Anda di halaman 1dari 11

5

BAB II

KONSEP DASAR

2.1 KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS


2.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang

ditandai oleh kenaikan keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia

(Brunner & Suddarth, 2002).


Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis

dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya

toleransi karbohidrat (Price, S.A & Wilson, L.M,2005).


Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis metabolisme abnormal

yang memerlikan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat-

obatan (Carpenito,L.J, 2006).


Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik

dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat

defisiensi insulin yang absolut atau relatif gangguan fungsi insulin (WHO,

2005).
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan metabolisme kronis yang

terjadi karena berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi glukosa darah

melebihi normal, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi hormon insulin,

kelainan kerja insulin atau kedua-duanya (Depkes RI, 2005).

2.1.2 Etiologi
Terdapat beberapa macam etiologi dari Diabetes Melitus tergantung

dari tipe Diabetes Melitus, diantaranya:


a. Diabetes Melitus tipe I.
1) Faktor genetik
6

Penderita Diabetes Melitus tidak mewarisi Diabetes Melitus

tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau

kecenderungan genetik kearah terjadinya Diabetes Melitus tipe I.

Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang

memilliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen).


2) Faktor imunologi
Adanya suatu respon autoimun yang merupakan respon

abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

seolah-olah sebagai jaringan asing.


3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun

yang menimbulkan destruksi sel beta.


b. Dibetes Melitus tipe II

Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui.

Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor lain adalah:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65

tahun).
2) Obesitas.
3) Riwayat keluarga.
4) Ras (Brunner & Suddarth, 2002).
7

2.1.3 Patofisiologi
8

2.1.4 Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
2) Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
b. Komplikasi kronik
1) Komplikasi Makrovaskuler
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a. Retinopati
b. Nefropati
c. Neuropati (Price, S. A. & Wilson L.M, 2006).
2.1.5 Tindakan Pencegahan
Menurut Soegondo dkk (2002) usaha pencegahan penyakit pada diabetes

mellitus dapat meliputi :


a. Pendekatan pada penduduk untuk mengubah dan memperbaiki gaya

hidup agar menguntungkan terhadap tidak timbulnya diabetes mellitus

atau penyuliatnya ( pencegahan primer,sekunder ).


b. Pendekatan perorangan pada mereka yang beresiko tinggi untuk

mengindap diabetes mellitus dan pada pasien penyandang diabetes

mellitus ( pencegahan primer, sekunder, dan tersier ).


2.1.6 Terapi
Adapun terapi yang di berikan adalah sebagai berikut :
a. Semua orang dengan diabetes mellitus Tipe 1 memerlukan oksigen

karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Orang dengan diabetes mellitus Tipe II tertentu mungkin membutuhkan

insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa

darah atau apabila mengalami stres fisiologi seperti pada tindakan

pembedahan.
9

c. Orang dengan diabetes kehamilan ( diabetes yang timbul selama

kehamilan ) membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah.


d. Insulin digunakan pada diabetes dengan dengan ketoasidosis.
e. Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenatal atau yang

memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan

energy yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin

oksigen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal

selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan

kebutuhan insulin.
f. Insulin sering kali di perlukan dalam pengobatabn sindroma

hiperglikemia non-ketotik-hiperosmolar. ( Soegondo dkk,2002 ).

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Aktifitas dan istirahat
1) Gejala :
Lemah,letih, sulit bergerak/ berjalan, tonus otot menurun,

kram otot, gangguan tidur/ istirahat.


2) Tanda :
Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan

Aktifitas, koma dan penurunan kekuatan otot.


b. Sirkulasi
1) Gejala :
Kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki.
2) Tanda :
Takikardi, perubahan tekanan darah postural(hipertensi) kulit

panas, kering dan kemerahan


c. Integritas Ego
1) Gejala :
Stress, tergantung pada orang lain.
2) Tanda :
Ansietas
d. Eliminasi
10

1) Gejala :
Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau

terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang,

nyeri tekan abdomen, diare.


2) Tanda :
Urin encer, pucat, kuning, urin berkabut, bau busuk (infeksi),

bising usus lemah dan menurun.

e. Makanan/ Cairan
1) Gejala :
Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet;

peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat

badan haus.
2) Tanda :

Kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi

abdomen, muntah, hipertiroid

f. Neurosensori
1) Gejala :
Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan

pada otot, gangguan penglihatan.


2) Tanda :
Disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan

memori (baru, masa lalu).


g. Nyeri/ Kenyamanan
1) Gejala :
Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
2) Tanda :
Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
h. Pernafasan
1) Gejala :
Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen.
2) Tanda :
Batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi).
i. Keamanan
1) Gejala :
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2) Tanda :
11

Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun

kekuatan umum/ rentang gerak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan Volume Cairan Tubuh Berhubungan Dengan Diuresis

Osmotik.
2. perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan

Dengan Defisiensi insulin.


3. Resiko Terhadap Infeksi Berhubungan Dengan Kadar Glukosa

Tinggi, Penurunan fungsi leukosit.


4. Resiko Tinggi Terhadap Perubahan Sensori Perseptual

Berhubungan Dengan Ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan

elektrolit.
5. Kelelahan Berhubungan Dengan Penurunan Produksi Energi

Metabolik, Perubahan Kimia darah: insufisensi insulin.


6. Ketidakberdayaan Berhubungan Dengan Penyakit Jangka

Panjang/ Progressif yang tidak dapat diobati.


7. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit,

Prognosis, Dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan

kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi,

tidak mengenal sumber informasi (Doenges, M. E, et. Al, 2000).


2.2.3 Rencana intervensi
Diagnosa keperawatan 1

Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis

osmotik, masukan di batasi (mual muntah, kacau mental) yang di

tandai dengan peningkatan haluaran urine, penurunan berad badan

Tujuan:

Tidak terjadinya kekuranga volume cairan


12

Kriteria hasil:

Mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat, tanda tanda

vital stabil.

Intervensi:

 Pantau TTV.

Rasional

hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.

 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran

mukosa.

Rasional;

merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang

adekuat.

 Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.

Rasional

memberikan perkiraan kebutuhan akan cairab pengganti, fungsi ginjal,

dan keeektifan dari terapi yang diberikan.

 Berikan terapi cairan dan elektrolit sesuai indikasi.

Rasional

tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan

dan respon pasien secara individual.

Diagnosa keperawatan 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

defisiensi insulin.
13

Tujuan:
Klien dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
BB ideal.
Intervensi:

 Timbang berat badan.

Rasional

mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (absorpsi dan utilisasinya).

 Tentukan program diet dan pola makan klien.

Rasional

mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan

terapeutik

 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung,

mual, muntahan makanan yang belum dicerna.

Rasional

hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat

menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi/ ileus paralitik).

 Berikan makanan yang mengandung nutrient dan elektrolit.

Rasional

pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi

gasrtointestinal baik.

 Identifikasi makanan yang di sukai/ tidak di sukai.

Rasional

jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam

perencanaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.


14

 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet.

Rasional

sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

Diagnosa keperawatan 3

Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar

glukosa.

Tujuan:
tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
Mendemontrasikan teknik untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi:

 Observasi tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, calor, tumor,

fungsiolaesa).

Rasional
pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan

keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.

 Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif.

Rasional
kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi

pertumbuhan kuman.

 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasional
penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinnya sepsis.
Diagnosa keperawatan 4
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan

dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.


15

Tujuan:
tidak terjadi perubahan sensori perseptual.
Kriteria hasil:
mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan

mengkompensasi adanya kerusakkan sensori.


Intervensi:

 Pantau dan tanda-tanda vital dan status mental.

Rasional
sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu

yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.

 Bantu pasien ambulasi dalam perubahan posisi.

Rasional
meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan

dipengaruhi.

Anda mungkin juga menyukai