Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KISTA BARTOLIN

Nama : Andri Agustaria Wijaya


NIM : H1A 003005

PEMBIMBING :
dr. Made Putra Juliawan, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
2012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Kista Bartolin” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Genikologi
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis:
1. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG, selaku Kepala Bagian/SMF
Kebidanan dan Kandungan RSU Mataram.
2. dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku Koordinator pendidikan Bagian/SMF
Kebidanan dan Kandungan RSU Mataram.
3. dr. I Made P. Juliawan, SpOG, selaku pembimbing laporan kasus ini.
4. dr. H. Doddy A. K., SpOG (K), selaku pembimbing.
5. dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG, dr. Made Punarbawa, SpOG, dr. I Made W.
Mahayasa, SpOG, selaku supervisor.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Januari 2012

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya
adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna
dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula
vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini
merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar
ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista
bartolini. Kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista
bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus
kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam
kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat
dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.

Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan
kasus terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan
mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan
masalah yang perlu untuk dicermati. Kebanyakan wanita hamil mengalami infeksi
asimtomatik, beberapa disertai dengan sindrom uretra, uretritis, atau infeksi kelenjar
Bartholin. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi
besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual,
meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum
terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan
abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab
terjadinya infeksi pada kelenjar ini.

Bentuk-bentuk kelainan pada kelenjar Bartholin :

 Bartholinitis
 Kista bartholini
 Abses bartholini
 Keganasan (berupa adenokarsinoma maupun karsinoma skuamosa)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista bartholini adalah kista yang
terdapat pada kelenjar barholini. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini
menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti
infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini
mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.

2.2 Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan
kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu
kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat
disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan
penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya
ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini
melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa
mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan
pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar
Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen
yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian
eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah
penyebab umum kista dan abses tersebut.

Penyebab sumbatan :

1. Infeksi :
Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum,
seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti gonore dan klamidia.

2. Non infeksi :
 Stenosis / atresia congenital
 Trauma mekanik
 Inspissated mucous

2.3 Gejala & Tanda


Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa
disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:
 Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.
 Dispareunia
 Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
 Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat
mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap
Kista Bartholin adalah sebagai berikut:
 Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral,
dan tidak disertai dengan tanda – tanda selulitis di sekitarnya.
 Jika berukuran besar, kista dapat tender.
 Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent

Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan


terhadap abses Bartholin sebagai berikut:
 Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar yang
eritema dan edema.
 Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.
 Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi.
 Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen.

2.4 Diagnosis
Kista atau abses Bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya
dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan
yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. jika kista
terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis
bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit
menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari
abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam
kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat
diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada
kasus yang dicurigai keganasan.
Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya.
Karakteristik dari lesi kistik dan solid dari vulva dapat dilihat pada Tabel 2. Karena
kelenjar Bartholin mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan massa pada
wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda – tanda keganasan, terutama
bila massanya bersifat irreguler, nodular, dan keras.
Karsinoma kelenjar Bartholin memiliki persentase sekitar 1% dari kanker
vulva, dan walaupun kasusnya jarang, merupakan tempat tersering timbulnya
adenocarcinoma. Sekitar 50% dari tumor kelenjar Bartholin adalah karsinoma
sel skuamosa. Jenis lain dari tumor yang timbul di kelenjar Bartholin adalah
adenokarsinoma, kistik adenoid (suatu adenokarsinoma dengan histologis
spesifik dan karakteristik klinis), adenosquamousa, dan transitional cell
carcinoma.
Karena mungkin sulit untuk membedakan tumor Bartholin dari kista
Bartholin yang jinak hanya dengan pemeriksaan fisik, setiap wanita berusia
lebih dari 40 tahun perlu menjalani tindakan biopsi untuk menyingkirkan
kecurigaan neoplasma, dimana penyakit inflamasi jarang ditemui pada usia
tersebut. Karena lokasinya yang jauh di dalam, tumor dapat mempengaruhi
rektum dan langsung menyebar melalui fossa ischiorectalis. Akibatnya, tumor
ini dapat masuk ke dalam saluran limfatik yang langsung menuju ke kelenjar
getah bening inguinal profunda serta superficialis. Kesalahan dalam
mendiagosis keganasan Bartholin akan memberikan prognosa yang buruk,
sehingga ketepatan dan kecepatan dalam mendiagnosa sangat diperlukan.
Beberapa kondisi berikut ini dapat merupakan sugestif keganasan kelenjar
Bartholin, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut hingga
biopsi:
 Usia yang lebih tua dari 40 tahun
 Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara progresif
 Massa yang solid, tidak fluktuasi, dan tidak nyeri
 Terdapat riwayat keganasan labial sebelumnya.

2.5 Penatalaksanaan
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa
gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan
abses kelenjar memerlukan drainase.
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan
itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan.
Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan
isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka
pada sayatan.

1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas


2. Kista Bartholin :
 Kecil, asimptomatik → dibiarkan
 Simptomatis/ rekuren → pembedahan berupa insisi +word catheter
→ marsupialisasi

→ laser varporization dinding kista

3. Abses bartholin :
Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi

Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin


simtomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik
spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan
disebabkan gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal
vagina.

Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
 Minimal trauma, nyeri sedikit
 Coitus tidak terganggu
 Tindakan sederhana
Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami
epithelialisasi
e. Kateter diangkat

Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Setelah


dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan penderita dianjurkan untuk
tidak melakukan aktivitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan
terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin Secara kosmetik hasilnya cukup
bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak terlihat.
Marsupialisasi
Indikasi : Kista bartholin kronik dan berulang
Keuntungan :
 Komplikasi < dari ekstirpasi
 Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Teknik :
a. Posisi lithotomi
b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista
c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus sampai
mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0 kolateral
dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain
Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word
terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi elips
dengan skalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labium mayor
karena dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista
di bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.
Eksisi/Ekstirpasi
Indikasi :
 Abses/kista persisten
 Abses/kista rekuren
 Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan marsupialisasi
 Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : Kecil kemungkinan rekuren
Kerugian/Komplikasi :
 Perdarahan (a.pudenda)
 Hematoma
 Selulitis
 Pembentukan scar yang nyeri
 Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya  rekuren
 Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya tindakan ini
dilakukan di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak
yang berasal dari plexus venosus bulbus vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya
septik syok pasca tindakan. Komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 20 tahun
Pendidikan : SD tamat
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Pringgarata
MRS : 22/12/2011
No. RM : 263394

II. Anamnesis
Keluhan utama :
Benjolan di kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan adanya benjolan di daerah kemaluan sejak
3 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Benjolan tidak nyeri, membesar, tidak
ada perdarahan, belum pernah ada keluar cairan, riwayat keputihan (-), tidak ada
gangguan berkemih maupun buang air besar. Riwayat demam sebelumnya (-). Pasien
juga mengeluh telat haid selama 5 bulan. Riwayat keluar darah dari jalan lahir (-).
Riwayat melakukan hubungan sebelumnya selama hamil (+).Riwayat penyakit kulit
(+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit diabetes
melitus, hipertensi, dan asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Os mengaku tidak memiliki penyakit keturunan, tidak ada keluarga os yang
mengalami hal serupa. Riwayat penyakit diabetes, hipertensi dan asma tidak ada di
keluarga pasien.
Riwayat Haid :
Haid pertama pada umur 12 tahun. pasien mengaku haid teratur dengan siklus 28 hari,
lama haid 6-7 hari. HPHT: 25/07/2011, HTP: 01/05/2012

Riwayat pernikahan :
Ini merupakan pernikahan pertama os dengan suami pertama, sudah berlangsung
selama ± 1 tahun.
Riwayat KB : -
Riwayat obstetri :
1. Ini

III. Status Generalis


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi: Normal (BB: 46.5 kg; TB: 154 cm)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Mata : An -/-, Ikterus -/-
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat (+/+)

IV. Status obstetric


TFU = 21 cm
DJJ (+)

V. Status Ginekologi
Inspeksi dan palpasi : Tampak benjolan di labia minora sinistra dengan ukuran 5 x 3 x
2 cm, massa kistik, batas tegas, tidak hiperemis, tidak nyeri, tidak ada discharge.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Hb = 11,3 gr/dl
MCV = 84,0 fl
MCH = 29,7 pg
HCT = 32 %
WBC = 12,03 x 103/μL
PLT = 339 x 103/μL
HbsAg = (-)

VII. Diagnosis
G1P0A0H0 21-22mgg T/H/IU + Kista Bartolini

VIII. Rencana Tindakan


Pro ekstirpasi
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, diajukan kasus seorang wanita 20 tahun hamil dengan
umur kehamilan 21-22 mg yang kemudian didiagnosa dengan kista bartolin.
Selanjutnya akan dibahas :
1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ?
Sudah tepat karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengacu pada kista
bartolin. Dari anamnesis tidak didapatkan tanda-tanda nyeri pada benjolan yang
terdapat di daerah kemaluannya sejak 3 minggu yang lalu dan dirasa sangat
mengganggu aktifitas pasien seperti berjalan, duduk, dan pada saat berhubungan
seksual dengan suaminya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan unilateral
(labia minor kiri) dengan ukuran ± 5 cm x 3 cm x 2 cm, hiperemis (-), teraba massa
kistik, fluktuasi (-), permukaan licin, nyeri pada saat perabaan (-).

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?


Jika dilihat dari teori yang ada, penanganan pada kasus ini sudah tepat yaitu
dengan melakukan ekstirpasi pada kista untuk mengeluarkan kista beserta kapsulnya
guna mencegah terjadinya kekambuhan.

3. Apa penyebab kista bartolini pada kasus ini ?


Dari kasus ini penyebab terjadinya kista adalah karena adanya sumbatan pada
kelenjar bartolini yang bisa disebabkan oleh faktor personal hygine pasien itu sendiri
(kurang menjaga kebersihan daerah kemaluan) atau dari infeksi kuman yang dibawa
oleh suami pasien.
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yaitu Kista bartolini.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu ekstirpasi
pemberian antibiotic dan anti inflamasi.
3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah personal hygine yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Bartholin's cyst. 2010. Available from:


http://en.wikipedia.org/wiki/Bartholin%27s_cyst
Cunnningham, F.G., et al. Sexual Transmitted Diseas Dalam William obstetrics edisi
22. 2005. USA: McGraw-Hill comp. inc
Folashade omole, et al. American family physician. Management of bartholin’s duct
cyst and gland abscess. Am fam physician. 2003 jul 1;68(1):135-140.
Morehouse School Of Medicine, Atlanta, Georgia
Linda J. Vorvick, MD et al. 2010. Bartholin’s abscess. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001489.html
Mayo clinic Staff. 2010. Bartholin's cyst. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/bartholin-cyst/DS00667
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Kedua Cetakan Keenam. Jakarta.
Penerbit : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
CATATAN PERKEMBANGAN
Date/Time Subjective Objective Assessment Planning
22/12/2011 Pasien datang ke Poliklinik Keadaan Umum: baik G1P0A0H0 21-  RL inf
(10.10) Kandungan RSUP NTB jam 10.10 GCS: E4V5M6 22 mgg dengan  Ampicillin
WITA (22 Desember 2012) dengan Tek. darah: 110/80 mmHg Kista Bartolini 1gr/6jam
keluhan adanya benjolan di daerah Nadi: 80 x/mnt  pro-
kemaluan sejak 3 minggu sebelum RR: 20 x/mnt extiparsi
masuk rumah sakit (SMRS). T: 36,8°C
Benjolan tidak nyeri, membesar,
tidak ada perdarahan, belum pernah STATUS GENERALIS
ada keluar cairan, riwayat keputihan  Mata: konjunctiva anemis (-/-),
(-), tidak ada gangguan berkemih sklera ikterus (-/-)
maupun buang air besar Pasien  Jantung: S1,S2 tunggal regular,
mengaku tidak pernah mengalami murmur (-), gallop (-)
gejala seperti ini sebelumnya, tidak  Paru: vesikuler (+/+), wheezing
ada keluarganya yang pernah (-/-), ronkhi (-/-)
mengalami hal serupa, dan tidak  Abdomen: supel, bekas luka
memiliki riwayat hipertensi (-), operasi (-).
diabetes mellitus (-), asthma (-),  Ekstremitas: edema (-).
maupun penyakit berat lainnya.
Pasien lupa kapan pertama kali haid. STATUS OBSTETRI
Siklus haid selama ± 28-30 hari, lama TFU 21cm
haid ± 4-6 hari yang disertai nyeri DJJ (+)
selama haid. Pasien mengaku bahwa
haidnya memang tidak teratur sejak ± STATUS GYNECOLOGI
4 tahun yang lalu. Pasien telah Inspeksi dan palpasi : Tampak
menikah 1 kali 2 tahun yang lalu dan benjolan di labia minora sinistra
sudah memiliki 1 anak, berumur 1 dengan ukuran 5 x 3 x 2 cm,
tahun. Pasien belum pernah massa kistik, batas tegas, tidak
menggunakan alat atau metode hiperemis, tidak nyeri, tidak ada
kontrasepsi apapun sebelumnya. discharge

PEMERIKSAAN LAB
Hb = 11,3 gr/dl
MCV = 84,0 fl
MCH = 29,7 pg
HCT = 32 %
WBC = 20,20 x 103/μL
PLT = 339 x 103/μL
HbsAg = (-)

23/12/2012 - Keadaan Umum: baik G1P0A0H0 21-  Operasi dimulai.


09.20 GCS: E4V5M6 22 mgg dengan  Temuan
Tek. darah: 110/80 mmHg Kista Bartolini intraoperatif: kista
Nadi: 80 x/mnt
bartholin
RR: 20 x/mnt
T: 36,5°C ekstirpasi
Tampak massa (+). Operasi finished.
Perdarahan aktif (-)  Ketorolac 3%/8
jam
 Ampicillin
1gr/6jam

Anda mungkin juga menyukai