Anda di halaman 1dari 8

Submitted : 12 Agustus 2015

Accepted : 31 Agustus 2015 p-ISSN: 2088-8139


Published : 30 September 2015 e-ISSN: 2443-2946
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

ANALISIS KINERJA DAN PEMETAAN STRATEGI INSTALASI FARMASI


MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD

PERFORMANCE ANALYSIS AND STRATEGY MAPPING ON PHARMACY DEPARTEMENT


USING BALANCED SCORECARD
Amanda Marselin1), Satibi1), P. E. Wardani2)
1) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2) Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta

ABSTRAK

Pengukuran kinerja perlu dilakukan di instalasi farmasi. Balanced scorecard menggunakan empat perspektif yaitu
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Tujuan penelitian ialah mengukur
kinerja instalasi farmasi menggunakan balanced scorecard serta menyusun peta strategi yang paling sesuai untuk pengembangan
instalasi farmasi. Penelitian termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif. Pengambilan data dilakukan
secara retrospektif dan prospektif. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 menggunakan
kuesioner, lembar pengamatan, dan pedoman wawancara. Kinerja pada balanced scorecard diukur melalui indikator dalam
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Hasil pengukuran kinerja dikombinasi
dengan analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) digunakan dalam pembuatan peta strategi. Hasil penelitian
menunjukkan kinerja yang baik pada indikator pertumbuhan pendapatan, kepuasan pelanggan, keterjaringan pelanggan,
pertumbuhan pelanggan, ketersediaan obat, kepatuhan formularium, persentase stok mati, persentase perbekalan farmasi expired
date (ED) dan rusak, analisis unit dose dispensing, produktivitas karyawan, turn over karyawan, kepemimpinan, dan kerja tim.
Indikator yang memerlukan perbaikan kinerja antara lain inventory turn over ratio (ITOR), dispensing time, kepuasan kerja
karyawan, pelatihan karyawan, budaya organisasi, keselarasan, dan kapabilitas sistem informasi. Posisi instalasi farmasi berada
pada kuadran III matriks SWOT dengan strategi memperbaiki kelemahan untuk mengambil kesempatan. Peta strategi
memprioritaskan penguatan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi sehingga
terjadi peningkatan pertumbuhan pelanggan dan pertumbuhan pendapatan. Peningkatan profit dapat tercapai melalui pertumbuhan
pendapatan yang meningkat dan efisiensi biaya pada perspektif keuangan.

Kata kunci: kinerja, balanced scorecard, analisis SWOT, peta strategi

ABSTRACT

The performance measurement needed to be done at the pharmacy department. The balanced scorecard used four
perspectives: financial perspective, customer, internal business processes, and learning and growth. The research objective was to
measure the performance pharmacy department using the balanced scorecard as well as to determine the most appropriate strategy
map for the development of pharmaceutical installations could be arranged. Research was non-experimental with descriptive design.
Data were collected retrospectively and prospectively. Data were collected from December 2014 to February 2015 using
questionnaires, observation sheets, and interview guidelines. The performance on the balanced scorecard was measured through
indicators in the perspectives, such as financial, customer, internal business processes, and learning and growth. The performance
measurement results were combined with strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) analysis which used to create of a
strategy map. The results showed good performance on indicators of revenue growth, customer satisfaction, customer admission,
customer growth, the availability of drugs, formulary compliance, the percentage of dead stock, the percentage of pharmaceutical
supplies expiration date (ED) and damaged, the analysis unit dose dispensing, employee productivity, turn over employees,
leadership, and teamwork. Indicators that were required to be improved in the performance were inventory turnover ratio (ITOR),
dispensing time, employee job satisfaction, employee training, organizational culture, alignment, and information system
capabilities. Position pharmacy department was in quadrant III SWOT matrix with strategies overcome weaknesses to take a chance.
A strategy map prioritized on the strengthening growth and learning perspective to improve the quality of pharmacy services
resulting in the increased customer growth and revenue growth. The increase of profit could be achieved through the increase of
revenue growth and cost efficiency in the financial perspective.

Keywords: performance, balanced scorecard, SWOT analysis, strategy maps

PENDAHULUAN
Organisasi kesehatan milik pemerintah terbesar bagi organisasi kesehatan adalah
maupun swasta menghadapi gejolak dan mengidentifikasi dan membuat perencanaan
lingkungan yang berisiko. Satu tantangan untuk perubahan-perubahan yang diperkirakan
kemungkinan besar terjadi (Koumpouros, 2013).
Korespondensi Balanced scorecard adalah suatu teknik
Amanda Marselin, S.Farm., Apt.
yang banyak digunakan untuk mengukur
Email : amandamarselin@gmail.com
kinerja perusahaan. Alat ini juga memastikan

171
Volume 5 Nomor 3 – September 2015

bahwa semua program senantiasa hadir dan threats (SWOT) sebagai dasar untuk menyusun
dikembangkan untuk menopang pencapaian peta strategi yang paling sesuai bagi
visi dan misi organisasi atau komunitas pengembangan IFRS “X”.
(Rangkuti, 2011).
Peta strategi memberikan gambaran METODE
tunggal bagaimana tujuan dalam empat Penelitian termasuk jenis penelitian non
perspektif balanced scorecard terintegrasi dan eksperimental dengan rancangan deskriptif.
dikombinasi untuk menjelaskan strategi. Setiap Pengambilan data dilakukan dengan metode
perusahaan harus menyesuaikan peta strategi retrospektif dan prospektif. Metode retrospektif
pada tujuan strategi tertentu. Perusahaan dapat digunakan untuk melihat data laporan
membuat dan mengkomunikasikan strategi keuangan tahunan IFRS “X” Kulon Progo
mereka dengan sebuah sistem terintegrasi dari periode Oktober 2014 sampai Januari 2015.
kira-kira dua atau tiga lusin pengukuran yang Metode prospektif digunakan untuk data
mengidentifikasi hubungan sebab dan akibat di dengan kuesioner, wawancara mendalam, dan
antara variabel-variabel kritis yang ada (Kaplan pengamatan langsung.
dan Norton, 2004). Pengambilan data menggunakan alat
Pengukuran kinerja adalah tindakan bantu kuesioner, lembar pengamatan, dan
pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai pedoman wawancara. Kuesioner berisi beberapa
aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada suatu pernyataan dan terdapat pilihan jawaban yang
organisasi. Hasil pengukuran tersebut kemudian menggunakan skala Likert dalam rentang 1-4.
digunakan sebagai umpan balik yang akan Terdapat dua jenis kuesioner yang digunakan
memberikan informasi tentang prestasi dalam penelitian ini. Kuesioner yang pertama
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana digunakan untuk pengambilan data pada
organisasi perlu melakukan penyesuaian- perspektif pelanggan, dan kuesioner yang kedua
penyesuaian atas aktivitas rencana dan digunakan untuk pengumpulan data perspektif
pengendalian (Dally, 2010). pertumbuhan dan pembelajaran.
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) “X” Uji validitas dan reliabilitas dilakukan
merupakan salah satu unit penunjang pelayanan untuk semua kuesioner. Pengujian validitas
di Rumah Sakit (RS) “X” Kulon Progo, menggunakan teknik korelasi product moment,
Yogyakarta, Indonesia. Rencana pemindahan sedangkan uji reliabilitas menggunakan teknik
bandara dari Kabupaten Sleman ke Kabupaten Cronbach’s Alpha. Lembar pengamatan
Kulon Progo dan adanya proses kerja sama digunakan untuk mencatat data-data yang
antara pihak Badan Penyelenggara Jaminan diambil dengan cara pengamatan langsung di
Sosial (BPJS) Kesehatan dengan pihak RS “X” lapangan. Pedoman wawancara digunakan saat
Kulon Progo akan mengakibatkan adanya melakukan wawancara dengan direktur, dokter,
perubahan lingkungan bagi instalasi farmasi. perawat, kepala instalasi farmasi, dan supplier.
Pengukuran kinerja serta analisis lingkungan Balanced Scorecard
eksternal dan internal perlu dilakukan di IFRS Indikator yang digunakan dalam
“X” Kulon Progo sebagai dasar untuk penelitian ini sesuai dengan empat perspektif
merumuskan strategi dalam menghadapi dalam balanced scorecard, yaitu perspektif
perubahan lingkungan sehingga tetap dapat pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif
mencapai visi dan misi organisasi. proses bisnis internal, perspektif pelanggan, dan
Penelitian mengukur kinerja IFRS “X” perspektif keuangan.
melalui empat perspektif dalam balanced Pengukuran kinerja dari perspektif
scorecard, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, pertumbuhan dan pembelajaran menggunakan
proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan data keuangan, data kepegawaian, pelatihan,
pembelajaran. Hasil pengukuran kinerja dengan sistem informasi, dan kuesioner yang dibagikan
balanced scorecard dikombinasikan dengan kepada seluruh karyawan di instalasi farmasi.
analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan Pengambilan sampel responden kuesioner

172
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

untuk karyawan menggunakan teknik sampling sebagai bahan penyusunan peta strategi IFRS
jenuh dengan jumlah responden sebanyak 5 “X”.
orang.
Perspektif proses bisnis internal diukur HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui indikator dispensing time, ketersediaan Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
obat, kepatuhan formularium, persentase stok Hasil kinerja perspektif pertumbuhan
mati, serta persentase perbekalan farmasi expired dan pembelajaran meliputi aspek human capital,
date dan rusak. Indikator dispensing time dan organization capital, dan information capital
ketersediaan obat diukur dengan pengamatan ditunjukkan melalui Tabel I. Aspek human capital
langsung pada proses pelayanan resep rawat meliputi produktivitas karyawan, kepuasan
jalan di instalasi farmasi. Pengambilan sampel kerja karyawan, pelatihan, dan turn over
untuk indikator dispensing time menggunakan karyawan. Pengukuran produktivitas
teknik accidental sampling dengan jumlah sampel berdasarkan input dan output yang dihasilkan.
62 resep rawat jalan. Kepatuhan formularium Nilai produktivitas yang didapatkan mengalami
dilakukan dengan pengamatan pada seluruh peningkatan rata-rata sebesar Rp 8.545.549,58
resep rawat jalan dan rawat inap di instalasi per orang selama periode Oktober 2014-Januari
farmasi selama periode Februari-Juli 2014. 2015. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari
Persentase stok mati serta perbekalan farmasi karyawan di instalasi farmasi sudah baik.
expired date dan rusak menggunakan data stok Kepuasan kerja karyawan termasuk
perbekalan farmasi di instalasi farmasi. pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,62.
Pengukuran indikator keterjaringan Ada lima dimensi yang diukur dari kepuasan
pelanggan dan pertumbuhan pelanggan kerja karyawan, yaitu kepuasan terhadap gaji,
menggunakan data arsip jumlah pelanggan promosi, rekan kerja, atasan, dan pekerjaan itu
periode 2014-Januari 2015. Indikator kepuasan sendiri. Kepuasan karyawan terhadap gaji
pelanggan diukur melalui kuesioner yang mendapatkan nilai paling rendah, dan kepuasan
disebarkan pada pasien rawat jalan di instalasi terhadap atasan mendapatkan nilai paling
farmasi. Kriteria inklusi responden kepuasan tinggi. Sistem perhitungan gaji yang belum
pelanggan ialah pasien atau keluarga pasien sesuai dengan peraturan upah minimun yang
yang sudah pernah berkunjung ke IFRS “X” ditetapkan pemerintah merupakan penyebab
minimal dua kali dan bersedia mengisi rendahnya kepuasan karyawan terhadap gaji.
kuesioner. Pengambilan sampel responden Kepala instalasi farmasi sebagai atasan telah
kepuasan pelanggan menggunakan teknik mampu memimpin dengan baik sehingga
accidental sampling dengan jumlah sampel 30 karyawan memberikan nilai kepuasan yang
responden. paling tinggi terhadap atasan. Hasil penelitian di
Indikator inventory turn over ratio (ITOR) IFRS Mitra Idaman Kota Banjar menunjukkan
dan pertumbuhan pendapatan pada perspektif nilai kepuasan kerja karyawan 2,99 dengan
keuangan menggunakan data pendapatan kategori baik (Rikmasari, 2014). Hal ini harus
instalasi farmasi pada periode Oktober 2014- menjadi perhatian bagi pihak manajemen agar
Januari 2015, dan data persediaan instalasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan
farmasi pada periode 2013-2014. berkaitan dengan kinerja karyawan dalam
Analisis SWOT memberikan pelayanan kepada pasien.
Subjek untuk analisis kondisi internal Tingkat pelatihan karyawan di IFRS “X”
dan eksternal sama dengan subjek penelitian ialah 0%. Hal ini disebabkan karyawan di
untuk penilaian kinerja dengan balanced instalasi farmasi tidak pernah mendapat
scorecard. Selain itu, ditambahkan juga direktur, pelatihan baik secara internal maupun eksternal.
dokter, perawat, supplier, pesaing, kondisi Pelatihan merupakan salah satu cara untuk
ekonomi, sosial budaya, dan regulasi. Hasil meningkatkan pengetahuan dan keahlian
pengukuran kinerja menggunakan balanced karyawan dalam memberikan pelayanan
scorecard dikombinasikan dengan analisis SWOT kefarmasian. Masing-masing staf harus diberi

173
Volume 5 Nomor 3 – September 2015

Tabel I. Kinerja Perspektif Pertumbuhan dan Penilaian kepemimpinan dilakukan


Pembelajaran terhadap Apoteker selaku Kepala IFRS “X”.
Indikator Hasil penelitian Hasil penilaian kepemimpinan didapatkan nilai
Human capital rata-rata 3,25 yang termasuk kategori baik.
Produktivitas karyawan Rp 8.545.549,58/orang Kepala instalasi sudah dapat memberikan
Kepuasan kerja karyawan 2,62 (Sedang) arahan dan mengatur seluruh kegiatan dalam
Pelatihan karyawan 0%
organisasi dengan baik.
Turn over karyawan 20%
Keselarasan di IFRS “X” termasuk
Organization capital
kategori cukup dengan nilai rata-rata 2,40. Hal
Budaya organisasi 2,45 (Cukup)
ini menandakan ada sedikit keselarasan antara
Kepemimpinan 3,25 (Baik)
Keselarasan 2,4 (Cukup) tujuan instalasi farmasi dengan tujuan rumah
Kerja tim 3 (Baik) sakit maupun tujuan unit lain di RS “X”. Kerja
Information capital Belum memiliki SIM tim didapatkan nilai rata-rata 3,00 dengan
kategori baik. Jalinan kerja tim yang baik
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan membuat seluruh karyawan saling melengkapi
dan keterampilan (Kemenkes RI, 2014). satu sama lain dalam memberikan pelayanan
Tingkat turn over karyawan berkaitan kefarmasian kepada pasienHasil wawancara
dengan tingkat kemampuan karyawan. Turn didapatkan bahwa pelayanan farmasi di IFRS
over karyawan yang tinggi menyebabkan “X” belum menggunakan sistem informasi
seringnya terjadi pergantian karyawan, sehingga manajemen (SIM). Pihak manajemen sedang
karyawan belum memiliki pengalaman dan dalam proses perencanaan untuk mengadakan
menguasai permasalahan dalam instalasi SIM yang terintegrasi pada semua unit
farmasi. Tingkat turn over karyawan di IFRS “X” pelayanan yang ada di rumah sakit. Pengadaan
relatif kecil sebesar 20%. Jumlah karyawan yang SIM di instalasi farmasi memiliki peranan
mengundurkan diri selama tahun 2014 sebanyak penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan
satu orang dari total enam orang karyawan farmasi secara efektif dan efisien.
dengan alasan mengurus keluarga. Perspektif Proses Bisnis Internal
Aspek organization capital meliputi Pengukuran kinerja perspektif proses
budaya organisasi, kepemimpinan, keselarasan, bisnis internal melalui indikator dispensing time,
dan kerja tim yang diukur menggunakan ketersediaan obat, kepatuhan formularium
kuesioner. Budaya organisasi menunjukkan tinggi, persentase stok mati, persentase
penerimaan karyawan terhadap budaya dalam perbekalan farmasi yang expired date (ED) dan
organisasi bukan karena menyukai budaya rusak, serta sistem distribusi unit dose dispensing
tersebut. Stabilitas dalam organisasi akan (UDD) bagi pasien rawat inap. Hasil
tercipta dengan adanya budaya organisasi yang pengukuran dispensing time didapatkan rata-rata
kuat (Robbins dan Judge, 2012). Hasil penilaian waktu 15,18 menit untuk resep non racikan.
budaya organisasi di IFRS “X” termasuk Dispensing time pada resep racikan tidak dapat
kategori cukup dengan nilai rata-rata 2,45. Hal diukur karena selama pengambilan data tidak
ini menunjukkan budaya organisasi di IFRS “X” ditemukan sampel resep racikan. Lama
masih lemah. Penelitian lain menunjukkan hasil dispensing time resep non racikan hasil penelitian
budaya organisasi di IFRS Mitra Idaman Kota masih belum memenuhi standar yang telah
Banjar dengan nilai rata-rata 2,53 termasuk ditetapkan oleh IFRS “X”. Standar dispensing
kategori baik (Rikmasari, 2014). Perbedaan nilai time yang ditetapkan ialah 10 menit untuk resep
budaya organisasi pada dua instalasi farmasi non racikan, dan 20 menit untuk resep racikan.
tersebut tidak terlalu besar, sehingga perlu Pengukuran tingkat ketersediaan obat
dilakukan usaha perbaikan dalam rangka bertujuan untuk melihat kelengkapan dan
meningkatkan budaya organisasi pada masing- jumlah persediaan obat yang ada di instalasi
masing instalasi farmasi. farmasi dalam memenuhi kebutuhan pelayanan
di rumah sakit. Tingkat ketersediaan obat di

174
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

IFRS “X” sangat tinggi yaitu 100%. Hasil ini permintaan yang ada dalam lembar UDD untuk
disebabkan adanya kerjasama yang baik antara kebutuhan pasien selama satu hari.
dokter dengan pihak farmasi. Dokter bersedia Obat-obatan akan dimasukkan ke dalam
untuk menanyakan terlebih dahulu stok obat wadah plastik yang berbentuk seperti pot salep
yang tersedia di instalasi farmasi. Selain itu, sesuai waktu minum obat untuk masing-masing
dokter juga tidak keberatan jika obat yang pasien. Wadah berwarna merah untuk obat pagi
tertulis di resep tidak ada untuk diganti dengan hari, wadah berwarna kuning untuk obat siang
obat yang ada, namun didahului dengan hari, dan wadah berwarna hijau untuk obat
konfirmasi kepada dokter. malam hari. Obat injeksi, larutan infus, alat
Formularium mulai berlaku di IFRS “X” kesehatan serta bahan habis pakai lainnya juga
mulai tanggal 1 Februari 2014. Tingkat diberi nama masing-masing pasien, kemudian
kepatuhan formularium didapatkan dengan perawat akan mengambilnya dan dibawa ke
membandingkan antara jumlah item obat sesuai bangsal. Perawat akan memberikan obat
dengan formularium dengan jumlah total item tersebut kepada pasien rawat inap di bangsal
obat yang ditulis dalam resep. Persentase sesuai waktu minum obat. Perawat akan
kepatuhan formularium di IFRS “X” adalah membawa kembali obat-obatan yang diretur
83,47% untuk resep rawat jalan dan 92,01% dari pasien ke instalasi farmasi sehingga
untuk resep rawat inap. Tingkat kepatuhan perhitungan biaya obat pasien hanya
formularium yang sudah cukup tinggi berdasarkan obat-obatan yang digunakan oleh
menandakan bahwa dokter benar-benar pasien selama menjalani rawat inap. Kinerja
menerapkan formularium dalam melakukan perspektif proses bisnis internal dapat dilihat
peresepan di rumah sakit. pada Tabel II.
Tidak ditemukan adanya stok obat yang
mati di IFRS “X”, sehingga hasil persentase stok Tabel II. Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal
mati senilai 0%. Hasil ini sangat baik jika Indikator Hasil penelitian
dibandingkan dengan persentase stok mati pada Dispensing time 15,18 menit
penelitian sebelumnya di IFRS Mitra Idaman Ketersediaan obat 100%
Kepatuhan formularium Rawat jalan: 83,47%
Kota Banjar yaitu 7,41% (Rikmasari, 2014).
Rawat inap: 92,01%
Jumlah stok obat yang tidak terlalu banyak di
Persentase stok mati 0%
IFRS “X” merupakan penyebab tidak adanya Persentase perbekalan 0%
stok yang mati. farmasi ED dan rusak
Persentase perbekalan farmasi expired Analisis UDD Baik
date (ED) dan rusak di IFRS “X” senilai 0%. Hal
ini disebabkan jumlah item perbekalan farmasi Perspektif Pelanggan
yang tersedia di instalasi farmasi sedikit dengan Kinerja perspektif pelanggan diukur
jumlah nilai persediaan yang juga kecil, menggunakan indikator kepuasan pelanggan,
sehingga tidak adanya perbekalan farmasi yang keterjaringan pelanggan, dan pertumbuhan
ED dan rusak saat dilakukan pengambilan data. pelanggan. Penilaian kepuasan pelanggan
Hasil wawancara dan pengamatan diukur melalui 5 dimensi kepuasan yaitu daya
langsung, pelayanan UDD sudah berjalan tanggap, wujud, keandalan, jaminan, dan
dengan baik dan lancar. Dokter akan empati. Hasil penilaian kepuasan pelanggan
menuliskan obat-obatan untuk pasien dalam yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi
lembar rekam medis pasien. Perawat akan sebesar 3,62 ialah dimensi empati. Hal ini
menulis permintaan obat untuk pasien tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa bahwa
dalam lembar UDD lalu dibawa ke instalasi petugas farmasi mampu ikut merasakan
farmasi sebagai pengganti resep dokter. Petugas keadaan dari pelanggan dalam memberikan
farmasi akan menyiapkan obat-obatan, alat pelayanan farmasi. Dimensi yang memiliki nilai
kesehatan, dan bahan habis pakai untuk masing- rata-rata kepuasan paling rendah sebesar 3,42
masing pasien rawat inap sesuai dengan ialah jaminan. Pelanggan merasa bahwa

175
Volume 5 Nomor 3 – September 2015

pelayanan farmasi yang diberikan belum yaitu inventory turn over ratio (ITOR) dan
memiliki jaminan keamanan dan kualitas yang pertumbuhan pendapatan. Perhitungan ITOR
baik. dengan membandingkan antara harga pokok
Penilaian secara umum menunjukkan penjualan (HPP) dengan rata-rata persediaan di
tingkat kepuasan pelanggan sangat tinggi instalasi farmasi. Inventory turn over ratio
terhadap pelayanan di IFRS “X” dengan rata- mengukur
rata nilai 3,50. Kepuasan pelanggan di IFRS “X”
lebih tinggi jika dibandingkan penelitian di IFRS Tabel III. Kinerja Perspektif Pelanggan
Jasa Kartini Tasikmalaya sebesar 2,91 (Galistiani, Indikator Hasil penelitian
2011). Tingkat kepuasan pelanggan yang sangat Kepuasan pelanggan 3,50 (Sangat tinggi)
tinggi ini merupakan hal yang sangat penting Keterjaringan pelanggan 100%
Pertumbuhan pelanggan 16,87%
karena menunjukkan kemampuan yang baik
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan farmasi
seberapa seberapa cepat persediaan sebuah
yang sesuai dengan harapan pelanggan,
perusahaan dijual. Tingkat ITOR yang tinggi
sehingga dapat menumbuhkan loyalitas
diinginkan karena hal ini berarti bahwa
pelanggan. Pelanggan yang loyal merupakan
perusahaan mampu menjual dan mengganti
salah satu aset yang berharga bagi
persediaan dengan efisiensi tinggi, sehingga
keberlangsungan proses pelayanan farmasi yang
menghasilkan pendapatan dan keuntungan
dilakukan oleh IFRS “X”.
(Desselle dan Zgarrick, 2009). Nilai ITOR di IFRS
Hasil pengamatan tingkat keterjaringan
“X” masih rendah, yaitu 5,6 yang menandakan
pelanggan di IFRS “X” didapatkan sebesar
bahwa perputaran persediaan belum efektif dan
100%. Penelitian lain di IFRS Mitra Idaman Kota
efisien. Menurut Alverson (2003), farmasi di
Banjar menunjukkan hasil keterjaringan
rumah sakit harus mengelola ITOR minimal 14,
pelanggan sebesar 94,12% (Rikmasari, 2014).
dan idealnya lebih dari 16.
Tingkat keterjaringan pelanggan di IFRS Santo
Pertumbuhan pendapatan menunjukkan
Yusup Boro Kulon Progo lebih tinggi daripada
hasil yang meningkat setiap bulan selama
di IFRS Mitra Idaman Kota Banjar. Tingginya
periode Oktober 2014-Januari 2015 dengan rata-
tingkat keterjaringan pasien ini dikarenakan
rata peningkatan sebanyak 5,78%. Hasil
resep yang ditulis oleh dokter untuk pasien
pertumbuhan pendapatan berkaitan dengan
rawat jalan langsung dibawa oleh perawat ke
pertumbuhan pelanggan pada periode yang
instalasi farmasi sehingga pasien tidak dapat
sama. Pengukuran pertumbuhan pelanggan juga
menebus resep di luar IFRS “X”.
mengalami peningkatan selama periode Oktober
Perbandingan jumlah pelanggan
2014-Januari 2015. Hal ini menunjukkan bahwa
periode Oktober 2014-Januari 2015 mengalami
salah satu faktor yang mendorong peningkatan
peningkatan rata-rata sebesar 16,87%. Jumlah
pertumbuhan pendapatan ialah pertumbuhan
pelanggan selama Oktober 2014-Januari 2015
pelanggan.
berjumlah 1148 orang. Peningkatan jumlah
Analisis SWOT
pelanggan berkaitan dengan tingkat kepuasan
Lingkungan Internal
pelanggan terhadap pelayanan farmasi yang
Faktor strategis pendapatan meningkat,
diterima pelanggan tersebut. Hasil penilaian
kepatuhan dokter terhadap formularium tinggi,
kepuasan pelanggan menunjukkan kategori
sistem UDD bagi pasien rawat inap,
sangat tinggi, sehingga pelanggan cenderung
produktivitas karyawan meningkat, kerja tim
akan kembali ke IFRS “X” saat membutuhkan
dan kualitas kepemimpinan yang baik
pelayanan farmasi di lain waktu. Kinerja
merupakan kekuatan besar bagi pengembangan
perspektif pelanggan ditunjukkan pada Tabel
IFRS “X”. Faktor strategis ITOR yang rendah,
III.
item obat kurang lengkap, rata-rata dispensing
Perspektif Keuangan
time yang lama, kepuasan karyawan terhadap
Pengukuran kinerja perspektif
gaji sangat rendah, kurangnya SDM, kurangnya
keuangan dilakukan terhadap dua indikator,
pelatihan karyawan, budaya organisasi dan

176
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

Peta strategi IFRS “X” ditunjukkan melalui Gambar 2.


Perspektif Keuangan
Meningkatkan profit Efisiensi biaya

Meningkatkan pertumbuhan Mengoptimalkan ITOR


pendapatan

Perspektif Pelanggan
Meningkatkan pertumbuhan
pelanggan

Meningkatkan
Meningkatkan kepuasan Meningkatkan loyalitas
keterjaringan pelanggan
pelanggan pelanggan

Perspektif Proses Bisnis Internal Peningkatan kualitas pelayanan Menjamin ketersediaan


farmasi kepada pelanggan obat
Menjamin service
level optimal
Menurunkan Efisiensi atau
dispensing time kecepatan pelayanan
farmasi
Mengadakan PIO,
KIE dan konseling Membuat alur pelayanan
resep rawat jalan

Perspektif Pertumbuhan
dan Pembelajaran Meningkatkan kapabilitas
SDM

Menciptakan budaya
Memperbaiki tata
organisasi yang kuat Meningkatkan letak IFRS dan kasir
kepuasan kerja
karyawan
Membuat SIM yang
Merumuskan serta
terintegrasi
sosialisasi visi dan Mengadakan
misi IFRS pelatihan karyawan

Gambar 2. Peta Strategi IFRS “X”


Keterangan:
: hasil kinerja Balanced Scorecard

: hasil analisis SWOT

keselarasan lemah, serta belum adanya SIM pengembangan IFRS “X”. Faktor strategis
merupakan kelemahan yang membutuhkan persaingan antar rumah sakit dan masih banyak
perbaikan bagi IFRS “X”. dokter dispensing, perkembangan dan
Lingkungan Eksternal penggunaan teknologi di bidang kesehatan,
Faktor strategis tingkat kepuasan belum ada dokter spesialis tetap, serta data
pelanggan sangat tinggi, komunikasi yang baik informasi di instalasi farmasi kurang lengkap
dengan dokter dan perawat, dukungan yang dan update merupakan ancaman yang
baik dari pihak manajemen, komunikasi yang membutuhkan perhatian dari IFRS “X”.
baik dengan supplier, Peraturan Menteri Matriks SWOT
Kesehatan tentang standar pelayanan Hasil analisis faktor internal IFRS “X”
kefarmasian di rumah sakit, kepercayaan pada nilai kekuatan 1,40 dan kelemahan 2,66,
masyarakat, serta proses kerjasama dengan BPJS sedangkan analisis faktor eksternal memiliki
Kesehatan merupakan kesempatan bagi nilai kesempatan 2,65 dan ancaman 1,35. Posisi

177
Volume 5 Nomor 3 – September 2015

IFRS “X” pada matriks SWOT terletak pada formularium, persentase stok mati, persentase
kuadran III dengan strategi WO, yang berarti perbekalan farmasi expired date (ED) dan rusak,
harus bisa memperbaiki kelemahan internal analisis unit dose dispensing, produktivitas
yang ada untuk mengambil kesempatan besar karyawan, turn over karyawan, kepemimpinan,
yang datang. Sasaran strategik yang penting dan kerja tim. Hasil kinerja yang kurang baik
dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran sehingga memerlukan perhatian dan perbaikan
ialah meningkatkan kapabilitas SDM di instalasi antara lain pada indikator inventory turn over
farmasi sebagai dasar untuk meningkatkan ratio (ITOR), dispensing time, kepuasan kerja
kualitas pelayanan farmasi di IFRS “X” pada karyawan, pelatihan karyawan, budaya
perspektif proses bisnis internal. Peningkatan organisasi, keselarasan, dan kapabilitas sistem
kinerja perspektif proses bisnis internal akan informasi.
meningkatkan pertumbuhan pelanggan. Hasil analisis SWOT menunjukkan
Peningkatan pertumbuhan pelanggan akan bahwa IFRS “X” berada pada posisi kuadran
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan strategi WO yaitu posisi dengan memperbaiki
pendapatan. Sasaran strategik perspektif kelemahan faktor internal untuk memanfaatkan
keuangan berupa peningkatan profit dapat kesempatan dan menghadapi ancaman faktor
tercapai melalui peningkatan pertumbuhan eksternal yang akan datang. Peta strategi
pendapatan dan efisiensi biaya. berdasarkan balanced scorecard dan analisis
SWOT memprioritaskan sasaran peningkatan
KESIMPULAN kapabilitas sumber daya manusia sehingga akan
Pengukuran kinerja menggunakan meningkatkan kualitas pelayanan farmasi, dan
balanced scorecard melalui empat perspektif, pertumbuhan pelanggan. Peningkatan jumlah
yaitu: indikator dengan hasil kinerja yang baik, pendapatan dan efisiensi biaya akan
yaitu dari pertumbuhan pendapatan, kepuasan meningkatkan keuntungan instalasi farmasi.
pelanggan, ketersediaan obat, keterjaringan
pelanggan, pertumbuhan pelanggan, kepatuhan

DAFTAR PUSTAKA
Alverson, C., 2003, Beyond Purchasing-- Kemenkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan
Managing Hospital Inventory, Managed Nomor 58 tentang Standar Pelayanan
Healthcare Executive, Kefarmasian di Rumah Sakit, Kementerian
http://managedhealthcareexecutive.moder Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
nmedicine.com, diakses 16 Februari 2015. Koumpouros, Y., 2013, Balanced Scorecard:
Dally, D., 2010, Balanced Scorecard Suatu Application in the General Panarcadian
Pendekatan dalam Implementasi Manajemen Hospital of Tripolis Greece, International
Berbasis Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Journal for Quality in Health Care, 26 (4):
Bandung. 286–307.
Desselle, S.P., Zgarrick, D.P., 2009, Pharmacy Rangkuti, F., 2011, SWOT Balanced Scorecard, PT.
Management, 2nd ed., McGraw Hill, USA. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Galistiani, G.F., 2011, Perumusan Strategi untuk Rikmasari, Y., 2014, Pengukuran Kinerja
Meningkatkan Kepuasan Pasien Rawat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mitra
Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jasa Idaman Kota Banjar dengan Pendekatan
Kartini Tasikmalaya dengan SWOT, Tesis, Balanced Scorecard, Tesis, Fakultas
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Mada, Yogyakarta. Yogyakarta.
Kaplan, R., Norton, D., 2004, Strategy Maps: Robbins, S., Judge, T., 2012, Organizational
Converting Intangible Assets into Tangible Behavior, 15th ed., Pearson Education, USA.
Outcomes, Harvard Business School Press,
Boston.

178

Anda mungkin juga menyukai