Anda di halaman 1dari 11

A.

Korporasi Multinasional

Santoso (2004:124) mengutip dari Kavaljit Singh bahwa globalisasi


digambarkan sebagai suatu proses saling ketergantungan ekonomis yang
terus berkembang di antara negara-negara di dunia dengan ciri;

1. Pertumbuhan transaksi keuangan dan perdagangan internasional yang


cepat,terutama di antara perusahaan-perusahaan transasional,
2. Gelombang investasi asing langsung ( foreign direct investment) yang mendapat
dukungan luas dari kalangan perusahaan transnasional,
3. Timbulnya pasar global, serta
4. Penyebaran teknologi dan berbagai pemikiran sebagai akibat dari ekspansisystem
transportasi dan komunikasi yang cepat dan meliputi seluruh dunia.

Globalisasi telah membawa dampak semakin meningkatnya


transaksitransnasional atau cross border transaction. Arus barang, jasa, modal, dan
tenagakerja juga semakin mudah dan lancar antar negara. Belum lagi dengan
kehadiran WTO (World Trade Organization) yang memfasilitasi perdagangan
transnasional tersebut.

Imam Santoso, Advance Pricing Agreement dan Problematika


Transfer Pricing dari Persperkstif Perpajakan Indonesia, hal.124 Sesuai dengan
fungsinya, WTO membuat hambatan-hambatan yang ada di sebuah Negara dalam
hal perdagangan menjadi lebih kecil atau bahkan menghilangkan hambatan tersebut
dengan berbagai perjanjian yang telah disepakati oleh anggota WTO. Melalui itu
semua, perusahaan saat ini tidak lagi membatasi kegiatan usahanya hanya pada satu
negara saja, tetapi sudah merambah jauh sampai ke berbagai negara. Perusahaan-
perusahaan ini pada akhirnya bekerja dengan membuka berbagai cabang di
berbagai negara, bukan hanya dalam satu benua saja, melainkan juga lintas benua.
Dengan semua itu keterbukaan pasar dunia, kemudahan bahan baku, dan aspek
lainnya akhirnya lahirlah sebuah era korporasi multinasional jika boleh penulis
sebut demikian dan membuat dunia ini seolah-olah berada pada sebuah pasar
tunggal yang tak asing lagi satu dengan yang lainnya. Kata “jual-beli” hanya
digantikan oleh kata “ekspor-impor” dan beberapa hal lainnya. Beberapa korporasi
multinasional yang telah merambah ke Indonesia antara lain General Motors
andFord, Esso, Shell, British Petroleum, McDonald, Kentucky, AT&T, dan
International News Corporation. Lahirnya korporasi multinasional tentunya
mempunyai berbagai dampak, baik positif maupun negative dan semuanya
berada pada lingkup yang berbeda sudut pandangnya. Dari sudut pandang positif
yakni dampak positifnya dengan adanya korporasi multinasional ini, investasi dapat
tersebar di berbagai Negara di dunia, bahkan mungkin yang belum maju sekalipun,
karena tujuan mereka salah satunya adalah pengembangan wilayah dan pencarian
pangsa pasar dunia. Dari sisi penerimaan negara, dengan adanya korporasi
multinasional, penerimaan dari sektor pajak dan non pajak juga akan lebih
meningkat dibandingkan dengan tanpaadanya korporasi seperti ini. Ini berkaitan
dengan perlakuan korporasi multinasional sebagai subjek pajak luar negeri atau
BUT. Dari kacamata negative, dampak korporasi multinasional ini juga
sangat beragam bahkan mungkin lebih banyak diketahui dibandingkan dengan
efek positifnya. Munculnya korporasi multinasional, khususnya di Indonesia,
membawa beberapa negative effect yang beragam, tergantung bidang yang digeluti
oleh perusahaan bersangkutan. Sebut saja Nike. Perusahaan sepatu ini telah
melanggar hak-hak pekerjanya. Mereka memperlakukan pekerjanya secara
tidak layak dengan gaji yang sangat minim.

Perkins (2007:81) dalam bukunyaPengakuan Bandit Ekonomi menuliskan :


“Para pekerja Nike menjalani hidup sengsara dan tidak sehat. Hidup yang tidak bisa
dibayangkan kebanyakan orang Amerika. Tapi masyarakat Indonesia yang kaya,
bersama dengan orang-orang asing menikamati kehidupan mewah. …“ orang-orang
Nike tahu biaya memproduksi setiap soldan tali sepatu hingga hitungan sen. Mereka
menekan dan menekan, memaksa para pemilik pabrik mempertahankan biaya
produksi minimum. Pada akhirnya, pemilik pabrik kebanyakan orng Cina terpaksa
menerima keuntungan kecil.”

Bukan hanya masaah social, eksistensi korporasi multinasional ini


jugamenimbulkan eksploitasi yang lebih besar terhadap lingkungan, terutama
diIndonesia. Kekayaan alam Indonesia sudah terkenal di seluruh dunia.
Cadanganminyak dan berbagai kekayaan lain ada banyak di Indonesia beberapa
tahun yang lalu, bahkan mungkin saat ini juga masih banyak.
John Perkins (2007) dalam tulisan-tulisannya juga banyak menceritakan
bagaimana mereka bekerja untuk perusahaan-perusahaan multinasional agak
mereka dapat berkembang dan mengeksploitasi di Indonesia. Hal ini dalam
bukunya disebut sebagai upaya korporatokrasi. John Perkins, Pengakuan Bandit
Ekonomi: Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga
(Jakarta:Ufuk Press), hal.81. Karena perusahaan mulinasional ini bekerja dengan
berbagai cabang maupun divisi yang terdapat di berbagai negara di belahan dunia,
maka dalam prakteknya, mereka melakukan suatu upaya yang disebut transfer
pricing, yaitu suatu upaya untuk menetapkan harga.

Transfer pricing ini pun juga telah menuai banyak sekali masalah di berbagai
negara karena dalam prakteknya, mereka menggunakan hal-hal yang sangat
bertentangan dengan aturan yang ada. Dalam sub pembahasan selanjutnya akan
dibahas mengenai segala aspek berhubugan dengan transfer pricing.

B. Definisi
Transfer Pricing Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang
ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan
multinasional dimana harga transfer yang ditentutkan tersebut dapat menyimpang
dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat menyimpang
dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam keadaan bebas
untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya.
In a multinational enterprise (MNE) manytransaction normally take place
between members of the group. The price charged for such transfer do not
necessarily represent a result of the free play of market forces, but may, for a
number of reasons and because the MNE is in a position toadopt whatever piciple
is convenient to its as a group. (OECD 1979:7)

Simamora dalam Mangoting (2000:70), transfer pricing didefinisikan sebagai


nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk
mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biayadivisi pembeli
(buying division). Transfer OECD Committee on Fiscal Affairs, Transfer Pricing
and Multinational Enterprises (Paris:OECD), hal.7
Yeni Mangonting, Aspek Perpajakan Dalam Praktik Transfer Pricing, Pricing
juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing,
interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga yang
diperhitungkanuntuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan
jasa antar anggota. Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-
produk intermediet yang merupakan barang-barangg dan jasa yang dipasok oleh
divisi penjual kepada divisi pembeli.

Gunadi, dalam Santoso (2004:127), mengatakan bahwa dalam arti yang lebih
luas, transfer pricing termasuk penentuan harga antara beberapa entitas yang secara
hukum pemiliknya bisa sama ataupun berbeda.

Jerry M. Rosenburg dalamSantoso (2004:126) mengungkapkan bahwa transfer


pricing adalah the price charged by one segment an organization for a product or
service it supplies to another part of the same firm ‘transfer pricing adalah harga
yang ditentukan olehsatu bagian dari sebuah organisasi atas penyerahan barang atau
jasa yangdilakukannya kepada bagian lain dari organisasi yang sama’. Imam
Santoso, op. cit., hal.127

C. Tujuan Transfer Pricing


1. Tujuan Dari Pandangan Ahli
Tujuan penetapan harga transfer, sebagaimana dikutip Mangonting (2000:71)
dari Simamora, adalah untuk mentransmisikan data keuangan diantara departemen-
departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain.
Selain tujuan tersebut, Mangonting (2000:71) juga mengutip dari Joshua
Ronen dan George McKinney, transfer pricing juga digunakan untuk mengevaluasi
kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju
keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Dalam lingkup perusahaan multinasional, Hansen dan Mowen (1996:496)
mengatakan bahwa transfer pricing juga digunakan untuk meminimalkan pajak dan
bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia.
2. Tujuan UmumSecara umum,
Tujuan transfer pricing yang ingin dicapai perusahaan multinasional adalah :
a) Performance evaluation
Salah satu alat yang dipakai oleh banyak perusahaan dalam menilai
kinerjanyaadalah menghitung tingkat Return On Investment. Terkadang tingkat
ROIuntuk satu divisi berbeda dengan divisi lainnya. Yeni Mangonting,op. cit.,
hal.71. Misalnya, divisi penjual menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan
meningkatkan income yang secara otomatis akan meningkatkan ROI-nya tetapi di
sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yang nantinya akan
berakibat pada peningkatan income yang berarti juga penigkatandalam ROI. Hal
semacam inilah yang terkadang membuat transfer pricing berada di posisi terjepit.
Oleh karena itu, induk perusahaan akan sangat berkepentingan dalam penetuan
harga transfer.
b) Optimal Determination of Taxes
Tarif pajak antara satu negara dengan negara lainnya berbeda-beda. Perbedaanini
disebabkan oleh linkungan ekonomi, soisal, politik, dan budaya yang berlaku dalam
negara tersebut. Dengan penentuan harga transfer ini,diharapkan pajak dapat
dimanage sedemikian rupa sehingga pengenaan pajak tidak akan terlalu tinggi. Hal
inilah yang pada akhirnya menimbulkanmanipulasi dan praktek curang dalam
transfer pricing. OECD melaporkan,factor pajak dapat menjadi pemicu
dilakukannya transfer pricing terutama jikatujuan mereka lebih terfokus pada
jumlah total laba setelah pajak daripada bentuk darimana mereka mendapatkan laba
tersebut apakah berbentuk royalty, biaya, imbalan jasa, keuntungan penjualan
antardivisi atau dividendari afiliasinya,dll.
3. Transfer Pricing dan Korporasi Multinasional
a) Transfer Pricing dalam Korporasi Multinasional
Sebagaimana dikutip Santoso (2004:126) dari Gunadi, Korporasi
multinasional didefinisikan sebagai perusahaan yang beroperasi di berbagai negara
dengan membuka cabang, mengorganisasikan anak perusahaan, atau melakukan
kontrak keagenan. Menurut Gunadi, dalam Santoso (2004:126), transfer
pricing yang dilakukan yang dilakukan perusahaan multinasional tergolong dalam
transfer pricing transnasional. Transfer pricing transnasional berkenaan dengan
transaksi antardivisi dalam suatu entitas hukum atauantarentitas legal dalam satu
entitas ekonomi yang meliputi berbagai wilayah, sedangkan transfer
pricing domestic berhubungan dengan penghitungan hargatransfer barang atau jasa
antarbadan dalam satu grup korporasi besar atauantardivisi dalam satu korporasi
dalam satu wilayah. Dalam aspek manajemen keuangan, sebagaimana yang
diungkapkan Shapiro dalam Santoso (2004:126), transfer pricing dapat merupakan
instrument perencanaan dan pengendalian mekanisme arus sumber daya entitas
ekonomi bagi perusahaan secara keseluruhan.

Gunadi dalam Santoso (2004:127) menuturkan, Untuk keperluan perencanaan


dan pengendalian manajerial, suatu entitas legal atau entitas ekonomi
(beberapaentitas legal yang berada dalam kepemilikan atau penguasaan yang
sama)dapat dipecah menjadi beberapa pusat responsibilitas (tanggung jawab). Pusat
ini dapat berupa divisi, departemen atau suatu entitas legal dalam jaringan entitas
ekonomi.

Imam Santoso,op. cit.,hal.126 Pusat tersebut merupakan suatu lokasi aktivitas


yang manajernya mendapat delegasi otoritas pengendalian dan oleh karenanya
mempunyai tanggung jawabatas aktivitas tersebut selama masa tertentu.

Gunadi dalam Santoso(2004:127) menuliskan juga tentang empat macam


pusatresponsibilitas, yaitu :

1) Pusat biaya (cost center)

Suatu pusat responsibilitas yang manajernya mempunyai pengaruh dan oleh


karenanya bertanggung jawab atas biaya yang dapat ditimbulkan oleh suatu center
‘pusat’ atau investasi yang mendatangkan penghasilan.

2) Pusat penghasilan (revenue centre)

Suatu pusat responsibilitas yang manajernya bertanggung jawab atas pengendalian


penghasilan yang diproduksi oleh centernya.

3) Pusat laba ( profit center)

Suatu pusat responsibilitas yang manajernya bertanggung jawab


untuk mengendalikan biaya maupun penghasilan.
4) Pusat investasi (investment centre)

Suatu pusat responsibilitas yang mangernya mempunyai pengaruh atas


biaya, penghasilan, dan perencanaan serta pengendalian investasi (Gunadi, 1994:9).
Gunadi menambahkan, cost center dan revenue center hanya bertanggung
jawab atas satu hal, biaya atau penghasilan, saja, sedangkan manajer profit center
bertanggung jawab atas keduanya, dan manajer investment center selain
bertanggung jawab atas laba juga bertanggung jawabatas investasi.

Dengan memepertimbangkan atribut entitas, kata Gunadi dalamSantoso


(2004:127), kita dapat menarik perbedaan antara intracompany transfer dengan
intercompany transfer. Intracompany merujuk pada transfer antar divisi pada satu
entitas, sedangkan intercompany mengacu pada transfer antarentitas dalam satu
keluarga besar perusahaan (Gunadi 1994).Transfer antardivisi pada satu entitas
tersebut maksudnya adalah transfer antar divisi dalam satu perusahaan yang terbagi
ke dalam beberapa divisi, sedangkan transfer antarentitas dalam satu keluarga besar
perusahaan maskdunya adalah transfer yang dilakukan antara perusahaan satu
dengan perusahaan lainnya yang masih berada dalam satu grup perusahaan.
Korporasi multinasional dengan perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu
entitas ekonomi adalah perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kepemilikan
atau penguasaan yang sama dan dikendalikan oleh perusahaan induk di kantor
pusat. Perusahaan induk ini pula yang berwenang menentukan transfer pricing
yang berlaku dalam perdagangan internasional antar mereka (anak perusahaan).
Dalam hal ini, transfer pricing merupakan piranti pengukur hak dan kewajiban yang
sangat penting diantara anak perusahaan, sehingga secara artificial, transfer pricing
dapat menyimpang dari harga yang normal atau benar.

b) Dampak Transfer Pricing dalam Perusahaan


Transfer pricing ini memberikan dampak terhadap divisi-divisi yangterlibat
dalam transfer pricing, antara lain :
1) Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi
Harga yang dikenakan untuk barang yang ditransfer memengaruhi biaya divisi
pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya, laba kedua divisi tersebut
sebagaimana juga evaluasi dan kompensasi para menejer mereka, diperngaruhi oleh
harga transfer.

2) Dampak Terhadap Keuntungan Perusahaan


Meskipun harga transfer actual tidak memengaruhi perusahaan sebagai satu
kesatuan, penetapan harga transfer ternyata mampu memengaruhi tingkatlaba yang
dihasilkan oleh perusahaan. Jika ia memengaruhi perilaku divisi dania
memengaruhi pajak penghasilan, divisi-divisi yang bertindak secarain dependent
mungkin menetapkan harga transfer yang memaksimalkan laba devisi, tetapi
menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba perusahaan secarakeseluruhan.
c) Metode Transfer Pricing
Prinsip dasar dalam penetapan harga transfer adalah bahwa harga
transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar. Jika ditinjau
dari segi ekonomi dan manajemen, konsep dasar haratransfer adalah

1) Dari segi ekonomiHirshleifer dalam Cox, Howe, dan Boyd, transfer price should
be themarginal cost of the selling division in order to maximaze the firm’s profit as
a whole (Cox et al. 1997:20-29). Jadi prisip dasar dari transfer harga adalah
memaksimalkan laba perusahaan. James Cox, F. Howe, dan Lynn H Boyd,
Transfer Pricing Effects on Locally Measured Organizations (Industrial
Management,1997), hal. 20-29Sehingga, perusahaan harus secraa berkala menjual
produk sampai dengan titik dimana tambahan biaya karena adanya tambahan unit
yang diproduksi dan dijual disebut marginal cost lebih lebih rendah dibandingkan
dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan unit tersebut (marginal revenue).
Dalam hal penentuan hara untuk perusahaan yang terintegrasi, harga harus
ditentukan berdasarkan marginal cost produsen.
2) Dari segi manajemen, Robert dan Govindarajan, dalam Santoso (2004:129),
mendefinisikan bahwa the term of transfer pricing is a value placed on a transfer of
goods and services between in transaction in which at least one of the two
partiesinvolved is a profit center (Robert and Govindarajan, 1998). Sehingga,
transfer pricing lebih ditujukan untuk mengukur kinerja divisi, laba perusahaan
secraa keseluruhan, dan otonomi divisi dan menilai motivasi dan performance
setiap divisi/unit bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Dalam
penentuan tersebut, perusahaan-perusahaan divisionalisasi/ departementasi
menggunakan beberapa metode, diantaranya :
· Harga Transfer atas Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing) Perusahaan yang
menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas
dasar biaya variable dan tetap yang bisa dalam 3 pemeliharaan bentuk, yaitu biaya
penuh (full cost), biaya penuh ditambahkan mark-up (full cost plus mark-up), dan
gabungan antara biaya variable dan tetap (variable cost plus fixed fee). Imam
Santoso,op. cit.,hal.129
· Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing) Apabila
ada suatu pasar sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah yang
merupakan ukuran paling memadai karenasifatnya yang independen. Namun,
keterbatasan informasi pasar terkadangmenjadi kendala dalam menggunakan
transfer pricing yang berdasarkanharga pasar.
· Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Pricing) Dalam ketiadaan harga,
beberapa perusahaan memperkenan kandivis-divisi dalam perusahaan yang
berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang
diinginkan. Harga transfer negosiasi mencerminkan perspektif kontrolabilitas yang
inherendalam pusat-pusat pertanggung jawaban karena setiap divisi
yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab
atasharga transfer yang dinegosiasikan.

D. Praktik Transfer Pricing Perusahaan Multinasional


Keputusan bisnis sebuah perusahaan sebagian besar juga dipengaruhioleh
pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Upayameminimalisasi beban
pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dariyang masih berada dalam
bingkai peraturan perpajakn sampai dengan yangmelanggar peraturan perpajakan.
Meminimalisasi pajak secara baik yang berarti tidak melanggar peraturan
perpajakan sering disebut dengan perencanaan pajak atau tax planning atau tax
sheltering.
Perencanaan pajak merujuk pada suatu proses rekayasa usaha dan tansaksi
wajib pajak supayautang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan. Perencanaan pajak seperti ini masuk dalam
kategori taxavoidance.

Natawisastra (2006:5) dalam tesisnya menuliskan bahwa


transfer pricing merupakan bentuk perencanaan pajak yang tidak melanggar
ketentuan perpajakan. Namun, disisi lain praktik transfer pricing dikategorikan
sebagai tindak pidana perpajakan, sebagaimana diatur dalam Bab VIII tentang
Ketentuan Pidana. Hal ini mempertegas bahwa praktik transfer pricing dapat
dikategorikan sebagai penghindaran pajak yang tidak melanggar
ketentuan perpajakan dalam rangka perencanaan pajak yang baik dan juga
merupakan praktik illegal yang semata-mata menghindari pajak untuk merugikan
negara. Semuanya tergantung dari hasil pemeriksaan lapangan.

Praktik transfer pricing sebenarnya telah terjadi di banyak perusahaan, baik


perusahaan domestic maupun multinasional asalkan perusahaan tersebutmelakuakn
produksi atau kegiatannya dalam departemen-departemen ataudivisi-divisi. Hanya
saja, efek terhadap pajak dalam hal ini tidak sama. Perusahaan yang hanya
beroperasi di satu negara saja tidak akan memeberikan efek ke pajak yang sangat
signifikan dalam rangka transfer pricing.

Hal inikarena tariff pajak yang digunakan adalah sama. Lain halnya jika
dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan beberapa cabang di berbagai
negara. Transfer pricing ini akan sangat signifikan pengaruhnya dalam
penerimaan pajak. Hal ini karena perbedaan tariff pajak yang ada di berbagai
negara. Suatu transfer pricing dapat terjadi karena suatu hubungan istimewaatau
afiliasi antara anggota dalam suatu grup perusahaan multinasional. Suatu transfer
pricing sedikitnya melibatkan dua pihak yang melakukan transaksi, yaitu pihak
yang melakukan transfer atau transferor dan pihak yang menerimatransfer atau
transferee.

Dengan adanya hubungan istimewa ini, perusahaan multinasional sebagaimana


metode yang digunakan dalam penentuan harga,yakni metode negosiasi dapat
melakuakn negosiasi dalam penentuan hargatransaksinya.
E. Transfer Pricing Aset Tak Berwujud
Harta tak berwujud (intangible assets) dari aspek transfer pricing dibedakan
antara manufacturing intangibles (yang timbul karena kegiatan pabrikasi atau
upaya penelitian dan pengembangan oleh produsen), dan marketing intangibles
(yang berasal dari upaya pemasaran, distribusi, dan jasa purna jual).
Model pengalihan harta tak berwujud dapat dilakukan dengan:
1. penjualan dengan imbalan sekaligus,
2. pelepasan sekaligus tanpa imbalan (dengan hibah),
3. lisensi dengan imbalan royalti (sekaligus atau berkala berdasar persentase
dari penjualan, per unit, atau dasar lain),
4. lisensi bebas royalti.
Transfer Pricing asset tak berwujud diatur dalam OECD TPG bab VI “Special
Consideration for Intangible Assets”. Namun, walaupun sudah ada aturan,
Masih ada perselihan mengenai TP asset tak berwujud.

F. TP atas Intra Grup Service


Bentuk pemberian jasa intra grup:
1. Jasa manajemen
2. Jasa teknik
3. Jasa lainnya

Salah satu bentuk Intra-Group Service yaitu melalui pemberian jasa manajemen, jasa
teknik atau jasa lainnya dari satu entitas (pemberi jasa) di negara dengan tarif pajak
rendah, memberikan jasa kepada entitas lainnya di negara dengan tarif pajak yang tinggi.
Melalui skema tersebut, perusahaan MNC dapat mengakui service expense sebagai beban
mengurangi penghasilan bagi entitas di negara yang memiliki tariff tinggi.

Anda mungkin juga menyukai