DISUSUN OLEH :
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Hj. Husna Amelz, Sp.OG
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas laporan kasus yang berjudul “Hipertensi
Gestasional dan Oligohidramnion” pada stase ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Islam Jakarta Pondok Kopi. Terima kasih kepada dr. Hj. Husna Amelz., Sp.OG selaku
pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................5
DAFTAR BAGAN.....................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................6
1.2 Tujuan..........................................................................................................................6
2.1.1 Definisi...............................................................................................................13
2.1.4 Insidensi.............................................................................................................21
2.1.6 Etiologi...............................................................................................................23
2.1.7 Patofisiologi.......................................................................................................28
2.1.9 Pencegahan.........................................................................................................32
2.2 Oligohidramnion............................................................................................................47
3
2.2.3 Etiologi Oligohidramnion.......................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................53
4
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Implantasi plasenta normal.................................................................23
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan..........26
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk dapat lebih mendalami dan
memahami atas kasus–kasus tentang hipertensi dalam kehamilan serta oligohidramnion.
Tujuan khususnya adalah sebagai pemenuhan tugas kepaniteraan stase obstetri dan
ginekologi.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. MR
Umur : 31 tahun
Alamat : Menteng, Jakarta Pusat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 16 Oktober 2014, pukul 10.30
II. Anamnesis
Keluhan utama : Sakit kepala sejak 1 hari sebelum masuk RS
Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal riwayat alergi terhadap makanan, minuman, obat-obatan.
7
Riwayat Pengobatan:
Pasien sedang mengkonsumsi suplemen zat besi dan asam folat dikonsumsi sejak
awal kehamilan satu kali sehari.
Riwayat Menstruasi
Menarche : usia 13 tahun.
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Menstruasi tidak pernah nyeri, teratur, perdarahan selama menstruasi normal ganti
pembalut 1-3 kali per hari.
HPHT : 10 Januari 2014
Riwayat Kehamilan
Kehamilan pertama, tidak pernah keguguran.
Hari Taksiran Persalinan: 17 Oktober 2014
ANC : Ke SpOG 1x, bidan 1 kali setiap bulan
Riwayat Kontrasepsi
KB : Belum pernah menggunakan KB
Ekstremitas
Superior: Akral hangat, udem (-/-), RCT < 2 detik
Inferior: Akral hangat, udem (-/-), RCT < 2 detik, refleks patella (+)
V. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Luar
Leopold I - TFU: 32 cm, teraba bulat lunak
Leopold II – kiri teraba keras seperti papan, kanan teraba bagian kecil
Leopold III – teraba bulat keras
Leopold IV - kepala belum masuk PAP
HIS(-), DJJ: 152x/menit reguler
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan
VI. DIAGNOSIS
G1P1A0 hamil 40 minggu dengan hipertensi pada kehamilan et causa hipertensi
gestasional + oligohidramnion
DD Preeklamsi Berat
CTG : Reaktif, Baseline DJJ 150x/menit, tidak ada deselerasi, his (-).
IX. PENATALAKSANAAN
a. Observasi tanda vital
b. Rencana SC elektif
c. Pasang D/C
d. Infus ringer laktat
e. Dopamet 3x250 mg
f. Nifedipin 1x30 mg
g. Ceftriaxone 2 gr
h. Ketorolac 2x1
i. Tablet Fe 1x1
j. Pronalges supp
10
X. FOLLOW UP JAGA
PLANNING
TANGGA FOLLOW UP
L
11
mobilisasi setelah 24 jam post
op, mulai dari miring kanan-kiri
lalu duduk
18 Oktober S : keluhan nyeri luka op, mobilisasi baik Diagnostik: Obs KU, Obs TTV
2014
O: Terapi:
Ceftriaxone 2 gr
Abd: TFU 2 jari bawah pusat.
Pronalges sup
A: nifas
Edukasi: Anjuran untuk
mobilisasi, perawatan bekas
luka operasi
12
13
BAB III
PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Yang dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan.11
Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan
sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan
yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang diperberat oleh
preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi atau eklamsi yang timbul pada hipertensi
kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.11
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori
yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-
induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The International Society for the
14
Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil
dibagi menjadi :
- Pre-eklamsi (proteinuria)
4. Eklampsia.18
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklamsi
3. Eklamsi
5. Hipertensi kronis.2,4,5,7,10,16
15
2.1.3 Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar
dicegah, tetapi berat dan terdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan mengenal
secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.12
Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi
jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi
berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih
rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10
menit.5,7,10
- Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium
atau trombositopenia.5
2.1.3.2 Preeklamsi
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985)
menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya
proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24 jam,
atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick) secara
persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode
24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja
tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.2,5
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni.
17
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang tinggi
dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.5
- TD 160/110 mmHg.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
- Trombosit <100.000/mm3.
18
semakin besar kemungkinan harus dilakukan terminasi kehamilan. Perbedaan antara
preeklamsi ringan dan berat dapat sulit dibedakan karena preeklamsi yang tampak
ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi berat.5
2.1.3.3 Eklamsi
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat
dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara general
dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi terdahulu,
sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam
19
setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus
antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang lebih baru
melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam postpartum
(Chames dan kawan-kawan, 2002).5
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada sebelum
kehamilan 20 minggu.
Sebagian dari banyak penyebab hipertensi yang mendasari dan dialami selama
kehamilan dicatat pada Tabel 2.2. Hipertensi esensial merupakan penyebab dari
penyakit vaskular pada > 90% wanita hamil. Selain itu, obesitas dan diabetes adalah
sebab umum lainnya. Pada beberapa wanita, hipertensi berkembang sebagai
konsekuensi dari penyakit parenkim ginjal yang mendasari.5
Hipertensi esensial
Obesitas
20
Kelainan arterial :
Hipertensi renovaskular
Koartasi aorta
Gangguan-gangguan endokrin :
Diabetes mellitus
Sindrom cushing
Aldosteronism primer
Pheochromocytoma
Thyrotoxicosis
Glomerulonephritis (akut dan
kronis)
Hipertensi renoprival :
Glomerulonephritis kronis
Ketidakcukupan ginjal kronis
Diabetic nephropathy
Penyakit jaringan konektif :
Lupus erythematosus
Systemic sclerosis
Periarteritis nodosa
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal akut
Tabel 2.2 Penyebab yang mendasari hipertensi kronis 5
21
daripada preeklamsi murni, dan hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan sering
menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin. Indikator tentang beratnya
hipertensi sudah diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan digunakan juga untuk
menggolongkan preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis tersebut.5
2.1.4 Insidensi
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsi
dibandingkan kelompok rasial lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit hitam
memiliki prevalensi yang lebih besar terhadap hipertensi kronis. Diantara wanita yang
berusia 30-39 tahun, hipertensi kronis terdapat pada 22,3% wanita kulit hitam, 4,6%
kulit putih, dan 6,2% pada wanita Amerika Meksiko.4,5,7
Preeklamsi umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18 tahun atau > 35
tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada wanita > 35 tahun dapat
menjelaskan mengapa terjadi peningkatan frekuensi preeklamsi diantara gravida
tua.4,5,7,10
Selain itu, meskipun merokok selama kehamilan dapat menyebabkan berbagai
hal yang merugikan, ironisnya merokok telah dihubungkan secara konsisten dengan
risiko hipertensi yang menurun selama kehamilan. Plasenta previa juga telah
dilaporkan dapat mengurangi risiko gangguan-gangguan hipertensi pada kehamilan.5
1.
Faktor risiko maternal :
- Kehamilan pertama
- Primipaternity
- Usia < 18 tahun atau > 35 tahun
- Riwayat preeklamsi
- Riwayat preeklamsi dalam keluarga
- Ras kulit hitam
- Obesitas (BMI ≥ 30)
- Interval antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.5,7
2.
Faktor risiko medikal maternal :
22
- Hipertensi kronis, khusunya sebab sekunder hipertensi kronis seperti
hiperkortisolisme, hiperaldosteronisme, faeokromositoma, dan stenosis arteri
renalis
- Diabetes yang sedang diderita (tipe 1 atau 2), khususnya dengan komplikasi
mikrovaskular
- Penyakit ginjal
- Systemic Lupus Erythematosus
- Obesitas
- Trombofilia
- Riwayat migraine
- Pengguna anti depresan selective serotonin uptake inhibitor > trimester I.4,5,7
3.
Faktor risiko plasental atau fetal :
- Kehamilan multipel
- Hidrops fetalis
- Penyakit trofoblastik gestasional
- Triploidi.3,4,5,7
2.1.6 Etiologi
Setiap teori yang memuaskan tentang etiologi dan patofisiologi preeklamsi
harus menerangkan pengamatan bahwa hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan
jauh lebih memungkinkan terjadi pada wanita yang :
2. Terpapar vili korialis yang berlimpah, pada gemeli atau mola hidatidosa.
23
penyebabnya. Menurut Sibai (2003), sebab-sebab potensial yang mungkin menjadi
penyebab preeklamsi adalah sebagai berikut :
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.5
24
Gambar 2.1 Implantasi plasenta normal5
25
Gambar 2.2 Atherosis5
2. Faktor imunologis
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa preeklamsi
adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi pada sistem imun
dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester kedua. Wanita yang
cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih
sedikit.dibandingkan dengan wanita yang normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi
karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini
mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini
dapat menyebabkan preeklamsi.3,5,16
26
terhadap stres oksidatif yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai
dengan adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan
pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang merusak
sel-sel endotel, memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu keseimbangan
prostaglandin. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi
pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular
(trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan proteinuria).6,3
4. Faktor nutrisi
27
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil dipengaruhi oleh
sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan vitamin. Beberapa studi telah
membuktikan hubungan antara kekurangan makanan dan insidensi terjadinya
preeklamsi. Hal ini telah didahului oleh studi-studi tentang suplementasi dengan
berbagai unsur seperti zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah
preeklamsi. Studi lainnya, seperti studi oleh John dan kawan-kawan (2002),
membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet tinggi buah dan sayuran yang
memiliki efek antioxidant berhubungan dengan tekanan darah yang menurun.3,5,8
5. Faktor genetik
2.1.7 Patofisiologi
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklamsi
merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada beberapa
kasus, mikroskop cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta akibat kelainan
tersebut, seperti trombosis plasenta difus, inflamasi vaskulopati desidua plasenta, dan
invasi abnormal trofoblastik pada endometrium. Hal-hal ini menjelaskan bahwa
pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis
difus merupakan pusat perkembangan kelainan ini.4,5,7
Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal yang
terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi terhadap
perkembangan preeklamsi. Disfungsi endotel yang luas menimbulkan manifestasi
klinis berupa disfungsi multi organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal,
renal, dan sistem hematologi. Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran kapiler
patologis yang dapat bermanifestasi pada ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat,
edema non dependen (muka atau tangan), edema pulmonal, dan hemokonsentrasi.
Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin dapat terkena dampaknya akibat
penurunan aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan
manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah
profil biofisik, oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus
yang berat.4,5,7
1. Volume plasma
30
gestosis. Indeks gestosis > 7 selalu disertai Ht > 37%, dan dikatakan ada korelasi
antara hematokrit dan progesivitas penyakit.19
Ultrasonografi
Ducey dkk dalam penelitian terhadap 136 wanita hamil mendapatkan 43%
penderita preeklampsia mempunyai gambaran SD ratio yang abnormal, dan
mendapatkan adanya penurunan aliran darah arteri uterina dan arteri umbilikalis pada
mayoritas penderita preeklampsia. Nilai prediktif positif pada penelitian ini sekitar
75%. Pada penelitian lain, Kofinas dkk memperlihatkan bahwa insidens preeklampsia
pada plasenta letak unilateral 2,8 kali lebih besar dari pada pasien dengan plasenta
letak sentral. 19
Penentuan letak plasenta ini dilakukan dengan pemeriksaan USG real time.
Dikatakan bahwa bila plasenta terletak unilateral maka arteri uterina yang terdekat
dengan plasenta mempunyai tahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
lainnya, sedang pada plasenta letak sentral tahanan kedua arteri tersebut sama
besarnya. Pada tahanan yang lebih besar tersebut dapat menurunkan aliran darah
uteroplasenter yang merupakan salah satu kelainan dasar pada preeklampsia.
Terjadinya hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu mekanisme kompensasi
untuk meningkatkan aliran darah uterus yang disebabkan oleh iskemia.19
2.1.9 Pencegahan
Beragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan terhadap
terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi terhadap strategi-
strategi ini, tidak ada satupun yang terbukti efektif secara klinis.5
1. Manipulasi diet
Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah
pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah
penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan
garam terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia pada 361 wanita.5
32
Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis menunjukkan
bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal menghasilkan penurunan yang
signifikan dari tekanan darah dan insidensi preeklamsia.5,8
3. Antioksidan
33
kawan-kawan menunjukkan bahwa konsumsi vitamin E tidak berhubungan
dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa peninggian plasma vitamin E
pada wanita dengan preeklamsi dan menyatakan bahwa hal ini merupakan respon
terhadap stres oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada
penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat menurunkan
aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi.6. Pada
penelitian lain, dengan pemberian vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin
E 400 IU/ hari pada usia kehamilan 16 – 22 minggu berhubungan dengan
rendahnya insidensi preeklamsi. Karena itu masih perlu dilakukan penelitian
sebelum menyarankan penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara
klinis.13
4. Suplemen kalsium
Berdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat hubungan antara asupan diet rendah
kalsium dengan terjadinya preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 –
2 g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi. Dari hasil penelitian Cochrane,
diketahui bahwa pemberian suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun
demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk mereka yang termasuk
kelompok dengan asupan kalsium yang memang kurang atau pada kelompok risiko tinggi,
seperti mereka dengan riwayat preeklamsi berat.6
5. N-Acetylcystein
Diduga dapat mencegah preeklamsi karena sifatnya sebagai anti radikal bebas
atau antioksidan, sehingga pemberian obat ini diharapkan dapat mencegah
terjadinya peningkatan tekanan darah yang diakibatkan kerusakan sel endotel
pembuluh darah. Namun pemberian obat ini masih kontroversi. Meskipun
demikian beberapa ahli sudah mencoba menggunakan obat ini.6
34
Laporan NHBPEP Working Group, menyediakan 3 panduan penatalaksanaan :
1. Persalinan merupakan terapi yang paling tepat untuk ibu, tetapi tidak demikian
untuk janin. Dasar terapi di bidang obstetrik untuk preeklamsi berdasarkan apakah
janin dapat hidup tanpa komplikasi neonatal serius baik dalam uterus maupun
dalam perawatan rumah sakit.
3. Perubahan patogenik pada preeklamsi telah ada jauh sebelum diagnostik klinis
timbul. Penemuan ini menunjukkan bahwa perubahan ireversibel terhadap
kesejahteraan janin dapat terjadi sebelum diagnosis klinis. Jika ada pertimbangan
konservatif daripada persalinan, maka ditujukan untuk memperbaiki kondisi ibu
agar janin dapat menjadi matur.9
Penanganan pra-kehamilan
35
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan, penting
diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah diketahui aman
digunakan selama kehamilan, seperti metildopa atau beta bloker. Penghambat ACE
dan ARB jangan dilanjutkan sebelum terjadinya konsepsi atau segera setelah
kehamilan terjadi.13
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis seperti sakit
kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan penambahan berat badan secara
cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari setelahnya.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali saat
pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis dan dengan
menggunakan ultrasonografi.4,5,7,10
36
endokrin, dan koarktasio aorta tidak umum dalam kehamilan. Faktor-faktor yang
menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk terjadinya preeklamsi superimposed
adalah umur ibu lebih dari 40 tahun, hipertensi lebih dari 15 tahun, tekanan darah >
160/110 mmHg pada awal kehamilan, diabetes klas B-F, kardiomiopati, dan penyakit
ginjal atau autoimun.14,15
37
Penggunaan obat anti hipertensi pada wanita hamil penderita hipertensi kronis
bervariasi pada beberapa pusat kesehatan. Beberapa klinisi lebih suka menghentikan
medikasi anti hipertensi ketika menjalankan observasi ketat, termasuk penggunaan
monitor tekanan darah di rumah. Pendekatan ini menggambarkan perhatian terhadap
keamanan terapi obat anti hipertensi dalam kehamilan. Sebuah meta-analisis terhadap
45 penelitian acak terkontrol tentang penatalaksanaan beberapa kelas obat anti
hipertensi pada hipertensi tingkat 1 dan 2 selama kehamilan menunjukkan hubungan
linier langsung antara penurunan tekanan darah rata-rata karena terapi dengan
proporsi bayi KMK (Kecil Untuk Masa Kehamilan). Hubungan ini tidak tergantung
pada tipe hipertensi, tipe obat anti hipertensi, dan lamanya terapi.5,715
Bagaimanapun juga pada wanita hamil dengan kerusakan target organ atau
yang lebih dulu memerlukan bermacam obat anti hipertensi untuk mengontrol tekanan
darahnya, medikasi anti hipertensi harus dilanjutkan untuk mengontrol tekanan
darahnya. Pada semua kasus, terapi harus dijalankan ketika tekanan darah mencapai
150-160 mmHg sistolik atau 100-110 mmHg diastolik untuk mencegah peningkatan
tekanan darah pada tingkat yang sangat tinggi pada kehamilan. Akan tetapi ada
beberapa pendapat yang merekomendasikan pemberian obat anti hipertensi saat
tekanan darah mencapai 180/110 mmHg. Penatalaksanaan yang agresif pada
hipertensi kronis yang berat pada trimester pertama sangat penting, mengingat
kematian janin mencapai 50% dan angka kematian maternal yang signifikan telah
banyak dilaporkan. Kebanyakan prognosis paling buruk berhubungan dengan
superimposed preeklamsi. Lebih jauh lagi, wanita dengan hipertensi kronis
mempunyai faktor risiko lebih tinggi dalam memperburuk prognosis neonatal jika
proteinuria didapatkan pada awal kehamilan.5,7,15
38
atau tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat. Keputusan untuk memulai terapi anti
hipertensi pada hipertensi kronis tergantung dari beratnya hipertensi, ada tidaknya
penyakit kardiovaskular yang mendasari, dan potensi kerusakan target organ. Obat
lini pertama yang biasanya dipergunakan adalah metil dopa. Bila terdapat kontra
indikasi (menginduksi kerusakan hepar) maka obat lain seperti nifedipin atau labetalol
dapat digunakan.3,5,15
Preeklamsi lebih umum diderita pada wanita dengan hipertensi kronis, dengan
insidensi sekitar 25%. Faktor risiko untuk superimposed preeklamsi meliputi
insufisiensi ginjal, riwayat menderita hipertensi selama 4 tahun atau lebih, dan
hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Pencegahan pada preeklamsi meliputi
identifikasi wanita risiko tinggi, deteksi dini secara klinis dan laboratorium,
pengamatan intensif atau terminasi kehamilan jika ada indikasi. Penatalaksanaan
preeklamsi meliputi perawatan di rumah sakit, kontrol tekanan darah, profilaksis
konvulsi pada impending eklamsi, dan terminasi pada waktunya. Banyak wanita
dengan preeklamsi mempunyai sejarah normotensi sebelumnya sehingga peningkatan
tekanan darah secara akut bahkan pada tingkat terendah (150/100 mmHg) dapat
menyebabkan simptomatologi yang signifikan dan memerlukan terapi.
Penatalaksanaan tidak mengganggu patofisiologi penyakit, tetapi dapat memperlambat
progresi penyakit dan menyediakan waktu bagi fetus untuk mencapai maturitas.
Preeklamsi kadang-kadang dapat sembuh sendiri walau jarang dan pada kebanyakkan
kasus adalah memburuk sejalan dengan waktu.4,5
Ketika persalinan mungkin dapat menjadi terapi yang tepat bagi ibu, haruslah
memperhatikan masa gestasi fetus yang < 32 minggu. Selain memperhatikan masa
gestasi, bila didapatkan tanda-tanda gawat janin intra uterin, atau IUGR atau
39
gangguan maternal seperti hipertensi berat, hemolisis, peningkatan enzim hati, hitung
trombosit yang rendah, gangguan fungsi ginjal, pandangan kabur, dan sakit kepala.
Persalinan per vaginam lebih disukai daripada seksio untuk menghindari penambahan
stress akibat operasi.7,20
1. Hidralazine
40
2. Labetalol
41
ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk digunakan dalam
kehamilan.5,15
Pemakaian obat anti hipertensi lain seperti verapamil lewat infus 5-10 mg per
jam dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata sebesar 20%. Obat lain
seperti nimodipin dapat digunakan baik secara oral maupun infus dan terbukti
dapat menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Hal ini
dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Belforts dan kawan-kawan.
Pemakaian ketanserin secara intra vena juga memberikan hasil yang baik menurut
penelitian Bolte dan kawan-kawan. Nitroprusid tidak direkomendasikan lagi oleh
NHBPEP kecuali tidak ada respon terhadap pemberian hidralazin, labetalol atau
nifedipin. Sodium nitroprussid dapat menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena
tanpa efek terhadap susunan saraf otonom atau pusat. Onset kerja 1-2 menit,
puncak kerja terjadi setelah 1-2 menit, dan lama kerja 3-5 menit. Obat ini sangat
efektif dalam mengontrol tekanan darah dalam hitungan menit di ICU.
Rekomendasi penggunaan obat secara intra vena tidak lebih dari 30 menit pada
ibu non parturien karena efek samping toksisitas sianida dan tiosianat pada janin.
Trimethaphan merupakan pemblok ganglionik yang digunakan oleh ahli anestesi
dalam menurunkan tekanan darah sebelum laringoskopi dan intubasi untuk
anestesi umum. Efek samping terhadap janin adalah ileus mekonium.
Nitrogliserin diberikan secara intra vena sebagai vasodilator vena yang tampak
aman bagi janin. Obat ini merupakan anti hipertensi potensi sedang.5,15
4. Metil dopa
5. Klonidin
6. Prazosin
7. Diuretik
43
Obat ini memiliki efek menurunkan plasma dan ECF sehingga curah jantung
dan tekanan darah menurun, juga menurunkan resistensi vaskular akibat
konsentrasi sodium interselular pada sel otot polos.
8. Penghambat ACE
OBAT REKOMENDASI
Nifedipine Dimulai dengan 10 mg oral dan ulangi setiap 30 menit bila perlu.
Tidak diperbolehkan penggunaan nifedipine kerja singkat dalam
44
terapi hipertensi
1. ACE inhibitor
Digunakan pada trimester dua dan tiga telah menyebabkan disfungsi ginjal
pada fetus yang mengakibatkan oligohidramnion dan anuria. ACE inhibitor telah
dihubungkan dengan hipoplasia pulmoner, pertumbuhan terhambat, kelainan
ginjal dan hipoplasia lain pada tulang tengkorak.15
3. Diuretika
Memiliki efek samping terhadap ibu maupun janin. Efek maternal seperti
hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemi, hiperurikemi, hiperlipid, dan penurunan
volume plasma sehingga dapat menganggu pertumbuhan janin. Efek terhadap
janin adalah gangguan elektrolit, trombositopeni, dan IUGR.13
Beberapa efek obat anti hipertensi terhadap pemberian ASI, yaitu :
- Diuretik thiazide sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan produksi ASI dan
digunakan untuk mensupresi laktasi.
45
- Metil dopa kemungkinan aman selama pemberian ASI, dimana tingkat plasma
yang rendah ditemukan pada janin.
- Beta bloker lain selain propranolol ditemukan dalam konsentrasi besar dalam susu
ibu daripada plasma ibu.
- Klonidin ditemukan dalam jumlah sedikit di ASI. Hal yang sama terdapat pada
ACE inhibitor.15
2.2 Oligohidramnion
Fetal :
Kromosom
Kongenital
Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
Kehamilan postterm
Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Maternal :
Dehidrasi
Insufisiensi uteroplasental
Preeklamsia
Diabetes
Hypoxia kronis
Induksi Obat :
Indomethacin and ACE inhibitors
Idiopatik2
Faktor Resiko Oligohidramnion
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :
Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).
Retardasi pertumbuhan intra uterin.
Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).
Sindrom pasca maturitas
47
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan
gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit,
maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada
posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru
hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada
sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang
menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan
ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang
khas dari sindroma Potter. Gejala Sindroma Potter berupa :
Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung
yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
Tidak terbentuk air kemih
Gawat pernafasan14.
48
2.2.7 Komplikasi Oligohidramnion
Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat
mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam ”kamar sempit” yang
membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana suah terbentuk
amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena
anggota tubuh janin ”terjepit” atau ”terpotong” oleh amniotic band tersebut.
Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih,
pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan
pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan teratur.
Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum tiba waktu
bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal
daribawah. Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena
ukuran tubuh janin semakin besar.
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban
berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohidramnion dapat terjadi di masa
kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius
dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan
ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan
kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Oligohidramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatka resiko
keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion
terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan
pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohidramnion dapat
meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari
memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang
mengalami oligohidramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat
persalinannya.
49
BAB III
KESIMPULAN
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan utama
pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg.
50
DAFTAR PUSTAKA
52