Anda di halaman 1dari 11

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia
dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga
publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai
bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan
pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-
pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah,
baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi
dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk
diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran,
akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan
akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting
untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak
dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang
luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable,
masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat,
dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko
berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta
melakukan efisiensi.
Selain itu mengacu, pada pelaporan keuangan pemerintah, dan
korelasinya dengan akuntabilitas publik, Peraturan perundang-undangan
tersebut menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan

1
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambanya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24 tahun 2005). Disamping Undang-
undang dan peraturan pemerintah tersebut, Menteri Dalam Negeri
mengeluarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada Intinya semua peraturan tersebut
menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan daerah.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara akuntabilitas publik dan pelaporan keuangan pemerintah, serta dampak
yang ada anatara satu dan lainnya

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun makalah
ini adalah sebagai berikut:
Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan denga
penulisan makalah ini.

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas (accountability) secara harfiah dapat diartikan sebagai


”pertanggung jawaban”. Namun penerjemahan secara sederhana ini dapat
mengaburkan arti kata accountability itu sendiri bila dikaitkan dengan
pengertian akuntansi dan manajemen. Governmental Accounting Standard
Board (GASB) di Amerika Serikat mendefinisikan istilah accountability
sebagai “the requirement for government to answer to the citizenry – to
justify the raising of public resources and the purposes for which they used”.

Akuntabilitas publik mengandung makna bahwa hasil dari suatu


entitas kedalam bentuk fungsinya, program dan kegiatan, maupun kebijakan
suatu lembaga publik harus dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat (public disclosure), dan masyarakat dapat dengan mudah
mengakses informasi dimaksud tanpa hambatan. Konsep akuntabilitas
tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Stewart tentang jenjang
atau tangga akuntabilitas (Stewart’s ladder of Accountability) yang terdiri
dari 5 (lima) jenis tangga akuntabilitas yakni :

1. Accountability for probity and legality;

2. Process Accountability;

3. Performance Accountability;

4. Programme Accountability;

5. Policy Accountability.

Akuntabilitas publik juga melekat pada fungsi pengendalian dan


pengawasan, maka informasi yang disajikan terutama aspek pelaporan
keuangan kepada publik harus auditable atau dapat diaudit oleh baik aparat
internal dan eksternal pengawasan fungsional Badan Pemeriksan Keuangan
(BPK) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) maupun auditor lainnya yang

3
terkait. Selain itu, akuntansi pemerintahan sebagai penyedia informasi tidak
hanya menyediakan informasi yang bersifat keuangan tetapi juga
menyediakan informasi tentang penggunaan resources oleh setiap entitas
publik yang terkait dengan tujuan Nngara kesejahteraan (welfarestate), yang
merupakan landasan filosofi akuntansi pemerintahan (nonprofit organization)
yang akuntabel dan transparan.

2.2 Akuntansi Daerah

Dalam struktur pemerintahan daerah, satuan kerja (SKPD) merupakan


entitas akuntansi yang mempunyai kewajiban melakukan pencatatan atas
transaksi-transaksi pendapatan, belanja, aset dan selain kas yang terjadi di
lingkungan satuan kerja. Proses pencatatan tersebut dilakukan oleh Pejabat
Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) dan
pada akhir periode dari catatan tersebut PPK SKPD menyusun laporan
keuangan untuk satuan kerja bersangkutan.

Pada SKPKD yang dapat berupa Badan Pengelola Keuangan Daerah


(BPKD) pencatatan transaksi-transaksi akuntansi diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
a. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai satuan kerja
yaitu, mencatat transaksi-transaksi keuangan dalam melaksanakan program
dan kegiatan pada bagian atau biro yang ada pada BPKD.
b. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai pemerintah
daerah untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan seperti pendapatan yang
berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja bunga, belanja
subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga, serta penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan daerah. Namun pada SKPKD tidak perlu dibuat
laporan keuangan khusus sebagai satuan kerja dan sebagai pemerintah
daerah. Secara teknik akuntansi, laporan keuangan untuk SKPKD ini dapat
disatukan menjadi laporan keuangan SKPKD sebagai kantor pusat (home
office).

4
Pengakuan Pendapatan dan Belanja
Pendapatan diakui pada saat diterima pada rekening umum kas daerah
(PSAP 02, paragraf 22). Sedangkan belanja diakui pada saat terjadinya
pengeluaran dari rekening kas umum daerah (PSAP 02, paragraf 31). Khusus
pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat
pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan (PSAP 02, paragraf 32).

2.3 Pelaporan Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan daerah (LKD) merupakan pertanggung jawaban


daerah yang bermuara dari kompilasi dokumen perencanaan anggaran
sampai dengan pembendaharaan dan pencatatan akuntansi di setiap SKPD
maupun Satuan Pengelola Keuangan Daerah (SPKD). Akuntabilitas publik
dalam LKD pengaturannya dalam PSAP No. 1 merupakan peranan dan
tujuan pelaporan keuangan antara lain : Pertama, untuk menyediakan
informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang
dilakukan suatu entitas pemerintah selama satu periode
pelaporan, Kedua,untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja
dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi aktifitas dan efisiensi suatu entitas, dan membantu menentukan
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan, Ketiga, untuk
kepentingan akuntabilitas, manajerial, transparansi, dan keseimbangan antar
generasi.

Adapun asumsi dasar LKD adalah kemandirian, kesinambungan entitas dan


keterukuran dalam satu uang dengan karakteristik kualitatif laporan
keuangan yang relevan, andal dan netralis. Sedangkan prinsip dasar yang
harus dipertimbangkan dalam LKD adalah berbasis akuntansi yaitu : nilai
perolehan (historical cost), realisasi (realization), substansi mengungguli
formalitas (substance over form), periodesasi dan konsistensi (periodicity

5
and concistency), pengungkapan lengkap (full disclosure), dan penyajian
wajar (fair presentation) laporan dimaksud terdiri dari :

1. Laporan Realisasi Anggaran


2. Neraca
3. Laporan Arus Kas, dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan

a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Akuntabilitas publik LRA dapat dilihat dari pentingnya fungsi anggaran


seperti yang dijelaskan diatas, antara lain : organization’s expectations,
aspirations, and strategies, a form of power, and a signal or network of
communications. Berdasarkan SAP, Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah (PSAP) No. 2 tentang LRA, anggaran yang diharapkan menjadi
alat kendali internal (internal accountability) yaitu untuk pengambilan
keputusan manajemen dan menjadi external accountability bagi pengguna
eksternal yang antara lain adalah masyarakat, investor, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), Press, dan BPK. Laporan ini sekurang-kurangnya terdiri
dari pos pendapatan, belanja, transfer, surplus dan defisit, penerimaan
pembiayaan, pengeluaran pembiayaan, pembiayaan neto, dan selisih lebih
atau kurang realisasi penerimaan atau pengeluaran anggararan (Silpa atau
Sikpa) selama satu tahun anggaran.

Adapun manfaat LRA sesuai dalam paragraph 6 (enam) diantara lain;


menyediakan informasi mengenai realiasi pendapatan, belanja, transfer,
surplus/defisit dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan (SKPD) yang
masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dan menyediakan
informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang
akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam
periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. LRA
berbasis kas dengan format yang baku dan terstruktur, dilaporkan sekurang-

6
kurangnya sekali dalam setahun dan paling lambat 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran.

b. Neraca (balance sheet) Daerah

Neraca menunjukan laporan tentang harta atau kekayaan daerah, atau


keadaan posisi keuangan pada saat tertentu, serta aktiva dan nilai kekayaan
daerah selama periode rencana strategi (renstra). Berdasarkan format dan
struktur neraca sesuai lampiran XXXIX Kepmendagri No. 29 Tahun
2002 terdiri dari struktur Aktiva yaitu: Aktiva lancar; investasi jangka
panjang dalam bentuk saham dan obligasi; aktiva tetap; dana cadangan; dan
aktiva lain-lainnya. Struktur utang yaitu: utang jangka panjang; dan ekuitas
dana, masing-masing ditandai oleh kode rekening. Penyusunan neraca selalu
terkait dengan sistem akuntansi, dhi. Akuntansi keuangan daerah, tentunya
mengacu dengan SAP dengan memberi keleluasaan daerah dalam menyusun
sistem dimaksud, dengan ketetapan kepala daerah mengenai kebijakan
akuntansi yang digunakan, lihat asal 96-97, PP 58 Tahun 2005.

Hal-hal yang terkait dengan akuntabitas publik bahwa neraca merupakan


beginning and end process dari pelaksanaan sistem akuntansi dimana
tujuannya adalah transparansi anggaran dalam suatu rangkaian prosedur
mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan atas
operasi keuangan pemerintah daerah, lihat gambar 2. Ada dua domain yang
penting dalam proses akuntansi ini. Pertama, adalah domain SKPD yaitu
kewajiban entitas mempertanggung jawabkan setiap dana publik yang
dikelolanya, yaitu pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) adalah pejabat
tertinggi di SKPD. Kedua, domain pejabat pengelola keuangan daerah
(PPKD) yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan
bertindak sebagai bendahara umum daerah (BUD). Pada tingkatan ini, BUD
mengkompilasi laporan SKPD yang dilaksanakan oleh masing-masing satuan
kerja.

c. Laporan Arus Kas (LAK) atau cash Flow Statement

7
LAK adalah laporan yang memuat saldo kas awal ditambah dengan arus kas
bersih dari aktifitas operasi, arus kas bersih dari aktifitas investasi, dan arus
kas bersih dari aktifitas pendanaan/pembiayaan selama kurun waktu satu
tahun. Akuntabilitas publik yang diharapkan dalam melihat LAK adalah
setiap stakeholders pemerintahan daerah akan memahami setiap pergerakan
arus kas, yaitu bermanfaat sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang
akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas
yang telah dibuat sebelumnya, lihat dalam paragraph 5, (lima) PSAP No. 03,
ada 3 (tiga) aktifitas yang mempengaruhi LAK sebagai bahan informasi
kebutuhan internal maupun eksternal yaitu; Pertama, arus kas bersih
aktifitas operasi pendapatan dan operasional, misalnya pajak daerah,
restribusi daerah, bagi hasil dari PBB,BPHTB, pendapatan dari pemerintah
pusat, belanja rutin yang terdiri dari pegawai, barang, pemeliharaan,
perjalanan dinas, pensiun, belanja lain-lain dan belanja
pembangunan. Kedua, arus kas bersih aktifitas investasi adalah transaksi
yang berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi dan non kas lainnya
yang digunakan oleh pemda, misalnya penjualan aktiva, surat berharga
(saham dan obligasi), penagihan pinjaman jangka panjang, pembayaran
untuk mendapatkan aktiva, pembelian investasi jangka panjang, pembelian
sekuritas pemberian pinjaman kepada pihak lain. Ketiga,kelompok ini
menyangkut bagaimana kegiatan kas untuk membiayai daerah termasuk
operasinya. Arus kas merupakan kegiatan mendapatkan dana untuk
kepentingan daerah. Arus kas keluar adalah pembayaran kembali kepada
pemilik dan penerimaan pinjaman, pembayaran utang pokok dana yang
dipinjam, dan pembayaran pinjaman. Dalam PSAP No. 3, terangkum
penjelasannya dalam paragraph 18 s/d 31.

d. Catatan atas Laporan Keuangan (CLK)

CLK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan


Pemda, dengan tujuan mencegah salah persepsi dari setiap pembaca laporan
secara luas. Lihat PSAP No. 4. Oleh karena itu CLK harus disajikan secara
sistematis yang terdiri dari setiap pos dalam LRS, Neraca dan LAK harus

8
mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam CLK. Lihat
paragraph 11 dan 13, yaitu :Pertama, memuat tentang informasi kebijakan
fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBD berikut kendala
dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target. Kedua,informasi
tentang ikhtisar pencapaian kinerja selama satu tahun pelaporan. Catatan,
pelaporan kinerja diatur secara khusus melalui PP No. 8 tahun
2006. Ketiga, pernyataan tentang ketaatan terhadap
SAP. Keempat, pernyataan tentang dasar pengukuran dan kebijakan
akuntansi yang diterapkan. Kelima, informasi yang menjelaskan pos-pos
laporan keuangan sesuai dengan urutan sebagaimana pos-pos tersebut
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Keenam, informasi lainnya
termasuk laporan non keuangan.

9
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

1. Laporan keuangan pemerintah daerah yang dihasilkan melalui proses akuntansi


merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik.
2. Akuntabilitas publik merupakan tuntutan masyarakat dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih. Akuntanbilitas publik yang tidak dapat dipisahkan
dengan transparansi yang merupakan prinsip-prinsip dasar tata pemerintahan
yang baik.
3. Akuntabilitas keuangan daerah sebagai sub sistim ilmu akuntansi
pemerintahan banyak melibatkan stakeholders, sehingga partisipasi publik
dilibatkan dalam rangka demokratisasi anggaran (partisipasi publik), yaitu :
anggaran yang berbasis kinerja dan untuk kesejahteraan masyarakat.

3.2 Saran

Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang semakin baik (tantangan)


dibutuhkan tenaga-tenaga akuntansi terampil pada pemerintah daerah, hal ini dapat
dilakukan melaui kegiatan bimbingan teknis akuntansi bagi pegawai pemerintah
daerah yang ditugaskan sebagai pengelola keuangan atau melalui rekrutmen pegawai
baru yang memiliki kemampuan akuntansi keuangan daerah. Disamping tenaga-
tenaga akuntansi terampil tersebut, juga dibutuhkan adanya sistem dan prosedur
pembukuan yang memadai dan kebijakan akuntansi sebagai pedoman pegawai dalam
mengelola keuangan daerah.

10
Daftar Pustaka

Abdul Hafiz Tanjung, 2008, Akuntansi Pemerintahan Daerah: Konsep dan Aplikasi,
Cetakan kedua, Alfabeta, Bandung.

Mardiasmo, 2006, Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui


Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance, Jurnal Akuntansi
Pemerintahan, Vol. 2, No. 1, Mei 2006, Hal 1 – 17.

Internet :
http://pekikdaerah.com/akuntabilitas-publik-dan-peran-akuntansi-keuangan-daerah-
pada-pemerintahan-daerah-2/ di akses tanggal 18 November 2011

11

Anda mungkin juga menyukai