Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

ECONOMIC BRAIN

OLEH :
Antony Halim I4061162030

Asjat Gapur I4061162033


Tia Aditya Rini I4061162014

PEMBIMBING :
dr. Hanartoaji Anggana Pribadi, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAN
RSUD DOKTER ABDUL AZIS
SINGKAWANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui referat dengan judul :

ECONOMIC BRAIN
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Neurologi

Singkawang, Maret 2019


Pembimbing,

dr. Hanartoaji Anggana Pribadi, Sp. S Antony Halim/Asjat Gapur/


Tia Aditya Rini
BAB I
PENDAHULUAN

Otak manusia sering disebut sebagai suatu struktur biologis yang paling kompleks.
Dasar teori ekonomi dibangun dengan asumsi bahwa rincian otak manusia tidak akan
mudah ditemukan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, neurosains telah
menghasilkan teknik untuk menyimpulkan berbagai rincian dan pencitraan aktivitas
otak. Dengan mempelajari jaringan saraf manusia, sistem motivasi, dan kesenangan di
otak manusia dapat memberi wawasan tentang bagaimana manusia membuat
keputusan dan bagaimana ia bertindak berdasarkan keputusan yang diambil.1
Manusia membuat keputusan tidak hanya berdasarkan kepentingan diri sendiri.
Selama lebih dari beberapa dekade, para ilmuwan dan pengamat perilaku ekonomi
telah merumuskan penelitian dalam memahami lebih baik tentang motivasi, reaksi
terhadap suatu dorongan, dan proses pengambilan keputusan. Meskipun masih banyak
hal yang perlu dilakukan, para ekonomis sekarang telah memiliki pemahaman yang
lebih dalam mengenai perilaku manusia dibandingkan sebelumnya.1
Economic brain atau neuroekonomi merupakan suatu konsep yang menjelaskan
bagaimana pengambilan keputusan manusia, yang meliputi kemampuan memproses
berbagai alternatif dan mengikuti serangkaian tindakan. Bidang ekonomi telah
memberikan banyak kontribusi dalam keterkaitannya dengan otak. Neuroekonomi
merupakan suatu kolaborasi antara ilmu neurologi, ekonomi terapan dan perilaku,
psikologi kognitif dan sosial. Neuroekonomi mempelajari pengambilan keputusan
dengan menggunakan kombinasi bidang-bidang tersebut untuk menghindari
kekurangan yang muncul dari pendekatan perspektif tunggal.2,3
Suatu pengambilan keputusan biasanya berkaitan dengan proses di mana individu
akan membuat satu pilihan dari antara banyak pilihan-pilihan yang ada. Proses tersebut
umumnya dianggap dapat berjalan secara logis, sehingga terkadang keputusannya tidak
tergantung pada konteks-konteks lain yang terjadi. Opsi atau pilihan yang ada tersebut
akan dibandingkan satu sama lain berdasarkan nilai ekonomisnya, dan kemudian
pilihan dengan tingkat kebutuhan terbesar adalah yang harus dipilih.4
Economic brain ini muncul akibat berbagai kontroversi yang terjadi. Dengan
menentukan area otak mana yang lebih aktif dalam menentukan berbagai proses
pengambilan keputusan, para ahli berharap dapat lebih memahami sifat-sifat yang
menjadi dasar keputusan yang suboptimal atau tidak logis. Meskipun sebagian besar
ilmuwan menggunakan subjek manusia dalam penelitiannya, ada pula yang
menggunakan model hewan coba yang mana studi dapat lebih dikontrol secara ketat
dan asumsi model ekonomi dapat diuji secara langsung.1,5
Sebagai contoh, Padoa-Schioppa & Assad melacak laju persinyalan neuron
individu di korteks orbitofrontal monyet. Tingkat persinyalan neuron secara langsung
berkorelasi dengan kebutuhan nutrisi neuron tersebut dan tidak berbeda ketika jenis
nutrisi lain ditawarkan. Ini menunjukkan bahwa, sesuai dengan teori ekonomi
pengambilan keputusan, neuron secara langsung membandingkan beberapa bentuk
kebutuhan di berbagai opsi dan memilih yang memiliki nilai lebih tinggi. Demikian
pula, ukuran umum disfungsi korteks prefrontal, FrSBe, berkorelasi dengan berbagai
ukuran sikap dan perilaku ekonomi, mendukung gagasan bahwa aktivasi otak dapat
menampilkan aspek-aspek penting dari proses pengambilan keputusan.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neurobiologi
Penelitian tentang otak menunjukkan bahwa neurotransmitter dopamin
memainkan peran penting dalam mengevaluasi suatu potensi adanya penghargaan
(potential reward) dari pilihan-pilihan alternatif yang ada. Awalnya, peneliti
menggunakan pendekatan pengkondisian klasik (classical conditioning) untuk
mengajari tikus dalam berbagai perlakuan terkait makanan dan minuman maupun
berbagai hal yang bersifat “nonrewarding” kemudian menggunakan elektrode-
elektrode untuk mengukur respons neuron dalam menghasilkan dopamin pada otak
tengah untuk setiap perlakuan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sel-sel
meningkatkan aktivitasnya sebagai respon terhadap perlakuan yang memprediksi
adanya penghargaan, namun tidak pada yang lain, dapat disimpulkan bahwa sel-sel
tersebut menggunakan dopamin dalam mengenali adanya nilai dan penghargaan. Studi
fMRI menunjukkan beberapa mekanisme serupa dalam otak manusia.6
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa dua sirkuit otak yang terpisah
sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Pertama, sistem neural yang
mengevaluasi risiko dan penghargaan, terdiri dari neuron-neuron penghasil dopamin di
otak tengah, yakni 3 bagian berbeda dari korteks frontal, antara lain korteks prefrontal
ventromedial, korteks frontopolar, dan korteks orbitofrontal. Kedua, merupakan
jaringan yang terdiri dari korteks prefrontal dorsolateral dan gyrus cingulate anterior,
yang bersama-sama penting dalam kontrol kognitif, dan pekerjaan seperti
mengidentifikasi kesalahan dan mempertahankan fokus.6
Peneliti melakukan pemeriksaan pencitraan otak dan data perilaku dari 350
pasien dengan kerusakan berbagai regio dari korteks frontal, dan ditemukan bahwa
kerusakan di bagian korteks prefrontal dorsolateral mengakibatkan kesulitan fokus atau
memusatkan perhatian. Dalam melakukan pengambilan keputusan, mereka menjadi
mudah teralihkan oleh berbagai pilihan yang muncul, sehingga ia tidak dapat
menentukan tindakan utama yang dipilih. Selain itu, pasien dengan kerusakan di
korteks prefrontal ventromedial menjadi sulit untuk menilai resiko dan penghargaan
yang berhubungan dengan beberapa pilihan yang tersedia. Mereka cenderung melihat
suatu penghargaan yang intermediet terhadap kepuasan yang tertunda, dan
mengindahkan risiko-risiko yang terlibat ketika menerima penghargaan potensial yang
semakin besar.6

Gambar 2.1 Gambaran otak secara medial yang menunjukkan regio reward, kontrol
kognitif dan kontrol sosial. vmPFC: ventromedial prefrontal cortex; dlPFC:
dorsolateral prefrontal cortex; lOFC: lateral orbitofrontal cortex; dACC: dorsal
anterior cingulate cortex; dmPFC: dorsomedial prefrontal cortex; An: amygdala; TPJ:
temporoparietal junction.7
2.2 Definisi
Economic brain atau neuroekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu bidang
interdispliner yang menjelaskan bagaimana proses pengambilan keputusan pada
manusia, kemampuan untuk memproses berbagai alternatif yang ada dan kemudian
mewujudkannya dalam tindakan. Economic brain menunjukkan bahwa perilaku
ekonomi dapat membentuk pula pemahaman tentang otak, dan berbagai penemuan-
penemuan dalam neurosains yang menerapkan model ekonomi.2,3
Economic brain mengkombinasikan penelitian dari neurosains, perilaku dan
eksperimen di bidang ekonomi, serta psikologis kognitif dan sosial. Seiring
perkembangan penelitian di bidang pengambilan keputusan, ada juga beberapa
pendekatan-pendekatan yang terlibat baik dari biologi, sains teknologi dan
matematika.2,3

2.3 Histori
Biasanya, ekonomis mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses
rasional yang mana perlu dilakukan pemilihan antara opsi-opsi yang tersedia secara
sistematis dengan cara menimbang risiko relatif dan penghargaan (reward) dari
berbagai opsi dan kemudian mengambil suatu tindakan dengan nilai yang maksimum.
Pandangan klasik ini, dianggap sebagai teori kebutuhan (utility theory), mengindahkan
peran dari intuisi dan emosi.6
Eksperimen klasik pada tahun 1981 mendemonstrasikan pentingnya emosi dan
intuisi dalam proses pengambilan keputusan. Ini menunjukkan bagaimana suatu
fenomena yang disebut “framing” atau menyajikan masalah yang sama dalam berbagai
cara, sehingga mempengaruhi pilihan yang diambil. Dalam eksperimen, dua kelompok
partisipan dipresentasikan dengan skenario hipotetikal kesehatan yang mana negara
Amerika telah menyiapkannya untuk mengatasi endemi dari penyakit. Satu grup
diberikan pilihan antara dua program, program pertama yang mana 200 orang dari grup
berisi 600 orang akan diselamatkan/aman, dan program B, yang mana ada
kemungkinan satu dari tiga bahwa 600 orang tersebut akan aman. Grup yang lain
diberikan dua alternatif pilihan: program C, yang mana 400 orang akan mati, dan
program D, yang mana ada satu dari tiga kemungkinan bahwa tidak seorangpun akan
mati.6
Secara statistik, program A dan C identik, sama dengan program B dan D. Dan
juga, sekitar sepertiga partisipan dalam grup pertama memilih program A, yang sama
jumlahnya dengan partisipan dalam grup kedua memilih grup D. Cara dalam
mempresentasikan masalah telah mempengaruhi keputusannya. Ketika keluarannya
diekspresikan sebagai hal yang positif, jumlah hidup yang dapat diselamatkan, mereka
memilih pilihan yang aman, namun apabila diekspresikan secara negatif, dalam hal ini
jumlah kematian, mereka memilih opsi yang lebih berisiko.6
Beberapa bukti lain bahwa emosi juga memainkan peran penting dalam
pengambilan keputusan berasal dari pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak.
Biasanya selalu dikatakan bahwa pasar finansial dikendalikan oleh ketamakan dan
ketakutan, dan ini juga benar untuk keuangan secara personal. Biasanya kebanyakan
dari kita akan menolak kehilangan uang, dan membuat keputusan finansial yang akan
meminimalkan resiko tersebut.6
Pada tahun 1982, beberapa ekonomis eksperimental menemukan suatu konsep
permainan ultimatum (ultimatum game). Ini merupakan suatu konsep yang menjadi
favorit dari para neurosains dan ekonomis yang mempelajari pengambilan keputusan,
dan biasanya melibatkan berbagai skenario, atau variasi. Pada permainan ultimatum,
contohnya seseorang diberitahukan bahwa ia akan diberikan uang £20 dan dapat
dibagi-bagi ke teman. Kemudian diminta untuk mengusulkan bagaimana cara membagi
uang tersebut. Temanmu dapat menerima uang tersebut, atau menolaknya. Berdasarkan
teori kebutuhan, kamu akan mengusulkan untuk memberikan temanmu nilai terkecil
yang paling mungkin, yaitu sebesar £1, dan sisanya untuk diri sendiri. Dia menerima,
karena meskipun anda tidak bersikap adil atau dermawan, setidaknya dia menerima
sesuatu daripada tidak sama sekali. Realitanya, biar bagaimanapun, orang-orang selalu
mengusulkan memberikan lebih dari nilai yang minimum, dan menolak penawaran
yang tampaknya terlalu rendah. Hal ini kemungkinan berasal dari adanya empati, atau
kemampuan untuk melihat hal dari berbagai perspektif, sehingga mengesampingkan
emosi dalam suatu pengambilan keputusan.6

Gambar 2.2 Ultimatum game6

Pada tahun 1991, Antoni Damasio mengusulkan hipotesis penanda somatik


(somatic marker hypothesis), yang mana emosi dan perasaan memberikan peningkatan
dari sinyal psikologis secara tidak sadar, atau ‘penanda’, yang memodifikasi respon
kita terhadap stimulus dengan menggunakan efek terhadap otak. Ini muncul dari
observasi bahwa pasien dengan kerusakan korteks prefrontal ventromedial tidak hanya
mengalami gangguan dalam pengambilan keputusan, namun juga kemampuannya
dalam mengekspresikan emosinya.6
Pada tahun 2010, Benedetto De Martino dan tim penelitinya memeriksa dua pasien
dengan kerusakan otak yang langka, yang mengakibatkan amygdala menjadi keras dan
mati. Amygdala diasosiasikan dengan proses emosi, terutama ketakutan. Pasien dengan
kerusakan amygdala merasakan tidak ada ketakutan, sehingga membuat keputusan
finansial yang amat berisiko pada eksperimen tersebut.6
2.4 Teknik Pencitraan Otak dalam Neuroekonomi
2.4.1 Perekaman Elektromagnetik
a. Electroencephalography (EEG), merupakan suatu sistem yang dapat merekam
potensial listrik otak dari elektroda yang menempel di kulit kepala.
Elektroensefalogram adalah hasil rekaman potensial listrik otak. Kegunaaan
EEG adalah menilai gangguan di otak, menilai telah terjadinya kematian otak,
pilihan pertama untuk mendiagnosis tumor maupun stroke dan membantu
menentukan lokasi situs epileptikus.8
b. Magnetoencephalography (MEG), adalah alat pencitraan otak fungsional untuk
memetakan aktivitas otak dengan merekam medan magnet yang
dihasilkan oleh arus listrik yang terjadi secara alami di otak, menggunakan
magnetometer yang sangat sensitif. Deretan dari SQUID (Superconducting
Quantum Interference Devices) merupakan jenis magnetometer yang paling
umum digunakan untuk saat ini, dan SERF (Spin Exchange Relaxation-Free)
merupakan jenis magnetometer sedang dikembangkan untuk mesin MEG di
masa yang akan datang. Pengaplikasian MEG termasuk untuk penelitian
dasar dalam proses persepsi dan kognitif dari otak, pembatasan daerah yang
terkena penyakit sebelum operasi pengangkatan, menentukan fungsi berbagai
bagian dari otak, dan juga neurofeedback dari otak. MEG dapat diterapkan
dalam pengaturan klinis untuk menemukan lokasi kelainan serta dalam
pengaturan eksperimental untuk mengukur aktivitas otak.8,9
2.4.2 Metode pengukuran metabolik atau hemodinamik untuk aktivitas saraf
a. Positron Emission Tomography (PET) adalah metode visualisasi metabolisme
tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron. Oleh karena itu, citra
(image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ tubuh.
Fungsi utama PET-Scan adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak
didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau
metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan
(imaging) ini. PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu
radionuklida berbasis glukosa) dari jarum suntik ke pasien. Sebagai FDG
perjalanan melalui tubuh pasien itu memancarkan radiasi gamma yang
terdeteksi oleh kamera gamma, di mana aktivitas kimia dalam sel dan organ
dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia abnormal merupakan tanda adanya tumor.
Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan
radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang
dihasilkan menghasilkan sepasang foton sinar gamma yang berasal dari
tabrakan elektron di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar
gamma yang diatur di sekitar pasien.10
b. Functional MRI (fMRI). fMRI saat ini yang paling sering digunakan fungsional
pencitraan otak teknik. fMRI merupakan teknologi yang dengan cepat
menggantikan pemindaian PET karena efek radiasi yang terlalu tinggi.
Teknologi ini mampu menunjukkan area-area otak yang lebih besar atau
lebih kecil ketika memproses informasi (belajar). Operasinya berdasarkan
fakta bahwa bagian otak yang lebih aktif membutuhkan oksigen dan nutrisi
yang lebih tinggi. Oksigen dibawa menuju sel-sel otak oleh hemoglobin.
Hemoglobin mengandung zat besi yang bersifat magnetik. fMRI memiliki
magnet untuk membandingkan jumlah hemoglobin teroksigenasi yang
memasuki otak dengan hemoglobin teroksigenasi. Pendekatan fMRI terbaru
menunjukkan bahwa untuk beberapa sistem saraf temporal resolusi dapat
ditingkatkan ke milidetik dan resolusi spasial dapat meningkat menjadi tingkat
kortikal kolom sebagai dasar unit fungsional dari korteks.11

Interpretasi fakta bahwa fungsi-fungsi otak tertentu, seperti bicara atau


penglihatan, diproses di area otak khusus telah menjadi pengetahuan umum selama
beberapa waktu. Di samping itu, muncul teknik pencitraan otak invasif pasien dengan
lesi otak yang disebabkan trauma atau penyakit. Kerugian fungsional yang lebih
kompleks terjadi akibat lesi korteks prefrontal ventromedial, seperti pada kasus Phineas
Gage yang terkenal. Eksperimen dengan stimulasi otak langsung intra-operatif dapat
memberikan contoh sumber-sumber sejarah lain tentang pengetahuan tentang
melokalisasi fungsi otak.12,13
Pendekatan untuk menggambarkan lokalisasi otak berasal dari anatomi
mikroskopis, yakni berdasarkan 52 area yang dikenal sebagai area Broadmann.14 Relasi
yang lebih dekat mungkin dapat diungkapkan oleh pendekatan mikroanatomis terbaru,
memanfaatkan, misalnya autoradiografi reseptor untuk menganalisis distribusi regional
dan laminar dari berbagai reseptor neurotransmitter untuk menggambarkan area otak
yang berbeda. Saat ini pengetahuan kita tentang lokalisasi fungsi otak yang bahkan
lebih kompleks berkembang dengan sangat cepat, yang terutama disebabkan oleh
pengembangan teknik penelitian pencitraan otak non-invasif. Sumber-sumber
pengetahuan yang disebutkan di atas hanya menyerupai sebagian kecil dari berbagai
metode yang tersedia, yang secara keseluruhan memberikan latar belakang yang
diperlukan untuk interpretasi studi neuroekonomi. Perlu dicatat, bahwa alat neurosains
yang paling halus saat ini tersedia agak kasar dibandingkan dengan kompleksitas
sistem saraf pusat kita dan bahwa kita jauh dari pemahaman mendalam tentang otak.15

2.5 Topik Terkini Penelitian Neuroekonomi


2.5.1 Preferensi
Preferensi memainkan peran penting dalam teori ekonomi karena mereka
memiliki pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan mengenai ekonomi.
Selain itu, penilaian preferensi, yaitu memilih salah satu dari beberapa merek di
department store, sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.16,17 Sampai saat ini
preferensi - sebagai istilah teoritis - tidak dapat diamati secara langsung dan harus
dinilai misalnya dengan kuesioner atau pengamatan perilaku. Sekarang korelasi saraf
preferensi terdeteksi dalam beberapa studi neuroimaging. Misalnya, Deppe et al.18
dapat menunjukkan bahwa dalam tugas keputusan pembelian yang disimulasikan
antara barang-barang konsumen yang bergerak cepat yang serupa dengan sensorik,
hanya merek yang disukai subjek yang menghasilkan mode pengambilan keputusan
yang berbeda.
Di masa depan mungkin untuk mengungkapkan perbedaan dalam pengolahan
kortikal dari preferensi yang tampaknya sama atau menunjukkan bahwa preferensi
yang tampaknya berbeda memiliki korelasi saraf yang sama. Misalnya, mungkin ada
preferensi yang sebagian besar dipengaruhi oleh emosi atau yang lain yang lebih
disengaja. Berdasarkan fakta bahwa peristiwa yang sangat emosional sering diingat
dengan jelas, jelas dan dengan sangat rinci, orang dapat berhipotesis bahwa preferensi
yang dibangun di atas emosi lebih kuat daripada preferensi yang dibangun berdasarkan
musyawarah. Sharot et al. mendukung hipotesis ini. Pemahaman yang lebih baik
tentang preferensi mungkin berguna untuk prediksi reaksi pasar yang lebih ringkas atau
estimasi elastisitas permintaan.19,20
2.5.2 Kebutuhan dan sistem penghargaan
Mengukur kebutuhan berasal dari penilaian yang objektif sehingga menjadi
masalah bagi para peneliti, karena kebutuhan selalu subyektif dan tergantung pada
keadaan. Dasar dari ilmu saraf dan kebutuhan dari yang diharapkan serta pengalaman
merupakan aspek lebih lanjut dari penelitian neuroekonomi untuk menggambarkan
konsep dari kebutuhan dan preferensi.21
Namun, metode neuroekonomi mungkin berkontribusi untuk memecahkan
masalah ini, karena dalam beberapa studi di mana orang mendapatkan beberapa
manfaat misalnya uang, barang atau insentif lainnya melalui penilaian maka dapat
dilihat adanya aktivasi dari area sistem pengharggaan (reward system) di otak.
Bagaimanapun perasaan mengenai kebutuhan dapat berkorelasi dengan aktivasi
“reward system” otak. Mungkin saja aktivitas tersebut juga mempengaruhi perilaku
investor, misalnya menginvestasikan uang dan memperoleh keuntungan kembali
mungkin berkorelasi dengan aktivasi dalam “reward system” di otak, seperti ventral
striatum atau lebih umum pada korteks prefrontal orbitofrontal- amygdala- nukelus
akumbens (OFC-amygdala-Nac).22,23
Knutson dan Peterson menemukan bahwa penerimaan gaji menginduksi beberapa
aktivasi di nukleus akumbens. Nukleus ini dipersarafi oleh serat dopaminergik yang
berasal dari neuron di otak tengah. Karena ada kemungkinan bahwa pelepasan dopamin
yang lebih besar setelah diberikan keuntungan yang tidak terduga menyebabkan lebih
mudah menerima risiko, juga ada kemungkinan bahwa disfungsi dalam sirkuit OFC-
amygdala-NAc reward mungkin menjelaskan perilaku mencari risiko yang ekstrem
dalam beberapa kasus.1
2.5.3 Social brain: keadilan, altruisme, dan kepercayaan
Ketika pilihan dan kebutuhan adalah hak dalam penelitian tentang pengambilan
keputusan individu, neuroekonomi juga mencakup bidang perilaku sosial (misalnya
kerjasama). Seperti diuraikan sebelumnya, dalam pendekatan teoritis klasik, asumsi
kepentingan pribadi sangat penting untuk memodelkan pengambilan keputusan
ekonomi. Namun, jika asumsi ini disandingkan dengan data yang diperoleh dari
penelitian dalam ekonomi eksperimental, berbagai masalah muncul. Dalam
pertandingan ultimatum, dua pemain ditawari kesempatan untuk memenangkan
sejumlah uang. Salah satu pemain (pengusul) menyarankan cara membagi uang.
Responden dapat menerima atau menolak penawaran. Jika dia menerima, keduanya
mendapatkan bagian yang disetujui, jika dia menolak tawaran itu, tidak ada dari mereka
yang menerima uang. Jelas, homo economicus yang egois akan menawarkan lawannya
bagian terkecil yang mungkin karena teori permainan menunjukkan bahwa responden
akan menerimanya. Namun dalam percobaan yang dilakukan oleh para ahli teori
permainan, hasil yang paling sering adalah pembagian yang adil. Selain itu, beberapa
penelitian melaporkan bahwa sekitar 50% dari semua responden game yang ditawari
20% dari jumlah total memilih untuk menolak penawaran meskipun ini berarti
kehilangan semuanya. Mengapa orang melakukan ini? Dengan fMRI Sanfey et al.
mampu membuktikan bahwa persepsi ketidakadilan berkorelasi dengan aktivasi di
daerah tertentu dari otak, yaitu insula anterior dan dorsolateral, korteks prefrontal
("DLPFC").20
1. Aktivasi insula anterior secara konsisten terlihat dalam studi pencitraan otak
yang berfokus pada rasa sakit dan tekanan], rasa lapar dan haus dan rangsangan
otonom. Insula juga telah dibahas dalam survei tentang emosi, khususnya
keterlibatan dalam evaluasi dan representasi keadaan emosi negatif spesifik.
Akibatnya, aktivasi di insula anterior adalah refleksi dari respon emosional
negatif responden terhadap tawaran yang tidak adil.24
2. Berbeda dengan wilayah insula, DLPFC biasanya terkait dengan proses
kognitif seperti pemeliharaan tujuan dan kontrol eksekutif. Dengan demikian,
aktivasi DLPFC diamati oleh Sanfey et al. dapat menunjukkan bahwa meskipun
ada tawaran yang tidak adil, orang masih berusaha untuk mencapai tujuan
mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Seperti yang ditunjukkan oleh tingkat
penolakan yang lebih tinggi, tawaran yang tidak adil lebih sulit diterima. Oleh
karena itu upaya kognitif yang lebih tinggi mungkin diperlukan untuk
mengatasi kecenderungan emosional yang kuat untuk menolak tawaran.24

Dapat dibayangkan, orang-orang dalam permainan ultimatum mengalami emosi


yang bertentangan ketika berhadapan dengan penawaran yang tidak adil. Hingga
tingkat tertentu, DLPFC mengontrol tindakan. Karena itu, orang menerima tawaran itu
meskipun itu mungkin tidak adil. Tetapi jika penawaran menurun, aktivasi di insula
menjadi lebih intens sampai titik di mana emosi mendominasi dan tawaran itu ditolak.
Mungkin, orang berperilaku seperti ini untuk menghindari perasaan negatif, yaitu
perasaan menerima tawaran yang tidak adil. Ahli saraf menyarankan bahwa perilaku
semacam ini dapat berakar pada evolusi. Gagasan ini sesuai dengan beberapa
pernyataan dalam literatur ekonomi. Selain itu, penelitian terbaru tentang teori evolusi
mendukung anggapan ini dan menunjukkan bahwa dalam kelompok orang, keadilan
dan pembelotan pasti terjadi. Sebuah studi fMRI yang dilakukan oleh McCabe et al.
mendukung asumsi ini. Berdasarkan bukti bahwa mental state attribution melibatkan
korteks prefrontal, McCabe dan rekannya berhipotesis bahwa area ini terlibat dalam
mengintegrasikan teori-pemrosesan-pikiran dan tindakan kooperatif. Mempelajari lesi
menyiratkan bahwa PFC terlibat dalam kerja sama sosial. Oleh karena itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas di PFC dan kemampuan untuk
bekerja sama dengan manusia lain.10
2.5.4 Wawasan tentang konsep dinamis: belajar, memori dan pengetahuan
Di ekonomi barat inovasi dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu, kebijakan ekonomi bertujuan untuk membangun masyarakat yang inovatif
dan menciptakan pengetahuan. Salah satu konsep utama dalam konteks manajemen
pengetahuan adalah pembelajaran. Sejauh ini, para peneliti ekonomi mengetahui
sedikit tentang dasar-dasar pembelajaran saraf. Oleh karena itu, teori pembelajaran
mungkin terkait erat dengan bidang neuroekonomi. Titik awal yang baik untuk teori ini
adalah hipotesis kesalahan prediksi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji
hipotesis ini dengan fMRI. Pada saat ini, percobaan fMRI telah mengidentifikasi
serangkaian struktur otak yang berhubungan dengan reward termasuk OFC, amygdala,
ventral striatum dan medial prefrontal cortex.10
Jika seseorang mendefinisikan pengetahuan sebagai kemampuan pemecahan
masalah individu, jelaslah bahwa ingatan dan pembelajaran adalah dasar dasar
pengetahuan. Misalnya, jika dalam percobaan, konsumen harus menilai apakah harga
produk tertentu dapat diterima atau tidak, mereka harus mengetahui harga barang yang
sama. Dalam praktiknya diketahui bahwa orang tidak dapat menyebutkan harga untuk
berbagai produk di semua jenis sektor bisnis. Oleh karena itu, mungkin saja harga
hanya memiliki sedikit pengaruh pada perilaku pembelian. Seperti yang dapat
dibayangkan, dalam kebanyakan kasus, yang terjadi adalah sebaliknya. Pengetahuan
harga untuk beberapa produk dapat dianggap sebagai proses otomatis yang biasanya
sulit diartikulasikan karena keputusan harga mungkin tidak disadari. Atau, seperti yang
ditunjukkan Bechara dan Damasio: "Dengan demikian pengetahuan tanpa pensinyalan
emosional mengarah pada disosiasi antara apa yang diketahui atau dikatakan seseorang
dan bagaimana seseorang memutuskan untuk bertindak", misalnya pada titik
penjualan.10
2.5.5 Kehilangan Minat
Salah satu aspek pengambilan keputusan manusia adalah kehilangan minat yang
kuat terhadap potensi kerugian. Dalam keengganan kehilangan, biaya kehilangan
sejumlah uang tertentu lebih tinggi dari nilai mendapatkan jumlah uang yang sama.
Salah satu kontroversi utama dalam memahami kehilangan minat adalah apakah proses
itu benar-benar ada di otak dan dimanifestasikan dalam representasi saraf dari hasil
positif dan negatif atau apakah itu merupakan efek samping dari efek saraf lainnya,
seperti peningkatan perhatian dan gairah dengan kehilangan. Masalah lain adalah
apakah seseorang dapat menemukan keengganan kerugian sebagai respons untuk sub-
sistem saraf, seperti sistem impulsif dan emosional yang didorong oleh keengganan
terhadap hasil yang berpotensi negatif, yang tanggapannya dipantau dan dikendalikan
oleh sistem yang bertanggung jawab atas perbandingan yang masuk akal di antara opsi-
opsi.25
Kontroversi dasar dalam penelitian kehilangan minat adalah apakah kerugian
sebenarnya dialami lebih negatif daripada keuntungan setara atau hanya diprediksi
lebih menyakitkan tetapi sebenarnya dialami setara. Penelitian neuroekonomi telah
berusaha untuk membedakan antara hipotesis ini dengan mengukur perubahan
fisiologis yang berbeda dalam menanggapi kehilangan dan perolehan. Penelitian telah
menemukan bahwa konduktansi kulit, pelebaran pupil dan denyut jantung semuanya
lebih tinggi sebagai respons terhadap kehilangan uang dibandingkan dengan perolehan
yang setara. Ketiga ukuran tersebut terlibat dalam respons stres, sehingga orang
mungkin berpendapat bahwa kehilangan sejumlah uang tertentu dialami lebih kuat
daripada mendapatkan jumlah yang sama. Di sisi lain, dalam beberapa penelitian ini
tidak ada keengganan kehilangan perilaku, yang dapat menunjukkan bahwa efek
kerugian hanya pada perhatian (apa yang dikenal sebagai kehilangan perhatian);
respons yang berorientasi perhatian seperti itu juga mengarah pada peningkatan sinyal
otonom.26-28
Studi otak awalnya menunjukkan bahwa ada peningkatan cepat respon korteks
cingulate mid-prefrontal dan anterior berikut kerugian dibandingkan dengan
keuntungan, yang ditafsirkan sebagai tanda saraf dari kehilangan minat. Namun,
ulasan selanjutnya telah memperhatikan bahwa dalam paradigma ini individu tidak
benar-benar menunjukkan keengganan kehilangan perilaku menimbulkan keraguan
pada interpretabilitas dari temuan ini. Sehubungan dengan studi fMRI, sementara satu
studi tidak menemukan bukti untuk peningkatan aktivasi di daerah yang terkait dengan
reaksi emosional negatif dalam menanggapi keengganan yang hilang yang lain
menemukan bahwa individu dengan amygdalas yang rusak memiliki kekurangan
keengganan meskipun mereka memiliki kondisi normal. tingkat penghindaran risiko
umum, menunjukkan bahwa perilaku itu spesifik untuk potensi kerugian. Studi-studi
yang saling bertentangan ini menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut perlu
dilakukan untuk menentukan apakah respons otak terhadap kehilangan disebabkan oleh
keengganan terhadap kehilangan atau hanya karena aspek kehilangan atau
kewaspadaan yang berorientasi; serta untuk memeriksa apakah ada area di otak yang
merespon secara spesifik terhadap potensi kerugian.29-31
2.5.6 Menuju Neuroekonomi dalam Pengambilan Keputusan
Meskipun perdebatan tentang peran emosi, kognisi, memori dan pemrosesan
informasi dalam pengambilan keputusan telah berkembang selama bertahun-tahun,
menurut literatur dalam ilmu saraf emosi memainkan peran penting dalam
kelangsungan hidup manusia. Akibatnya, tampaknya cukup logis, bahwa banyak dari
keputusan kami dipengaruhi (tidak hanya bias dalam arti negatif) oleh emosi. Dengan
melokalisasi aktivitas otak selama pengambilan keputusan spesifik dan
menghubungkan fungsi-fungsi ini secara neuro-anatomi, metode pencitraan otak
fungsional dapat memvisualisasikan berbagai jaringan saraf terdisosiasi yang
diasumsikan bertanggung jawab atas emosi dalam pengambilan keputusan. Ini akan
menjadi tugas yang menantang bagi neuroeconomics untuk mengidentifikasi emosi
yang signifikan untuk pengambilan keputusan ekonomi dan konteks di mana mereka
terjadi.10
Menurut hipotesis ini beberapa struktur otak terlibat dalam memicu keadaan
somatik dalam pengambilan keputusan. Amigdala, yang dilihat "sebagai substrat kritis
dalam sistem saraf yang diperlukan untuk memicu keadaan somatik dari penginduksi
primer", memainkan peran penting. Sebaliknya, VMPFC sangat penting untuk memicu
keadaan somatik dari penginduksi sekunder. Tidak seperti respons amigdala, yang tiba-
tiba dan dihuni dengan cepat, respons VMPFC sengaja lambat dan lebih tahan lama.10
Meskipun belum diuji dalam pengambilan keputusan ekonomi, beberapa peneliti
menemukan bukti yang mendukung hipotesis penanda somatik. Dalam studi tersebut,
Deppe et al. melaporkan beberapa aktivitas yang meningkat secara signifikan di
VMPFC ketika subjek harus memutuskan “merek pilihan” mereka. Temuan penting
lainnya dilaporkan dalam masalah ini oleh Deppe et al. Dalam studi fMRI terkait
peristiwa, penulis menunjukkan bahwa perubahan aktivitas individu dalam VMPFC
berkorelasi dengan tingkat kerentanan individu terhadap bias penilaian. Selanjutnya,
artikel Volz et al. diterbitkan dalam edisi ini memberikan bukti bahwa bagian dari PFC,
frontomedian cortex posterior (BA 8), berkorelasi dengan ketidakpastian dalam
pengambilan keputusan. Temuan ini konsisten dengan peran VMPFC seperti yang
disarankan oleh hipotesis penanda somatik dan memberikan wawasan baru tentang
bagaimana orang mengatasi masalah pengambilan keputusan (ekonomi). Sampai
sekarang hanya ada beberapa kelompok di seluruh dunia yang secara eksplisit
melakukan penelitian "neuroekonomi" tentang pengambilan keputusan ekonomi.10
BAB III
PENUTUP

Economic brain atau neuroekonomi merupakan suatu konsep yang menjelaskan


bagaimana pengambilan keputusan manusia, yang meliputi kemampuan memproses
berbagai alternatif dan mengikuti serangkaian tindakan. Meskipun masih merupakan
konsep yang baru, neuroekonomi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
teori ekonomi dalam keterkaitannya dengan otak. Neuroekonomi mengkombinasikan
beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu neurologi, ekonomi terapan dan perilaku, psikologi
kognitif dan sosial sehingga didapatkan suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bechara A, Damasio AR. The somatic marker hypothesis: a neural theory of


economic decision making. Games Econ. Behav. 2005; 25: 336–72.
2. Center for Neuroeconomics Study at Duke University diakses di
http://dibs.duke.edu/research/d-cides/research/neuroeconomics [27 February
2019]
3. Levallois, Clement; Clithero, John A.; Wouters, Paul; Smidts, Ale; Huettel,
Scott A. (2012). "Translating upwards: linking the neural and social sciences
via neuroeconomics". Nature Reviews Neuroscience. 13(11): 789–97.
4. Loewenstein G, Rick S, Cohen J. Neuroeconomics. Annual Reviews.2008; 59:
647-72.
5. Bolton GE, Katok E, Ockenfels A, Trust Among Internet Traders: A Behavioral
Economics Approach, No. 5, Working Paper Series in Economics from
University of Cologne, Department of Economics; 2004.
6. Costandi M. 50 ideas you really need to know: the human brain. London:
Quercus Editions Ltd; 2013.
7. Declerck CH, Boone C, & Emonds G. When do people cooperate? The
neuroeconomics of prosocial decision-making. Brain & Cognition 2013; 81:
95-117.
8. Lopes da Silva F. Functional localization of brain sources using EEG and/or
MEG data: volume conductor and source models, Magn. Reson. Imaging 2004;
22: 1533–8.
9. Braeutigam S, Stins JF, Rose SP, Swithenby SJ, Ambler T.
Magnetoencephalographic signals identify stages in real-life decision
processes, Neural Plast. 2001; 8: 241–54.
10. Kenning P, Plassman H. Neuroeconomics: an overview from an economic
perspective. Brain Research Bulletin 2005; 67: 343-54.
11. Ogawa S, Lee TM, Stepnoski R, Chei W, Zhu XH, Ugurbil K. An approach to
probe some neural systems interaction by functional MRI at neural time scale
down to milliseconds, Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 2000;97: 11026–31.
12. Steegmann AT. Dr. Harlow’s famous case: the “impossible” accident of
Phineas P. Gage, Surgery. 1962; 52: 952–8.
13. Penfield W, Boldrey E. Motor and sensory representation in the cerebral cortex
of man studied by electrical stimulation, Brain 1937; 60: 389–443.
14. Brodmann K. Vergleichende Lokalisationslehre der Großhirnrinde in ihren
Prinzipien dargestellt auf Grund des Zellenbaues, Barth, Leipzig; 1909.
15. Savoy RL. History and future directions of human brain mapping and
functional neuroimaging, Acta Psychol. 2007; 107: 9–42.
16. Slovic P. The construction of preference, Am. Psychol. 1995; 50: 364–71.
17. Sobel JH. Money pumps, Philos. Sci. 2001; 68: 242–58.
18. Deppe M, Schwindt W, Kugel H, Plassmann H, Kenning P. Nonlinear
responses within the medial prefrontal cortex reveal when specific implicit
information influences economic decision making,J. Neuroimaging 2005; 15:
171–82.
19. Sharot TD, Mauricio R, Phelps, Elizabeth A. How emotion enhance the feeling
of remembering, Nat. Neurosci. 2004; 7:1376–80.
20. Camerer CF, Loewenstein G, Prelec D. Neuroeconomics: How Neuroscience
can Inform Economics, Working Paper, UCLA Department of Economics,
Levine’s Bibliography; 2003.
21. Drakopoulos SA. Two levels of hedonistic influence on microeconomic theory,
Scott. J. Polit. Econ. 1990; 37: 360–79.
22. Erk S, Spitzer M, Wunderlich AP, Galley L, Walter H. Cultural objects
modulate reward circuitry, Neuroreport 2002; 13: 2499–503.
23. Montague PR, Hyman SE, Cohen JD. Computational roles for dopamine in
behavioural control, Nature 2004; 431: 760–7.
24. McClure SM, York M, Montague PR. The neural substrates of reward
processing in humans: the modern role of fMRI, Neuroscientist 2004; 10: 260–
8.
25. Sanfey AG, Rilling JK, Aronson JA, Nystrom LE, Cohen JD. The neural basis
of economic decision-making in the ultimatum game, Science 2003; 200: 1755–
58.
26. Sokol-Hessner P, Hsu M, Curley NG, Delgado MR, Camerer CF, Phelps EA.
Thinking like a trader selectively reduces individuals' loss
aversion. Proceedings of the National Academy of Sciences. 2009; 106 (13):
5035–40.
27. Hochman G, Yechiam E. Loss aversion in the eye and in the heart: The
autonomic nervous system's responses to losses. Journal of Behavioral
Decision Making. 2011; 24 (2): 140–56.
28. Yechiam E, Hochman G. Losses as modulators of attention: Review and
analysis of the unique effects of losses over gains. Psychological
Bulletin. 2013; 139 (2): 497–518.
29. Gehring WJ, Willoughby AR. The medial frontal cortex and the rapid
processing of monetary gains and losses". Science. 2002; 295(2): 2279–82.
30. Tom SM, Fox CR; Trepel C, Poldrack R.A. The neural basis of loss aversion
in decision-making under risk". Science. 2007; 315 (5811): 515–8.

Anda mungkin juga menyukai