Penyembuhan Luka
Penyembuhan Luka
1. Penyembuhan luka
1.1. Healing Cascade
Healing cascade dimulai segera setelah terjadinya perlukaan, dimana
terjadi kontak antara Trombosit dengan kolagen dari jaringan yang terpapar
terhadap darah, yang mana akan menyebabkan pelepasan faktor pembekuan dan
deposisi fibrin kedalam lokasi luka, bentukan ini bukan hanya berfungsi untuk
menghentikan perdarahan, namun juga akan menjadi matrik dan mendasari tahap
selanjutnya dari pemyembuhan luka. Platelet melepaskan faktor pembekuan dan
berbagai mediator kimia yang dikenal sebagai Sitokin dan growth factor, dua
yang terutama adalah PDGF dan TGF-β (Rajan dan Murray, 2008).
PDGF akan memicu proses kemotaksis dari Netrofil, Makrofag, otot polos
dan Fibroblas, dan juga memulai proses mitosis dari sel Fibroblas dan otot polos.
TGF-β berperan dalam menarik Makrofag dan menstimulasi pelepasan Sitokin-
sitokin lain seperti FGF, TNF-α, dan IL-1. TGF-β juga diketahui memperkuat
kemotaksis dari Fibroblas dan otot polos, dan memodulasi pembentukan kolagen
dan kolagenase. Proses ini secara keseluruhan akan menyebabkan deposisi
jaringan ikat baru kedalam lokasi luka yang dikenal sebagai fase proliferasi, dan
setelah semua proses epithelialisasi, granulasi, dan neovaskularisasi selesai, akan
diikuti oleh suatu proses remodelling untuk mengembalikan struktur yang baru
terbentuk mendekat kondisi awalnya (Eming et. al. 2007).
berisi berbagai macam enzim, Histamin dan berbagai jenis mediator kimia
lain yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah
sekitar luka. Bahan aktif yang dilepaskannya akan memicu serangkaian
proses yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga sel monosit bisa dengan mudah bermigrasi kedalam jaringan
yang luka (Eming et. al. 2007).
Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi
Makrofag setelah 48 jam, yang berperan besar dalam tahap inflamasi
penyembuhan luka dan gangguan terhadap fungsi Makrofag akan
mengganggu penyembuhan luka. Setelah teraktivasi, sel Makrofag sendiri
juga akan menghasilkan PDGF dan TGF-β. Sifat fagositik dari Makrofag
bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik yang rusak, Netrofil yang
penuh dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri yang masih tersisa.
Adanya Wound Macrophage menandakan akhir proses inflamasi dan
segera dimulainya proses proliferasi. Limfosit juga dijumpai pada lokasi
terjadinya luka, namun sel ini dinyatakan tidak terlalu memiliki peran yang
7
menonjol dalam proses peyembuhan luka dan peran pastinya masih perlu
ditelaah lebih lanjut (Rajan dan Murray, 2008).
Gambar 2 : Fase Inflamasi, sel-sel dan mediator yang berperan didalamnya (Epstein
et. al, 1999)
lebih stabil. Kolagen normal pada kulit tersusun teratur dan memiliki
kekuatan regangan yang setara dengan baja, namun pada jaringan parut,
ukurannya lebih kecil dan tidak beraturan, sehingga lebih lemah dan
mudah sekali rusak dibandingkan jaringan sekitarnya (Diegelman, 2014;
Rajan dan Murray, 2008).
Reepitelialisasi terjadi dalam beberapa jam setelah terjadi luka, dan
Sitokin yang berperan adalah EGF dan TGFα yang dihasilkan oleh
Platelet, Makrofag, dan keratinosit. Karena proses ini memiliki aktivitas
metabolik yang tinggi, maka akan timbul peningkatan kebutuhan oksigen
dan nutrisi. Penurunan pH, oxygen tension, dan peningkatan laktat dilokasi
sekitar luka akan memicu serangkaian proses yang mendorong
terbentuknya pembuluh darah baru atau yang lazim dikenal sebagai
angiogenesis atau neovaskularisasi, yang terutama dipengaruhi oleh
VEGF, bFGF dan TGF-β. Proses ini vital dalam kelangsungan proses
selanjutnya yaitu pembentuk jaringan granulasi pada hari ke 4-7
(Diegelman, 2004; Rajan dan Murray, 2008).
Proses angiogenesis bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
trauma akan menimbulkan kerusakan jaringan, dan bFGF akan segera
dilepaskan oleh Makrofag dan VEGF oleh sel epidermis yang mengalami
hipoksia. Enzim proteolitik yang dilepaskan akan merusak protein matrik
ekstraselular, dan fragmen protein yang dihasilkan akan berfungsi untuk
merekrut sel monosit menuju lokasi kerusakan jaringan, yang nantinya
Monosit akan teraktivasi dan berubah menjadi Makrofag. Beberapa Sitokin
yang dihasilkan Makrofag, seperti bFGF akan menstimulasi endotel untuk
melepas tPA yang akan mengubah Plasminogen menjadi Plasmin dan
Prokolagenase yang mengaktifkan Polagenase, kedua enzim proteolitik ini
akan merusak membran basalis, sehingga memungkinkan sel Endotel yang
terstimulasi untuk bergerak dan membentuk pembuluh darah baru dilokasi
cedera. Proses angiogenesis akan terhenti setelah terbentuk granulasi dan
pembuluh darah baru yang banyak tersebut akan mengalami disintegrasi
10
Stimulasi Inhibisi
Angiogenesis, MCP-1 dan IL-8 pada sel Pembelahan eotaxin dan RANTES
endotel
Aktivasi sel MN dan PMN di darah tepi Pembelahan dari neuropeptida VIP
untuk produksi Sitokin dan CGRP
ada banyak faktor yang diduga menyebabkan perbedaan tersebut, namun bukti
terakhir menunjukkan bahwa banyak yang tidak berhubungan dengan hal tersebut,
seperti adanya kondisi lingkungan yang steril dalam uterus, adanya cairan amnion,
dan hal-hal lain. Satu hal utama yang membedakan proses pembentukan jaringan
parut diantara keduanya adalah derajat inflamasi yang ditemukan didalam luka,
dimana pada fetus yang sistem imunitasnya belum berkembang, sel-sel radang
yang ditemukan dalam luka, jauh lebih rendah baik dalam jumlah, maupun tingkat
aktivitasnya. Bahkan Makrofag, umumnya baru mengalami rekrutmen, setelah
terjadinya penutupan luka, hal ini berbeda dengan proses normal yang ditemukan
pada individu dewasa(Diegelman, 2004; Eming et. al. 2007).
Kondisi yang mirip ditemukan pada beberapa bagian tubuh individu
dewasa, seperti mukosa mulut, yang pada umumnya tidak bisa memicu reaksi
inflamasi seperti pada kulit, sehingga memiliki kadar Netrofil dan Makrofag yang
lebih rendah, sehingga bisa sembuh dengan derajat scarring yang lebih minimal.
(Rajan dan Murray, 2008).
Gambar 3
Mediator dan mekanisme pada tahap inflamasi dan resolusi inflamasi
penyembuhan luka
(Eming et. al. 2007)
20
hubungan antara degranulasi sel Mast dan proses angiogenesis (Harvima dan
Nilsson, 2011, Wulff dan Wilgus, 2013).
3.3 Sel Mast meningkatkan pembentukan jaringan parut.
Eksperimen telah menunjukkan bahwa sel Mast mempengaruhi aktivitas dari
Fibroblas yang berperan dalam deposisi kolagen dan remodelling saat fase
proliferasi dan remodelling penyembuhan luka. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sel Mast atau sel Mast teraktivasi yang lebih rendah pada jaringan
yang luka berkaitan erat dengan derajat jaringan parut yang lebih minimal. Contoh
lain adalah pada mukosa mulut, bisa sembuh tanpa jaringan parut, dan dari
penelitian histopatologi didapatkan jumlah sel Mast yang jauh lebih sedikit
dibandingkan pada kulit. Demikian juga dengan sel kulit fetus, yang memiliki
jumlah sel Mast lebih sedikit dan tidak mengalami degranulasi setelah cedera,
umumnya akan sembuh tanpa jaringan parut. Beberapa penelitian juga
menunjukkan adanya pengaruh dari sel Mast terhadap maturasi dan remodelling
kolagen yang berperan terhadap timbulnya jaringan parut(Nauta et al., 2013;
Wulff et al., 2012).
Ada beberapa mekanisme yang diduga mendasari pengaruh sel Mast terhadap
timbulnya jaringan parut/fibrosis. Sel Mast yang teraktivasi bisa menghasilkan
beberapa mediator profibrosis seperti TGF-β dan PDGF, dan beberapa mediator
lain. Histamin juga dapat memicu terjadinya migrasi, proliferasi Fibroblas, dan
diferensiasinya menjadi Myofibroblast yang kontraktil. Triptase juga ditemukan
dalam jumlah tinggi didalam jaringan parut manusia, dan enzim ini diketahui
meningkatkan proliferasi dan kemotaksis Fibroblas, serta menstimulasi
pembentukan kolagen, differensiasi Fibroblas menjadi myofibroblast dan
kontraksinya. Chymase diketahui bisa meningkatkan pembelahan prokolagen type
I dan pembentukan fibril kolagen (Harvima dan Nilsson, 2011; Weller et al.,
2006).
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa sel Mast dan fibroblas dapat
membentuk gap junction yang heteroseluler, dan memungkinkan komunikasi
pintas sel, yang berefek terhadap stimulasi proliferasi, differensiasi menjadi
22
Proses ini terjadi sampai hari ke 12 (dua belas). Pada area fraktur,
menutupi tulang.
5. Tahap Konsolidasi