Anda di halaman 1dari 16

Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

FILSAFAT PENDIDIKAN
HASAN LANGGULUNG

Humam Mustajib
Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

DOI: https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol9iss2.art1

Abstract
More than just teaching, education is a form of reformation. It determines the
criteria for a reference of all activities or processes all the time. Philosophy of
education is an important foundation because it determines the other parts of
education such as goals, curriculum, methods, administration and other aspects
of education. As an educator, Hasan Langgulung has gathered the value of
philosophy from a variety of sources, simplifed it, and implanted it with the
true value of Islam and the contribution of Muslim philosophers.
Keywords: philosophy of education, Langgulung, Islamic education

Pendahuluan
Menurut A. Malik Fadjar (1999: 27) pada dasarnya pendidikan
memerlukan landasan yang berasal dari filsafat atau hal-hal yang
berhubungan dengan filsafat. Karena filsafat melahirkan pemikiran-
pemikiran teoritis tentang pendidikan dan pemikiran tentang pendidikan
senantiasa memerlukan filsafat. Oleh karena itu, merupakan keharusan
bagi pendidik dan tenaga kependidikan mengetahui ide-ide filsafat
pendidikan, sehingga jalan yang ditempuh dalam proses pendidikan dapat
terkontrol dan berjalan sesuai dengan pedoman (filsafat pendidikannya)
(Al-Syaibani, 1979: 24). Pernyataan tersebut dapat dimengerti, sebab
pemikiran filsafat sangat penting bagi semua cabang ilmu pengetahuan
dan kemajuan, baik umat manusia maupun seluruh ilmu pengetahuan
di topang dengan kemjuan filsafat. Maragustam menambahkan, suatu
peradaban dalam melakukan kerja tanpa petunjuk filsafat adalah bagaikan
sebuah kapal tanpa kompas. Jalannya pendidikan dengan demikian tidak

[]. ISSN: 1979998-5 [Halaman 83 - 98] .[]


Ju r n a l e L - Ta r b aw i 83
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

lepas dari filsafat pendidikannya. Praktik pendidikan tanpa filsafat akan


sulit mencapai tujuannya. Sekalipun tercapai, hal itu hanya sementara
yang pada akhirnya menemui kegagalan (Maragustam, 2015: 29). Oleh
karena itu, pemikiran para tokoh pendidikan senantiasa hangat untuk
dipebincangkan dan tulisan atau kajian tentang filsafat pendidikan
selalu urgen untuk dilakukan terutama yang berkaitan dengan upaya
menemukan sebuah konsep pendidikan yang idealnya dapat memberi
solusi bagi bermacam permasalahan kemanusiaan dewasa ini.
Tulisan ini difokuskan pada gagasan pemikiran pendidikan seorang
tokoh modern yaitu Hasan Langgulung. Kecenderungan dalam memilih
Langgulung sebagai tokoh pendidikan yang kemudian diangkat dalam
tulisan ini adalah didasarkan atas kriteria tokoh yang dikemukakan oleh
Furchan dan Maimun (2005: 12-13), yaitu: pertama, berhasil di bidangnya;
kedua, mempunyai karya-karya monumental; ketiga, mempunyai pengaruh
pada masyarakat; dan keempat, ketokohannya diakui oleh masyarakat.
Sepak-terjang Langgulung dalam dunia pendidikan dan pengajaran di
Malaysia dan Indonesia khususnya serta berbagai belahan dunia pada
umumnya telah menunjukkan keberhasilannya dalam berkontribusi
mengembangkan kepakarannya, hal tersebut sekaligus pembuktian
bahwa ketokohannya dalam bidang keahliannya mendapatkan pengakuan
dari masyarakat. Langgulung juga menghasilkan banyak tulisan, seperti
buku, makalah, jurnal atau tulisan lain yang sering dijadikan sumber
acuan atau rujukan utama sebuah aktivitas ilmiah dalam pendidikan
Islam. Hal tersebut menunjukkan bahwa Langgulung merupakan tokoh
yang memiliki pengaruh cukup kuat, khususnya di kalangan masyarakat
pendidikan Islam.
Langgulung termasuk tokoh pemikir muslim multidiscipline
sebagaimana terlihat dari berbagai karya yang telah dihasilkan baik
pendidikan, psikologi maupun sosiologi. Kajian ini difokuskan pada salah
satu unsur saja dari pemikirannya, yaitu filsafat pendidikan. Meskipun pada
dasarnya Langgulung tidak menulis karya-karya spesifik tentang filsafat dan
filsafat pendidikan, namun pada hakikatnya banyak pemikirannya berbicara
tentang filsafat pendidikan. Selain itu, beberapa buku-buku ataupun karya-
karya pemikir lainnya yang berbicara tentang filsafat pendidikan telah
banyak mengadopsi pemikiran Langgulung. Hal tersebut merupakan
sebuah keunikan yang mendorong tulisan singkat ini dalam mengkaji
secara signifikan tentang pemikiran filsafat pendidikan Langgulung.

84 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Biografi singkat Hasan Langgulung


Hasan Langgulung lahir di Rappang, Sulawesi Selatan tanggal 16
Oktober 1934 dari pasangan ayah Tanrasula dan ibunya Siti Aminah.
Nama Langgulung sebenarnya adalah sebutan yang diberikan oleh Petta/
Raja di Makassar kepada bapaknya (Tanrasula) karena kulitnya yang
lebih putih di banding orang-orang Makassar pada umumnya. Jadi
kata Langgulung sebenarnya berasal dari kata La Gulung yang berarti
Si Putih. Biasanya sebutan tersebut diberikan kepada kuda pacuan yang
berwarna putih (kuda gulung), untuk membedakan dengan kuda-kuda
yang berwarna lainnya (Langgulung, 2011: 1-2). Akhirnya, nama tersebut
menjadi bagian dari namanya yaitu Hasan Langgulung. Jadi, Hasan
Langgulung adalah nama lengkap dan resmi yang dipakainya dalam
berbagai kesempatan, termasuk dalam hal-hal yang berhubungan dengan
administrasi (Karwadi, tt).
Langgulung mendapatkan pendidikan dasarnya di tempat
kelahirannya. Dimulai dari Sekolah Rakyat (Volkshool) sekarang setaraf
Sekolah Dasar di Rappang, Sulawesi Selatan (Langgulung, 1987: 5).
Kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah
Islam dan Sekolah Guru Islam di Makasar sejak tahun 1949 sampai
tahun 1952 serta menempuh B.I. Inggris di Ujung Pandang, Makassar
(ibid). Kemudian Langgulung melanjutkan pendidikannya di Pesantren
Persatuan Islam (Persis) Bangil, Jawa Timur dibawah pimpinan Ahmad
Hassan (ibid: 46).
Perjalanan pendidikan internasionalnya dimulai ketika ia
memutuskan untuk menuntut ilmu ke Timur Tengah. Pada 28 september
1955 Langgulung berangkat ke Mesir untuk menempuh pendidikan sarjana
muda atau Bachelor of Arts (BA) dengan spesialisasi Islam and Arabic Studies
yang beliau peroleh dari Fakultas Dar al-Ulum, Cairo University, Mesir
pada tahun 1960. Setahun kemudian Langgulung sukses mendapatkan
gelar Diploma of Education (General) dari Ein Syams University, Kairo.
Di Ein Syams University pula Langgulung mendapatkan gelar M.A.
dalam bidang Psikologi dan Kesehatan Mental (Mental Hygiene) pada
tahun 1967 setelah menyelesaikan thesis yang berjudul “Al-Murahiq
al-Indonesiy: Ittijahatu wa Darajatuttawafuq ‘Indahu (Remaja Indonesia;
Sikap dan Penyesuaiannya)” dengan pembimbing Prof. Dr. Mustafa Fahmy
dan mendapat predikat Cum Laude (ibid: 346). Sebelumnya, Langgulung
juga sempat mengikuti perkuliahan sastra Arab modern di bawah Liga

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 85
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

Arab dan belajar dengan beberapa pakar sastra seperti Prof. Umar Dasuki,
Dr. Suhair al-Qalamawiy dan Prof. Dr. ‘Aisyah Abd. Rahman. Kemudian
Langgulung memperoleh Diploma dalam bidang Sastra Arab Modern
dari Institute of Higher Arab Studies, Arab League, Kairo, yaitu di tahun
1964 (ibid: 288).
Selain belajar di kelas, ketika di Kairo Langgulung juga aktif belajar
dengan Malik bin Nabi seorang ulama Islam dari Al-Jazair yang terkenal
keseluruh dunia dengan karya-karyanya dan hal itu sangat berdampak
pada perkembangan pemikiran Langgulung. Terutama mengenai
“tumbuh dan runtuhnya peradaban” yang berpusat pada tiga kerangka
yaitu manusia, tanah dan waktu (ibid: 145-146).
Kecintaan dan kehausan Langgulung terhadap ilmu pengetahuan
membuatnya tidak puas dengan apa yang telah perolehnya dari
Timur Tengah. Kemudian, Langgulung melanjutkan pengembaraan
intelektualnya ke negeri Barat untuk mengikuti pendidikan strata tiga
di Universitas Georgia, Amerika Serikat. Pada tahun 1971, Langgulung
berhasil mendapatkan Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Universitas Georgia
setelah menyelesaikan desertasi yang berjudul “A Cross Cultural Study of the
Child’s Conception of Siuational Causality in India, Western Samoa, Mexico
and the United States”. Di ujikan pada tanggal 15 Januari 1971 dan sebagai
pembimbing desertasinya adalah Prof. Dr. E. Paul Torrance (ibid: 417).
Selama menjadi mahasiswa perguruan tinggi, Langgulung sangatlah
aktif berkiprah dalam beberapa organisasi pelajar dan mengajar. Hal ini
terlihat ketika Langgulung mendapatkan kepercayaan menjadi presiden
Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia (HPPI) di Kairo pada tahun
1957. Kemampuan organisatorisnya semakin matang ketika ia menjadi
Wakil Ketua Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah (1966-1967).
Selain itu, pada tahun 1957 sampai 1967 Langgulung mengemban
mandate sebagai kepala sekolah dan guru di Sekolah Indonesia Cairo
(SIC) (Langgulung, 2002: 241). Pada tahun 1965, Langgulung pernah di
undang untuk merintis sekolah Indonesia di Kabul, Afghanistan dengan
pertimbangan karena pernah menjadi kepala Sekolah Indonesia Cairo
(SIC) dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian mengepalai SMA di Kabul
dan mengajar anak-anak duta besar disana (Langgulung, 2011: 295-296).

86 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Selama studi di Amerika, Langgulung banyak melakukan kegiatan


keilmuan, baik sebagai peneliti maupun pengajar, antara lain sebagai
Asisten Peneliti pada University of Georgia tahun 1968-1969, Asisten
Peneliti pada Georgia Studies of Creative Behavior tahun 1969-1970,
Konsultan Psikologi pada Stanford Research Institute Menlo Park,
California tahun 1970, dan menjadi Asisten Pengajar pada University of
Georgia tahun 1970-1971.1 Berbagai aktivitas yang dilakukan Langgulung
di Amerika tersebut menunjukkan adanya pengakuan terhadap kapasitas
keilmuan yang dimilikinya. Bagaimanapun, Langgulung adalah “orang
luar” yang masuk sebagai pendatang di lingkungan University of Georgia.
Oleh karena itu, tidak mudah bagi Langgulung untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan keilmuan apabila tidak memiliki kelebihan yang
menonjol (Karwadi, tt).
Semenjak tahun 1971, Langgulung memulai untuk menetap di
Malaysia. Langgulung mengawali untuk bekerja terutamanya dalam
pendidikan dan pengajaran di Fakultas Ekonomi Universitas Malaya
(UM) dan mengajarkan ilmu Sosiologi (Langgulung, 2011: 448).
Kemudian, Langgulung mengawali karirnya dalam bidang pendidikan di
Fakultas Pendidikan Universitas Kebangsaan Malaysia (ibid: 446).
Pada 22 September 1972, Langgulung menikahi Nuraimah
Mohammad Yunus yang berasal dari Kuala Pilah di Negeri Sembilan.
Mereka dipertemukan di Universitas Malaya, Langgulung sebagai dosen
sedangkan Nuraimah adalah staff Administrasi (ibid: 472). Pasangan
tersebut mempunyai tiga orang anak, yaitu Ahmad Taufiq, Nurul Huda
dan Siti Zakiah (Langgulung, 1987: 413).
Pengalamannya sebagai pengajar dan pendidik dimulai sejak
Langgulung masih kuliah di Mesir, yaitu sebagai kepala Sekolah Indonesia
di Kairo (1957-1968). Saat di Amerika Serikat, Langgulung pernah
dipercaya sebagai asisten pengajar dan dosen di University of Georgia
(1969-1970) dan sebagai asisten peneliti di Georgia Studies of Creative
Behaviour, University of Georgia, Amerika Serikat (1970-1971). Asisten
Profesor di Universitas Malaya, Malaysia (1971-1972). Langgulung juga
pernah diundang sebagai Visiting Profesor di University of Riyadh, Saudi
Arabia (1977-1978), Visiting Professor di Cambridge University, Inggris,
1 Informasi tentang kegiatan Langgulung selama studi di Amerika tersebut terdapat dalam
riwayat hidupnya pada halaman terakhir buku-bukunya.

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 87
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

serta sebagai konsultan psikologi di Stanford Research Institute, Menlo


Park, California, Amerika Serikat.
Selain sebagai pengajar, peneliti dan konsultan, Langgulung juga
menggeluti dunia jurnalistik. Langgulung tercatat sebagai pimpinan
beberapa majalah seperti Pemimpin Redaksi Majalah Jurnal Pendidikan
yang diterbitkan oleh University Kebangsaan Malaysia (UKM). Anggota
tim redaksi pada majalah Akademika untuk Social Sciences and Humanities,
Kuala Lumpur. Anggota redaksi majalah Peidoprise, Journal for Special
Education, yang diterbitkan di Illinois, Amerika Serikat. Beliau juga
tercatat sebagai anggota American Psychological Association (APA) dan
American Educational Research Association Muslim.
Langgulung wafat pada tanggal 2 Agustus 2008 dalam usia
73 tahun. Semasa hidupnya, Langgulung sangatlah produktif dalam
menuliskan artikel dan buku khususnya pada bidang pendidikan dan
psikologi. Karya-karyanya telah dituliskannya dalam beberapa bahasa,
seperti; Inggris, Arab, Indonesia dan Melayu. Bahkan beberapa karyanya
telah di terjemahkan kedalam bahasa lainnya seperti Philipina.
Dorongan Islam untuk berfilsafat
Pandangan Islam tentang alam, manusia dan masyarakat, bahkan
seluruh realitas alam jika dikaji secara lebih mendalam dan intensif tentu
akan mengarah pada timbulnya problem mengenai filsafat atau pandangan
hidup, muaranya juga merupakan subsistem dari filsafat pendidikan
(Langgulung, 1986: 3-4).
Syariat sendiri mewajibkan nadhar (penelitian) terhadap semua
wujud dengan (penalaran) rasio, dan kemudian mengambil pelajaran
(i’tibar) darinya. Sedangkan i’tibar itu sendiri tidak lebih dari menggali
dan mengeluarkan sesuatu yang majhul dari sesuatu yang maklum. Hal
tersebut dapat diambil dari karya-karya aplikatif yang bersifat amaliah
(praktis) dan puncak dari semua karya itu adalah filsafat (Rusyd, 1996: 4).
Pada dasarnya berfilsafat adalah berfikir, dan sampai kepada berspekulasi.
Untuk itu, filsafat menghendaki olah pikir yang sadar, teliti dan teratur.
Dengan kata lain, manusia menugaskan pikirannya untuk bekerja sesuai
dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua
yang berasal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau diluarnya
(Barnadib, 1997: 12).

88 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Pada dasarnya, filsafat tidak semata-mata hanya dalam pengertian


sebagai suatu cara berpikir saja, tetapi lebih dari itu, berpikir dengan
mengambarkan ciri-ciri tersebut. Manakala persoalan-persoalan mendasar
digambarkan secara radikal, universal, konseptual, koheren dan konsisten,
serta sistematik, di situlah formulasi filsafat menempati posisinya. Dalam
tahap ini, filsafat diartikan sebagai suatu proses menggunakan suatu
cara dan metode berpikir tertentu yang sesuai dengan objeknya. Apabila
segala persoalan tersebut diorientasikan terbatas untuk memahami
bidang pendidikan, lahirlah yang dinamakan sebagai filsafat pendidikan
(Mahmud, 2011: 33).
Filsafat pendidikan bukanlah filsafat umum atau filsafat murni,
melainkan merupakan filsafat khusus atau terapan. Filsafat tersebut
melahirkan pemikiran-pemikiran teoritis dan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam menyelesaikan masalah pendidikan
secara praktis (Al-Syaibani: 24). Oleh karena itu filsafat pendidikan
yang baik haruslah memberi pedoman kepada orang-orang yang bekerja
dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Hal itu akan mewarnai
segala perbuatan mereka dengan hikmah dan menautkan usaha-usaha
pendidikan mereka dengan filsafat umum untuk negara dan bangsanya.
Selain itu, ia juga dapat menjauhkan mereka dari sifat meraba-raba dan
mencari penyelesaian cepat yang bersifat sementara dalam menyelesaikan
masalah-masalah pendidikan (ibid: 33).
Pengertian Filsafat Pendidikan

Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang
mempunyai makna sendiri.  Akan tetapi ketika digabungkan akan
menjadi sebuah tema yang baru dan khusus.  Filsafat pendidikan tidak
dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum.  Filsafat pendidikan
memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji. Ada banyak
definisi mengenai filsafat pendidikan tetapi akhirnya semua mengatakan
dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka
menyelesaikan permasalahan pendidikan.

Pengertian filsafat sendiri, secara etimologi berarti cinta akan
kearifan, kebajikan, dan hikmah. Secara etimologis filsafat berasal dari
bahasa Yunani yaitu philare, yang berarti cinta, dan shopia yang berarti
kebajikan. Sophia dalam bahasa Yunani biasanya diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris berarti “wisdom” (kearifan, kebajikan) dan digabungkan

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 89
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

dengan menjadi philasophia, dari “philosophy” diartikan menjadi “cinta


kearifan, kebajikan” (Margustam, 2015: 12).
Menurut Syaibani, filsafat pendidikan yaitu pelaksanaan
pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pendidikan. Filsafat
itu mencerminkan satu segi dari segi-segi pelaksanaan filsafat umum dan
menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-
kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam menyelesaikan
masalah-masalah pendidikan secara praktis (Al-Syaibani, 30). Pada
dasarnya, teori filsafat pendidikan ialah teori rasional tentang pendidikan
(yang tidak pernah dapat dibuktikan secara empiris); teori ilmu pendidikan
ialah teori rasional dan ada bukti empiris tentang pendidikan. Filsafat
pendidikan berisi teori-teori (yang hanya) rasional; ilmu pendidikan
berisi teori-teori rasional dan di tunjang bukti empiris (Tafsir, 2006: 5-6).
Muzayyin Arifin (1984: xi) mengatakan bahwa filsafat pendidikan
Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan
yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam tentang
hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh
ajaran Islam. Definisi tersebut memberi kesan bahwa filsafat pendidikan
Islam sama dengan filsafat pendidikan pada umumnya, karena mengkaji
tentang berbagai masalah yang ada hubungannya dengan kependidikan,
seperti masalah manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan,
kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya. Perbedaan antar
keduanya adalah, bahwa di dalam filsafat pendidikan Islam semua
masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang
bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa filsafat pendidikan Islam
merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang
terdapat dalam kegiatan kependidikan yang didasarkan pada al-Qur’an
dan al-Hadits sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya
para filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, filsafat pendidikan
Islam dapat pula dikatakan suatu upaya menggunakan jasa filosofis, yakni
berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal tentang
masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode, dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an
dan al-Hadits sebagai dasar acuannya. Secara singkat, filsafat pendidikan
Islam dapat dikatakan sebagai filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran

90 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam. Jadi ia
bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana
dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya (Nata, 1997: 15).

Pada dasarnya filsafat pendidikan membicarakan tiga masalah
pokok. Pertama, apakah sebenarnya pendidikan itu. Kedua, apakah tujuan
pendidikan yang sejati. Ketiga, dengan metode atau cara apakah tujuan
pendidikan dapat tercapai. Paling tidak ketiga hal tersebut, yaitu: hakikat
pendidikan; tujuan pendidikan; dan metode atau cara mencapai tujuan
pendidikan menjadi kajian utamanya.
Latar Belakang Pemikiran Filosofis Langgulung
Menurut Langgulung budaya Islam dewasa ini menghadapi suatu
cobaan yang dahsyat, persis seperti yang dihadapinya di negeri Yunani
pada abad ketiga Sebelum Masehi, di Semenanjung Arabia pada abad ke
enam Masehi, dan di Eropa pada abad kelima belas. Yaitu kegoncangan
berbagai pola kehidupan yang biasa digunakan oleh manusia untuk
menanggapi hidup. Kegoncangan tersebut muncul pada individu-individu
dalam bentuk kerisauan (anxiety), sehingga tidak dapat berbuat apa-apa
(Langgulung, 2011: 3-4). Kondisi tersebut dirasa perlu untuk mengajak
kembali pada Islam yang telah mengatur tata-hidup praktis, dimana
diajaknya ke arah ilmu pengetahuan dan eksperimentasi, lalu mereka
mencari ilmu dan menjalankan eksperimen, dan akhirnya menciptakan
metode eksperimental (ibid: 67).

Ajakan kembali kepada Islam bukan sekadar ajakan kepada
peninggalan masa lalu yang harus dipelihara, tetapi adalah ajakan kepada
sumber vital, dinamis, berkembang dan progressif sepanjang masa. Ia
memiliki fleksibelitas pada prinsip-prinsip umumnya yang berkenaan
dengan penyusunan kehidupan manusia menyebabkannya sesuai bagi
setiap waktu dan tempat (Langgulung, 1987: 42). Namun yang penting
adalah menarik perhatian pemikir-pemikir modern untuk menggunakan
peradaban Islam secara keseluruhannya sehingga dapat memunculkan
ciri peradaban Islam seperti yang didambakan oleh setiap penyidik dalam
peradaban tersebut (ibid: 51). Hal tersebut telah dilakukan Langgulung
ketika melihat minimnya kepustakaan (buku/karya tulis) dalam warisan
kebudayaan Islam terutama bidang pendidikan. Berbeda dengan bidang-
bidang lain seperti fiqh, hukum, ekonomi, politik, dan lain-lain. Karya
ilmuwan klasik tidak terlalu banyak sedangkan karya ilmuwan modern

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 91
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

sudah terkontaminasi dengan cabang pengetahuan tempat penulisnya


berkecimpung. Kalau penulis modern berkecimpung dalam bidang sejarah,
maka berbau sejarahlah buku yang dinamakan buku pendidikan Islam
tersebut. Begitu juga dalam filsafat pendidikan Islam dan lain sebagainya.
Atas alasan tersebut, maka Langgulung menerjemahkan buku “Falsafah
Pendidikan Islam” yang meninjau pendidikan Islam dengan kacamata
disiplin ilmu pendidikan dan membicarakan problema-problema yang
dihadapi oleh pendidik setiap harinya (Langgulung, 1979: 7). Hal
tersebut berdampak pada pemikiran filsafat pendidikan Langgulung
yang dipengaruhi oleh Omar al-Toumy al-Syaibani, terlihat dalam
setiap pembicaraannya tentang filsafat selalu merujuk pada pendapat al-
Syaibani.
Filsafat pendidikan, menurut Langgulung adalah sejumlah prinsip,
kepercayaan, konsep, asumsi, dan premis yang ada hubungan erat dengan
praktek pendidikan yang ditentukan dalam bentuk yang saling melengkapi,
berkaitan dan selaras yang berfungsi sebagai teladan dan pembimbing bagi
usaha pendidikan dan proses pendidikan dengan seluruh aspek-aspeknya
dan bagi politik pendidikan di dalam suatu negara” (Langgulung, 1987:
41). Definisi tersebut merupakan ringkasan intisari dari beberapa pemikir
pendidikan Islam sebelumnya, sehingga disini peneliti berpendapat bahwa
Langgulung juga mengajak masyarakat Islam untuk membina filsafat
pendidikan tersebut bagi pendidikan dan pengajarannya serta berusaha
menjelaskan cara menciptakan filsafat pendidikan untuk dapat dijadikan
dasar tempat tegaknya tujuan-tujuan, politik, perencanaan, kurikulum,
metode, dan media pengajarannya sehingga dapat menjadi dasar untuk
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Pendidikan Islam sebagaimana juga pendidikan modern
harus dilandasi oleh suatu pemikiran filosofis tertentu dalam usaha
memecahkan problem yang dihadapinya. Filsafat pendidikan Islam dalam
hal ini memainkan peran penting bagaimana menguraikan problematika
mendasar dalam pendidikan Islam. Adapun filsafat pendidikan Islam
berasal dari filsafat hidup Islam, hal itu mencakup kebenaran (truth)
yang bersifat spekulatif dan praktikal yang menolong untuk menafsirkan
tentang manusia, sifat-sifat ilahiyah-Nya, nasib kesudahannya, dan
keseluruhan hakikat (reality). Hal tersebut berdasarkan pada prinsip-
prinsip tertinggi dan tidak berubah pada kesalahan bagi tingkah laku
individu dan masyarakat (Langgulung, 1986: 3).

92 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Filsafat Pendidikan Langgulung



Filsafat pendidikan merupakan titik permulaan dalam proses
pendidikan, juga menjadi tulang punggung kemana bagian-bagian yang
lain dalam pendidikan itu bergantung. Baik dari segi tujuan pendidikan,
kurikulum pendidikan, metode mengajar, penilaian, administrasi, alat-
alat mengajar, dan lain-lain lagi aspek pendidikan yang harus bergantung
pada filsafat pendidikan yang memberinya arah, menunjukkan jalan
yang akan dilaluinya dan meletakkan dasar-dasar dan prinsip-prinsip
tempat tegaknya. Dengan itu, manusia dapat melaksanakan Islam dengan
sempurna dalam segala urusan kehidupan dan berusaha memberi corak
Islam atas seluruh sistemnya. Caranya adalah dengan membina filsafat
pendidikan yang mengambil asasnya dari prinsip-prinsip dan ajaran-
ajaran Islam (Langgulung, 1987: 33).
Dalam filsafat, pada umumnya terdapat tiga hal pokok yang dibahas,
yaitu tentang wujud (ontology), pengetahuan (epistemology), dan nilai-nilai
(axiology). Filsafat Islam juga membahas hal yang sama, seperti wujud
Allah, wujudnya alam jagat, wujudnya manusia, wujudnya masyarakat
dan lain-lain. Tetapi, dalam filsafat pendidikan biasanya yang dibahas
dalam bidang wujud (ontology) ini adalah tentang wujudnya manusia
dan wujudnya masyarakat. Manakala wujudnya Tuhan, wujudnya alam
jagat, dan lain-lain merupakan pembahasan dalam filsafat ketuhanan,
filsafat ilmu alam, dan seterusnya. Filsafat pendidikan juga demikian,
menurut Langgulung, filsafat tersebut memiliki cita-cita khusus tentang
manusia dan masyarakat, yang ingin diciptakannya melalui pendidikan
yang dalam beberapa hal berbeda dengan pandangan madzhab-madzhab
lainnya. Begitu juga dengan ilmu atau pengetahuan (epistemology). Filsafat
pendidikan memiliki pandangan yang juga berbeda dari pandangan
madzhab-madzhab terhadulu. Demikian juga halnya dengan nilai
(axiology). Filsafat pendidikan mempunyai pandangan yang juga agak
jauh berbeda dari madzhab-madzhab filsafat yang lainnya (Langgulung:
99-100).
Supaya ahli-ahli pendidikan muslim dapat menciptakan suatu
filsafat pendidikan yang sesuai bagi masyarakat Islam progressif yang
menggabungkan antara keaslian dan kemampuan, haruslah mereka
memelihara berbagai faktor dan kembali keberbagai sumber Islam.
Mengenai sumber nilai yang diakui dalam Islam, Langgulung membagi
menjadi lima, yaitu; Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber yang

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 93
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

asal. Kemudian qiyas, artinya membandingkan masalah yang disebut oleh


Al-Qur’an atau Sunnah dengan masalah yang dihadapi umat Islam tetapi
nash yang tegas dalam Al-Qur’an tidak ada. Kemudian kemashlahatan
umum yang tidak bertentangan dengan nash. Sedangkan sumber kelima
adalah ijma’ ulama dan ahli fikir Islam yang sesuai dengan sumber dasar
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sumber-sumber tersebut patut dipegang
ketika ingin kembali pada filsafat pendidikan Islam. Tidak boleh berpisah
satu sama lain, tetapi satu sama lain harus bersatu dan tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Menurut Langgulung, sumber-sumber ini jugalah
sumber-sumber pendidikan Islam, pendapat-pendapat yang berhubungan
dengannya, hukum-hukum yang berkaitan dengan permasalahannya, dan
pemikiran pendidikan yang mengitarinya. Oleh sebab itu, pemikiran
filsafat pendidikan Islam adalah pemikiran Islam, pemikiran kemanusiaan
dalam waktu yang sama (ibid: 93). Langgulung menambahkan, kalau
muslim menjadikan sumber tersebut sebagai dasar filsafat pendidikan
niscaya akan lebih banyak manfaatnya dibanding dengan prinsip-prinsip
sekuler (Langgulung, 1987: 130).
Dalam sejarahnya, pendidikan Islam yang telah melalui masa lebih
1400 tahun itu menunjukkan bahwa umat Islam dapat mencapai zaman
kejayaan masa lalu karena mereka mengikuti metode al-Salaf al-Saleh
yaitu perkawinan antara semangat al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang berasal
dari berbagai peradaban yang diwarisi Islam dan diserapnya melalui kuasa
spiritualnya menjadi suatu substansi baru yang sekaligus berbeda tetapi
juga merupakan kelanjutan dari apa yang wujud sebelum itu. Nampaknya,
lembaga pendidikan Islam dalam zaman kejayaannya telah berhasil
menjalankan fungsi tersebut, hal tersebut dapat dilihat pada lembaga-
lembaga pendidikan Islam yang masih berjalan sampai sekarang seperti
al-Azhar, al-Zaitunah dan al-Qurawiyin (ibid: 29-30).

Langgulung mengatakan, bahwa yang mengatur, memilih,
menentukan, dan menyusun adalah fungsi filsafat pendidikan. Sehingga,
keberhasilan dalam suatu revolusi atau perubahan mendasar adalah dengan
menguasai pendidikan dan menyusun kembali sesuai dengan cita-cita
semula. Jadi, filsafat pendidikan di ibaratkan polisi lalu lintas yang bertugas
mengecek dan mengontrol arus mana yang harus masuk dan mana yang
harus keluar dari bidang pendidikan (Langgulung, 1987: 11-12).
Oleh sebab itu, masyarakat Islam perlu membina filsafat pendidikan
bagi pendidikan dan pengajarannya dan berusaha menjelaskan cara

94 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

menciptakan filsafat pendidikan yang dipercayai oleh masyarakat-


masyarakat Islam dalam hal berbagai persoalan dan masalah pendidikan.
Kemudian, hal tersebut dapat dijadikan dasar tempat tegaknya tujuan-
tujuan, politik, perencanaan, kurikulum, metode, media pengajarannya
dan dasar dalam menyelesaikan masalah-masalah perdidikannya. Karena,
filsafat pendidikan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pemersatu,
penyelaras dan penghimpun berbagai aspek pendidikan yang tanpa filsafat
pendidikan akan menjadi penghalang seperti batu-batu kerikil di jalanan
(Langgulung, 2002: 70).

Langgulung menekankan pentingnya dan perlunya filsafat
pendidikan tidak bertentangan dengan diperlukannya usaha-usaha ikhlas
dan sungguh-sungguh oleh para pendidik dan ahli-ahli dalam berbagai
bidang pengetahuan untuk menyimpulkan prinsip-prinsip, nilai praktis,
bimbingan dalam bidang pendidikan, dan mengaitkan prinsip-prinsip ini
dengan tujuan-tujuan, kebijaksanaan, kurikulum, metode dan alat-alat
pendidikan di dalam masyarakat (ibid: 42). Sehingga filsafat pendidikan
yang betul harus dibina untuk menentukan tujuan akhir, maksud, objektif,
nilai-nilai dan cita-cita yang telah ditentukan lebih dahulu oleh filsafat
hidup Islam dan dilaksanakan oleh proses pendidikan. Filsafat Islam
meletakkan prinsip-prinsip, norma-norma yang menguasai keseluruhan
skop pendidikan (Langgulung, 1986: 3-4).
Falsafah pendidikan yang baik haruslah memberi pedoman kepada
perancang-perancang dan orang-orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran. Hal itu akan mewarnai segala perbuatan
mereka dengan hikmah, menautkan usaha-usaha pendidikan mereka
dengan falsafah umum untuk negara dan bangsanya. Selain itu juga dapat
mejauhkan mereka dari sifat meraba-raba dan mencari penyelesaian
cepat yang bersifat sementara dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan. Sehingga, setiap pihak yang terlibat dalam program
sekolah, metode mengajar, alat mengajar, pelayanan sekolah, pelaksanaan
administratif, dan rencana pengajaran dapat diukur keberhasilan dan
nilainya dari sejauh mana ia selaras dengan filsafat pendidikan tertentu
dan tujuan-tujuan pendidikan yang direncanakan. Dengan demikian,
maka filsafat pendidikan dapat berperan sebagai tolak-ukur serta tendensi
keberhasilan dan pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 95
Volume IX, No.2, 2016
Humam Mustajib

Penutup
Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung diibaratkan sebagai
rumah yang terdiri dari tiang, lantai, dinding, atap, tangga dan lain-lain.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan terdiri dari kurikulum, konseling,
administrasi, pengajaran dan penilaian. Sebagaimana rumah, pendidikan
haruslah memiliki pondasi berupa asas-asas pendidikan yang terdiri dari
filsafat, sejarah, politik, sosial, dan psikologi. Filsafat pendidikan dalam hal
ini berfungsi sebagai polisi lalu-lintas (traffic police) yang berdiri di tengah-
tengah persimpangan jalan (junction) yang bertugas untuk membenarkan
kendaraan ini bergerak dan kendaraan itu berhenti dalam waktu tertentu.
Filsafat pendidikan menentukan tujuan akhir, maksud, objektif, nilai-nilai
dan cita-cita yang telah ditentukan lebih dahulu oleh filsafat hidup Islam
dan dilaksanakan oleh proses pendidikan. Di sinilah terletak pentingnya
kembali pada filsafat pendidikan Islam karena konsep filsafat Islam cukup
luas dan komprehensif. Bahkan teori-teori pengetahuan yang dibawa oleh
filsafat Barat modern belum dapat menandingi teori-teori filsafat Islam
yang karya-karyanya bukan hanya tersebar di dunia Islam tetapi juga
mempengaruhi pemikiran Barat sendiri.

96 Jur nal eL-Ta r bawi


Volume IX, No.2, 2016
Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung

Daftar Pustaka

Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Thoumy., 1979, Falsafah Pendidikan


Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Arifin, H. M., 1984, FIlsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara.
Barnadib, Imam., 1997, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, Yogyakarta:
Andi Offset.
Fadjar, A. Malik., 1999, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia.
Furchan, Arief dan Agus Maimun., 2005, Studi Tokoh Metode Penelitian
Mengenai Tokoh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karwadi, Tujuan Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Hasan Langgulung,
Jurnal, pdf.
Langgulung, Hasan., 1986, Manusia dan Pendidika, Jakarta: Pustaka al-
Husna.
Langgulung, Hasan., 1987, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta; Pustaka
Al-Husna.
Langgulung, Hasan., 2002, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam,
Jakarta: Gaya Media Pratama.
Langgulung, Hasan., 2011, Memoir Hasan Langgulung pergulatan hidup
dalam mencari kebenaran, Kuala Lumpur: Pustaka Huda.
Mahmud., 2011, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Maragustam., 2015, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan
Karakter Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta.
Nata, Abudin., 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Rusyd, Ibn., 1996, Kaitan Filsafat dengan Syariat, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tafsir, Ahmad., 2006, Filsafat Pendidikan Islami; Integritas Jasmani,
Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung; Remaja
Rosda Karya.

Ju r n a l e L - Ta r b aw i 97
Volume IX, No.2, 2016

Anda mungkin juga menyukai