FILSAFAT PENDIDIKAN
HASAN LANGGULUNG
Humam Mustajib
Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
DOI: https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol9iss2.art1
Abstract
More than just teaching, education is a form of reformation. It determines the
criteria for a reference of all activities or processes all the time. Philosophy of
education is an important foundation because it determines the other parts of
education such as goals, curriculum, methods, administration and other aspects
of education. As an educator, Hasan Langgulung has gathered the value of
philosophy from a variety of sources, simplifed it, and implanted it with the
true value of Islam and the contribution of Muslim philosophers.
Keywords: philosophy of education, Langgulung, Islamic education
Pendahuluan
Menurut A. Malik Fadjar (1999: 27) pada dasarnya pendidikan
memerlukan landasan yang berasal dari filsafat atau hal-hal yang
berhubungan dengan filsafat. Karena filsafat melahirkan pemikiran-
pemikiran teoritis tentang pendidikan dan pemikiran tentang pendidikan
senantiasa memerlukan filsafat. Oleh karena itu, merupakan keharusan
bagi pendidik dan tenaga kependidikan mengetahui ide-ide filsafat
pendidikan, sehingga jalan yang ditempuh dalam proses pendidikan dapat
terkontrol dan berjalan sesuai dengan pedoman (filsafat pendidikannya)
(Al-Syaibani, 1979: 24). Pernyataan tersebut dapat dimengerti, sebab
pemikiran filsafat sangat penting bagi semua cabang ilmu pengetahuan
dan kemajuan, baik umat manusia maupun seluruh ilmu pengetahuan
di topang dengan kemjuan filsafat. Maragustam menambahkan, suatu
peradaban dalam melakukan kerja tanpa petunjuk filsafat adalah bagaikan
sebuah kapal tanpa kompas. Jalannya pendidikan dengan demikian tidak
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 85
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Arab dan belajar dengan beberapa pakar sastra seperti Prof. Umar Dasuki,
Dr. Suhair al-Qalamawiy dan Prof. Dr. ‘Aisyah Abd. Rahman. Kemudian
Langgulung memperoleh Diploma dalam bidang Sastra Arab Modern
dari Institute of Higher Arab Studies, Arab League, Kairo, yaitu di tahun
1964 (ibid: 288).
Selain belajar di kelas, ketika di Kairo Langgulung juga aktif belajar
dengan Malik bin Nabi seorang ulama Islam dari Al-Jazair yang terkenal
keseluruh dunia dengan karya-karyanya dan hal itu sangat berdampak
pada perkembangan pemikiran Langgulung. Terutama mengenai
“tumbuh dan runtuhnya peradaban” yang berpusat pada tiga kerangka
yaitu manusia, tanah dan waktu (ibid: 145-146).
Kecintaan dan kehausan Langgulung terhadap ilmu pengetahuan
membuatnya tidak puas dengan apa yang telah perolehnya dari
Timur Tengah. Kemudian, Langgulung melanjutkan pengembaraan
intelektualnya ke negeri Barat untuk mengikuti pendidikan strata tiga
di Universitas Georgia, Amerika Serikat. Pada tahun 1971, Langgulung
berhasil mendapatkan Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Universitas Georgia
setelah menyelesaikan desertasi yang berjudul “A Cross Cultural Study of the
Child’s Conception of Siuational Causality in India, Western Samoa, Mexico
and the United States”. Di ujikan pada tanggal 15 Januari 1971 dan sebagai
pembimbing desertasinya adalah Prof. Dr. E. Paul Torrance (ibid: 417).
Selama menjadi mahasiswa perguruan tinggi, Langgulung sangatlah
aktif berkiprah dalam beberapa organisasi pelajar dan mengajar. Hal ini
terlihat ketika Langgulung mendapatkan kepercayaan menjadi presiden
Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia (HPPI) di Kairo pada tahun
1957. Kemampuan organisatorisnya semakin matang ketika ia menjadi
Wakil Ketua Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah (1966-1967).
Selain itu, pada tahun 1957 sampai 1967 Langgulung mengemban
mandate sebagai kepala sekolah dan guru di Sekolah Indonesia Cairo
(SIC) (Langgulung, 2002: 241). Pada tahun 1965, Langgulung pernah di
undang untuk merintis sekolah Indonesia di Kabul, Afghanistan dengan
pertimbangan karena pernah menjadi kepala Sekolah Indonesia Cairo
(SIC) dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian mengepalai SMA di Kabul
dan mengajar anak-anak duta besar disana (Langgulung, 2011: 295-296).
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 87
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 89
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam. Jadi ia
bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana
dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya (Nata, 1997: 15).
Pada dasarnya filsafat pendidikan membicarakan tiga masalah
pokok. Pertama, apakah sebenarnya pendidikan itu. Kedua, apakah tujuan
pendidikan yang sejati. Ketiga, dengan metode atau cara apakah tujuan
pendidikan dapat tercapai. Paling tidak ketiga hal tersebut, yaitu: hakikat
pendidikan; tujuan pendidikan; dan metode atau cara mencapai tujuan
pendidikan menjadi kajian utamanya.
Latar Belakang Pemikiran Filosofis Langgulung
Menurut Langgulung budaya Islam dewasa ini menghadapi suatu
cobaan yang dahsyat, persis seperti yang dihadapinya di negeri Yunani
pada abad ketiga Sebelum Masehi, di Semenanjung Arabia pada abad ke
enam Masehi, dan di Eropa pada abad kelima belas. Yaitu kegoncangan
berbagai pola kehidupan yang biasa digunakan oleh manusia untuk
menanggapi hidup. Kegoncangan tersebut muncul pada individu-individu
dalam bentuk kerisauan (anxiety), sehingga tidak dapat berbuat apa-apa
(Langgulung, 2011: 3-4). Kondisi tersebut dirasa perlu untuk mengajak
kembali pada Islam yang telah mengatur tata-hidup praktis, dimana
diajaknya ke arah ilmu pengetahuan dan eksperimentasi, lalu mereka
mencari ilmu dan menjalankan eksperimen, dan akhirnya menciptakan
metode eksperimental (ibid: 67).
Ajakan kembali kepada Islam bukan sekadar ajakan kepada
peninggalan masa lalu yang harus dipelihara, tetapi adalah ajakan kepada
sumber vital, dinamis, berkembang dan progressif sepanjang masa. Ia
memiliki fleksibelitas pada prinsip-prinsip umumnya yang berkenaan
dengan penyusunan kehidupan manusia menyebabkannya sesuai bagi
setiap waktu dan tempat (Langgulung, 1987: 42). Namun yang penting
adalah menarik perhatian pemikir-pemikir modern untuk menggunakan
peradaban Islam secara keseluruhannya sehingga dapat memunculkan
ciri peradaban Islam seperti yang didambakan oleh setiap penyidik dalam
peradaban tersebut (ibid: 51). Hal tersebut telah dilakukan Langgulung
ketika melihat minimnya kepustakaan (buku/karya tulis) dalam warisan
kebudayaan Islam terutama bidang pendidikan. Berbeda dengan bidang-
bidang lain seperti fiqh, hukum, ekonomi, politik, dan lain-lain. Karya
ilmuwan klasik tidak terlalu banyak sedangkan karya ilmuwan modern
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 91
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 93
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 95
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib
Penutup
Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung diibaratkan sebagai
rumah yang terdiri dari tiang, lantai, dinding, atap, tangga dan lain-lain.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan terdiri dari kurikulum, konseling,
administrasi, pengajaran dan penilaian. Sebagaimana rumah, pendidikan
haruslah memiliki pondasi berupa asas-asas pendidikan yang terdiri dari
filsafat, sejarah, politik, sosial, dan psikologi. Filsafat pendidikan dalam hal
ini berfungsi sebagai polisi lalu-lintas (traffic police) yang berdiri di tengah-
tengah persimpangan jalan (junction) yang bertugas untuk membenarkan
kendaraan ini bergerak dan kendaraan itu berhenti dalam waktu tertentu.
Filsafat pendidikan menentukan tujuan akhir, maksud, objektif, nilai-nilai
dan cita-cita yang telah ditentukan lebih dahulu oleh filsafat hidup Islam
dan dilaksanakan oleh proses pendidikan. Di sinilah terletak pentingnya
kembali pada filsafat pendidikan Islam karena konsep filsafat Islam cukup
luas dan komprehensif. Bahkan teori-teori pengetahuan yang dibawa oleh
filsafat Barat modern belum dapat menandingi teori-teori filsafat Islam
yang karya-karyanya bukan hanya tersebar di dunia Islam tetapi juga
mempengaruhi pemikiran Barat sendiri.
Daftar Pustaka
Ju r n a l e L - Ta r b aw i 97
Volume IX, No.2, 2016