Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute
atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009)
C. Epidemiologi
Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang secara
mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian. Dinegara sedang
berkembang,hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2
sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur
mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer,1991). Menurut world health
organization (WHO) Indonesia menjadi Negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus
terbanyak ke 4 di dunia dengan jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional
Diabetes Federation (IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di
Indonesia (Darusman,2009). Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki
angka 1,7 % yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 %
dan 13,6 % ,77 demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003).
D. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
E. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
(Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner &
Suddarth,2002)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut
dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. (Santosa,budi.2007)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah.(suprajitno,2004)
Manifestasi klinis
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan ( Polidipsi ), Rasa
lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
H. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
1) Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5
mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-
kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood)
karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih
tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena
(Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya
produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal
melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti
pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya. (Hardhi Kusuma,2013)
d. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO). (Asman 2006)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
b. Menghambat absorpsi karbohidrat
c. Menghambat glukoneogenesis di hati
d. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
e. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
f. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
3) Insulin (Suddarth.2002)
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Cara pemberian insulin :
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain
4) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identik.
DAFTAR PUSTAKA
Andradjati Retnosari,dkk.2009.ISO Farmakoterapi.Jakarta:ISFI
Arisman, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam:Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas,
Diabetes Mellitus dan Dislipidemia.Jakarta: EGC, 44-54.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi keperawatan.
Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito & suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Dalam:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1886-1888.
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1868.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika