HALUSINASI
A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Pengertian
Menurut Varcaloris, halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons
or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-
experiencing tastes) (Yosep, 2011. Hal : 217).
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau
suatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui
bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.
Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang memakan apapun.
Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit (Yosep, 2011. Hal : 217).
C. Faktor Penyebab Halusinasi
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted chils) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokomia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizoprenia cenderung mengalami skizoprenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2011. Hal :
218).
2. Faktor Presipitasi
a) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata (Yosep, 2011. Hal : 218-219).
D. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui 4 fase, yaitu :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik :
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf autonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya dengan halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik atau lebur dengan
halusinasinya termasuk dengan psikotik berat. Karakteristik :
halusinanya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon
lebih dari satu orang (Kusumawati, 2010. Hal : 106-107).
E. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan
1. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Isolasi sosial
Pohon masalah halusinasi (Ermawati, dkk, 2009. Hal : 27).
2. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Dari pohon masalah diatas dapat disimpulkan bahwa masalah
keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah sebagai berikut
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Gangguan persepsi sensori halusinasi
c) Isolasi social (Ermawati, dkk, 2009. Hal : 28).
Jenis Halusinasi Data Subyektif Data Obyektif
Halunasi dengar Mendengar suara menyuruh Mengarahkan telinag pada
(Auditory-hearing melakukan sesuatu yang sumber suara
Voices or souns) berbahaya Bicara atau tertawa sendiri
Mendengar suara atau bunyi Marah-marah tanpa sebab
Mendengar suara yang Menutup telinga
mengajak bercakap-cakap Mulut komat kamit
Mendengar seseorang yang Ada gerakan tangan
sudah meninggal
Mendengar suara yang
mengancam diri klien atau
orang lain atau suara lain
yang membahayakan
1) Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin
mengakhiri hidup.
E. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan isi pikir : waham
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
Kerusakan komunikasi verbal
1. Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksinya.
Tindakan :
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima
keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat
tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka
akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan
yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya
memikirkannya
Tindakan :
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi
perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih
memperhatikan kebutuhan kien tersebut sehungga klien
merasa nyaman dan aman
Tindakan :
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
d. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa
realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien
sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan :
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan
efek dan efek samping obat
Tindakan :
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. Klien dapat dukungan dari keluarga
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien
akan mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan :
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan
follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Kusumawati, 2010. Hal : 78).
C. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi
faktor predisposisi yang mungkin/tidak mungkin terjadi jika faktor
berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang
menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser (Yosep, 2011. Hal 245-246).
2. Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak
berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan
mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
(Kusumawati, 2010. Hal: 79).
D. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan, dan Resiko bunuh diri
Perilaku Kekerasan
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Sedangkan harga diri rendah adalah
menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab
atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga
diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan
orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama
adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi
tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan
kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2) Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
D. Pohon Masalah
Core problem
Berduka disfungsional
Koping maladaptive
3. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a) Resiko perilaku bunuh diri
Data subjektif : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada guna gunanya hidup.
Data objektif : ada isyarat bunuh diri, ad aide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri
b) Koping Maladaptive
Data subjektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak
bahagia, tak ada harapan.
Data objektif : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol implus
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri.
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca dan lain-lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat
4) Klien dapat mengekpresikan perasaannya
b. Gangguan konsep diri:harga diri rendah
Tujuan umum: klien tidak melakukan kekerasan.
Tujuan khusus: klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,empati,sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama yang disukai
3) Bicara dengan sikap tenang,rileks dan tidsak menantang
c. Resiko mencederai diri sendiri,orang lain,dan lingkungan
Tujuan umum: pasien tidak mencederai diri sendiri,orang lain,dan
lingkungan
Tujuan khusus : Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungan,
pasien mampu mengungkapkan perasaannya, pasien mampu
meningkatkan harga dirinya, pasien mampu menggunakan cara
penyelesaian masalah yang baik.
Tindakan :
1) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri
sendiri,orang lain dan lingkungan.
2) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
3) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
4) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
5) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya di syukuri oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami Ermawati, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Trans Info Media : Jakarta.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. PT.
Refika Aditama : Bandung.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. (2010). Buku Ajar Keprawatan Jiwa.
Salemba Medika : Jakarta.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : Jakarta.