengikuti

pertukaran pendapat di antara orang-orang yang terlibat, sedangkan dalam

gaya kepemimpinan laissez faiere pemimpin akan memberikan peran

kepemimpinannya, bila diminta.

Studi dari Universitas Michigan mengelompokkan pimpinan yang

berpusat pada produksi (production-centered supervisor) dan bcrpusat pada

karyawan (employee-centered superVisor). Pimpinan yang berorientasi pada


42

produksi menetapkan standar kerja yang kaku, mengorientasikan tugas

sarnpai ke hal-hal yang sekecil-kecilnya, menentukan metode kerja yang

harus diikuti, dan menyediakan cara kerja bawahannya. Sementara itu

pimpinan yang berorientasi pada karyawan mendorong peran bawahan dalam

menetapkan tujuan dan keputusan kerja lainnya serta membantu menjamin

kinerja yang tinggi dengan membangkitkan kepercayaan dan respek. Telaah

yang dilakukan di Universitas Michigan ini menemukan bahwa kelompok

kerja yang paling produktif cenderung mempunyal pimpinan yang

berorientasi pada karyawan ketimbang berorientasi pada produksi.

Hellriegel dan Slocum (1989:476) menyatakan bahwa salah satu

pendekatan lain yang populer untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan

adalah Managerial Grid (kisi manajerial) dari Blake dah Mouton yang

menunjukkan berbagai macam kombinasi perhatian terhadap produksi dan

orang-orang atau karyawan. Terdapat lima gaya dasar kepemirnpinan yang

diidentifikasikan dalam jaringan, menunjukkan berbagai kombinasi perhatian

terse but. Gaya 1.1 (impoverished style), menggambarkan penggunaan usaha

minimal untuk melaksanakan pekerjaan yahg diperlukan, sesuai dengan

dukungan anggota organisasi.

Gaya 1.9 (country club style), menggarnbarkan perhatian besar pada

kebutuhan bawahan untuk memuaskan kebutuhan yang mengarah pada

kekuasaan dan kecepatan kerja akrab dan menyenangkan. Gaya 9.1 (produce

or perish style), menggambarkan efisiensi dalam operasi merupakan hasil


43

penataan kondisi kerja sedemikian rupa sehingga unsur-unsur manusiawi

diserap pada tingkat paling rendah. Gaya 5.5 (middle-ofthe road-style),

menggambarkan kinerja organlsasi yang memadai dapat dicapai dengan

menjaga keseimbangan antara perlunya oekerja dan upaya mempertahankan

semangat kerja bawahan pada suatu tingkat kepuasan tertentu. Gaya 9.9 (team

style), menggambarkan bahwa penyelesaian pekerjaan adalah wujud dedikasi

karyawan, saling bergantung melalui kepentingan bersama dalam tujuan

organisasi yang mengarah kehubungan yang penuh rasa percaya dan

pengharapan.

Sementara itu Tannenbaum dan Schmid (1980:312) menguraikan

bermacam-macam faktor yang menurut mereka akan mempengaruhi piJihan

pimpinan akan gaya kepemimpinannya. Fungsi kepel11impinan yang

berhubungan dengan tugas dan pembinaan kelompok cenderung

diekspresikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu yang

berorientasi tugas dan karyawan. Teori ini mengusulkan agar pimpinan perin

mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memiliki suatu gaya

kepemimpinan, yang tercEri dari: (1) kekuatan yang ada dalam diri pemimpin

itu sendiri, (2) kekuatan yang ada pada bawahan, dan (3) kekuatan yang ada

dalam situasi.

Model contingency dari Fiedler menyatakan bahwa k,inerja kelompok

yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya interaksi pemimpin

dengan bawahannya dan sampai tingkat mana situasi yang ada memberikan
44

kendali dan pengaruh kepada pemlmpm. Dengan kata lain gaya

kepemimpinan yang paling sesuai tergantung pada situasi di mana pemimpin

beker:ia. Jika situasi berbeda, maka persyaratan kepemimpinan juga berbeda.

Fiedler mengemukakan tiga dimensi kemungkinan yang

mendefinisikan faktor situasional utama yang menentukan efektivitas

kepemimpinan. Tiga dimensi tersebut adalah: (I) hubungan pemimpin­

anggota, (2) struktur tugas, dan (3) kekuasaan posisi. Hubungan pemimpin­

anggota berkaitan dengan tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek

bawahan terhadap pimpinannya. Struktur tugas berkaitan dengan sampat

tingkat mana penugasan peker:iaan peker:iaan diprosedurkan, apakah strukitur

atau tidak struktur. Sementara itu kekuasaan posisi berkaitan dengan tingkat

pengaruh yang dimihki seseorang pemimpin yang berasal dari posisi struktur

fOlTIlalnya dalam organisasi, termasuk kekuasaan untuk mempekerj'akan,

memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikkan gaji.

Teori kepem imp inan situasional dan Hersey dan Blanchard

(1993 :346) merupakan teori yang memusatkan kajiannya kepada pengikut

atau bawahan. Menurut teori ini, gaya kepemimpinan yang efektif itu

berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesiapan bawahan. Kesiapan (readiness)

atau kedewasaan bukan dalam arti usia atau stabilitas emosi-onal, melainkan

kcgiatan untuk berprestasi, kesediaan untuk menerima tanggung jawab, dan

kemampuan serta pengalaman dengan tugas.


45

Tujuan dan pengetahuan bawahan merupakan variabd-variabel

penting yang menentu'kan gaya kepemimpinan yang efektif. Teori

kepemimpinan situasional menggambarkan bahwa hubungan antara pimpinan

dan bawahan bergerak melalui empat tahap sejalan dengan perkembangan dan

kematangan bawahan. Oi samping itu pimpinan perlu mengubah gaya

kepemimpinannya untuk disesuaikan dengan perkembangan setiap tahap

keterlibatan bawahan dalam organisasi.

Oalam tahap pertama, ketika bawahan mulai memasuki organisasi,

gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah paling tepat.

Bawahan harus diberi instruksi mengenai tugasnya dan dibuat terbiasa dengan

peraturan dan prosedur organisasi. Pada tahap kedua, pemimpin dapat

memulai perilaku yang berorientasi pada bawahan. Jika bawahan mulai

memahami tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas tetap penting,

karena bawahan belum mau atau mampu menerima tanggung jawab

sepenuhnya. Akan tetapi kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap

bawahan dapat meningkat sejalan dengan akrabnya ia dengan bawahan dan

ingin mendorong usaha lebih lanjut di pihak mereka.

Pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan

meningkat dan mereka secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih

besar. Pada tahap ini pemimpin tidak perlu lagi mengarahkan, akan tetapi

terus mendukung dan mempematikan agar bawaban makin mampu untuk

memikul tanggung jawab yang lebih besar. Jika bawahan semakin percaya
46

diri dan mampu mengarahkan did serta berpengalaman, maka pimpinan dapat

mengurangi porsi dukungan dan dorongan. Akhirnya, pada tahap keempat,

bawahan sudah tidak memerlukan atau mengharapkan lagi suatu hubungan

yang bersifat mengarahkan karena bawahan sudah mampu berdikari.

Teori jalur-tujuan (path goal) adalah teori yang menganalisis pengaruh

kepemimpinan, terutama perilakunya terhadlap motivasi karyawan, kepuasan,

dan pelaksanaan kerja. Menurut teori ini, tugas pemimpin adalah rnembantu

bawahan dalam mencapai tujuan mereka, memberikan pengarahan yang perlu,

dan atau dukungan guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran

keseluruhan dari kelompok atau organisasi. Selanjutnya Teori jalur-tujuan

mengidentitikasikan empat perilaku kepemimpinan, yaitu: (1) pemimpin

direktif, (2) pemimpin pendukung, (3) pemimpin partisipatif, dan (4)

pemimpin berorientasi prestasi.

Pemimpin direktif membiarkan bawahan mengetahui apa yang

diharapkan dari mereka, menjadwalkan kerja untuk dilakukan, dan

memberikan bimbingan khusus mengenai bagaimana menye1esaikan tugas.

Pemimpin lPendukung bersifat ramah dan menunjukkan keperdulian akan

kebutuhan bawahannya. Pemimpin partisipatifberdialog dengan bawahan dan

menggunakan saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin

berorientasi prestasi menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan

bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi yang dapat mereka capai.
47

Berbagai situasi dan teori tentang kepemimpinan yang ada

menimbulkan implikasi gaya kepemimpinan bagaimana yang diterapkan

daJam suatu organisasi. Oleh karena itu sangat mungkin tel1dapat perbedaan

gaya kepemimpinan di antara pemimpin dalam suatu organisasi, terlebih lagi

jika dibandingkan dengan organisasi Jain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi tentang

kepemimpinan atasan adalah pandangan terhadap perilaku atasan dalam

mempengaruhi orang atau kelompok untuk berupaya dalam pencapaian tujuan

yang mencakup: (a) merencanakan kegiatan, (b) mengarahkan anggota dalam

beketja, (c) membina anggota, (d) membangun ketjasama, (e) memberi

perhatian pada anggota, dan (f) mengambil keputusan untuk pemecahan

masalah.

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh antara Pengembangan Karir dengan Motivasi Berprestasi

Anggota

Pengembangan karir terkait dengan pengakuan (reinforcement) positif

dari seorang pemimpin kepada anggotanya atas pelaksanaan tugas yang baik.

Oi samping itu, lPengembangan karir juga terkait dengan produktivitas, jasa

atau kontribusi anggota terhadap tujuan organisasi atau perusahaan.

Persyaratan penting dan pengembangan karir adalah bahwa pengembangan

karir harns dapat memberi pengaruh positif terhadap kinerja, memiliki arti
48

dan nilai bagi anggota. Faktor lain adalah pengembangan karir itu tersedia

untuk semua anggota dan sistem pengembangan karir akan meningkatkan

kerjasama di antara anggota dan dengan atasan.

Di sisi lain, motivasi berprestasi merupakan kecenderungan individu

dalam menyelesaikan tugas dengan usaha yang aktif sehingga menghasilkan

hasil terbaik. Di samping itu keberhasilan anggota memiliki !<:aitan dengan

harapan untuk sukses. Apabila anggota merasakan bahwa apa yang dilakukan

mendapatkan tanggapan positif dari organisasi maupun pimp in an, maka hal

tersebut dapat menjadi pendorong bagi dirinya untuk meningkatkan prestasi

kerjanya. Sebaliknya apabila anggota tersebut menganggap betapapun ia

sudah bekerja keras dan menghasilkan prestasi, namun pihak pirnpinan tidak

memberikan pengembangan karir yang diharapkan, maka bolleh jadi akan

berpikir melakukan pekerjaan sebagai sesuatu yang bersifat rutin belaka.

Da1lam penelitian ini pengembangan karir mencakup kesempatan

untuk menduduki jabatan tertentu, kesempatan untuk mengikuti pendidikan

dan latihan, kesempatan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang

yang diinginkan, dan bimbingan karir. Seorang anggota akan terdorong atau

meningkaukan motivasinya untuk berprestasi jika organisasi atau pimpinan

memberi peluang pada dirinya untuk menduduki jabatan tertentu. Peluang

semacam itu membuat anggota yang bersangkutan berupaya untuk meraih

keberhasilan dan menerima umpan balik dalam upaya meningkatkan


49

kemampuannya untuk mclakukan pekerjaan-pekerjaan pada jabatan yang

diberikannya padanya.

Kesempatan mengikuti pelatihan dan pendidikan dalarn upaya

meningkatkan kemampuan kerja dan akhimya menduduki jabatan tertentu

juga dapat mendorong motivasi berprestasi anggota. Melalui proses diklat,

anggota memperoleh peluang untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan

keterampilan yang diperlukan baik untuk pekerjaannnya saat ini maupun

untuk menduduki suatu jabatan. Hal ini penting karena perkembangan

teknologi ke':ia mengharuskan seorang anggota melakukan proses adaptasi

kemampuan agar tetap dapat melakukan pekerjaan secara efektif. Oi samping

itu, suatu jabatan yang lebih tinggi atau pekerjaan yang berbeda dengan apa

selama ini dilakukan juga membutuhkan proses peningkatan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan.

Seorang anggota akan termotivasi untuk berprestasi tinggi apabila ia

memperoleh kesempatan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bidang

keahlian dan minatnya. Kondisi semacam ini membuat ia merasa memperoleh

keberhasilan, karena apa yang selama ini dipelajari atau ditekuni di lembaga

pendidikan formal maupun non formal dapat berguna untuk bekerja. Dengan

demikian anggota yang bersangkutan akan merasa lebih aktual karena orang

akan menganggap sebagai seorang ahli. Lebih lanjut seorang anggota

memerlukan bimbingan agar ia mampu meraih kesuksesan dan berani

menerima suatu tanggung jawab dengan tingkat risiko yang sedang.


50

Pembimbingan tersebut pada gilirannya dapat memberikan penguatan pada

diri anggota yang bersangkulan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin

dan memperoleh prestasi setinggi mungkin. Pernbimbingan tersebut juga

merupakan suatu proses pemberian umpan balik terhadap apa yang selarna ini

telah dilakukan seorang anggota guna meningkatkan kemampuan. dan

keterampilannya.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pehgaruh positif antara

pengembangan karir dengan motivasi berprestasi. Dengan perkataan lain

makin tinggi pengembangan karir, makin tinggi motivasi berprestasi.

2. Pengaruh antara Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan dengan

Motivasi Berprestasi

Persepsi diperoleh melalui proses yang dilakukan seseorang dalam

menafsirkan informasi rnengenai lingkungan sekitamya. Proses penafsiran

tersebut terjadi melalui indera penglihatan, pendengaran, perasaan, dan

penciuman dari setiap individu. Dengan demikian rneskipun beberapa orang

yang berkomunikasi menangkap satu simbol atau obyek yang sarna, ada

kemungkinan mereka memiJ,iki penafsiran yang berbeda.

Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan atasan merupakan salah satu

obyek yang menjadi informasi untuk ditafsirkan sehingga menimbulkan

persepsi bagi seorang anggota. Informasi tentang kepemimpinan atasan ini

untuk setiap anggota mungkin berbeda, tergantung pada lengkapnya tidaknya


51

informasi yang diperoleh. Selain itu perbedaan juga dipengaruhi oleh cara

menginterpretasikan informasi tersebut yang antam lain dipengaruhi oleh

kemampuan intelektual dan emosional dari anggota tersebut. Penilaian

tentang kepemimpinan atasan akan menghasilkan persepsi positif dan negatif

bagi anggota .

Setiap atasan merupakan prmpman yang bertanggung jawab atas

kelangsungan aktivitas yang ada di sebuah organisasi atau unit organisasi.

Keberhasilan kegiatan organisasi banyak ditentukan oleh kepemimpinan.

Kepemimpinan at.asan terkait dengan cara atasan untuk mendayagunakan

potensi yang ada untuk mempengaruhi motivasi berprrestasi para anggot.anya.

Dengan demikian kepemimpinan akan mempengaruhi motivasi keda

hawahan,

Kepemimpinan atasan sangat berpengaruh terhadap kinerja anggota.

Atasan yang mempunyai perhatian tinggi terhadap masalah-masalah yang

dihadapi para anggot.a, akan dapat mendorong anggota tersebut untuk bekerja

lebih baik. Perhatian yang diberikan atasan kepada anggota akan dapat

menimbulkan rasa memiliki pada anggota, dan pada gilirannya dapat

meningkatkan motivasi anggota tersebut. Sebaliknya atasan yang tidak

memperdulikan bawahannya dapat menurunkan produktivitas kerja dan pada

akhimya akan menurunkan kiner:ja bawahan.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh positif antara

persepsi mengenai kepemimpinan atasan dengan motivasi berprestasi. Dengan


52

perkataan lain makin positif kepemimpinan atasan yang dipersepsi anggota,

maka makin tinggi motivasi berprestasi anggota.

3. Pengaruh Antara Pengembangan Karir dan Persepsi Anggota tentang

Kepemimpinan Atasan Secara Bersama-sama dengan Motivasi

Berprestasi Anggota

Seorang anggota organ1isasi dalam bekerja bukan hanya sekedar

menunjukkan eksistensi atau keberadaannya din saja. Betapapun sebagai

manusia biasa, baik dalam konteks sebagai pribadi maupun tanggung jawab

terhadap keluarga, iajuga memerlukan adanya pengembangan karir baik yang

berbentuk materi maupun non materi demi kerangsungan hidupnya. Oleh

karena itu, meskipun seorang karyawan memiliki integntas, komitmen dan

keinginan yang tinggi untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya,

tetapi bita pengembangan karir yang diterima tidak memadai, bukan tidak

mungkin keadaan tersebut akan menanggu kine~janya.

Meskipun secara konseptual motivasi berprestasi menggambarkan

kekuatan atau dorongan yang berasal dari dalam diri individu, tetapi

aktualisasi motivasi berprestasi akan lebih maksima[ ketika adanya support

atau dukungan dari luar diri terutama dan Jingkungan dekat seperti organisasi

tempatnya beke~ia. Seorang anggota yang melihat adanya peluang untuk

meningkatkan status kehidupannya meJalui kesempatan untuk menduduki

jabatan tertentu, memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan


.1)3

serta beke~ia sesuai bidang yang dikuasainya akan lebih maksimal jika

karyawan yang be rsangkcJ tan juga memiliki pengendalian diri yang kuat serta

dorongan dari dalam diri yang memadai.

Kondisi seperti disebutkan di atas sangat penting, karena

bagaimanapun upaya pengembangan karir diberikan oleh organisasi atau

pimpinan tetapi jika anggota yang bersangkutan tidak memanfaatkan dengan

baik, maka upaya tersebut akan menjadi sia-sia. Jika kesia-siaan terjadi maka

hal semacam itu menunjukkan bahwa motivasi berprestasi anggota tersebut

rendah. Tetapi jika kesempatan untuk menduduki jabatan tertentu,

kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan, sem kesempatan untuk

memperoleh pekeIjaan sesuai dengan bidang yang diinginkan dibarengi

dengan adanya perhatian yang tinggi dari pemimpin, maka motivasi

berprestasinya akan meningkat.

Hal ini teriadi karena dalam melakukan peke~jaan seorang anggota

tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya tetapi

Juga berhubungan dengan atasannya. Persepsi anggota mengenai

kepemimpinan atasan akan menggambarkan penafsiran anggota tentang hal­

hal apa saja yang dilakukan atasan dalam melaksanakan tugas sebagai

pemimpin di organisasi yang dipimpinnya.

Persepsi merupakan suatu situasi yang hadlir pada diri seseorang

ten tang kenyataan yang terdapat pada lingkungan yang diEihat, di den gar,

dihayati dan dirasakan. Kondisi tersebut kemudian didaftar dalam ingatannya,


S4

lalu ditafsirkan dan selaniutnya meniad i umpan balik bagi dirinya. Dengan

demikian persepsi anggota terhadap kepemimpinan atasan akan timbul

sebagaimana proses tersebut teriadi yakni melalui pengamatan, pendaftaran,

interpretasi, dan meniadi umpan balik.

Persepsi anggota terhadap kepemimpinan atasan akan berbeda-beda,

tergantung bagaimana para atasan menafsirkannya. Persepsi tersebut akan

dipengaruhi oleh kemampuan intelektual maupun emosional dari anggota

tersebut. Bagi anggota yang merasa diuntungkan dengan kepemimpinan

atasannya, mungkin akan menilai positif kepemimpinan atasannya.

Sebaliknya bagi anggota yang merasa dirugikan akan menilai negatif

atasannya. Pemimpin yang otoriter akan dinilai negatif oleh bawahannya,

sedang pemimpin yang demokratis akan dinilai positifoleh bawahannya.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh positif antara

pengembangan karir dan persepsi terhadap kepemimpinan atasan secara

bersama-sama dengan motivasi berprestasi anggota . Dengan perkataan lain,

makin tinggi pengembangan karir dan makin positif persepsi terhadap

kepemimpinan atasan secara bersama-sama, makin tinggi rnotivas,i

berprestasi.
C. Hiootesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas.

dapat dirumuskan tiga buah hipotesis yang akan diuji dalam penelitian yang

f!ilakubn.

r_ert~ITIl::!, terdapat pengaruh antara pengembangan karir dengan motivasi

berprestasi. Dengan perkataan lain makin tinggi pengembangan karir uang

diperoleh anggota maka makin tinggi motivasi berprestasinya..

K~.4!J<!, terdapat pengaruh antara persepsi tentang kepemimpinan atasan

dengan motivasi berprestasi anggota. Dengan perkataan lain makin positif

persepsi anggota tentang kepemimpinan kepala atasan, maka akan makin tinggi

motivasi berprestasi anggota

K~tiga, terdapat pengaruh antara pengernbangan karir anggota dan

persepsi tentang kepemimpinan atasan secara bersama-sama dengan motivasi

berprestasi. Dengan perkataan lain makin tinggi pengembangan karir dan makin

positif persepsi anggota tentang kepemimpinan atasan maka makin tinggi

motivasi berprestasi.
BABIII

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (l) pengaruh antara

pengembangan karir dengan motivasi berprestasi, (2) pengaruh antara persepsi

tentang kepemimpinan atasan dengan motivasi berprestasi, dan (3) pengaruh

antara pengembangan karir dan persepsi tentang kepemimpinan atasan secara

bersama-sama dengan motivasi berprestasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Markas Komando Lintas Laut Militer

(KOLINLAMlL) Jakarta. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember

2006.

c. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan

pendekatan korelasional. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu:

pengembangan karir dan persepsi tentang kepemimpinan atasan serta satu

variabel terikat yaitu motivasi berprestasi.

56

57

Konstelasi masalah penelitian divisualisasikan dalam bentuk bagan pada

gambar 1.

I
Gambar 1. Konstelasi iPertelitian

Keterangan :

XI = Pengembangan Karir

X2 = Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan

Y = Motivasi berprestasi

£ = Variabellain

D. Populasi dan Sampling

Populasi penelitian adalah PeYWira Pertama Komando Lintas Laut Militer

Jakarta berpangkat Letnan Satu (Lettu) yang berjumlah 137 orang sebagai

kerangka sampel. Menurut Arikunto (1996:1 07) mengemukakan bahwa apabila

subjek penelitian kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar,

dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-30%. Selanjutnya sampel penelitian

sebanyak 40 responden (30% dari kerangka sampel) ditentukan dengan


58

menggunakan teknik simple random sampling, yaitu cara penarikan sampel yang

memberikan kesempatan yang sarna pada seluruh kelompok anggota populasi

yang untuk menjadi anggota sampel.

E. Instrumen Penelitian

1. Motivasi Berprestasi

a. Definisi Konseptual

Motivasi berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang

yang mengarah pada pencapaian hasil maksimal yang mcncakup:

berusaha untuk berprestasi, rnenyukai tantangan, bersedia menerirna

umpan balik, berupaya meningkatkan kernampuan diri, dan bertanggung

jawab dalam bekerja.

b. Definisi Operasional

Motivasi berprestasi adalah total skor yang diperoleh dari angket tentang

dorongan yang terdapat dalarn diri seseorang yang mengarah pada

pencapaian hasil rnaksimal yang mencakup: (1) berusaha untuk

berprestasi, (2) rnenyukai tantangan, (3) bersedia menerirna umpan balik,

(4) berupaya rneningkatkan kemarnpuan diri, dan (5) bcrtanggung jawab

dalarn beker:ia.
59

c. Kisi-kisi Instrumen

lnstrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi

berbentuk angket. Konsep angket yang akan diuji coba untuk variabel

motivasi berprestasi terdiri dari 34 butir.

Setiap butir pemyataan menyediakan lima altematif jawaban, sedangkan

penilaian instrumen menggunakan skala Likert. Untuk pemyataan yang

'bersifat positif rentang skomya adalah 5 - ] , sedangkan untuk pemyataan

yang bersifat negatifrentang skornya adalah I - 5.

d. Kalibrasi

1) Valicfitas

Untuk menguji validitas tiap butir instrumen motivasi berprestasi

dilakukan dengan cara menganalisis hubungan antara skor tiap butir

dengan skor total. Rumus statistik yang digunakan adalah korelasi

Pearson Product Moment. HasiI perhitungan tersebut menghasilkan

'butir-butir yang valid dan tidak valid. Di samping itu, pertimbangan

dari komisi pembimbingjuga ikut menentukan validitas ini.

Hasil akhir UJI validitas instrumen motivasi berprestasi

memperl1ihatkan bahwa dari 34 butir pemyataan diperoleh 32 butir

valid dan 2 butir gugur. Hasil perhitungan lengkap tertera pada

lampiran 6. Hasil uji validitas menghasilkan perine ian jumlah butir

dari setiap indikator motivasi berprestasi, seperti tertera pada tabe! I.


60

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Berprestasi

J
~o Indikator ~o. butil" 1:. Butir

1 Berusaha untuk mencapai hasi] yang ],2,3,4,5,6,7 7


maksimal
I
I
I
2 Menyukai tantangan 8,9,10,1],12,13,14 7
I
3 Bersedia menerima umpan balik 15,16,17,18,19,20 6
I
4 Berupaya meningkatkan kemampuan did 21,22,23,24,25,26 6
I
I
5 Bertanggung jawab dalam bekerja 27,28,29,30,31,32 6
i

I
Jumlah butir 32

2) Reliabi]itas

Perhitungan reliabilitas instrumen motivasi berprestasi dilakukan

dengan teknik Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan

koefisien reliabilitas instrumen diperoleh rl1 = 0,963. Berdasarkan

hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa instrumen yang disusun

untuk mengukur motivasi berprestasi, reliabel untuk digunakan

dalam penelitian ini.

2. Pengembangan karir

a. Definisi Konseptual

Pengembangan karir adalah penilaian perwira pertama terhadap usaha

atau kegiatan yang dilakukan organisasi untuk mencapai rencana karir

perwira pertama yang bersangkutan yang mencakup: keterbukaan


61

infonnasi tentang karir, keadilan untuk mendapatkan peluang karir,

pemberian kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan, serta kesesuaian karir dengan harapan individu.

b. Definisi Operasional

Pengembangan karir adalah skor yang dipero leh dari angket mengenai

penilaian perwira pertama terhadap usaha atau kegiatan yang dilakukan

organisasi untuk mencapai rencana karir perwilra pertama yang

bersangkutan yang mencakup: (1) keterbukaan infonnasi tentang karir,

(2) keadilan untuk mendapatkan peluang karir, (3) pemberian kesempatan

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta (4) kesesuaian

karir dengan harapan ind ividu

c. Kisi-kisi lnstrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengukur pengembangan karir

berbentuk angket. Konsep instrumen yang akan diuj i coba untuk variabel

pengembangan karir terdiri dari 32 butir.

Setiap butir pemyataan menyediakan lima altematif jawaban, sedangkan

penilaian instrumen menggunakan skala Likert. Untuk pernyataan yang

bersitat positif rentang skomya adalah 5 - 1, sedangkan untuk pernyataan

yang bersifat negatif rentang skomya adalah 1 - 5.


62

4. Kalibrasi

1) Val iditas

Untuk menguji validitas tiap butir mativasi berprestasi dilakukan

dengan cara menganalisis hubungan antara skar tiap butir dengan skar

total. Rumus statistik yang digunakan adalah korelasi Pearson

Product Moment. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan butir-butir

yang valid dan tidak valid. Di samping itu, pertimbangan dari kamisi

pembimbingjuga ikut menentukan validitas ini.

Hasil akhir UJI validitas instrumen motivasi bcrprestasi

memperlihatkan bahwa dari 32 butir pemyataan diperoleh 30 butir

valid dan 2 butir gugur. Hasil perhitungan lengkap tertera pada

lampiran 6. Hasil uji validitas menghasilkan perincian jumlah butir

dari setiap indikator motivasi berprestasi, seperti tertera pada tabel 2.


63

Tabel2. Kisi-kisi Final Instrumen Pengembangan Karir

INDIKATOR NO. BUTIR


I 1:
I No
BUTIR

l. Keterbukaan informasi tentang peluang 1,2,3,4,5,6,7 7


mendapat program pengembangan
pendidikan atau promosi jabatan

2. Keadilan untuk mendapatkan peluang 8,9,10,11,12,13,14, 11


mendapat program pengembangan 15,16,17,18
pendidikan atau promosi jabatan

3. Pemberian kesempatan untuk 19,20,21,22,23,24, 7


meningkatkan pengetahuan dan 25
keterampilan
,
4. Kesesuaian jabatan atau promosi 26,27,28,29,30,31, 7
dengan harapan individu 32

Jumlah 32
I

2) Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas instrumen pengembangan karir dilakukan

dengan teknik Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan

koefisien reliabilitas instrumen diperoleh rll = 0,952. Berdasarkan

hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa instrumen yang disusun

untuk mengukur pengembangan karir, reliabel untuk digunakan

dalam penelitian ini.


64

3. Persepsi tentang kepemimpinan atasan

a. Definisil Konseptual

Persepsi tentang kepemimpinan atasan adalah pandangan anggota

terhadap perilaku atasan dalam mempengaruhi orang atau kelompok

untuk berupaya dialam pencapalan tujuan yang mencakup: (a)

merencanakan kegiatan, (b) mengarahkan bawahan dalam bekerja, (c)

membina bawahan, (d) membangun kerjasama, (e) memberi perhatian

pada bawahan, dan (f) mengambil keputusan untuk pemecahan masalah

b. Definisi Operasional

Persepsi tentang kepemimpinan atasan adal.ah skor yang diperoleh dari

angket tentang pandangan anggota terhadap perilaku atasan dalatn

mempengaruhi orang atau kelompok untuk berupaya dalam pencapaian

tujuan yang mencakup: (a) merencanakan kegiatan, (b) mengarahkan

bawahan dalam bekerja, (c) membina bawahan, (d) membangun

kerjasama, (e) memberi perhatian pada bawahan, dan (f) mengambil

keputusan untuk pemecahan masalah.

c. Kisi-kisi lnstrumen

Instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi terhadap

kepemimpinan atasan berbentuk angket. Konsep instrumen yang akan

diuji coba untuk variabeI persepsi tentang kepernimpinan atasan meliputi

45 butir untuk enam indikator.


65

Setiap butir pemyataan menyediakan lima altematif jawaban, sedangkan

penilaian instrumen persepsi tentang kepemimpinan atasan menggunakan

skala Likert. Untuk pernyataan yang bersitat positif rentang skomya

adalah 5 - 1, sedangkan untuk pemyataan yang bersifat negatif rentang

skomya adalah 1 - 5.

d. Kalibrasi

1) Validitas

Untuk menguji validitas tiap butir instrumen persepsi tentang

kepemimpinan atasan dilakukan dengan cara menganalisis hubungan

an tara skor tiap butir dengan skor total. Rumus statistik yang

digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Hasil

perhitungan tersebut menghasilkan butir-butir yang valid dan tidak

valid. Di samping itu, pertimbangan dari komisi pembimbingjuga ikut

menentukan valid it as ini.

Hasil akhir uji validitas instrumen persepsi tentang kepemimpinan

atasan memperlihatkan bahwa dari 45 butir pemyataan d iperoJeh 42

butir valid dan 3 butir gugur. HasH perhitungan lengkap tertera pada

lampiran 6. Hasil uji validitas menghasilkan perine ian jumlah butir

dari setiap indikator persepsi tentang kepemimpinan atasan, seperti

tertera pada tabe13.


66

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Persepsi tentang Kepemimpinan Atasan

L
~O I:\TDIKATOR :XO. BUTIR
BUTIR
1------­ -­ -­ ._._.­

1. Merencanakan kegiatan 1,2, 3,4,5, 6 6


II,

,2. Mengarahkan bawahan dalam bekerja 7,8,9,10, II, 12, 13, 8


I 14
!

i 3. Membina bawahan I 15,16,17,18,19,20, 7 I

21,

4. Membangun kerjasama 22,23,24,25,26,27,


28,
I 7
I
I
I Memberi perhatian pada bawahan 29,30,31,32,33,34, 8
15.
35,36,
I
6. Mengambil keputusan untuk pemecahan 37,38,39,40,41,42 6
masalah.

!
Jumlah 42

2) Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas instrumen persepsi tentang kepemimpinan

atasan dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil

perhitungan koefisien reliabilitas instrumen diperoleh rll = 0,97.

Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa instrumen

yang disusun untuk mengukur persepsi tentang kepemimpinan atasan,

reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini.


F. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian di:lakukan dengan statistik deskriptif dan statistik

inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data-data

variabel penelitian antara lain dalam bentuk nilai rata-rata, median, modus,

varian, simpangan baku, serta visualisasi data berupa tabel dan grafik. Statistik

inferensial digunakan untuk menguji hipotetis dengan menggunakan teknik

korelasi dan regresi. Sebelum dilakukan peng~iian hipotesis terlebih dahulu

dilakukan pengujian persyaratan analisis yang terdiri dan uji normalitas dan uji

homogenitas. Uji nonnalitas dilakukan dengan menggunakan teknik Liliefors,

sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett.

Pengujian hipotesis pertama dan kedua masing-masing dilakukan dengan

teknik korelasi dan regresi sederhana, sedangkan pengujian hipotesis ketiga

dilakukan dengan teknik korelasi dan regresi ganda. Selanjutnya dalatn proses

pengolahan data, sebagian besar perhitungan statistik dikerjakan dengan alat

bantu komputer. Program yang digunakan adalah paket Data Ana~ysis yang

terdapat pada Microsoft Excel.

G. Hipotetis Statistik

Hipotesis penelitian yang telah dikemukakan pada bab II, diubah menjadi

hipotesis statistik sebagai berikut:

=0
>0
2.Ho : Pv2 =0
H j : {Jy2 >0
3. Ho : Pv 12 =0
HI : Pv 12 >0

Keterangan:

Ho = Hipotesis nol

HI = Hipotesis alternatif
pv1 = Korelasi antara Xl dengan Y

Pv2 = Korelasi antara Y 2 dengan Y


Pv 12 = Korelasi antara XI dan X2 secara bersama-sama dengan Y
BAB IV

BASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Berdasarkan banyaknya variabel dan mengacu pula pada masalah

penelitian, maka deskripsi data dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: motivasi

berprestasi (Y), pengembangan karir (Xl), dan persepsi tentang kepemimpinan

atasan (X 2). Data tersebut merupakan hasil kuantifikasi terhadap jawaban

responden atas kuesioner yang disebarkan. Proses kuantifikasi dilakukan dengan

eara memberikan skor pada masing-masing butir dalam kuesioner yang telah diisi

oleh responden. Skor responden untuk setiap variabel tertera pada lampiran 7.

Angka-angka yang disajikan, setelah diolah dari data mentah dengan menggunakan

statistika deskriptif, menggambarkan nilai rata-rata, simpangan baku, modus,

median, dan distribusi frekuensi yang disertai grafik dalam bentuk histogram.

1. Motivasi berprestasi

Berdasarkan hasil kuantifikasi terhadap angket motivasi berprestasi,

dipero leh skor teoretis terendah 32 dan tertinggi 160. Sedangkan skor empirik

terendah III dan skor tertinggi 142, dengan rentangan skor 31. Total skor

yang diperoleh adalah 5207 dengan responden (n) berjumlah 40 orang. Jumlah

iPerhitungan terhadap distribusi skor terse but menghasilkan: (l) nilai rata-rata

= 130,18; (2) simpangan baku = 6,96; (3) modus = 132, dan (3) median = ~ 31.

69

70

Perhitungan lengkap tertera pada lampiran Sebaran skor motivasi berprestasi

dalam bentuk label frekuensi disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Y)

No Kel~s Interval Frek. Absolut Frek. Relatif (%)

1 110-115 1 2.5

2 1116-121 3 7.5
L-­

3 122 ­ 127 10 25
- .1
4 128 ­ 133 14 35

5 134 ­ 139 8 20
..

6 140 ­ 145 4 10
I
40 100

Sumber: data primer diolah.

Berdasarkan tabel 4, tampak bahwa 30% responden mem11iki skor

motivasi bertJrestasi di atas rata-rata; 35%, responden berada di sekitar skor

rata-rata, dan 35%; responden memiliki skor di bawah rata-rata. Dengan

demikian upaya peningkatan motivasi berprestasi diprioritaskan pada

respOJ1den yatig memiliki skar di bawah rata-rata. Selanjutnya data dari

distribusi frekuensi tersebut divisualisasikan dalam bentuk histogram seperti

tampak pada gathbar 2.


71

,----­ -----._----­

\ f

J
I 16
14 I
\ 12 1
10 j
I 8
I
!

I 6 -i
I 4 ~
2 ~

o JII
145,5
II'

109,5 115,5 121,5 127,5 133,5 139,5


L _ -----------
vi
----------'

Gambar 2_ Histogram Skor Motivasi berprestasi

2. Pengembangan Karir

Berdasarkan hasil kuantiftkasi terhadap angket pengembangan karir

diperoleh skor teoretis terendah 30 dan tertinggi 40. Sedangkan skor empirik

terendah 97 dan skor tertinggi 137, dengan rentangan skor 40. Total skor

tersebut diperoleh dari 32 butir pernyataan. Total skor adalah 4774 dengan

responden (n) berjumlah 40 oFang. Perhitungan terhadap distribusi skor

tersebut menghasilkan: (1) nilai rata-rata = 119,35; (2) simpangan baku =

10,15; (3) modus = 123; dan (4) median = 120,5. Sebaran skor pengembangan

karir dalam bentuk tabel frekuensi dan histogram disajikan di bawah ini.
72

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Pengembangan Karir (XI)


.~

No Ke'las Interval Frek. Absolut Frek. Relatif (%)


I
1 97 - 103 3 7.5

2
104 - 110 6 15
,
3 111-117 9 22.5

4
118 - 124 10 25
_.
I

5 125 -131 7 17.5

6
132 - 138 II
5 12.5

-
40 [ 100
~
Sumber: data primer diolah.

Berdasarkan tabel 5, tampak bahwa 30% responden memiliki skor

pengembangan karir di atas rata-rata; 25%, responden berada di sekitar skor

rata-rata, dan 45% yang memiliki skor di bawah rata-rata. Dengan demikian

upaya peningkatan pengembangan karir diprioritaskan pada responden yang

memiliki skor di bawah rata-rata. Selanjutnya berdasarkan data dari distribusi

frekuensi tersebut divisualisasikan dalam bentuk histogram seperti tampak

pada gambar 3.
73

If---------- -------------------,

I
I 12 J
: 10 ,

I
I 8 1 =.­ -~T

6 -j I

--~~

4 -I --=

I 2 -I
~

1­ =. I

oJ" -­

I
,
96,5 130,5 110,5 117_5 124,5 131,5 138,5 l2
1 _
- - - - - - - -i

Gambar 3_ Histogram Skor Pengembangan Karir

4. Persepsi ten tang kepemimpinan Atasan

Berdasarkan hasil kuantifikasi instrumen persepsi tentang

kepemimpinan atasan diperoleh skor teoretis terendah 42 dan tertinggi 210.

Sedangkan skor empirik terendah 163 dan skor tertinggi 216, dengan

rentangan skor 53. Total skor adalah 7403 dengan responden (n) berjumlah 40

orang. Perhitungan terhadap distribusi skor tersebut menghasilkan: (l) nilai

rata-rata = 185.075; (2) simpangan baku = 15,33; (3) modus = 206; dan (3)

median = 182,5. Sebaran skor persepsi tentang kepemimpinan atasan dalam

bentuk tabel frekuensi dan histogram disajikan di bawah ini.


74

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Data


Persepsi tentang kepemimpinan Atasan (X 2)

No

1
Kelas Interval

163 ­ 171
I Frek. Absolut

12
Frek. Relatif (%)

30
I

2 172 ­ 180 7 17.5

3 181 - 189 : 5 12.5

4 190 ­ 198 4 10

5 199 - 207 11 27.5


~

6 208 - 216 1 2.5

I
40 100
I

Sumber: data primer diolah.

Berdasarkan tabel 6, tampak bahwa 40% responden memiliki skor

tentang persepsi tentang kepemimpinan atasan di atas rata-rata; 12,5%,

responden memiliki skor di sekitar nilai rata-rata, dan 47,5% yang memiliki

skor di bawah rata-rata. Angka terse but menunjukkan tingkat persepsi tentang

kepemimpinan atasan harus diperbaiki. Selanjutnya data dari distribusi

frekuensi tersebut divisualisasikan dalam bentuk histogram seperti tampak

pada gambar 4.
75

'-f-----------..----------..-----j
i i
i I
14

12 J
10 ~
8 ~
,
" I
o -I
4 -j
i
2 -I
o JII
162,5 171,5 180,5 189,5 198,5 207,5 216,5 X 2
l- _ ----_._---- _ --l

Gambar 4_ Histogram Skor Persepsi tentang kepemimpinan Atasan

B. Uji Persyaratan AnaJisis

Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan dengan

menggunakan analisis statistik parametrik, yaitu analisis regresi serta korelasi

sederhana dan jamak. Uji persyaratan analisis ini meliputi uji normalitas dan uji

homogenitas.

1. U,ii Normalitas

Uji normalitas data dilaksanakan dengan UJI Lilief'ors. Kriteria uji

normalitas adalah sebagai berikut:

:= normal
Ln> L. := tidak normal
76

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa IHzi)-S(zi)j yang

disimbolkan dengan L n untuk sebarangaJat taksiran berdasarkan model regresL

lebih keeil dari nilai kritis seperti yang tertera pada tabeJ 7.

Tabel 7. Hasil Vii Normalitas Data

I, !
No Galat Taksiran Regresi n L hit L tab i
Kesimpulan
,
1 X1 40 0,0812 0.1630 Normal I
I
0.1630 Normal

Hasil uji normaHtas di atas menuniukkan bahwa L hit < Lab- Ha~ tersebut

signifIkan bahwa pada a = 0.0 I data penelitian berasal dari populasi yang

herclistrihusi norma!

2. Vii Homogenitas

Vii homogenitas data dilakukan dengan menggunakan uji Barlett. Uji

dengan teknik ini dilakukan dengan cara membandingkan harga X\it dengan

harga X2 tab- Kriteria uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan untuk uji homogcnitas varians skor Y ditinjau dari

skar variabel bebas tertera pada tabel 8.


77

Tabel 8. Hasil Uii HomoQenitas Varians


Kelomook skor Y ditiniau dari Skor X,

! I
No Varians Kelompok 'X 2 iab l . ~nl. I
I.._-
K"'C:imnl ..

I
2

I I
n Dk
i , Skor Y ditinjau dari
Xi
X hi{

L
~_._

1 Y atae Xi 40 25 9.00 v ...... LlI


~~ Homogen
,

2 Y atas X 2 40 27 10.89 38.9 Homogen

Berdasarkan tabel di atas daoat disimoulkan bahwa oada a = 0.05

varians kelompok skor variabel terikat terhadap skor variabel bebas bersifat

homo£en.

C. Vii Hipotesis

Penelitian ini mengaiukan ti£a hipotesis van£ perlu diuii secara emoiris.

Semua hiootesis meruoakan dugaan tentang pengaruh antara pengembammn karir.

dan perseosi tentang keoemimoinan atasan baik secara sendiri-sendiri mauoun

secara bersama-sama dengan motivasi bemrestasi.

Hipotesis pertarna penelitian ini adalah. t~niaol,!Lj).-engar_uh.__a!1tara

peT\gembangan .. karir ... deng,an ,m9Jivasi_ berJH~sta~. Langkah yang dilakukan

sebelurn melakukan uji hipotesis. adalah menghitung persamaan regresi sederhana

variabel pengernbangan karir (X 1) terhadao motivasi berprestasi (Y). Selanjutnya

dilakukan uii linearitas dan signifrkansi persamaan regresi terse but. Dari hasil
78

perhitungan, diperoleh persamaan regresl Y = 93,95 + 0,30 Xl. Perhitungan

lengkap tertera pada lampiran 20. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa

persamaan regresi memiliki koefisicn a = 93,95 dan konstanta b = 0,30. Hasil uji

signifikansi dan linearitasnya tertera pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil ANAVA Uji Signifikansi dan Linearitas


Regresi Y = 93,95 + 0,30 Xl

Sumber
, Ftab Ftab
dk JK RJK Fhit
Varians u = 0,05 u = 0,01
Total 40 679711

Koefisien (a) 1 677821,23

Regresi (b/a) 1 370,48 370,48 9,27 ** 4,10 7,35


I
I
Sisa 38 1519,29 39,98

Tuna cocok 15 556,83 41,85 1,13 ns 2,11 2,89

Galat 23 942,46 37,12

Keterangan:
dk : derajat kebebasan
JK jumlah kuadrat
RJK rata-rata jumlah kuadrat
** =
Regresi sangat signifikan (Fhit = 9,27 > Flab 7,35 pada a =
0,01)
ns non signifikan bentuk regresi linear (Fhit = 1,13 < Flab = 2,11 pada a = 0,05)

Berdasarkan hasil uji pada tabel 9 dapat disimpulkan bahwa regresi Y=


93,95 + 0,30 Xl sangat signitikan karena Fhll = 9,27 > Flab = 7,35 pada a = 0,01;

dan linear karena F hil =1,13 < Flab = 2,11 pada a = 0,05. Selanjutnya dari

persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan setiap kenaikan skor

pengembangan karir sebesar satu poin akan diikuti kenaikan skor motivasi
79

berprestasi sebesar 0,30 dengan konstanta 93,95. Secara grafis persamaan Ifegresi

tersebut divisllalisasikan pada gambar 5.

97

96

95 Y=93,95 + 0,30 X 1

94

93 (0:93.95)

1 2 3

Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Pengembangan Karir dengan Motivasi

Berprestasi

Uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien

korelasi antara pengembangan karir (XI) dengan motivasi berprestasi (Y), ryl =

0,44, yang menllnjllkkan bahwa hubungan antara pengembangan karir dengan

motivasi berprestasi adalah positif Perhitungan lengkap tertera pada lampiran 22.

Uji signifikansi koefisien korelasi antara pengembangan karir (Xl) dengan motivasi

berprestasi dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasil perhitungan uji signifikansi

koetisien korelasi tersebut tertera pada tabel 10.


80

Tabel 10. Hasi1 Uji Signifikansi Korelasi antara Xl dengan Y

- , ~

n ry 1 thit

..

] ttab q = 0,05 ttab q = 0,01 ,

40 0,44 3,04 .~ 1,68 2,42

Keterangan :

r y1 = koefisien korelasi antara x1 dengan Y

** = koefisien korelasi sangat signifikan (thit =3,04 > ttab =2,42 pada (). =0,01)

Berdasarkan uji tersebut tampak bahwa koefisien korelasi sangat signifikan

karena thit = 3,04 > ttab = 2,42 pada a = 0,01. Dari koefisien korelasi tersebut
2
dapat dihitung pula koefisien determinasinya (rYli yaitu 0,44 = 0,196. Hal ini

signifikan bahwa 19,69% dad motivasi berprestasi (Y) dapat dijelaskan o1eh

pengembangan karir (Xl)'

Hipotesis kedua penelitian ini adalah terda at pengaruh positif antara

persepsi tentang kepemimpinan atasan dengan motivasi berprestasi. Langkah yang

dHakukan sebelum melakukan uji hipotesis ada1ah menghitung persamaan regresi

sederhana variabel persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 2 ) terhadap motivasi

berprestasi (Y). Selanjutnya dilakukan uji linearitas dan signifikansi persamaan

regresi tersebut. Perhitungan lengkap tertera pada lamp iran 30. Berdasarkan hasiJ

perhitungan, diperoleh persamaan regresi Y = 88,14 + 0,23X 2 . Basil perhitungan


menunjukkan bahwa persamaan regresi memiliki koefisien a = 88,14 dan

konstanta b = 0,23. Hasil uji signifikansi dan linearitasnya tertera pada tabel ] 1.
81

Tabel 11. Basil ANAYA Uji Signifikansi dan Linearitas


Regresi Y = 88,14 + 0,23X2

Sumber Ftab Ftab


dk JK RJK Fhit
Varians ~ == 0.05 ~ == 0,01
,

Total 40 679711

I Koefisien (a) 1 677821,23

Regresi (b/a) 1 472,49 472,49 12,67 ** 4,10 7,35


I
Sisa 38 1417,28 37,29

Tuna cocok 25 1078,11 43,12 1,65 os 2,42 3,59

Galat 13 339,13 26,07

Keterangan:
dk : derajat kebebasan
JK : jumlah kuadrat
RJK : rata-rata jumlah kuadrat
** : Regresi sangat signifikan (Fh~ == 12,67 > Flab == 7,35 pada (l == 0,01)
ns : non signifikan, bentuk regresi linear (F M = 1,65 < Flab = 2,42 pada (l == 0,05)

Berdasarkan hasil uji pada tabel 11 dapat disimpulkan bahwa regresi Y=


88,14 + 0,23X2 sangat signifikan karena Fh,t = 12,67> Flab = 7,35 pada a = 0,0]

dan linear karena Fhii = 1,65 < F tab = 2,42 pada. = 0,05. Selanjutnya dari

persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan setiap kenaikan peTseps' tentang

kepemimpinan atasan sekolah sebesar satu poin akan diikuti kenaikan SkOT

motivasi berpTestasi sebesar 0,23 dengan konstanta 88,14. Secara grafis persamaan

regresi tersebut divisualisasikan pada gambar 6.


82

92

91

90 Y=88,14 + 0,23X2
89

88 (0;88,14)

Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Persepsi tentang kepemimpinan Atasan


dengan Motivasi berprestasi

Uji hipotesis kedua dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

Pearson Product Moment. Berdasarkan hasll perhitungan, diperoleh koefisien

korelasi antara persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 2) dengan motivasi

berprestasi (Y), ry 2 = 0,50 yang menunjukkankan bahwa hubungan antara persepsi

tentang kepemimpinan atasan dengan motivasi berprestasi adalah positif.

Perhitungan lengkap tertera pada lampiran 31. Uji signifikansi koefisien korelasi

antara persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 2) dengan motivasi berprestasi (Y)

dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasi1 perhitungan uji signifikansi koefisien

korelasi tertera pada tabel 12.


83

Tabel 12. Hasil Perhitungan Signifikansi Korelasi antara X2 dengan Y

I n [ ry 2 L t hit ttab (,J = 0.05 ttab u. = 0.01

.. 2,42
40 0,50 3,56 1,68

Keterangan :

x
ry3 : koefisien korelasi antara 2 dengan Y

** : koefisien korelasi sangat signifikan (thrt =3,56 > ttab =2,42 pada ~ = 0,01)

Berdasarkan data pada tabel 20, dapat disimpu Ikan bahwa koefisien

korelasi antara persepsi tentang kepernimpinan atasan dengan motivasi berprestasi

sangat signifikan karena thit == 3,56 > ttah == 2,42 pada = 0,01. Berdasarkan koefisien
2
korelasi tersebut dapat dihitung pula koefisien determinasinya (r y 32i sebesar 0,50

== 0,25. Hal ini signifIkan bahwa 25% dari motivasi berprestasi (Y) dapat dijelaskan

oleh persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 2).

Hipotesis ketiga penelitian 1m adalah terdapat pengaruh antara

pengembangan karir dan persel2si tentang keRemimpinan atasan secara bersama­

sarna dengan motivasi berprestasi. Langkah yang dilakukan sebelurn melakukan uji

hipotesis adalah menghitung persamaan regresi jamak variabel pengembangan karir

(Xl) dan persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 3 ) secara bersama-sama dengan

rnotivasi berprestasi (Y). Selanjutnya dilakukan uji signifikansi persamaan regresi

jamak tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi jamak Y=


77,92 + 0,18X 1 + 0,17X2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa persamaan
84

regresi rnemiliki koefisien bo = 77,92 ; b l = 0,18 ; b2 = 0, 17. Hasil uji signitikansi

regresi jarnak tertera pada tabel 13.

Tabel 13. Hasil ANAYA untuk Uji Signiflkansi Regresi Jarnak


Y=77,92+0,18X 1 +0,17X 2.

Sumber dk JK RJK Fhit Ftab Ftab


Varians I v. :;; 0,05 r;;. :;; 0,01

Regresi (b/a) 2 566,09 283,05 7,91 ... 3,25 5,21

Sisa 37 1323,68 35,76

Total 39 9813,09

Keterangan :
dk derajat kebebasan
JK jumlah kuadrat
RJK rata-rata jumlah kuadrat
H regresi sangat signifikan (Fh~ ~ 7,91 > Flab = 5,21 pada (), = 0,01)

Berdasarkan hasil uji pada tabel 13, dapat disirnpulkan bahwa regresi Y=
77,92 + 0,18 Xl + 0,17 X 2 adalah sangat signifikan karena Fhit = 7,91> Ftab =

5,21 pada a = 0,01. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis keernpat dengan

menggunakan rurnus korelasi Pearson Product Moment. Dari hasil perhitungan,

diperoleh koefisien korelasi antara jarnak, R y. 12 = 0,55. yang rnenunjukkan bahwa

hubungan antara pengembangan karir (XI) dan persepsi tentang kepernimpinan

atasan (X 2) secara bersama-sarna dengan motivasi berprestasi (Y) adalah posit if.

Uji signifikansi korelasi jarnak dilakukan dengan uji F. Hasil perhitungan uji

signifikansi korelasi jarnak tertera pada tabel 14.


85

Tabel 14. Hasil Uii Signifikansi Koefisien Korelasi Jarnak

n R y .32 F hil Flab (j = 0,05 Flab (j = 0,01

40 0,55 7,93
.. 3,25 5,21

Keterangan:

Ry.13 : koefisien antara Xl dan X3 secara bersama-sama dengan Y

** : koefisien korelasi jamak sangat signifikan (Fhit = 7,93 > Ftab = 5,21 ; IX = 0,01)

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

pengembangan karir dan persepsi tentang kepemimpinan atasan secara bersama­

sama dengan motivasi berprestasi adalah sangat signifJkan karena Fhil = 7,93 > Flab

= 5,21 pada \l = 0,01. Berdasarkan angka koefisien korelasi tersebut dapat

dihitung pula koefisien determinasinya (Ry.1d sebesar 0,55 2= 29,9%. Hal ini

signifJkan bahwa 29,9% dari motivasi berprestasi (Y) dapat dijelaskan secara

bersama-sama oleh kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pengembangan

karir (Xl) dan persepsi tentang kepemimpinan atasan (X 2).

D. Pem bahasan

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa secara umum motivasi

berprestasi akan meningkat jika program pengembangan karir yang dilakukan

anggota dilakukan secara adil, dan terbuka. Selanjutnya berdasarkan data yang

diperoleh dari angket yang disebarkan, responden memberikan penilaian yang

cenderung rendah untuk hal-hal yang terkait dengan peluang pengembangan


86

potensi anggota di tempat kerjanya, peluang yang diberikan untuk meningkatkan

kemampuan melalui pelatihan maupun pendidikan lanjutan.

Pada pembahasan dalam Bab II telah dikemukakan bahwa karir didptakan,

dibina, dan diikembangkan melalui dan selama kehidupan. Semuanya itu berkaitan

erat dengan seberapa baik seseorang mengelola diri sendiri, memahami orang lain

dan lingkungan, serta berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.

Kecerdasan (intelligence) dan keahlian (expertise) memang diperlukan untuk

mencapai keberhasilan, namun itu saja tidak mencukupi. Tiap individu mempunyai

sifat, kemampuan, keterampilan, nilai dan sikap serta kebiasaan yang berbeda dari

yang lain. Di samping itu, setiap jenis lPekeljaan mempunyai karakteristik

tersendiri, dengan deskripsi tugas yang berlainan, tumbuh dan berkembang dalam

latar sosial-budaya yang tidak sama.

Karir menanjak atau menurun, tergantung pada diri yang bersangkutan

selama kehidupannya, yaitu sejauh mana lndividu memberi arti pada dirinya,

merencanakan masa depannya dan melaksanakan kehidupannya. Apa yang telah

dilakukan akan menentukan citra dirinya. Citra diri yang baik akan merebut simpati

atau akan membantu dalam mendapatkan pekerjaan maupun jabatan, sebaliknya

citra diri negatif akan menghancurkan karir masa datang. Sukses pribadi dan ikarir

seseorang ditentukan oleh kesesuaian siapa dia dengan jabatan atau pekerjaannya

serta nilai-nilai dan keadaan sosial budaya tempat dia bekerja, selama

kehidupannya.
87

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa citra diri merupakan refleksi apa

yang dilihat dalam diri sendiri. Citra diri berhubungan erat dengan harga diri,

sedangkan harga diri terpaut pula dengan konsep diri (se(/). Penghayatan

seseorang tentang konsep diri (kondisi internal) yang dimilikinya secara tepat

adalah sangat esensial, karena opini yang kritis tentang did akan mempengaruhi

prestasi seseorang di tempat kerja, dalam berhubungan dengan orang lain atau

dalam pencapaian tujuan hidup yang tclah ditentukan. Harga diri yang tinggi akan

membawa seseorang pada kebahagiaan dan penuh rasa syukur, sebaliknya orang

yang menganggap dirinya tidak berarti akan menyebabkan pula dia tidak

mempunyai harga diri yang tinggi.

Kemampuan, keahlian, kecakapan, pengetahuan, dan kondisi psikologis

lainnya yang ada dan dimiliki seseorang di dalam dirinya, pada akhirnya terwujud

pada sikap dan tingkah laku yang ditampilkan oleh orang itu. Apakah citra dirinya

akan baik, bergantung pada dia dan bagaimana orang lain mempersepsi dirinya.

Apabila memiliki harga diri yang tinggi, maka ia dapat membentuk pendirian yang

kuat, Ililembangkitkan kemauan untuk bersaing yang tinggi, optimis, memotivasi

diri untuk bersaing dan menciptakan sesuatu yang baru, siap menerima tanggung

jawab dan resiko, serta bersikap terbuka dan memanfaatkan peluang yang ada.

Keberhasilan dalam pekerjaan bukanlah suatu keajaiban, bukan pula suatu

misteri yang tidak dapat diungkapkan, melainkan hasil aplikasi yang konsisten dari

prinsip-prinsip dasar keberhasilan dan menjauhi faktor-faktof yang menimbulkan

kegagalan. Sukses pribadi dan karir adalah produk individu yang bersangkutan
88

selama kehidupannya. Karir, bukan anugrah orang lain, karir seseorang tercipta

dan diciptakan yang bersangkutan melalui dan selama kehidupannya. Perjalanan

karir seseorang, tidaklah dapat dilihat secara terpisah-pisah dari salah satu sisi,

yaitu siapa ia (rninat, bakat, sifat, kemauan, nilai-nilai, inteligensi, dan lain-lain),

atau pendidikan yang pernah diterimanya, peluang karir yang ada, atau psycho­

social di tempat kerja, kekerabatan atau garis keturunan, atau pengalaman

seseorang di masa lampau, maupun situasi dan kehidupan dalam masyarakat.

Karir bukan hanya job dan bukan pula okupasi. Karir mencakup

preokupasi, okupasi, dan post okupasi selama kehidupan seseorang. Karir

merupakan sekuensilurutan posisilpekerjaan utama yang diduduki seseorang sejak

remaja sarnpai pensiun, selarna rentang kehidupan. Karir diciptakan dan berpusat

pada diri pribadi masing-masing. Keberhasilan karir dapat diartikan dai kondisi

bagaimana seseorang melaksanakan, menyikapi atau memberi arti iPada setiap

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya selama rentang kehidupannya.

Tidak dapat disangkal, untuk hidup dan melanjutkan kehidupan, setiap

orang perlu bekerja. Ada yang bekerja karena mengharapkan upah dan gaji, namun

ada pula yang melakukan suatu pekerjaan dengan mengutamakan pernenuhan

kebutuhan dan kepuasan batinnya. Ini tidak pula berarti bahwa orang yang bekerja

itu tidak perlu dibayar, karena fungsi bekerja berbeda di antara warga masyarakat

yang bekerja.

Tiap pekerjaan dan okupasi mempunyai karakteristik tuntutan tersendiri

dan tangga, karir yang bervariasi. Orang akan berhasil, kalau yang bersangkutan
89

dapat memenuhi tuntutan tersehut. Secara sederhana dapat dikatakan hahwa

seseorang akan berhasil dalam pekerjaannya apabila ada kecocokan antara siapa

diri dengan apa tuntutan pekerjaan dan lingkungan kerja. Ketidaksesuaian antara

siapa saya dan tuntutan pekerjaan serta lingkungan kerja akan memhawa dampak

negatifbagi pekerjaan dan kehidupan seseorang.

Keberhasilan hidup dan kehidupan, mencakup seluruh segi kehidupan dan

penghidupan seseorang, seperti keherhasilan dalam pendidikan, keherhasilan dalam

membina rumah tangga bahagia dan sejahtera, keberhasilan dalam pekerjaanlkarir,

dan hidang-bidang kehidupan lainnya. Fenomena itu mewujudkan diri dalam

bentuk sukses hidup, yaitu sehat mental dan fisik, aman dan sejahtera, damai dan

bahagia, hebas dan merdeka, serta hersahabat. Oleh karena itu fenomena

keberhasilan bagi tiap individu, mempunyai nuansa tersendiri, dan tidak selamanya

ditunjukkan oleh harta dan kekayaan yang berlimpah, tetapi menampakkan diri

daiam banyak hal yang positif, seperti prestasi, karya, atau kesejahteraan. Prom

keberhasilan seseorang menampakkan "diri" pada rangkaian pekerjaan yang makin

lama makin mantap, kernampuan, kecerdasan, kecakapan atau keahlian khusus

yang sesuai dengan pekerjaannya serta menimbulkan kepuasan dan manfaat pada

dirinya dan lingkungan.

Tugas, pekerjaan, dan jahatan yang diemban seseorang akan berhasil

memenuhi harapan, apahila tugas, pekerjaan, atau jahatan ilu sesuai dengan diri

yang hersangkutan. Makin terdapat kecocokan antara karakteristik keprihadian

individu dengan tuntutan lugas, jabatan, atau pekerjaan yang akan dimasuki, makin
90

dekat kecenderungan seseorang akan berhasil dalam tugasnya. Namun sebaliknya,

akan terjadi apabila terdapat jurang yang lebar antara tuntutan pekerjaan dengan

keyakinan, bakat, minat, kemampllan, sikap dan sifat-sifat mauplln niJai-nilai yang

terdapat pada seseorang.

Bagian personalia harus mengambil peranan aktif dalam pengembangan

karier anggota. Pengembangan karier perlu ditangani karena rencana-rencana

sumber daya manusia menllnjukkan berbagai kebutuhan staffing organisasi di

waktu yang akan datang dan berkaitan dengan kesempatan-kesempatan latihan

atau pengembangan. Dalam praktek, bagian personal'ia dapat mendorong

pengembangan karier anggota dengan tiga cara, yaitu melalui pendidikan karier,

penyediaan informasi, dan konseling.

Pendidikan untuk pengembangan karier me~jadi sangat penting karena

dalam kenyataannya, banyak anggota yang kurang atau tidak tahu tentang

perencanaan karier. Mereka sering tidak mengetahui kebutuhan dan keuntungan­

keuntungan perencanaan karier. Anggota juga sering kurang mempunyai informasi

yang diperlukan untuk membuat rencana-rencana karier mereka secara sukses.

Bagian personalia bertugas llntuk mengatasi kedua keterbatasan tersebut.

Bagian personalia dapat meningkatkan kesadaran anggota akan pentingnya

perencanaan karier melalui berbagai macam teknik pendidikan. Sebagai contoh,

pidato-pidato pengarahan, edaran-edaran, dan memorandum dari para pimpinan

puncak bisa menstimlllasi minat anggota. Di samping itu, berbagai lokakarya dan

seminar tentang perencanaan karier meningkatkan minat anggota dengan


91

mengemukakan konsep-konsep pokok yang berhubungan dengan perencanan

karier. Pertemuan-pertemuan semacam itu membantu anggota untuk menetapkan

sasaran-sasaran karier, mengidentifikasikan jalur-jalur karier dan mengungkap

kegiatan-kegiatan pengembangan karier. Kegiatan-kegiatan pendidikan karier ini

bisa dilengkapi dengan informasi perencanaan karier yang dicetak atau direkam.

Bila bagian personalia tidak mempunyai stafyang diperlukan untuk ill laksanakan

pro gram-program pendidikan, organisasi bisa menggunakan konsultan.

Bagian personalia seharusnya memberi anggota berbagai informasi yang

mereka butuhkan untuk merencanakan kariernya. Sebagian besar informasi ini

telah tersedia sebagai bagian sistem informasi sumber daya man usia. Sebagai

contoh, deskripsi dan spesifrkasi jabatan adalah informasi yang sangat berguna bagi

seorang anggota yang sedang mencoba untuk mengestimasi sasaran-sasaran

kariernya. Bagian personalia juga dapat mengidentifikasikan lowongan-lowongan

pekerjaan di waktu yang akan datang melalui rencana-rencana personalia.

Bila pekerjaan-pekerjaan yang berbeda memerlukan keterampilan­

keterampilan yang sama, maka disebut job families. Jalur-jalur karier dalam satu

"keluarga" pekerjaan membutuhkan tambahan latihan sedikit karena keterampilan­

keterampilan setiap pekerjaan sangat berkaitan. Dengan ketersediaan informasi

tentang "keluarga" pekerjaan, para anggota dapat menemukan berbagai jalur karier

yang feasible. Mereka kemudian dapat mengevaluasi jalur-jalur karier tersebut

dengan bertanya kepada anggota lain yang pernah memegang jabatan-jabatan yang

ada sepanjang jalur. Bagian personalia juga dapat mendorong perencanaan karier
92

melalui penyediaan informasi tentang berbagai alternatif jalur karier. Informasi ini

mencakup juga persyaratan-persyaratan jabatan yang hams dipenuhi,

U ntuk membantu para anggota menetapkan sasaran-sasaran karier dan

menentukan jalur-jalur karier yang tepat, bagian personalia bisa menawarkan

bimbingan karier. Bimbingan ini hendaknya dilakukan oIeh pembimbing yang

cakap sebagai sumber saran. Pembimbing (courycelor) mungkin hanya perlu

mendengarkan minat anggota dan memberikan informasi pekerjaan tertentu. Atau

pembimbing bisa membantu para anggota menyingkap minat mereka dengan

melakukan dan menginterpretasikan tes-tes bakat dan keterampilan.

Pembimbing karier perlu menyadari bahwa suatu karier hanyalah

merupakan bagian dari rencana hidup seseorang, sehingga rencana karier yang

disarankan seharusnya adalah bagian integral dari rencana hidup itu. Ini berarti

bimbingan karier mencakup penilaian diri anggota. Bila pembimbing karier dapat

memperoleh hasil evaluasi diri yang terinci dan jujur, maka hal ini akan membantu

untuk memusatkan pemikiran mereka pada kekuatan dan kelemahan dirinya.

Kemudian para anggota dapat memadukan kemampuan dan keinginan mereka

dengan 1nformasi karier yang tersedia.

Suatu rencana karier yang memadukan keinginan anggota dengan jalur

karier yang paling sesuai dengan kenyataan bisa merugikan bila faktor-fuktor

lingkungan diabaikan. Oleh karena itu, pembimbing karier perlu menginformasikan

kepada anggota kemungkinan perubahan-perubahan lingkungan yang akan

mempengaruhi karier mereka.


93

Implementasi rencana-rencana karier memerlukan pengembangan karier.

Pengembangan karier merupakan upaya-upaya pribadi seorang anggota untuk

mencapai suatu rencana karier. Kegiatan-kegiatan ini mungkin didukung oleh

bagian personalia atau tidak tergantung pada institusi Kolinlamil. Pengembangan

karier seharusnya tidak hanya tergantung pada usaha-usaha individual saja, karena

hal itu tidak selalu sesuai dengan kepentingan organisasi. Sebagai contoh, anggota

mungkin minta berhenti dan pindah bidang peke~jaan lain. Atau anggota bisa tidak

acuh terhadap kesempatan-kesempatan karier mereka dan kebutuhan-kebutuhan

staffing organisasi. Untuk mengarahkan pengembangan karier agar

menguntungkan organisasi dan anggota, bagian personalia sering mengadakan

program-program latihan dan pengembangan bagi para anggota. Oi samping itu,

bagian personaJia perlu mengusahakan dukungan manajemen, memberikan umpan

balik kepada anggota dan membangun suatu lingkungan kerja yang erat (cohesive)

untuk meningkatkan kemampuan dan keinginan anggota dalam melaksanakan

pengembangan karier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang kepemimpinan

atasan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan motivasi berprestasi.

Oleh karena itu, persepsi tentang kepemimpinan atasan harus diperbaiki agar

motivasi berprestasi juga terus meningkat.

Pengertian kepemimpinan dari kebanyakan ahli merupakan kunci yang

membuka pintu ke arah tindakan. Pemimpin merupakan orang yang berpengaruh

dalam menentukan kemana arah suatu organisasi akan dibawa. Pemimpin


94

cenderung memiliki dan me~jadi contoh persyaratan kualitas yang diharapkan dad

kelompok kerja mereka. Oleh karena itu, pemimpin seringkali memberi warna yang

dominan terhadap nilai dan norma suatu organisasi yang kemudian menjadi

pedoman dan arahan aktivitas organisasi dan orang-orang yang ada di dalamnya.

Organisasi yang tidak berpegang pada nilai dan tidak punya nonna aturan yang

menyangkut integritas, kejujuran tanggung jawab (accountable), dan keterbukaan

(transparency) akan kehilangan kewibawaan. Dalam kondisi semacam itu

seringkali pemimpin mengabaikan anggotanya demi mencapai tujuan pribadi.

Seorang pemimpin penting memiliki integritas. Arti utama integritas

menunjukkan kebulatan dan juga memiliki dimensi moral. lntegritas menu~jukkan

orang yang secara utuh berpegang pada kode etik, norma artistik dan nilai-nilai

lainnya. Yang tampak dominan di antara nilai-nilai tersebut adalah konsep

kebenaran. Oleh karena itu, kebanyakan orang menyamakan makna integritas

dengan kejujuran. Meskipun sulit dibuktikan, kepatuhan yang teguh pada nilai-nilai

utama di luar diri individu akan menumbuhkan keutuhan kepribadian dan kekuatan

moral.

Sebagai pemimpin, seseorang hams memiliki sifat, kualitas pribadi dan

pengetahuan yang diminta oleh situasi ke~ja yang telah dipilihnya. Kemampuan

teknis dan pengetahuan profesional merupakan suatu unsur pokok dalam

wewenang seorang pemimpin. Namun demikian, keahlian dalam suatu pekerjaan

diperlukan juga, seorang pemimpin juga memerlukan berbagai keterampilan agar

mampu menunjukkan persepsi tentang kepemimpinan yang disukai bawahan.


95

Keterampitan tersebut antara lain: kemampuan membuat keputusan dan

kemampuan komunikasi. Semua keterampilan tersebut di atas, dapat dibawa

dimanapun pemlmpm terse but ditempatkan dalam sebuah kelompok atau

lingkungan kerja yang berbeda. Oi sampmg itu, seorang pemimpin hendaknya

berusaha meluaskan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan

umum dalam memimpin orang lain.

Pemimpin Juga harus mengembangkan f1eksibilitas dalam batas

kemampuannya. Oi samping cerdas, kemampuan dasar, bakat atau keterampifan

potensial dalam bidang tertentu, para pimpinan yang bekerja dalam situasi krisis,

memerlukan reaksi mental yang cepat. Oalam konteks ini, seorang pemimpin harus

memilih bidang untuk tempat melaksanakan kepemimpinan secara cermat dan

sepenuh hati. Biasanya perhatian, bakat dan tempramen juga memberikan

bimbingan yang cukup baik. Pilihan pada bidang tertentu juga perlu diikuti oleh

f1eksibilitas maksimal dalam bidang tersebut, sehingga individu menjadi ahli dalam

membaca perubahan dan menanggapinya dengan persepsi tentang kepemimpinan

yang sesuai dengan keperluan.

Kepemimpinan tidak terlepas dari keberadaan kelompok karena pada

dasarnya seorang pemimpin harns memiliki satu atau lebih pengikut yang diikat

o leh kepentingan dan tujuan bersama. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa

kepemimpinan itu tertanam dalam kelompok. Siapa saja yang menyediakan suatu

fungsi yang diterima atau efektif dalam kelompok, maka ia adalah pemimpin pada

saat itu.
96

Berbagai kebutuhan individu terutama sangat penting dalam hubungannya

dengan motivasi, sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan. Salah satu hal yang

harus dilakukan pimpinan adalah memotivasi orang melalui gabungan imbalan dan

hukuman (reward and punishment). Seorang pemimpin juga penting untuk

memahami kebutuhan batin individu dan memahami cara lkerjanya, sehingga

pemimpin dapat bekerja sesuai dan tidak bertentangan dengan hakekat manusia

dan kemanusiaan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk rnemahami

kebutuhan bawahan adalah dengan menggunakan konsep hirarki kebutu'han dari

Maslow.

Kepemimpinan tidak berarti bahwa semuanya harus diserahkan kepada satu

pemimpin. Kepemimpinan merupakan semacam usaha tim, terutama jika

pemlmpinan itu berada di tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi. Dengan kata

lain, tim dapat terdiri dari pemimpin-pemimpin dalam organisasi. Gaya seorang

pemimpin yang merupakan pengungkapan dirinya akan timbul setelah pemimpin

tersebut menerapkan diri pada fungsi-fungsi kepemimpinan yang sederhanan.

Karena pemimpin terutama melakukan hal-hal yang secara relatif sederhana dan

jujur dengan cara yang baik sekali. Meskipun demikian, pada tingkat

kepemimpinan manapun, sebaiknya pemimpin mendorong pemikiran akan tugas

dalam hubungannya baik dengan nilai-nilai maupun dengan kebutuhan.

Tanggung jawab utama seorang pemimpin adalah memastikan bahwa

anggota kelompok menyelesaikan tugas. Tugas merupakan suatu kata yang

bersifat umUill. Karena itu tugas harus dipecah menjadi sasaran, maksud, dan
Dalam penelitian ini penulis merasakan adanya beberapa keterbatasan yang

perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya.

yang telah ditetapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Meskipun demikian

jawaban atau tanggapan yang diberikan oleh responden tidak dapat dikontrol

sepenuhnya.

Kedua, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian

berbentuk angket dan hasil jawaban responden dilakukan proses kuantifikasi. Hal

tersebut mengakibatkan ada keterbatasan dalam melakukan ,interpretasi terhadap

variabel-variabel yang diteliti karena lebih banyak berdasarkan penilaian yang

bersifat kuantitatif
BABV

KESIMPULAN DAN REKOMENOAST

A. Kesimpulan

Penelitian ini membatasi masalah pada motivasi berprestasi,

pengembangan karir, dan gaya kepemimpinan atasan. Sementara itu

respondennya adalah perwira pertama yang berpangkat Letnan Satu dan bertugas

di Kolinlamil Jakarta. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh temuan penelitian

yang menjclaskan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat baik

secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh yang positif antara pengembangan karir dengan motivasi

berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan nilai ryl = 0,44 dengan thit lebih besar

dari ttab. Berdasarkan pengujian tampak bahwa koefisien korelasi

pengembangan karir dengan motivasi berprestasi sangat signifikan. Dengan

menghitung koefisien determinasinya, temuan ini secara langsung

menegaskan bahwa pengembangan karir memberikan kontribusi sebesar 29%

terhadap peningkatan motivasi berprestasi.

2. Terdapat pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan atasan dengan

motivasi berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan nilai r y3 = 0,50 dengan thit

lebih besar dari ttab. Berdasarkan hasil pengujian tampak bahwa koefisien

korelasi antara komitmen organisasi dengan motivasl berprestasi sangat

signifikan. Dengan menghitung koefisien determinasinya, temuan ini secara

98

berprestasi sangat signifikan. Dengan menghitung koefisien determinasinya,

temuan ini secat-a langsung menegaskan bahwa pengembangan karir dan gaya
_ __ _ _ _ _ _.... • ...,. II .tI_......... ~u ~LI.... ~.-J ,.~ , L' ~ .,. u.up

peningkatan motivasi berprestasi.

B- Rekomendasi

Memperhatikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, maka

upaya peningkatan pengembangan karir dan gaya kepemimpinan atasan perlu

dilakukan agar motivasi berprestasi juga meningkat. Se lanjutnya dapat

dikemukakan beberapa rekomendasi dalam upaya meningkatkan motivasi

berprestasi anggota. Rekomendasi terse but diklasifikasikan untuk setiap

kelompok, sesuai dengan kelompok yang dapat memanfaatkan hasi~ penelitian

ini.
100

J, TJutuk Para Perwira

a. Mengoptimalkan kinerja yang dihasilkan dan tidak cepat putus asa atau

tidak menyerah apabila kinerja yang dihasilkan tidak segera memberikan

dampak positif seperti segera dipromosikan pada pekerjaan atauljabatan

lain yang lebih tinggi.

b, Meningkatkan kemampuan komunikasi agar mampu melakukan dialog

tentang berbagai hal terkait dengan aktivitas kepemimpinan atasan.

Dengan kondisi semacam itu, memungkinkan untuk memperoleh

kejelasan tentang berbagai kebiiakan dan keinginan atasan yang hams

dite~jemahkan dalam kegiatan kerja.

2. Untuk Para Atasan Langsung

a. Menerapkan gaya kepemimpinan yang memungkinkan anggota

memperoleh kenyaman dalam bekerja.

b. Berusaha meluaskan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan­

keterampilan umum dalam memimpin orang lain seperti komunikasi,

pengarahan, dan pengendalian.

c. Mengupayakan kejelasan tugas para bawahan dan membagi tugas tersebut

sesuai kemampuan dari bawahan.

d. Memberi peluang kepada anggota untuk bekerja secara kreatif dan

inovatif dalam menyelesaikan pekeriaan. mengingat yang menjadi

responden penelitian ini bukan peke~ia teknis tetapi juga individu yang

bekerja di wilayah pengambilan keputusan tingkat rendah.


lebih lengkap tentang faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan guna

meningkatkan motivasi berprestasi.

c. Melakukan studi eksplorasi mengenai faktor-faktor penentu

pengembangan karir dan gaya kepemimpinan atasan. Dengan mengetahui

faktor itu akan dapat ditelusuri cara-cara yang lebih tepat untuk

mengatasi masalah yang menyangkut faktor-faktor itu muncul.


DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. dan Jerald Greenberg. Behavior in Organizations: Understandinl


and Managing the Human Side of Work. Massachusetts: AlIyn and Bacon,
1990.
Beck, Robert C. Motivation: Theories and Principles New Jersey: Prentice Hall
Inc., 1990.
Carlson, Neil R. Foundations of Physiological hychology. Boston: Allyn and
Bacon, 1992.
Cascio, Wayne F. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life,
and Profits. New York: McGraw-Hili Inc., 1995.
Craig, Robert L. The ASTD Training & Development Handbook, A Guide To Human
Resource Development. New York: ASTD, McGraw-Hili, 1996.
Dessler, Gary. Human Resource Management. New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1997.
Dharma, Agus. Manajemen Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali Press, 1985.
Donelly Jr., James H., James L. Gibson dan John M. Ivancevich. Fundamentals of
Managemen.t Chicago: Richard D. Irwin, 1995.
Feldman, Robert S. Elements o.fPsychology. New York: McGraw-Hill Inc., 1992.
Gatewood, Robert G., Robert R. Taylor, dan a.c. Ferrel, Management:
Comprehension, Analysis, and Application. Chicago: Richard D. Irwin ­
Austen Press, 1995.
Gibson, James L. John M. Ivancevich, dan James H. Donelly Jr. Organizations.
Texas: Bussines Publications, 1985.
Good, Thomas L. dan Jere E. Brophy. Educational Psychology: A. Realistic
Approach. New York: Longman Ltd., 1990.
Hasibuan, Malayu S. P. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas.
Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Hellriegel, Don dan John W. Slocum Jr. Management Massachusetts: Addison­
Wesley Publishing Company, 1989.
Hersey, Paul dan Kenneth H. Blancard. Management of Organizational Behavior.
New Jersey: Prentice Hall, 1993.
Hodgetts, Richard M. Effective Supervision: A Practical Approac.h New York:
McGraw-Hili Book Company, 1987.
Hoy, Wayne K. dan Cecil G. Miskel. Educational Administration: Theory, Research,
and Practice. New York: Random House, 1987.

102
Hurlock, Elizabeth B. Development Psychology: A Life-Span Approach. New Delhi:
Tata McGraw-Hill Publishing Companv, 1986.
Ivancevich, John M. dan Michael T. Matteson, Organizational Behavior and
Manaf!ement. Chicago: Richard D. Irwin, 1996.
Kest, Fremont E. dan Jounes E. Resenzweng. Organisasi dan Manajemen ..
teriemahan A. Hasvmi Ali. Jakarta: Bumi Aksara. 1990.
Koontz, Harold, Cyril O'Donnel, dan Heinz Weichrich. Management. Tokyo:
McGraw-Hill Kogakusha Ltd., 1980.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT. Remaia Rosda Karva, 2000.
McClelland, David C. et al., The Achievement Motive. New York: Irvington
Publishers Inc.. ]976.
MittcheI, Terence R. dan James R. Larson Jr. People in Organization: An
Introduction to Orf!anizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill Books
Co., 1987.
Mohan, Wiliams C. dan Robert R. Hengs. Contemporary Educational
Administration London: Mcmillan Publishing Co.Inc., 1982.
Mondy, R. Wayne dan Shane R. Premeaux. Management: Concept, Practices, and
Skills. Boston: Allvn and Bacon, 1993.
Mondy, R. Wayne, Robert E. Holmes, dan Edwin B. Flippo. Management: Concept
and Practices. Boston: Allvn and Bacon, ]980.
Moon, Philip. Penilaian Karyawan. tet:iemahan Hari Wahyudi. Jakarta: PT.
Pustaka Binaman Pressindo. 1994..
Newell, Clerence A. Human Behavior in Educational Administration. New Jersey:
Prentice-Hall Inc.. ]978.
Newstrom, John W. dan Keith Davis. Organization Behavior: Human Behavior at
Work. New York: McGraw-Hill Inc.. ]993.
Nurgiyantoro, Burhan. Statistik Terapan : Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial.
Yogyakarta: Gadiah Mada University Press.. 2002.
Owens, Robert G. Organizational Behavior in Education. New Jersey: Prentice-Hall
Inc .. 1991.
Pintrich, Paul R. dan Dale Schunk, Motivation In Education: Theory, Research and
Avvlications. New Jersev: Prentice-Hall. 1996.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
lQRf1

Siswanto, Bedjo. Manajemen Tenaga Kerja: Ancangan dalam Pendayagunaan dan


Pen5!embanf!an Unsur Tenaf!a Ker;a. Bandung: Penerbit Sinar Baru. 1989.
]04

Soeprihanto, John. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Yogyakarta:


BPFE.1996.
Steers, Richard M. dan J. Stewart Black. Organizational Behavior. New York:
HaroerColiins College Publishers, 1994.
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior: Concepts, Controversies and
Avvlications (New Jersey: Prentice-Hall International. 1991.
Stoner, James A. F., R. Edward Freeman, dan Daniel R. Gilbert Jr. Managemen.
New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1995.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasiny.a Jakarta: PT.
RataGrafindo Persada, 1996.
Wagner III, John dan John R. Hollenbeck. Management of Organizational Behavior.
New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1995.
Magister Administrasi Publik yang beIjudul " Motivasi Berprestasi Perwira Pertama

(Studi tentang Hubungan antara Pengembangan Karier dan Persepsi terhadap

Laut Militer) ", dengan kerendahan hati bersama ini karoi kirimkarl bJangko kuisioner

penelitian ke hadapan Bapakilbu/Sdr ditengah-tengah kesibukan mengemban

lugasipekel~iaan, Kiranya berkenan menjawab perlanyaan-pertanyaan pada bJangko

kuisioner dengan sebaik-baiknya darl sebenar-benarnya sesuai dengan keadaan dan

kondisi yang ada di lingkungan kerja Bapak/JbuiSdr.

Demikian, alas kesediaan dan perkenan BapakilbuiSdr, kami ucapkan terima

kasih.

I
HOlma k~ml.

Anda mungkin juga menyukai