Metode Penelitian
Metode Penelitian
BAB 1 Pendahuluan
Hal ini mengakibatkan berkurangnya resapan air yang mengakibatkan air sulit
menyusut. Aliran air yang mengalir di Sungai Ciputri, Kota Cimahi tepatnya di Jalan
Maharmartanegara berawal dari hulu yang berada di Kabupaten Bandung Barat,
kemudian mengalir ke bawah ke arah Kota Cimahi. Wilayah DAS Ciputri yang
sangat rawan terhadap banjir, diantaranya daerah Cigugur tepatnya Jalan
Maharmartanegara yang kami tinjau.
Namun hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi di Kota Cimahi siang hingga sore
menyebabkan Sungai Ciputri meluap. Akibatnya, wilayah Cimindi tepatnya Jalan
Maharmartanegara digenangi banjir.
Dalam keadaan air tanah sudah jenuh, maka infiltrasi terhenti dan terjadi genangan.
Genangan air merupakan fenomena di permukaan suatu wilayah yang umumnya
terjadi setelah turun curah hujan. Pada kondisi yang lebih ekstrim, genangan
berpotensi menjadi bencana banjir. Metode yang digunakan untuk mengurangi
potensi banjir adalah dengan mendesain ulang saluran drainase dan normalisasi
saluran drainase dari sedimentasi dan sampah.
1.3 Hipotesa
Perubahan tata guna lahan di sekitaran daerah DAS Sungai Ciputri hulu
mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air. Sehingga kapasitas sungai untuk
menampung air sudah tidak memadai dan ditambah terjadinya penyempitan drainase
oleh bangunan di daerah Kecamatan Cigugur Tengah.
sungainya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada
daerah batuan yang sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.
4. Pola Radial Sentripugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu
sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu “titik” tetapi
muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial
terdapat di daerah gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan
dome yang berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak, tetapi
muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke segala arah.
5. Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu
pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada
satu cekungan (basin), dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah
11
beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut
karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi
sehingga terasa asin.
6. Pola Paralel, Adalah pola pengaliran yang sejajar. Pola pengaliran semacam ini
menunjukkan lereng yang curam. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera
memperlihatkan pola pengaliran parallel
2.2 Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Suripin (2004:7)
dalam bukunya yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.
Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu
unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan
bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi
sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.
13
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain (Suripin, 2004):
a. Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
b. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
c. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
d. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
2.2.1 Drainase Perkotaan
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut definisi
drainase perkotaan (Hasmar, 2002):
1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota.
2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air
dari wilayah perkotaan yang meliputi:
a. Permukiman;
b. Kawasan industri dan perdagangan;
c. Kampus dan sekolah;
d. Rumah sakit dan fasilitas umum;
e. Lapangan olahraga;
f. Lapangan parkir;
g. Instalasi militer,listrik, telekomunikasi;
h. Pelabuhan udara.
2.2.2 Sistem Drainase Perkotaan
Standar dan sistem penyediaan drainase kota sistem penyediaan jaringan
drainase terdiri dari empat macam, yaitu (Hasmar, 2002):
1. Sistem drainase utama merupakan sistem drainase perkotaan yang
melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota.
2. Sistem drainase lokal merupakan sistem drainase perkotaan yang
melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.
14
Siklus Pendek : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu terjadi kondensasi membentuk awan yang pada akhirnya jatuh
ke permukaan laut.
Siklus Sedang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu terjadi evaporasi yang terbawa angin lalu membentuk awan
yang pada akhirnya jatuh ke permukaan daratan dan kembali ke lautan.
Siklus Panjang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu uap air mengalami sublimasi membentuk awan yang
mengandung kristal es dan pada akhirnya jatuh dalam bentuk salju kemudian
akan membentuk gletser yang mencair membentuk aliran sungai dan
kembali kelaut.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Adang Hamdani, 2013, Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS
Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi
Geografis, Tugas Akhir, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Agustianto Deny Arista, 2014, Model Hubungan Hujan dan Runoff (Studi
Lapangan), Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Sriwijaya
Palembang, Vol.2 Issue 2, p.215-224
Cynthia Novita Sari dan Silmi Azmi Lestari, 2015, Kajian Pengendalian Banjir DAS
Sungai Wanggu di Provinsi Sulawesi Tenggara, Cimahi, Jurusan
Teknik Sipil Universitas Jenderal Achmad Yani
Utari, A, 2009, Studi Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Di DAS
Citepus, Kota Bandung, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, p.1-6
21
Utomo, Marcellinus Mandira Budi, Hatma Suryatmojo, dan Sri Astuti Soejoko.
2012, Kajian Pengaruh Karakteristik Hujan terhadap Volume Aliran dan
Berat Suspensi di Kawasan Karst, Widyariset, Vol.15 Issue 3, p.527-534