Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ETIKA PROFESI

MEMAHAMI MASALAH ETIKA

OLEH KELOMPOK 3 :

ERIK NARAYANA RAMADHAN

TRIAJENG AGUSTINA

YUNI FARIDANINGTYAS

3D- D3 TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG


1. Sejarah Pemikiran Etika
a. Etika Periode Yunani

Franz Magnis Suseno (1987: 14), mengatakan bahwa secara historis Etika
sebagai usaha Filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan
kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang
baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali norma-
norma dasar bagi kelakuan manusia.

Yunani menjadi tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik ke
dalam suatu sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian
filsafat. Berkat pertemuannya dengan para pedagang dan kaum kolonis dari berbagai
Negara, orang-orang Yunani yang sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu
menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan,
hukum, tata kehidupan, dan lain-lain. Bangsa Yunani mulai bertanya: Apakah
miliknya, hasil pembudayaan Negara tersebut benar- benar lebih tinggi? Karena tiada
seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kemudian
diajukanlah pertanyaan, “Mengapa begitu?” kemudian diselidikinya semua perbuatan
manusiawi, dan lahirlah cabang baru dari filsafat, yakni filsafat moral (filsafat
kesusilaan) atau etika (W. Poespoproddjo,1999: 18).

Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Ia lahir


pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah
Yunani di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk
lingkaran murid yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka
prinsip-prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran
reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-
kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan
pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat
dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan.

Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan


bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak
terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang
enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka
pengertian hedonistik.
Sokrates (469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah
direkonstruksi karena bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisn Plato.
Dalam dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama
sehingga tidak mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato
sendiri. Melalui dialog Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis
yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada implikasi-implikasi anggapan-
anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada kesadaran tentang
apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk berpandangan
dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang sebenarnya.

Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh
Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian
bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato tentang
hidup yang baik. Intuisi daar Plato tentang hidup yang baik itu mempengaruhi
filsafat dan juga kerohanian di Barat selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern
paham tentang keterarahan objektif kepada Yang Ilahi dalam segala yang ada mulai
ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai pola etika; diantaranya etika otonomi
kesadaran moral Kant adalah yang paling penting. Etika Plato tidak hanya
berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan
sufi muslim. Disinilah nantinya jalur hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan
pemikir muslim seperti Ibn Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat Yunani
sehingga mempengaruhi tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah
Aristoteles, Epikuros (314-270 SM) adalah tokoh yang berepengaruh dalam filsafat
etika. Ia mendirikan sekolah filsafat di Athena dengan nama Epikureanisme , akan
menjadi salah satu aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles. Berbeda dengan
Plato dan Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-muridnya tidak
berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat Epikuros
adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah “hidup dalam
kesembunyian“. Etika Epikurean bersifat privatistik. Yang dicari adalah kebahagiaan
pribadi. Epikuros menasihatkan orang untuk menarik diri dari kehidupan umum,
dalam arti ini adalah individualisme. Namun ajaran Epikuros tidak bersifat egois. Ia
mengajar bahwa sering berbuat baik lebih menyenangkan daripada menerima
kebaikan. Bagi kaum Epikurean, kenikmatan lebih bersifat rohani dan luhur
daripada jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu dipenuhi. Ia membedakan antara
keinginan alami yang perlu (makan), keinginan alami yang tidak perlu (seperti
makanan yang enak), dan keinginan sia-sia (seperti kekayaan).

b. Etika Abad Pertengahan

Pada Abad pertengahan, Etika bisa dikatakan 'dianiaya' oleh Gereja. Pada saat
itu, Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu
dan kebudayaan kuno. (H.A. Mustofa, 1999:45).Gereja berkeyakinan bahwa
kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. dan apa yang terkandung dan diajarkan
oleh wahyu adlah benar. jadi manusia tidak perlu lagi bersusah - bersusah menyeliiki
tentang kebenaran hakikat, karena semuanya telah diatur oleh Tuhan.

Ahli - Ahli Filsafat Etika yang lahir pada masa itu, adalah panduan dari ajaran
Yunani dan Ajaran Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (1079-
1142 SM). seorang ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinus (1226-1270 SM),
seorang ahli Filsafat Agama dari Italia. (Ahmaddamin, 1875).

c. Etika Periode Bangsa Arab

Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak mempuyai ahli - ahli Filsafat yang
mengajak kepad aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti
Epicurus,Zeno,Plato, dan Aristoteles.

Hal itu terjadi karena penyidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah
maju. waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli - ahli hikmat dan sebagian ahli
syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal
pada zaman mereka. (H.A. Mustofa, 1999:46).

Namun sejak kedatangan islam, agama yang mengajak kepada orang - orang
untuk percaya kepada allah, sumber segala sesuatu di seluruh alam. Allah
memberikan jalan kepada manusia jalan yang harus diseberangi. Allah juga
menetapkan keutamaan seperti benar dan adil, yang harus dilaksanakanya, dan
menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat, sebagai pahala bagi
orang yang mengikutinya.

Jadi Bangsa Arab pada masa itu, telah puas mengambil etika dari agama dan
tidak merasa butuh untuk menyelidiki mengenai dasar baik dan buruk. oleh karena
itu, agama banyak menjadi dasar buku - buku yang dilukiskan di dalam etika. Seperti
buku karya Al-Ghazali dan Al-Mawardi.Penyidik Bangsa Arab yang terbesar
mengenai Etika adalah Ibnu Maskawayh, yang wafat pada 421 H. dia mencampurkan
ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan ajaran islam. Ajaran Aristoteles bnyak
termasu dalam penyelidikan tentang jiwa.(Ahmad Mahmud Shubhi,1992:17).

d. Etika Periode Abad Modern

Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai
menyuburkan Filsafat Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke suluruh
Eropa. Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah
kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan
mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.

Discarles, seorang ahli Filsafat Prancis (1596-1650) termasuk pendiri filsafat


baru. Untuk ilmu pengetahuan, ia menetapkan dasar - dasar sebagai berikut :

1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan apa
yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di tolak.

2. Di dalam penyelikidan harus kita mulai dari yang sekecil - kecilnya,


lalumeningkat ke hal - hal yang lebih besar.

3. Jangan menetapkan sesuatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga


menyatakan dengan ujian. (H.A. Mustofa, 1999:51).

2. Teori-Teori Etika
a. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah
suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme
psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada
akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri
mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
b. Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata


Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu
tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin
anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest
happiness of the greatest numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan
paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis
melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham
utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan
bersama, kepentingan masyarakat).

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :

1. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat,
tujuan atau hasilnya).
2. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang
penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
3. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

c. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham
deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya
sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut.
Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena
hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu
tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.
d. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban
bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Dalam teori etika dulu diberi
tekanan terbesar pada kewajiban, tapi sekarang kita mengalami keadaan
sebaliknya, karena sekarang segi hak paling banyak ditonjolkan. Biarpun teori hak
ini sebetulnya berakar dalam deontologi, namun sekarang ia mendapat suatu
identitas tersendiri dan karena itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak didasarkan
atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak sekarang begitu
populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang
memiliki harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapapun tidak pernah
boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain. Menurut perumusan
termasyur dari Immanuel Kant : yang sudah kita kenal sebagai orang yang
meletakkan dasar filosofis untuk deontologi, manusia merupakan suatu tujuan
pada dirinya (an end in itself). Karena itu manusia selalu harus dihormati sebagai
suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai
sarana demi tercapainya suatu tujuan lain.

e. Teori Keutamaan (Virtue Theory)


Dalam teori-teori yang dibahas sebelumnya, baik buruknya perilaku manusia
dipastikan berdasarkan suatu prinsip atau norma. Dalam konteks utilitarisme,
suatu perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi
jumlah orang terbanyak. Dalam rangka deontologi, suatu perbuatan adalah baik,
jika sesuai dengan prinsip “jangan mencuri”, misalnya. Menurut teori hak,
perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan hak manusia. Teori-teori ini semua
didasarkan atas prinsip (rule-based).

Disamping teori-teori ini, mungkin lagi suatu pendekatan lain yang tidak
menyoroti perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku
moral. Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang
sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk
teori keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat
sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Namun demikian,
dalam sejarah etika teori keutamaan tidak merupakan sesuatu yang baru.
Sebaliknya, teori ini mempunyai suatu tradisi lama yang sudah dimulai pada
waktu filsafat Yunani kuno.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral. Kebijaksanaan, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat
seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah
keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa
yang menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat
seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja
keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan
spontan untuk bermalas-malasan. Ada banyak keutamaan semacam ini. Seseorang
adalah orang yang baik jika memiliki keutamaan. Hidup yang baik adalah hidup
menurut keutamaan (virtuous life).

Menurut pemikir Yunani (Aristoteles), hidup etis hanya mungkin dalam polis.
Manusia adalah “makhluk politik”, dalam arti tidak bisa dilepaskan dari polis atau
komunitasnya. Dalam etika bisnis, teori keutamaan belum banyak dimanfaatkan.
Solomon membedakan keutamaan untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan
pada taraf perusahaan. Di samping itu ia berbicara lagi tentang keadilan sebagai
keutamaan paling mendasar di bidang bisnis. Diantara keutamaan yang harus
menandai pebisnis perorangan bisa disebut : kejujuran, fairness, kepercayaan dan
keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang
malah ada tumpang tindih di antaranya. Kejujuran secara umum diakui sebagai
keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis.
Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis ingin
bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan. Tetapi suasana
keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala kartunya. Sambil
berbisnis, sering kita terlibat dalam negosiasi kadang-kadang malah negosiasi
yang cukup keras dan posisi sesungguhnya atau titik tolak kita tidak perlu
ditelanjangi bagi mitra bisnis. Garis perbatasan antara kejujuran dan
ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam.

Ketiga keutamaan lain bisa dibicarakan dengan lebih singkat. Keutamaan kedua
adalah fairness. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar
kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui
oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Insider trading adalah
contoh mengenai cara berbisnis yang tidak fair. Dengan insider trading
dimaksudkan menjual atau membeli saham berdasarkan informasi “dari dalam”
yang tidak tersedia bagi umum. Bursa efek sebagai institusi justru mengandaikan
semua orang yang bergiat disini mempunyai pengetahuan yang sama tentang
keadaan perusahaan yang mereka jualbelikan sahamnya. Orang yang bergerak
atas dasar informasi dari sumber tidak umum (jadi rahasia) tidak berlaku fair.

Kepercayaan (trust) juga merupakan keutamaan yang penting dalan konteks


bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Ada beberapa
cara untuk mengamankan kepercayaan. Salah satu cara adalah memberi garansi
atau jaminan. Cara-cara itu bisa menunjang kepercayaan antara pebisnis, tetapi hal
itu hanya ada gunanya bila akhirnya kepercayaan melekat pada si pebisnis itu
sendiri.

f. Teori Etika Teonom


Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan
akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu
untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh
filsafat risten, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara
hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia
secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku
manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah
sebagaimana dituangkan dalam kitab suci.

Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat


diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori
etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang
harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban
mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan
dengan tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak
dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat
mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

3. Teori Etika dan Paradigma Hakikat Manusia


1. Tampaknya sampai saat ini telah muncul beragam paham atau teori etika,
dimana masing-masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang
cukup berpengaruh.
2. Munculnya beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigma, pola pikir
atau pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
3. Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigma tidak utuh
tentang hakikat manusia.
4. Semua teori yang seolah-olah saling bertentangan tersebut sebenarnya tidaklah
bertentangan.
5. Teori-teori yang tampak bagikan potongan-potongan terpisah ini dapat
dipadukan menjadi satu teori tunggal berdasarkan paradigm hakikat manusia
secara utuh.
6. Inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada :
a. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat dan kepentingan Tuhan.
b. Keseimbangan moral materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ) dan modal
spiritual (SQ).
c. Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat dan kebahgiaan
batin surgawi.
d. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat
dan Tuhan.

Analisa Kasus

BENCANA DI BHOPAL

Pada suatu malam tanggal 2 Desember 1984, sebuah kebocoran terjadi di tangki
penyimpanan di pabrik kimia Union Carbide, Bhopal, India. Tangki itu berisi 10.000
galon metil isosianat (MIC), zat kimia yang sangat beracun yang digunakan dalam
pembuatan pestisida, seperti Sevin. Kebocoran yang menimbulkan awan gas beracun di
atas lingkungan kumuh sekitar pabrik Bhopal itu menyebabkan kematian lebih dari
2000 orang, dan melukai lebih dari 200.000 orang. Kebocoran ini disebabkan air yang
tanpa sengaja tertuang ke tangki. Air bereaksi sangat cepat dengan MIC, menyebabkan
pemanasan cairan. Di Bhopal, campuran air dan MIC meningkatkan suhu cairan dalam
tangki sampai kira-kira 400°F. Suhu tinggi ini menyebabkan MIC menguap,
menimbulkan tekanan tinggi di dalam tangki. Ketika tekanan internal ini menjadi cukup
tinggi, katup pelepas tekanan pun terbuka, dan uap MIC pun terhamburkan ke udara.

Air itu mungkin tertuang ke tangki tanpa sengaja. Satu stasiun utilitas di pabrik itu
berisi dua pipa yang saling berdampingan. Satu pipa membawa nitrogen, yang
digunakan untuk menambah tekanan pada tangki agar MIC cair dapat dipindahkan. Pipa
yang lain berisi air. Tampaknya seseorang tidak menghubungkan pipa air ke tangki
MIC. Kecelakaan itu terjadi sangat cepat ketika sekitar 240 galon air mengalir masuk ke
tangki penyimpanan MIC.

Faktor utama dalam kecelakaan ini pemotongan anggaran pemeliharaan sebagai bagian
dari upaya pemotongan biaya. Tangki penyimpanan MIC mempunyai unit pendingin
yang terpasang padanya, yang seharusnya membantu mempertahankan suhu tangki agar
lebih mendekati normal, bahkan dengan air yang ditambahkan, dan mungkin dapat
mencegah penguapan cairan. Meskipun demikian, unit pendingin ini berhenti bekerja
lima bulan sebelum kecelakaan terjadi dan belum diperbaiki.

Tangki juga dilengkapi dengan alarm yang seharusnya dapat memberi peringatan pada
para pekerja terhadap suhu yang berbahaya, alarm ini tidak terpasang dengan baik, jadi
tidak ada peringatan yang diberikan. Pabrik dilengkapi menara obor, menara obor
adalah alat yang dirancang untuk membakar uap sebelum memasuki atmosfer, dan alat
ini setidaknya dapat mengurangi , jika tidak menghilangkan jumlah MIC yang
menjangkau sekitarnya. Menara obor tidak berfungsi pada saat kecelakaan terjadi.
Terakhir, alat penyaring gas yang biasanya digunakan untuk menetralisir uap beracun
tidak diaktifkan sampai pelepasan uap sudah berlangsung. Beberapa penyelidik
menunjukan bahwa alat penyaring gas dan sistem obor mungkin sudah usang, bahkan
meski alat itu berfungsi. Meskipun demikian, jika semua sistem ini berfungsi pada saat
kecelakaan terjadi, setidaknya intensitas bencana itu dapat dikurangi, jika tidak dapat
dihindarkan seluruhnya. Fakta bahwa tak satupun dari alat-alat itu yang beroperasi pada
saat itu memberi kepasian bahwa setelah air secara tidak sengaja salah dimasukkan ke
dalam tangki MIC, reaksi selanjutnya akan berlangsung tanpa terdeteksi sampai
segalanya terlambat.
Tidak jelas siapa yang dipersalahkan atas kecelakaan ini. Perancang pabrik jelas
melakukan pekerjaan mereka dengan mengantisipasi masalah yang akan terjadi dan
memasang sistem keselamatan untuk mencegah atau mengurangi potensi kecelakaan.
Manajeman pabrik jelas mengabaikan keselamatan. Kadang – kadang beberapa fitur
keselamatan perlu dihentikan untuk perbaikan atau pemeliharaan, tetapi jika semua
sistem keselamatan ini serempak tidak beroperasi, ini adalah kesalahan yang
termaafkan. Union Carbide juga tampak kurang peduli karena tidak menyiapkan
rencana untuk memperingatkan dan mengevakuasi penduduk di sekitar pabrik itu adalah
hal yang standar di Amerika Serikat dan sering diwajibkan oleh pemerintah setempat.

Union Carbide tidak dapat mengatakan bahwa kecelakaan seperti itu tidak dapat
diperkirakan. Katup yang bocor dalam sistem MIC telah menjadi masalah di pabrik
Bhopal setidaknya sebanyak enam kali sebelum kecelakaan itu terjadi. Salah satu
kebocoran gas ini berakibat fatal. Lebih jauh lagi, Union Carbide mempunyai sebuah
pabrik di Institute, West Virginia, yang juga memproduksi MIC. Pengalaman di West
Virginia mirip dengan Bhopal. Akhirnya, sebagian kesalahan harus ditanggung oleh
pemerintah India. Tidak seperti di sebagian besar negara Barat, sangat sedikit cara
standar keselamatan yang harus dioperasikan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.

Kesalahan terbesar ditimpakan pada Union Carbide karena gagal memberikan pelatihan
yang cukup dan gagal megawasi karyawan India dalam pemeliharaan dan prosedur
keselamatan yang diberlakukan di pabrik yang sama di Amerika Serikat. Setelah
kecelakaan itu terjadi, tuntutan hukum yang jumlah seluruhnya mencapai lebih dari 250
miliar dolar diajukan oleh korban kecelakaan itu. Union Carbide menjanjikan bahwa
korban kecelakaan itu akan mendapatkan kompensasi seumur hidup. Union Carbide
juga membantu mengadakan pelatihan kerja dan progaram penempatan bagi korban
kecelakaan. Selanjutnya, ketua Union Carbide, Warren Anderson, dituntut di pengadilan
India atas pembunuhan kriminal, suatu tuntutan kriminal. Pada awal tahun 2003, kasus
ini masih diproses di pengadilan. Akhirnya, diperkirakan bahwa sekitar 10.000 orang
yang terluka dalam kecelakaan itu akan menderita cacat permanen (Atlantic Monthly,
Maret 1987)

Anda mungkin juga menyukai