Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Pengertian
Menurut Varcaloris, halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons
or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-
experiencing tastes) (Yosep, 2011. Hal : 217).
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau
suatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui
bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.
Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang memakan apapun.
Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit (Yosep, 2011. Hal : 217).
C. Faktor Penyebab Halusinasi
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted chils) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokomia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizoprenia cenderung mengalami skizoprenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2011. Hal :
218).
2. Faktor Presipitasi
a) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata (Yosep, 2011. Hal : 218-219).
D. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui 4 fase, yaitu :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik :
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf autonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya dengan halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik atau lebur dengan
halusinasinya termasuk dengan psikotik berat. Karakteristik :
halusinanya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon
lebih dari satu orang (Kusumawati, 2010. Hal : 106-107).
E. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan
1. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan

Gangguan sensori persepsi halusinasi

Isolasi sosial
Pohon masalah halusinasi (Ermawati, dkk, 2009. Hal : 27).
2. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Dari pohon masalah diatas dapat disimpulkan bahwa masalah
keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah sebagai berikut
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Gangguan persepsi sensori halusinasi
c) Isolasi social (Ermawati, dkk, 2009. Hal : 28).
Jenis Halusinasi Data Subyektif Data Obyektif
Halunasi dengar  Mendengar suara menyuruh  Mengarahkan telinag pada
(Auditory-hearing melakukan sesuatu yang sumber suara
Voices or souns) berbahaya  Bicara atau tertawa sendiri
 Mendengar suara atau bunyi  Marah-marah tanpa sebab
 Mendengar suara yang  Menutup telinga
mengajak bercakap-cakap  Mulut komat kamit
 Mendengar seseorang yang  Ada gerakan tangan
sudah meninggal
 Mendengar suara yang
mengancam diri klien atau
orang lain atau suara lain
yang membahayakan

Halusinasi  Melihat seseorang yang  Tatapan mata pada tempat


penglihatan sudah meninggal, melihat tertentu
(Visual-seeing makhluk tertentu, melihat  Menunjuk kearah tertentu
persons or things) bayangan, hantu atau sesuatu  Ketakutan pada objek yang
yang menakutkan, cahaya, dilihat
monster yang memasuki
perawat
Halusinasi  Mencium sesuatu seperti bau  Ekspresi wajah seperti
penghidu mayat, darah, bayi, feses, mencium sesuatu dengan
(olfactory- atau bau masakan, parfum gerakan cuping hidung,
smelling odors) yang menyenangkan. mengarahkan hidung pada
 Klien sering mengatakan tempat tertentu
mencium bau sesuatu
 Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien dimensia,
kejang, atau penyakit
serebrovaskuler
Halusinasi  Klien mengatakan ada  Mengusap, menggaruk-garuk,
perabaan sesuatu yang menggerayangi meraba-raba permukaan kulit.
(Tactile-feeling tubuh seperti tangan, Terlihat menggerak-gerakan
bodily sensations) binatang kecil, mahluk halus. badan seperti merasakan
 Merasakan sesuatu di sesuatu rabaan.
permukaan kulit, merasakan
sangat panas atau dingin,
merasakan tersengat aliran
listrik
Halusinasi  Klien seperti sedang  Seperti mengecap sesuatu,
pengecapan merasakan makanan tertentu, gerakan mengunyah, meludah
(Gustatory- rasa tertentu atau mengunyah dan muntah
experiencing sesuatu
tastes)
Cenesthetic dan  Klien melaporkan bahwa  Klien terlihat menatap
Kinestetic fungsi tubuhnya tidak dapat tubuhnya sendiri dan terlihat
hallucinations terdeteksi misalnya tidak mersakan sesuatu yang aneh
adanya denyutan di otak, atau tentang tubuhnya.
sensasi pembentukan urine
dalam tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang di atas
bumi.
(Yosep, 2011. Hal : 220-221)
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
2. Gangguan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi sosial (Yosep, 2011. Hal : 223)
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi
(apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
perasaan pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Menurut Yosep (2011, hal : 223) untuk membantu klien agar
mampu mengontrol halusinasi perawat dapat mendiskusikan cara
mengontrol halusinasi pada klien. Cara tersebut yaitu :
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Kalau ini bisa
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan
meliputi :
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta psien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
5) Bercakap-cakap dengan orang lain
6) Melakukan aktifitas yang terjadwal
7) Menggunakan obat secara teratur.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
A. Masalah Utama :
Perubahan isi pikir : waham
B. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Yosep, 2011. Hal : 237).
C. Proses terjadinya waham
1. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham
dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi
sangat terbatas.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan
standar lingkungan sudah melampuai kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang diyakini atau apa-
apa yang ia katakan adalah bohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang memercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didikung, lama kelamaan
klien mengganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat (Yosep, 2011.
Hal : 237-238).
D. Pohon masalah
Resiko tinggi mencederai diri,
Kerusakan
orang lain dan lingkungan
komunikasi verbal

Perubahan isi pikir :


waham

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah

E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2.. Data yang perlu dikaji :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah,
melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri.
2) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam,
merusak dan melempar barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi : verbal
1) Data subjektif
klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2) Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kuran
c. Perubahan isi piker : waham
1) Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut,
kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan /
realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
d. Gangguan harga diri rendah

1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin
mengakhiri hidup.

E. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan isi pikir : waham
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
Kerusakan komunikasi verbal
1. Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksinya.
Tindakan :
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima
keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat
tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka
akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan
yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya
memikirkannya
Tindakan :
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi
perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih
memperhatikan kebutuhan kien tersebut sehungga klien
merasa nyaman dan aman
Tindakan :
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa
realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien
sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan :
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan
efek dan efek samping obat
Tindakan :
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien
akan mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan :
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan
follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Kusumawati, 2010. Hal : 78).
C. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi
faktor predisposisi yang mungkin/tidak mungkin terjadi jika faktor
berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang
menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser (Yosep, 2011. Hal 245-246).
2. Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak
berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan
mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
(Kusumawati, 2010. Hal: 79).
D. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan, dan Resiko bunuh diri

Perilaku Kekerasan

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


Halusinasi dan Waham
E. Masalah keperawatan:
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Perilaku kekerasan/amuk
3) Gangguan harga diri : harga diri rendah
F. Data yang perlu dikaji:
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan/amuk
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
d. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1) Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan.
H. Rencana Tindakan
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan
manajemen kekerasan.
2. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3) Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd
kemarahan.
Tindakan :
1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
3) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung.
4) Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bantu memilih cara yang paling tepat.
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit
pertemuan keluarga.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
2) Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
A. Masalah Utama
Harga diri rendah.
B. Pengertian
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
C. Proses Terjadinya Masalah
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk
sejak lahir namun dipelajari.
RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan


Depersonalisasi
Diri positif rendah identitas

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Sedangkan harga diri rendah adalah
menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab
atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga
diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan
orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama
adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi
tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan
kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2) Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
D. Pohon Masalah

Resiko isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Core problem

Berduka disfungsional

E. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c. Berduka disfungsional.
2. Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
3) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan.
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. MASALAH UTAMA
Defisit perawatan diri: higiene
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Defisit perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu
mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau
menyelesaikan aktivitas kebersihan diri.
2. Penyebab
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang
(higiene) antara lain:
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif dan keterampilan.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.
3. Tanda dan Gejala
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya.
d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
4. Akibat
Klien yang kurang merawat kebersihan dirinya akan beresiko
integritas kulit, karena kotor kulit akan mudah terkena luka.
C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Defisit perawatan diri
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
c. Isolasi sosial: menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau
menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa
menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
b. Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang
dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.
D. POHON MASALAH
Perawatan diri kurang: higiene

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan
ketidak mampuan dalam merawat diri.
2. Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.
F. RENCANA TINDAKAN
1. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan
ketidak mampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan Umum : Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan
baik sehingga penampilan diri adekuat.
b. Tujuan Khusus :
1) Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
a) Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda
kebersihan diri
b) Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
c) Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati
d) Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar
2) Mengidentifikasi kebersihan dirinya
a) Bantu klien menilai kebersihan dirinya
b) Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya
3) Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya
a) Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan
diri
b) Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri
c) Menjelasakan cara-cara membersihkan diri
d) Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
4) Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
a) Demonstrasikan pada klien cara-cara membersihkan diri
b) Bimbing klien mendemonstrasikan kembali cara-cara
membersihkan diri
c) Dorong klien membersihkan diri sendiri dengan bantuan
d) Melakukan perawatan diri secara mandiri
5) Melakukan perawatan diri secara mandiri
a) Berikan kesempatan klien untuk membersihkan diri sendiri
secara bertahap sesuai dengan kemampuan
b) Dorong klien mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah
membersihkan diri
c) Beri penguatan positif atas perawatan klien
d) Bimbing klien membuat jadwal kegiatan untuk membersihkan
diri
e) Bimbing klien membersihkan diri sesuai jadwal secara mandiri
f) Monitor kemampuan klien membersihkan diri sesuai jadwal
6) Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan
diri
a) Diskusikan dengan keluarga tentang ketidakmampuan klien
dalam merawat diri
b) Diskusikan cara membantu klien membersihkan diri
c) Libatkan keluarga dalam perawatan kebersihan diri klien
d) Menyediakan alat-alat
e) Membantu klien membersihkan diri
f) Memonitor pelaksanaan jadwal
g) Beri pujian
2. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya
untuk memperhatikan kebersihan diri
b. Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Tindakan :
a) Berikan salam setiap berinteraksi.
b) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c) Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d) Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e) Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f) Buat kontrak interaksi yang jelas.
g) Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h) Penuhi kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b) Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan
cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-
tanda bersih.
c) Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan
diri.
d) Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali
pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri.
e) Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f) Beri reinforcement positif setelah klien mampu
mengungkapkan arti kebersihan diri.
g) Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi
2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah
makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut,
gunting kuku jika panjang.
3) Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Tindakan :
a) Motivasi klien untuk mandi.
b) Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang
benar.
c) Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d) Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan
rambut.
e) Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
f) Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.
4) Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Tindakan :
a) Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti
baju dan pakai sandal.
5) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Tindakan :
a) Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan
diri.
6) Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan
diri.
Tindakan :
a) Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya
klien menjaga kebersihan diri.
b) Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah
dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan
kemajuan yang telah dialami di RS.
c) Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi
terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d) Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap
dalam menjaga kebersihan diri klien.
e) Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f) Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam
menjaga kebersihan diri.
g) Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Kasus (Masalah Utama)
Isolasi Sosial
B. Pengertian.
Isolasi Sosial merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Damaiyanti & Iskandar,
2012).
C. Proses Terjadinya Masalah
1. Penyebab :
a. Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang
mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan
orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan
dalam berhubungan dengan anggota keluarga, sering menjadi kambing
hitam, sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak).
Situasi ini membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c. Sosial Budaya : Di kota besar, masing – masing individu sibuk
memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi. Situasi ini
mendukung perilaku menarik diri.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya
klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang
menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha
untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya
semakin kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam
situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu
sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu
tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi
dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih
kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas
diikuti penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan
lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi
kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain. Menarik diri juga disebabkan oleh
perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua
pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko menarik diri adalah
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi).
2. Tanda – tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek
a. Aspek fisik :
1) Makan dan minum kurang
2) Tidur kurang atau terganggu
3) Penampilan diri kurang
4) Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
1) Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
2) Merasa malu, bersalah
3) Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial :
1) Duduk menyendiri
2) Selalu tunduk
3) Tampak melamun
4) Tidak peduli lingkungan
5) Menghindar dari orang lain
6) Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual :
1) Putus asa
2) Merasa sendiri, tidak ada sokongan
3) Kurang percaya diri
D. Pohon masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu di kaji.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi

b. Isolasi sosial : menarik diri


1) Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi
menekur.
2) Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
1) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
2) Data subyektif:
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh /
tidak tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial: menarik diri
G. Rencana Tindakan.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
1. Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi ….
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
2) Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak
menjawab
3) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
2) Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk
bergaul.
d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:
klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga.
Tindakan:
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
2) Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
3) Tingkatkan interaksi secara bertahap
4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
6) Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
Tindakan:
1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa keperawatan 2 : Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan
harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terpeutik
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
b. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
c. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampun yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya
Tindakan :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
A. Masalah Utama
Bunuh diri.
B. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk
membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang
singkat (Ermawati Dkk, 2009. Hal 101).
C. Proses terjadinya bunuh diri
1. Etiologi bunuh diri yang digolongkan atas berbagai unsur :
a) Penyebab bunuh diri pada anak
Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan, situasi keluarga
yang kacau, perasaan tidak disayang atau selalu tidak dikritik,gagal
sekolah,takut atau dihina disekolah,kehilangan orang yang
dicintai,dihukum orang lain.
b) Penyebab bunuh diri pada remaja
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna, sulit
mempertahankan hubungan interpersonal, pelarian dari
penganiayaan fisik atau pemerkosaan, perasaan tidak dimengerti
orang lain, kehilangan orang yang dicintai, keadaan fisik, masalah
dengan orang tua,masalah seksual, depresi.
c) Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
Self ideal yang terlalu tinggi , cemas akan tugas akademik,
kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih
saying orang tua, kompeti untuk sukses.
d) Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
Perubahan status dari mandiri ketergantungan, penyakit yang
menurunkan kemampuan berfungsi, perasaan tidak berarti
dimasyarakat, kesepian dengan isolasi sosial, kehilangan ganda
(pekerjaan, kesehatan, pasangan), sumber hidup berkurang.
e) Faktor determinan
Kebudayaan mempengaruhi niat dan tekat seorang individu
untuk mempengaruhi hidupnya dan merupakan factor penting yang
mempengaruhi hal bunuh diri disamping kedudukan sosilal ekonomi
dan situasi ekstrim yang merugikan.
f) Jenis kelamin
Angka bunuh diri pada wanita lebih besar daripada pria,disemua
Negara dan sepanjang masa.
g) Umur
Angka bunuh diri meningkat dengan bertambahnya
umur,kurvanya merupakan garis lurus yang mendaki.pada
wanita,kurva ini naik sampai umur 60 tahun kemudian menurun
lagi.anak-anak dibawah 15 tahun jarang sekali melakukan bunuh
diri.jadi angka bunuh diri berbanding lurus dengan peningkatan
umur,tetapi beberapa penulis menemukan angka yang meningkat
pada usia muda yaitu antara 15-30 tahun
h) Status social
Di Inggris, Amerika, Denmark, dan Italia anka bunuh diri
tertinggi terdapat status social tertinggi ,misalnya dokter gigi dan
ahli hukum.
i) Status perkawinan
Frekuensi lebih kecil pada mereka yang sudah menikah,terutama
mereka yang sudah punya anak dibandingkan dengan mereka yang
belum berkeluarga janda atau yang cerai.
2. Pohon Masalah
Resiko perilaku bunuh diri

Koping maladaptive
3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a) Resiko perilaku bunuh diri
Data subjektif : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada guna gunanya hidup.
Data objektif : ada isyarat bunuh diri, ad aide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri
b) Koping Maladaptive
Data subjektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak
bahagia, tak ada harapan.
Data objektif : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol implus
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri.
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca dan lain-lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat
4) Klien dapat mengekpresikan perasaannya
b. Gangguan konsep diri:harga diri rendah
Tujuan umum: klien tidak melakukan kekerasan.
Tujuan khusus: klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,empati,sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama yang disukai
3) Bicara dengan sikap tenang,rileks dan tidsak menantang
c. Resiko mencederai diri sendiri,orang lain,dan lingkungan
Tujuan umum: pasien tidak mencederai diri sendiri,orang lain,dan
lingkungan
Tujuan khusus : Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungan,
pasien mampu mengungkapkan perasaannya, pasien mampu
meningkatkan harga dirinya, pasien mampu menggunakan cara
penyelesaian masalah yang baik.
Tindakan :
1) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri
sendiri,orang lain dan lingkungan.
2) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
3) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
4) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
5) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya di syukuri oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami Ermawati, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Trans Info Media : Jakarta.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. PT.
Refika Aditama : Bandung.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. (2010). Buku Ajar Keprawatan Jiwa.
Salemba Medika : Jakarta.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai