CRS TB Milier
CRS TB Milier
TB MILIER
Oleh :
Indah Indriani
1840312231
Preseptor :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit limfohematogen sistemik
akibat penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis dari kompleks primer, yang
biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat
mengenai 1 organ (sangat jarang, <5%), namun yang lazim terjadi pada beberapa organ
(seluruh tubuh, >90%), termasuk otak. TB milier klasik diartikan sebagai kuman basil
TB berbentuk millet (padi) ukuran rata-rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada
Rontgen. Pola ini terlihat pada 1-3 % kasus TB.6,9
2.2 Epidemiologi
WHO melaporkan pada tahun 2013 bahwa diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TB pada tahu 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan
HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada diwilayah Afrika. Pada tahun
2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000
orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB pada anak diantara
seluruh kasus TB secara global menacapai 6% (530.000 pasien TB anak/ tahun),
sedangkan kematian anak yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/ tahun.4
Penanggulangan TB Global yang di keluarkan WHO pada tahun 2013, angka
kejadian TB pada tahun 2012 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk).
Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.7,8
TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus, hampir 50%
kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien TB, 1,5% di perkirakan
merupakan TB milier. Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) Amerika Serikat, dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari
21.337 pasien TB adalah TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika
Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih
tinggi insidennya dari wanita. Pada beberapa kasus di temukan bahwa kulit hitam
lebih tinggi insidennya di bandingkan kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.6
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak, terutama usia < 2
tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal
pertahanan parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat terjadi pada
remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau
pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman yang dorman.6
Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan virulensi
kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan
spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan
timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes
melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-
faktor lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan,
yaitu kurangnya sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok,
penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi.7
2.3 Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis
pada manusia, berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm.
Obligat aerob yang tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada
suhu 37-410C, dinding sel yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek
bakterisidal antibodi dan komplemen, tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24
jam.4
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman
TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet
nuclei) dapat mencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang di namakan fokus primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman
TB dari fokus primer Ghon menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis di namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang di
perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12
minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Penyebaran
hematogen secara langsung bisa juga terjadi, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh (gambar 2).6,9
Pada TB milier penyebaran hematogennya adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread) dengan kuman yang besar.
Kuman ini akan menyebar ke seluruh tubuh, dalam perjalanannya di dalam pembuluh
darah akan tersangkut di ujung kapiler, dan membentuk tuberkel di tempat tersebut.
Semua tuberkel yang di hasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih
kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai
butir padi-padian (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning
berukuran 1-3 mm , sedangkan secara histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya
sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak dibawah
5 tahun (balita) , terutama dibawah 2 tahun.10,11,12
2.5 Imunopatogenesis TB
Setelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama, respon imun awal pejamu secara efektif membunuh semua
kuman TB, sehingga TB tidak terjadi. Kedua, segera setelah infeksi terjadi multiplikasi,
pertumbuhan kuman TB dan muncul manifestasi klinis, yang dikenal sebagai TB
primer. Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi laten dengan uji
tuberkulin positif sebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman TB laten tumbuh
dan muncul manifestasi klinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB pasca-primer)6
Hipersensitifitas tipe lambat merupakan bagian dari respon imun seluler, yaitu
terjadinya peningkatan aktifitas limposit-T CD4+ dan limposit-T CD8+ sitotoksik serta
sel pembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan perkijuan.
Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan M. TB menjadi
dorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini dapat merugikan
tubuh, dimana M. TB dapat keluar dari bagian pinggir daerah nekrosis dan membentuk
hipersensitifitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag setempat. Apabila
makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. TB dapat tumbuh dalam
makrofag sampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan menambah
daerah nekrosis. Saat itu imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat untuk
membunuh basil dan mencegah perkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe lambat
lebih berperan pada jumlah basil yang banyak dan menyebabkan nekrosis jaringan.
.Apabila M. TB masuk ke dalam aliran limfe atau darah biasanya akan dihancurkan di
tempat yang baru dengan terbentuknya tuberkel. Adanya reseptor spesifik terhadap
antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darah dan jaringan limfe,
menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dan destruksi M. TB.
Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang minimal, cepat sembuh dan
tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringan lain.14,15
Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid,
papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di temukan pada 13-87% pasien,
dan jika di temukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat
membantu diagnosis TB milier, sehingga pada TB milier perlu di lakukan funduskopi
untuk menemukan tuberkel koroid.13
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel
halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas
dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung
membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas.
Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto thorak dapat di lihat lesi yang
tidak teratur seperti kepingan salju.9,15
2.7 Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala lokal dari organ yang terlibat) dan gejala sistemik.4
• Batuk ≥ 3 minggu
• Batuk darah
• Sesak napas
• Nyeri dada
• Demam
• Gejala lainnya malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
2. Pemeriksaan Fisik
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberculosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsy jarum halus/BJH).4
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
4. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologic
yang dicurigai lesi TB inaktif
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Kalsifikasi atau
fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh Paru
(Destroyed Lung ) : Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan
jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologic luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim
paru.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakit. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction
dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.
Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.4
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan TB adalah :
2.10 KOMPLIKASI
Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks.
Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi
6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi
pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga
bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi
dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe
lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan
akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah.
Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut
dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura
ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami
imuniti rendah.
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam
rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara
paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah
(empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
2.11 PROGNOSIS
Prognosis TB paru umumnya baik dengan pengobatan yang tepat, ketersediaan obat
dan pengawasan minum obat yang baik. Namun apabila pasien dengan tb paru tidak
diobati setelah lima tahun akan memiliki prognosis :7
50% meninggal
25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% manjadi kasus kronis yang tetap menular
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas
1. Nama : Ny. HD
2. Umur/tgl lahir : 31 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Nomor RM : 17.96.25
6. Alamat : Manggopoh
7. Status perkawinan : Kawin
8. Negeri Asal : Indonesia
Anamnesis
Keluhan utama :
Mual meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Mual meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual sudah
dirasakan ± 10 yang lalu.
Demam (+) 10 hari, tidak tinggi, menggigil, bersifat hilang timbul, karena
demamnya pasien berobat ke puskesmas, kemudian dirujuk ke RSUD Lubuk
Basung untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Sesak napas meningkat sejak 1 minggu yang lalu. Sesak tidak menciut, sesak
dirasakan meningkat terutama jika batuk dan beraktivitas.
Batuk meningkat sejak 1 minggu yang lalu, dahak kuning kental. Batuk sudah
dirasakan sejak 1,5 bulan yang lalu
Batuk darah (-)
Sakit Kepala (+)
Nyeri dada (-)
Keringat malam (+) 3 minggu yang lalu
Penurunan nafsu makan (+) sejak 2 bulan yang lalu.
Penurunan berat badan (+) sejak 2 bulan yang lalu, tapi pasien tidak tahu berapa
kg.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tuberculoma di regio leher kiri dan aksila kiri sejak 2 tahun yang lalu,
berobat ke dokter spesialis bedah dan obat-obatan herbal
Riwayat minum OAT (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat minum OAT (-) dalam keluarga
Riwayat hipertensi (-) dalam keluarga.
Riwayat DM (-) dalam keluarga.
Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga. Tidak merokok. Free sex (-), alcohol (-), tatto
(-)
Pemeriksaan umum
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 150/100
Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,9ºC
Pernapasan : 20x/menit
Sianosis : (-)
Keadaan umum : sedang
Keadaan gizi : sedang
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 40 kg
Edema : (-)
Anemis : (+)
Ikterus : (-)
Kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : Pembesaran KGB (+) supraclavicular dan aksila,
ukuran 1x1 cm, tidak terfiksir
Kepala : Normocephal
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak diperiksa
Hidung : tidak diperiksa
Tenggorokan : tidak diperiksa
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher
JVP : 5 - 2 cmH2O
Deviasi trakea : (-)
Paru depan
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan kiri dan kanan sama(dinamis)
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN bronkovesikular, rh +/+, wh -/-
Paru belakang
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan kiri dan kanan sama(dinamis)
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN bronkovesikular, rh +/+, wh -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : RIC IV LPSD
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Reguler, bising jantung (-)
Perut
Inspeksi : tidak membuncit, distensi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) N
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : edema -/-, clubbing finger -/-
Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Pasien perempuan usia 31 tahun foto thorax diambil di RSUD Lubuk Basung
tanggal 1 Februari 2019. foto sentris, simetris, densitas sedang dengan gambaran TB
Milier.
Kesan:
TB Milier.
Laboratorium (01/02/2019)
- Hb : 9,2
- Leukosit : 10.200
- Trombosit : 458.000
- Ht : 28%
- GDS : 127
- Ureum : 20
- Kreatinin : 1.0
- SGOT : 24
- SGPT : 24
- Tes Widal
S.Typ.O : (+) s.d 1/80
S.Typ.H : (+) s.d 1/80
- BTA Sputum belum diperiksa
Kesan:
Anemia ringan, leukositosis
Diagnosis Kerja
TB Milier dalam pengobatan regimen OAT hari ke-4 + Sindrom Dyspepsia
Diagnosis Banding
- Demam Tifoid
Tatalaksana
- IVFD RL 8jam/kolf
- Inj. Ranitidine 2x1
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
- PCT 3x500mg
- Sucralfat Syr 3x2cth
- OAT kategori 1 (3 Tablet FDC)
Follow-up
05-02-2019
S/ sesak napas (+)
Batuk (+) berdahak (+)
Demam (-)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 140/90
Nadi : 100
Nafas : 24
Suhu : 36,7
Paru : SN bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
A/ TB Milier dalam pengobatan regimen OAT hari ke-3 + Dyspepsia
P/ Awasi TTV
- IVFD RL 8jam/kolf
- Inj. Ranitidine 2x1
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
- PCT 3x500mg
- Sucralfat Syr 3x2cth
- OAT kategori 1 (3 Tablet FDC)
06-02-2019
S/ Sesak napas (+)
Batuk (+) berdahak (+)
Demam (-)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 150/100
Nadi : 100
Nafas : 24
Suhu : 36,7
Paru : SN bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
A/ TB Milier dalam pengobatan regimen OAT hari ke-4 + Dyspepsia
P/ Awasi TTV
- IVFD RL 8jam/kolf
- Inj. Ranitidine 2x1
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
- PCT 3x500mg
- Sucralfat Syr 3x2cth
- OAT kategori 1 (3 Tablet FDC)
BAB 4
DISKUSI
Pada pasien ini juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak napas terjadi ketika
adanya ketidaksesuaian antara perintah untuk ventilasi yang dikirim oleh batang
otak dan umpan balik sensorik dari dada. Sesak napas bisa disebabkan oleh banyak
hal. Penyebab penting sesak napas diantaranya berasal dari obstruksi jalan napas
atas, penyakit saluran napas bawah, penyakit parenkim paru, penyebab pernapasan
lain, penyebab kardiovaskular, dan penyebab lainnya..
Dari anamnesis juga didapatkan riwayat demam 10 hari yang lalu. Pasien
juga mengalami keringat malam dan sejak 2 bulan ini juga terjadi penurunan nafsu
makan disertai penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik paru pada pasien ini, dari auskultasi ditemukan suara
nafas bronkovesikuler dan ditemukan ronkhi di kedua paru. Pada laboratorium,
didapatkan hemoglobin 9,2 gr/dL, leukosit 10.200/mm3, trombosit 458.000/mm3,
ureum 20, kreatinin 1,0, SGOT 24, SGPT 24. Pada pasien ini belum dilakukan
pemeriksaan BTA sputum. Pada pasien ini juga ditemukan hasil tes widal (+)
sehingga bisa didapatkan diagnosis lain dari pasien ini adalah demam tifoid. Dari
pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia ringan, pasien TB sering memiliki
komorbiditas tambahan seperti anemia yang dapat menyebabkan hasil pengobatan
menjadi lebih buruk. Anemia terutama disebabkan oleh asupan zat besi yang rendah
dan bioavailabilitas yang rendah. Kesan bilirubin total yang meningkat, disertai
peningkatan SGOT/SGPT menunjukan adanya gangguan pada fungsi hepar akibat
penggunaan OAT jangka panjang terutama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid.
Hasil pemeriksaan rontgen toraks tampak adanya penyebaran hematogen infiltreat
milier di kedua lapangan paru. Disimpulkan kesan foto adalah TB milier.
Berdasarkan penjabaran anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
diatas, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja untuk pasien adalah TB milier.
DAFTAR PUSTAKA