Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ratu Muliana Yahya

Nim : 17.012.014.074

Mata Kuliah : Ekonomi Pertanian

Pada tahun 2008, diperkenalkan Kebijakan revitalisasi pertanian dan

perdesaan. Program tersebut diselaraskan dengan kondisi real

kemajuan pembangunan pertanian dan antisipasi perubahan lingkungan

straregis pembangunan pertanian ke depat terdapat tiga kebijan utama

yang diimplementasikan pada tahun 2008, yaitu peningkatan produksi

pangan dan akses rumah tangga terhadap pangan; peningkatan

produktivitas dan kualitas produk pertanian; peluasan kesempatan kerja

dan diversifikasi ekonomi perdesaan. Dalam rangka implementasi

kebijakan-kebijakan tersebut, dua strategi besa yang ditempu, yaitu

memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui pasca yasa dan

ekselerasi pembangunan pertanian.

Terkait kepada penguasaan lahan, pembangunan pertanian setidaknya

pada saat pelaksaan bimas (1970-1990), terjadi pertambahan areal

lahan pertanian. Secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 1973, luas

lahan pertanian yang dikuasai rumah tangga tani sebesar 14.168 ha.

Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1983 meningkat menjadi

16.689 ha. Selain peningkatan jumlah secara absolute, rata-rata

penguasaan lahan justru semakin menurun dari 1.05 ha. Pada tahun
1973 menjadi 0,99 ha pada tahun 1983, terus menurun mejadi 0,87 ha

pada tahun 1993 dan 0,79 ha pada tahun 2003. Pada periode tersebut

jumlah ruamh tangga tani juga meningkat dari 14,374 juta menjadi

24,969 juta pada tahun 2003.

Berbeda dengan yang disebutkan oleh usep setiawan, yang

membandingkan rata-rata penguasaan lahan pertanian berdasarkan

sensus pertanian yang terus menerus menurun, yaitu 1,05 hektar

(1963), menjadi 0,99 hektar (1973), lalu turun menjadi 0,90 hektar

(1993) dan menjadi 0,81 hektar (2003). Hasil sensu penduduk tahun

1993 menunjukkan bahwa 21,2 juta rumah tangga pedesaan, 70%

menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan dari jumah

tersebut 3,8% atau sekitar 0,8 juta merupakan rumah tangga penyakap

yang tidak punya tanah dan 9,1 juta rumah tangga menjadi buruh tani.

Distribusi Lahan

Lahan dalam sektor pertanian memiliki arti penting yaitu

a. Lahan sebagai sumberdaya dalam produksi pertanian

b. Lahan adalah stock midal, asset atau investasi yang tetap dan

merupakan ukuran tingkat kesejahteraan,Nilai lahan berupa harga

per hektar jarang merefleksikan ekspetasi terhadap tingkat

pengembalian lahan sebagai modal investa dalam produksi

pertanian. Lahan juga merupakan sebuah pengaman dari


penghidupan, sebagai sesuatu yang dapat ditransfer antar generasi

[diwariskan].

c. Lahan juga sebagai milik pribadi

d. Lahan sebagai fungsi hubungan sosial dalam pertanian

Persoaalan lahan merupakan perdepatan yang sudah sangat lama, sewa

dan peran pemiliki tanah [lahan] adalah issue kontrovesial. Karl Max

(1911:302) bahkan menulis “tampaknya tak ada yang lebih baik ketimbang

memilai dari soal sewa, property tanah, karena ekonomi berkaitan dengan

tanah, sumber dari segala produk dan eksistensi, dan berhubungan

dengan bentuk produksi pertama dalam komunitas yang telah menetap,

yakni pertanian.

Pandangan klasik tentang tanah adalah teori sewa racrdian menurut

Ricardo, tanah adalah tetap, sumberdaya yang tidak dapat diproduksi,

dan karenanya sewa adalah “pemberian sgratis dari alam dan karenanya

dapat dikenakan pajak atau diambil oleh Negara tanpa berdampak pada

biaya marginal dalam produksi panen atau barang.

Lahan Usahatani

1. Sumber lahan

Penguasaan lahan di lokasi penelitian, baik desa mojong maupun

desa salo dua secara individu bersumber dari berbagai bentuk

transaksi, diantaranya warisan, jual beli, gadai, dan pencetakan.

Sebagaimana diketahui bahwa untuk penguasaan karena pewarisan,


jual beli dan pencetakan sawah termasuk dalam penguasaan karena

milik, sementara untuk penguasaan tetapi bukan milik adalah gadai.

Penggarapan dan sewa. Khusus untuk penguasaan lahan karena

sewa tidak ditemukan dilokasi penelitian.

Secara umu, jika dibagi penguasaan lahan karena milik dan bukan

milik maka dapat disebutkan bahwa di desa mojong penguasaan

lahan sawah namun bukan milik dlebih dominan (57,46%)

dibandingakan degan penguasaan laahan karena kepemilikan

(42,54%) . sedangkan di desa salo dua sebaliknya dimana

penguasaan lahan karena milik justru lebih banyak (72,09%)

dibandingkan dengan penguasaan lahan bukan milik (27,91%). Data

ini menunjukkan bahwa di Desa Mojong, penguasaan lahan karena

gadai dan penggarapan lebih dominan dibandingkan degan

penguasaan lahan karena pewarisan, jual beli atau pencetakan.

Sebaliknya di Desa Salo Dua, didominasi penguasaan lahan karena

pewarisan, jual beli dan pencetakan sawah.

Dalam hal warisan, para petani mewarisi lahan sawah dari orang

tuanya. Pewarisan ini biasanya dilakukan setelah orang tua

meninggal dunia, atau bisa juga orang tuanya masih hidup, namun

anaknya sudah dianggap dapat mandiri atau telah membutuhkan

lahan karena sudah berkeluarga. Responden yang memiliki lahan

akibat pewarisan sebanyak 36 orang (45,00%) di Desa Mojong dan

29 Orang (48,33%) di Desa Salo Dua.


Sedangkan penguasaan lahan akibat jual beli adalah penguasaan

lahan karena pembelian oleh petani dari petani lainnya. Petani

responden yang memiliki lahan akibat membeli lahan di Desa

Mojong sebanya 19 orang ( 23,74%) dan di Desa Salo Dua 51 Orang

(85,00%). Pembeli lahan di Desa Mojong dari data yang ada

memang dari tahun ketahun mengalami penurunan dan di Desa Salo

Dua, karena merupaka daerah baru sehingga keberadaan sawah

yang dikuasai oleh keluarga petani diperoleh dengan cara membeli.

Anda mungkin juga menyukai