Anda di halaman 1dari 21

1

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Banjir berasal dari aliran limpasan yang mengalir melalui sungai atau menjadi
genangan. Sedangkan limpasan adalah aliran air mengalir pada permukaan tanah
yang ditimbulkan oleh curah hujan setelah air mengalami infiltrasi dan evaporasi,
selanjutnya mengalir menuju ke sungai (Hadisusanto,2010). Dalam (Suripin, 2004)
menerangkan, banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam
saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya air di dalam saluran
pembuang, sehingga meluap mengenai daerah (dataran banjir) sekitarnya.

Hal ini mengakibatkan berkurangnya resapan air yang mengakibatkan air sulit
menyusut. Aliran air yang mengalir di Sungai Ciputri, Kota Cimahi tepatnya di Jalan
Maharmartanegara berawal dari hulu yang berada di Kabupaten Bandung Barat,
kemudian mengalir ke bawah ke arah Kota Cimahi. Wilayah DAS Ciputri yang
sangat rawan terhadap banjir, diantaranya daerah Cigugur tepatnya Jalan
Maharmartanegara yang kami tinjau.

Namun hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi di Kota Cimahi siang hingga sore
menyebabkan Sungai Ciputri meluap. Akibatnya, wilayah Cimindi tepatnya Jalan
Maharmartanegara digenangi banjir.

Dalam keadaan air tanah sudah jenuh, maka infiltrasi terhenti dan terjadi genangan.
Genangan air merupakan fenomena di permukaan suatu wilayah yang umumnya
terjadi setelah turun curah hujan. Pada kondisi yang lebih ekstrim, genangan
berpotensi menjadi bencana banjir. Metode yang digunakan untuk mengurangi
potensi banjir adalah dengan mendesain ulang saluran drainase dan normalisasi
saluran drainase dari sedimentasi dan sampah.

Oleh karena itu penulis memberi judul :


”DESAIN ULANG JARINGAN DRAINASE WILAYAH BANJIR JALAN
MAHARMARTANEGARA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIPUTRI PROVINSI
JAWA BARAT”
2

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan banjir di Jalan Maharmartanegara dapat teratasi dengan cara
membangun ulang sistem drainasenya untuk mencegah genangan yang disebabkan
oleh hujan yang dapat mengakibatkan banjir.

1.3 Hipotesa
Perubahan tata guna lahan di sekitaran daerah DAS Sungai Ciputri hulu
mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air. Sehingga kapasitas sungai untuk
menampung air sudah tidak memadai dan ditambah terjadinya penyempitan drainase
oleh bangunan di daerah Kecamatan Cigugur Tengah.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah merencanakan dimensi saluran drainase pada Jalan
Maharmartanegara Daerah Aliran Sungai Ciputri.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Wilayah studi adalah Jalan Maharmartanegara, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota
Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Pembahasan ini berisikan pengendalian banjir dengan
pengitergrasian sistem drainase yang bisa diterapkan di wilayah studi berdasarkan
hasil survey dan pembuatan solusi.

1.6 Batasan Masalah


Mengingat perkembangan yang bisa ditemukan dalam permasalahan ini, maka perlu
adanya batasan-batasan masalah yang jelas pada penelitian ini yaitu desain ulang
drainase.

1.7 Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Jalan Maharmartanegara Daerah Aliran Sungai
Ciputri.
3

Gambar 1. 1 Lokasi Penelitian

1.8 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah pengetahuan dengan mendesain ulang sistem drainase pada Jalan
Maharmartanegara.
2. Menerapkan ilmu hidrologi dan perancangan system drainase yang diperoleh
di perkuliahan dengan kondisi langsung dilapangan.

1.9 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan ini akan diuraikan secara sistematis sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini membahas mengenai latar belakang, alasan pemilihan
judul, rumusan masalah, lokasi pengamatan, tujuan, ruang lingkup
pembahasan masalah.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini membahas mengenai studi literatur yang digunakan
dalam pengolahan data dan analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini.
BAB 3 Metodologi Penelitian
4

Dalam bab ini membahas mengenai lokasi dan tempat penelitian,


teknik pengumpulan data, tahap penelitian, dan metode analisa data.
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini membahas mengenai hasil dari desain ulang drainase
yaitu analisis hidrologi, lalu analisis intensitas hujan, dan analisis
dimensi saluran.
BAB 5 Penutup
Dalam bab ini akan diambil kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian.
5

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung
oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak, 1995). DAS termasuk suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37
tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1).
2.1.1 Karakteristik DAS
Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi beberapa variable yang
dapat diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta dan dari data
penginderaan jauh (remote sensing). (Seyhan, 1977) menyatakan bahwa
karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu: (1) Faktor lahan (ground factor), yang meliputi topografi, tanah, geologi,
geomorfologi dan (2) Faktor vegetasi dan penggunaan lahan.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi pada DAS


Sumber : Google, Siklus Hidrologi
6

2.1.2 Morfometri DAS


Morfometri adalah suatu studi yang bersangkutan dengan variasi dan
perubahan dalam bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme, meliputi pengukuran
panjang dan analisis kerangka suatu organisme (Anonim1, 2010). Studi morfometri
didasarkan pada sekumpulan data pengukuran yang mewakili variasi bentuk dan
ukuran ikan. (Turan, 1998).
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang
terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan
proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut
adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan
gradien kecuraman sungai.

2.1.3 Bentuk dan Pola Pengaliran DAS


Menurut Gregari dan Walling (1975), untuk menentukan bentuk DAS dapat
diketahui dengan terlebih dahulu menentukan nilai Rc seperti rumus dibawah ini :
Rc = 4пA/P2
Ket:
Rc = Basin circularity
A = Luas DAS (m2)
P = Keliling (m)
п = 3,14
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir
menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu
konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi.
Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan
semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Bentuk DAS secara
kuantitatif dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah memanjang
('elongation ratio'/Re) dan kebulatan ('circularity ratio'/Rc). Macam-macam
benntuk Daerah Aliran Sungai:
7

DAS berbentuk bulu burung


DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak-anak
sungai (sub-DAS) mengalir memanjang di bagian kanan dan kiri sungai utama.
Umumnya memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup lama karena
suplai air datang silih berganti dari masing-masing anak sungai.

Gambar 2.2 Das Berbentuk Bulu Burung


Sumber : Google, Bentuk Das

DAS berbentuk radial


Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau nyaris lingkaran. Anak-
anak sungai (sub-DAS) mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi terkonsentrasi
pada satu titik secara radial, akibat dari bentuk DAS yang demikian. Debit banjir
yang dihasilkan umumnya akan sangat besar, dalam catatan, hujan terjadi merata
dan bersamaan di seluruh DAS tersebut.

Gambar 2.3 Das Berbentuk Radial


Sumber : Google, Bentuk Das
8

DAS berbentuk paralel


Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup
besar di bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS
tersebut dapat memiliki karakteristik yang berbeda. Dan ketika terjadi hujan di
Kedua sub-DAS tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi terjadi banjir
yang relative besar

Gambar 2.4 Das Berbentuk Paralel


Sumber : Google, Bentuk Das

Pola Pengairan Sungai


Sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai
dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai
mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola
tertentu. Pola itu tergantungan dari pada kondisi tofografi, geologi, iklim, vegetasi
yang terdapat di dalam DAS bersangkutan.
Adapun Pola-pola Pengairan Sungai yaitu:
1. Pola trellis dimana memperlihatkan letak anak-anak sungai yang paralel
menurut strike atau topografi yang paralel. Anak-anak sungai bermuara pada
sungai induk secara tegak lurus. Pola pengaliran trellis mencirikan daerah
pegunungan lipatan (folded mountains). Induk sungai mengalir sejajar dengan
strike, mengalir di atas struktur synclinal, sedangkan anak-anak sungainya
mengalir sesuai deep dari sayap-sayap synclinal dan anticlinal-nya. Jadi, anak-
anak sungai juga bermuara tegak lurus terhadap induk sungainya
9

Gambar 2.5 Pola Aliran sungai Trellis


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

2. Pola Rektanguler, dicirikan oleh induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ±


90o, arah anak-anak sungai (tributary) terhadap sungai induknya berpotongan
tegak lurus. Biasanya ditemukan di daerah pegunungan patahan (block
mountains). Pola seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-
bidang dan/atau retakan patahan escarp-escarp atau graben-graben yang saling
berpotongan.

Gambar 2.6 Pola Aliran Sungai Rectangular


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

3. Pola Denritik, yaitu pola sungai dimana anak-anak sungainya (tributaries)


cenderung sejajar dengan induk sungainya. Anak-anak sungainya bermuara
pada induk sungai dengan sudut lancip. Model pola denritis seperti pohon
dengan tatanan dahan dan ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak
10

sungainya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada
daerah batuan yang sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas.

Gambar 2.7 Pola Aliran Sungai Denritik


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

4. Pola Radial Sentripugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu
sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu “titik” tetapi
muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial
terdapat di daerah gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan
dome yang berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak, tetapi
muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke segala arah.

Gambar 2.8 Pola Aliran Sungai Sentripugal


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

5. Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu
pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada
satu cekungan (basin), dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah
11

beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut
karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi
sehingga terasa asin.

Gambar 2.9 Pola Aliran Sungai Sentripetal


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

6. Pola Paralel, Adalah pola pengaliran yang sejajar. Pola pengaliran semacam ini
menunjukkan lereng yang curam. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera
memperlihatkan pola pengaliran parallel

Gambar 2.10 Pola Aliran Sungai Paralel


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

7. Pola Annular, Pola pengaliran cenderung melingkar seperti gelang; tetapi


bukan meander. Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang
topografinya telah berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula
(pada stadium remaja) tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan yang
berselang-seling antara lapisan batuan keras dengan lapisan batuan lembut.
12

Gambar 2.11 Pola Aliran Sungai Annular


Sumber : Google, Pola Aliran Sungai

2.2 Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Suripin (2004:7)
dalam bukunya yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.
Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu
unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan
bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi
sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.
13

Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain (Suripin, 2004):
a. Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
b. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
c. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
d. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
2.2.1 Drainase Perkotaan
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut definisi
drainase perkotaan (Hasmar, 2002):
1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan sosial-budaya yang ada di kawasan kota.
2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air
dari wilayah perkotaan yang meliputi:
a. Permukiman;
b. Kawasan industri dan perdagangan;
c. Kampus dan sekolah;
d. Rumah sakit dan fasilitas umum;
e. Lapangan olahraga;
f. Lapangan parkir;
g. Instalasi militer,listrik, telekomunikasi;
h. Pelabuhan udara.
2.2.2 Sistem Drainase Perkotaan
Standar dan sistem penyediaan drainase kota sistem penyediaan jaringan
drainase terdiri dari empat macam, yaitu (Hasmar, 2002):
1. Sistem drainase utama merupakan sistem drainase perkotaan yang
melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat kota.
2. Sistem drainase lokal merupakan sistem drainase perkotaan yang
melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.
14

3. Sistem drainase terpisah merupakan sistem drainase yang mempunyai


jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air
limpasan.
4. Sistem gabungan merupakan sistem drainase yang mempunyai jaringan
saluran pembuangan yang sama, baik untuk air genangan atau air
limpasan yang telah diolah.
2.2.3 Sarana Drainase Perkotaan
Sarana penyediaan sistem drainase perkotaan dan pengendalian banjir adalah
(Hasmar, 2002):
1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder dan tersier melalui
normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan
yang aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman,
maupun hujan lokal. Berdasarkan masing-masing jaringan dapat
didefinisikan sebagai berikut:
a. Jaringan primer merupakan saluran yang memanfaatkan sungai dan
anak sungai.
b. Jaringan sekunder merupakan saluran yang menghubungkan
saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan
beton/plesteran semen).
c. Jaringan tersier merupakan saluran untuk mengalirkan limbah
rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.
2. Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian
dan kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam
menunjang terciptanya skenario pengembangan kota untuk kawasan
andalan dan menunjang sektor unggulan yang berpedoman pada
Rencana Umum Tata Ruang Kota. Sedangkan arahan dalam
pelaksanaannya adalah:
a. Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
b. Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
c. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
d. Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
15

e. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan


pemeliharaannya.
f. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.
2.2.4 Sistem Jaringan Drainase Perkotaan
Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran atau badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan
(Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut
juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau
drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala
besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-
sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan
periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang
detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap
drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan
hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro
adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar
bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya
dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar. Pada
umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa
ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada.
Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai
sistem drainase mikro.
2.3 Jenis dan Pola Saluran Drainase
2.3.1 Jenis Saluran Drainase
Drainase memiliki banyak jenis dan jenis drainase tersebut dilihat dari
berbagai aspek. Adapun jenis-jenis saluran drainase dapat dibedakan sebagai berikut
(Hasmar, 2012:3):
1. Menurut sejarah terbentuknya
16

Drainase menurut sejarahnya terbentuk dalam berbagai cara, berikut ini


cara terbentuknya drainase :
a. Drainase alamiah (natural drainage)
Yakni drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat
bangunan- bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah,
pasangan batu / beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini
terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang
lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
b. Drainase buatan (artificial drainage)
Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan
batu / beton, gorong- gorong, pipa-pipa dan sebagainya.
2. Menurut letak saluran Saluran drainase menurut letak bangunannya
terbagi dalam beberapa bentuk, berikut ini bentuk drainase menurut
letak bangunannya :
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Yakni saluran yang berada diatas permukaan tanah yang berfungsi
mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan
analisa open chanel flow.
b. Drainase bawah permukaan tanah (sub surface drainage) Saluran
ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media
dibawah permukaan tanah (pipa-pipa) karena alasan-alasan
tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan artistik, tuntutan fungsi
permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di
permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang,
taman dan lain-lain.
3. Menurut fungsi drainase Drainase berfungsi mengalirkan air dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, berikut ini jenis drainase
menurut fungsinya :
a. Single purpose Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan satu
jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan
yang lain.
17

b. Multi purpose Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan


beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun
bergantian, misalnya mengalirkan air buangan rumah tangga dan air
hujan secara bersamaan.
4. Menurut konstruksi Dalam merancang sebuah drainase terlebih
dahulu harus tahu jenis kontruksi apa drainase dibuat, berikut ini
drainase menurut konstruksi :
2.4 Hidrologi
Pengertian hidrologi menurut definisi Singh (1992), mengatakan bahwa
pengertian hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik menurut waktu dan
ruang tentang kuantitas dan kualitas air dibumi termasuk proses hidrologi,
pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi, pengembangan dan
manajemen. Menurut definisi Marta dan Adidarma (1983) dalam pengertian
hidrologi yang mengatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
terjadinya pergerakan dan distribusi air di bumi baik diatas maupun di bahwa
permukaan bumi, tentang sifat kimia dan fisika air dengan reaksi terhadap
lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan. Sedangkan menurut Ray K.
Linsley dalam Yandi Hermawan (1986) pengertian hidrologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang air yang ada dibumi yaitu mengenai kejadian, perputaran dan
pembagiannya, sifat fisika dan kimia serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk
hubungan dengan kehidupan.

2.5.1 Siklus hidrologi


Siklus hidrologi adalah sirkulasi air tanpa henti dari atmosfer ke bumi dan
kembali lagi ke atmosfer melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan
transpirasi. Siklus hidrologi dapat juga berarti lebih sederhana yaitu peredaran air
dari laut ke atmosfer melalui penguapan, kemudian akan jatuh pada permukaan
bumi dalam bentuk hujan, yang mengalir didalam tanah dan diatas permukaan tanah
sebagai sungai yang menuju ke laut. Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari
karna matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu
berjalan secara terus menerus kemudian dalam terjadinya air berevaporasi, lalu akan
jatuh ke bumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis atau atau kabut, hujan,
18

hujan es dan salju, dan hujan batu.


Setelah prespitasi, pada perjalanannya kebumi akan berevoporasi kembali keatas
atau langsung jatuh yang diinterepsi oleh tanaman disaat sebelum mencapai tanah.
Apabila telah mencapai tanah, siklus hidrologi akan terus bergerak secara terus
menerus dengan 3 cara yang berbeda yaitu sebagai berikut...

 Evaporasi (Transpirasi) - Air di laut, sungai, daratan, tanaman. sbb.


kemudian akan kembali menguap ke atmosfer menjadi awan lalu menjadi
bintik-bintik air yang akan jatuh dalam bentuk es, hujan, salju.
 Infiltrasi (Perkolasi ke dalam Tanah) - Air bergerak melalui celah-celah dan
pori-pori serta batuan yang ada dibawah tanah yang dapat bergerak secara
vertikal dan horzontal dibawah permukaan tanah hingga ke sistem air
permukaan.
 Air Permukaan - Air yang bergerak diatas permukaan tanah yang dapat kita
lihat pada daerah urban.

Macam-Macam Siklus Hidrologi - Proses terjadinya siklus hidrologi dibedakan


menjadi 3 jenis atau macam siklus hidrologi seperti yang ada dibawah ini..

 Siklus Pendek : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu terjadi kondensasi membentuk awan yang pada akhirnya jatuh
ke permukaan laut.
 Siklus Sedang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu terjadi evaporasi yang terbawa angin lalu membentuk awan
yang pada akhirnya jatuh ke permukaan daratan dan kembali ke lautan.
 Siklus Panjang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas dari
matahari lalu uap air mengalami sublimasi membentuk awan yang
mengandung kristal es dan pada akhirnya jatuh dalam bentuk salju kemudian
akan membentuk gletser yang mencair membentuk aliran sungai dan
kembali kelaut.
19

Gambar 2.12 Siklus Hidrologi


Sumber : Google, Siklus Hidrologi

2.5.2 Analisis hidrologi


2.5.3 Analisis frekuensi curah hujan
2.5.4 Waktu konsentrasi
2.5.5 Analisa intensitas hujan
2.5.6 Debit air limpasan
2.5 Analisis Hidraulik
2.6.1 Penampang melintang saluran

DAFTAR PUSTAKA
20

Adang Hamdani, 2013, Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS
Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi
Geografis, Tugas Akhir, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Agustianto Deny Arista, 2014, Model Hubungan Hujan dan Runoff (Studi
Lapangan), Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Sriwijaya
Palembang, Vol.2 Issue 2, p.215-224

Cynthia Novita Sari dan Silmi Azmi Lestari, 2015, Kajian Pengendalian Banjir DAS
Sungai Wanggu di Provinsi Sulawesi Tenggara, Cimahi, Jurusan
Teknik Sipil Universitas Jenderal Achmad Yani

Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi Hidrologi. Yogyakarta : Jogja Mediautama

Oktaviana, Ardita, 2012, Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan


terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu. Skripsi Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi


Offset.

Tikno, S, 2002, Penerapan Metode Penelusuran Banjir (Flood Routing) untuk


Program Pengendalian Banjir dan Sistem Peringatan Dini Banjir Kasus :
Sungai Ciliwung, Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, p.53-61

Triatmodjo, Bambang, 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

Utari, A, 2009, Studi Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Di DAS
Citepus, Kota Bandung, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, p.1-6
21

Utomo, Marcellinus Mandira Budi, Hatma Suryatmojo, dan Sri Astuti Soejoko.
2012, Kajian Pengaruh Karakteristik Hujan terhadap Volume Aliran dan
Berat Suspensi di Kawasan Karst, Widyariset, Vol.15 Issue 3, p.527-534

Anda mungkin juga menyukai