Anda di halaman 1dari 12

KLONING, SUATU KONTROVERSI SAINS… (tugas iad

pb jawa smstr 3)
Pernahkan Anda mendengar istilah “kloning“???

Kloning merupakan suatu proses memperbanyak materi biologi yang mencakup DNA, sel, organ
maupun organisme dimana materi yang diperbanyak tersebut memiliki DNA yang sama dengan
DNA induknya. Terdapat 3 jenis kloning, yaitu :

1. DNA cloning, materi yang di clone adalah DNA itu sendiri.


2. Therapeutic cloning, suatu proses kloning yang akan dihasilkan suatu organ untuk
keperluan medis.
3. Reproductive cloning, proses membuat suatu organisme baru.

Harus diakui bahwa perkembangan teknologi kloning sangat pesat. Banyak ilmuwan yang
mengatakan bahwa kloning merupakan suatu terobosan penting dalam peradaban umat manusia.
Sejak Robert W. Briggs dan Thomas J. King meng-clone katak padatahun 1952, sudah banyak
hewan yang lahir dari proses kloning. Mulai Dolly (domba) sampai dengan Prometea (kuda).

Setelah berhasil meng-clone beberapa jenis binatang, para ilmuwan mulai mengarahkan fokus
mereka pada kloning manusia. Alasan yang dikemukakan bermacam-macam, antara lain untuk
membantu pasangan yang tidak subur untuk mendapatkan keturunan.

Beberapa tahun yang lalu (2002), suatu perusahaan bioteknologi Clonaid mengaku berhasil
melakukan kloning terhadap manusia dan telah dilahirkan dengan operasi caesar pada 26
Desember 2002. Bayi tersebut diindentifikasi bernama Eve lahir dari wanita Amerika Serikat.
Bayi tersebut berhasil di-clone setelah melalui 10 percobaan.

Pemimpin Clonaid sekaligus pemimpin sekte keagamaan Raelian, Claude Vorilhon, dalam
wawancara dengan stasiun televisi C-B-S mengatakan bahwa kloning merupakan jalan
menuju keabadian. Seperti yang diketahui bahwa sekte ini menganggap bahwa manusia
merupakan hasil dari kloning makhluk luar angkasa sekitar 25 ribu tahun yang lalu.

Akan tetapi keberhasilan dari Clonaid masih diragukan kebenarannya. Hal itu dikarenakan
proses kloning merupakan proses yang sangat rumit. Seorang pakar etika kedokteran Universitas
Pensylvania, Arthur Caplan, mengatakan bahwa pada hewan perlu dilakukan 400 percobaan
untuk menghasilkan 1 spesies apalagi pada manusia, tentu akan jauh lebih rumit. Selain itu,
kloning meripakan suatu proses yang berbahaya. Setengah dari hewan yang berhasil di-clone
akan mati dalam setahun sedangkan yang hidup akan menderita gangguan kesehatan. Sehingga
beberapa ilmuwan mengatakan bahwa kloning merupakan jalan menuju penyakit yang
abadi.
Sampai sekarang para ilmuwan masih mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai boleh-
tidaknya kloning terhadap manusia. Tapi banyak ilmuwan yang masih melakukan eksperimen
kloning terhadap manusia, walaupun dengan diam-diam.

Kecelakaan Nuklir atau Kebocoran nuklir adalah dampak yang paling ditakutkan dibalik
manfaaat energi nuklir bagi manusia. Dalam catatan sejarah manusia terdapat kejadian kecelakan
nuklir terbesar di dunia di antaranya adalah kecelakaan Chernobyl, Three Mile Island Amerika
dan mungkin di Fukushima Jepang.

Korban Ledakan
Nuklir
Kebocoran nuklir terjadi ketika sistem pembangkit tenaga nuklir atau kegagalan komponen
menyebabkan inti reaktor tidak dapat dikontrol dan didinginkan sehingga bahan bakar nuklir
yang dilindungi – yang berisi uranium atau plutonium dan produk fisi radioaktif – mulai
memanas dan bocor. Sebuah kebocoran dianggap sangat serius karena kemungkinan bahwa
kontainmen reaktor mulai gagal, melepaskan elemen radioaktif dan beracun ke atmosfir dan
lingkungan. Dari sudut pandang pembangunan, sebuah kebocoran dapat menyebabkan kerusakan
parah terhadap reaktor, dan kemungkinan kehancuran total.

Ledakan reaktor nuklir di


Jepang
Beberapa kebocoran nuklir telah terjadi, dari kerusakan inti hingga kehancuran total terhadap inti
reaktor. Dalam beberapa kasus hal ini membutuhkan perbaikan besar atau penutupan reaktor
nuklir. Sebuah ledakan nuklir bukanlah hasil dari kebocoran nuklir karena, menurut desain,
geometri dan komposisi inti reaktor tidak membolehkan kondisi khusus memungkinkan untuk
ledakan nuklir. Tetapi, kondisi yang menyebabkan kebocoran dapat menyebabkan ledakan non-
nuklir. Contohnya, beberapa kecelakaan tenaga listrik dapat menyebabkan pendinginan
bertekanan tinggi, menyebabkan ledakan uap.

Dampak Pada Kesehatan Manusia

Pemindaian radiasi nuklir -


Jepang
Kecelakaan ini memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang yang berbahaya bagi
manusia. Dampak kesehatan, ekonomi, sosial dan psikologis dapat terjadi bagi manusia yang
tertimpa.

Sebenarnya mekanisme pertahan tubuh manusia dapat melindungi diri dari kerusakan sel akibat
radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun radiasi pada jumlah tertentu tidak
bisa ditoleransi oleh mekanisme pertahanan tubuh itu. Proses ionisasi pada sel-sel tubuh karena
proses radiasi dapat merusak sel-sel dan organ tubuh yang menimbulkan berbagai manifestasi.
Berat ringannya dampak radiasi nuklir bagi kesehatan tergantung beberapa faktor. Faktor
tersebut meliputi jumlah kumulatif radiasi yang terpapar, jarak dengan sumber radiasi dan lama
paparan radiasi.

Efek Sesaat Radiasi Tingkat Tinggi :

Chernobyl birth effect -


Ukraina
Radiasi yang tinggi bisa langsung memicu dampak sesaat yang langsung bisa diketahui,
sementara radiasi yang tidak disadari bisa memicu dampak jangka panjang yang biasanya malah
lebih berbahaya.

Dampak sesaat atau segera setelah terkena paparan radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara
lain mual muntah, diare, sakit kepala dan demam. Dampak sesaat atau jangka pendek akibat
radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara lain mual muntah, diare, sakit kepala dan demam.

Mutasi genetik, kelinci tanpa telinga -


Jepang
Sedangkan dampak jangka menengah atau beberapa hari setelah paparan adalah pusing, mata
berkunang-kunang. Disorientasi atau bingung menentukan arah, lemah, letih dan tampak lesu,
muntah darah atau berak darah, kerontokan rambut dan kebotakan, tekanan darah rendah ,
gangguan pembuluh darah dan luka susah sembuh.

Dampak jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya justru dipicu oleh tingkat radiasi yang
rendah sehingga tidak disadari dan tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun.

Beberapa dampak kesehatan akibat paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain Kanker
terutama kanker kelenjar gondok, mutasi genetik, penuaan dini dan gangguan sistem saraf dan
reproduk.

Efek Jangka Panjang :


Dampak jangka panjang terutama terjadi pada gangguan kesehatan khususnya kanker.
Kebocoran reaktor nuklir terburuk dalam sejarah terjadi di Chernobyl, Ukraina pada April 1986.
Radiasi ledakan itu meledak dan telontar 1500 meter ke udara, yang membuat radiasi paparan
sampai jauh ke Eropa. Selain memicu evakuasi ribuan warga dari sekitar lokasi kejadian, dampak
kesehatan masih dirasakan para korban hingga bertahun-tahun kemudian misalnya kanker,
gangguan kardiovaskular dan bahkan kematian. Bahkan sampai saat ini daerah tersebut dibiarkan
tanpa berpenghuni.

Chernobyl, Ukraina pada April


1986
Sekotar 60% anak ukrania mengalami kanker gondok, 10% anak menalami gangguan mental,
banyak anak mengalami kelainan genetik. Sebagia besar anak Ukrania diduga telah mengalami
kelainan pertahanan tubuh setelah terjadinya peristiwa itu. Bahkan beberapa hewan mengalami
kerlainan genetik.

Pada tahun 1990 – 1998, didapatkan terjadi peningkatan kasus kanker kelenjar gondok sebanyak
1.791 kasus pada anak-anak Ukraina, yang hidup di wilayah di sekitar Pembangkit Tenaga
Nuklir Chernobyl. Para ahli telah menghubungkan semua penyakit kanker kelenjar gondok ini
dengan kecelakaan nuklir Chernobyl.

Laporan Kemeny Commission menyebutkan pada kecelakaan Three Mile Island didapatkan
tidak ada potensi mengakibatkan kanker atau kasus yang mungkin muncul akan kecil sekali
sehingga sangat tidak mungkin untuk mendeteksinya. Kesimpulan yang sama juga terhadap
potensi gangguan kesehatan lainnya”

B. DAMPAK NEGATIF.

1. Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Radiasi
yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang
terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua,
radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan
minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya
2. Teknologi Nuklir bisa di salah gunakan untuk senjata pemusnah massal.
3. Ada beberapa bahaya laten dari PLTN yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kesalahan
manusia (human error) yang bisa menyebabkan kebocoran, yang jangkauan radiasinya sangat
luas dan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup. Kedua, salah satu yang dihasilkan
oleh PLTN, yaitu Plutonium memiliki hulu ledak yang sangat dahsyat. Sebab Plutonium inilah,
salah satu bahan baku pembuatan senjata nuklir. Kota Hiroshima hancur lebur hanya oleh 5 kg
Plutonium. Ketiga, limbah yang dihasilkan (Uranium) bisa berpengaruh pada genetika. Di
samping itu, tenaga nuklir memancarkan radiasi radio aktif yang sangat berbahaya bagi manusia.

Banyak studi menunjukkan bahwa PLTN dapat berkompetitif penuh dengan alternatif-
alternatifnya di banyak negara. Namun, di beberapa negara, di mana limpahan bahan bakar fossil
tersedia pada biaya rendah atau di mana grid daya listrik terlalu kecil untuk mengakomodasi unit
nuklir yang besar, PLTN cenderung tidak kompetitif.
Dengan menghemat bahan bakar fossil dunia, PLTN secara langsung memberi manfaat kepada
negara-negara berkembang. Makin besar sumbangan nuklir, makin rendah laju peningkatan
harga-harga bahan bakar fossil. Karena, biaya energi yang tinggi berarti bahwa makin banyak
usaha diberikan dalam mendapatkan energi dan makin sedikit dihasilkan barang dan jasa.
Sumber daya yang telah dibebaskan dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang atau
untuk tujuan-tujuan sosial-ekonomi.
Sementara itu, penggunaan energi fossil telah mencapai suatu level sedemikian dampak-dampak
lingkungannya menjadi penting melintasi skala lokal dan regional. Saat ini, keprihatinan utama
tentang penggunaan yang meningkat dan berlanjut dari bahan bakar fossil adalah masalah emisi
CO2. Muncul keprihatinan di antara para ahli bahwa peningkatan konsumsi bahan bakar fossil
menyebabkan penimbunan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dapat membawa efek-efek
berbahaya pada iklim global. Selain itu, ada emisi-emisi berbahaya lain dari pembakaran batu-
bara, beberapa di antaranya berkontribusi pada hujan asam yang dapat membahayakan danau-
danau dan hutan. Pembakaran minyak dalam pembangkit-pembangkit listrik, tanur-tanur atau
kendaraan-kendaraan juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Memang, masih banyak
riset diperlukan untuk memahami apakah keprihatinan ini terbukti, namun pada tingkat ini akan
tidak bijaksana untuk menganggap bahwa dunia akan mampu untuk terus secara tak terbatas
menyandarkan konsumsinya pada bahan bakar fossil.
Dengan demikian, penggunaan energi nuklir akan menghilangkan sumber dari beberapa masalah
ini baik secara langsung dalam produksi listrik maupun di mana listrik nuklir menggantikan
bahan bakar fosil, dalam pemanasan misalnya. Dalam operasi normal PLTN sangat sedikit
menyebabkan kerusakan lingkungan dan bermanfaat bila mereka menggantikan pembangkit-
pembangkit yang mengemisi CO2, SO2 dan NOx. Dalam kaitan ini mereka akan membantu
mengurangi hujan asam dan membatasi emisi gas rumah kaca.
Kendati demikian, di banyak negara muncul kepedulian publik signifikan terhadap PLTN dan
oposisi terhadap pengenalan atau pengekspansiannya. Kepedulian-kepedulian terpusat pada
risiko kecelakaan, pembuangan limbah radioaktif dan proliferasi senjata nuklir. Dua keprihatinan
pertama berkaitan langsung dengan proteksi lingkungan.
Orang mengkhawatirkan keselamatan PLTN dan efek-efeknya pada lingkungan yang timbul dari
limbah-limbah nuklir. Meski, industri nuklir percaya bahwa baik keselamatan maupun limbah-
limbah dapat ditangani sehingga risiko-risikonya terhadap publik dapat dipertahankan pada level
paling tidak serendah yang dari industri-industri lain.
Risiko potensial terhadap kesehatan dan lingkungan dari sebuah PLTN bergantung pada desain,
tapak, konstruksi dan operasinya. Kemungkinan adanya bahaya tak lazim telah diketahui sejak
awal pengembangan sistem energi nuklir dan bahwa tercapainya level keselamatan tingkat tinggi
merupakan tujuan utama.
Pertimbangan keselamatan telah menciptakan suatu strategi yang didasarkan pada konsep
membangun barrier-barrier protektif berlapis terhadap pelepasan material radioaktif dan
penggunaan peralatan tambahan untuk menjamin integritas barrier-barrier tersebut. Salah satu
bentuk barrier (penghalang), yang diadopsi di beberapa negara untuk reaktor berpendingin dan
bermoderator air, adalah sebuah pengungkung kuat yang didesain untuk mencegah setiap lepasan
material radioaktif yang mungkin timbul sebagai akibat kecelakaan. Pentingnya keunggulan
desain ini telah ditunjukkan secara baik oleh dua kecelakaan PLTN utama yang terjadi selama
operasi: kecelakaan Three Mile Island, Amerika Serikat, pada 1979 dan Chernobyl, Ukraina,
pada 1986.
Kecelakaan Three Mile Island tidak menimbulkan efek berarti pada publik karena pengungkung
berfungsi seperti dirancang. Kecelakaan ini telah menarik perhatian terhadap rekayasa kompleks
yang terlibat dalam mencegah pelelehan bahan bakar dan yang mengandung efek-efek malfungsi
utama lainya. Radioaktivitas total yang lepas dari kecelakaan ini kecil, dan dosis maksimum bagi
individu yang hidup di dekat PLTN jauh di bawah batas-batas yang telah ditentukan
Internasional. Pengungkungnya bekerja!
Para ahli keselamatan reaktor sepakat bahwa bencana utama hanya dapat terjadi jika sebagian
besar bahan bakar dalam teras reaktor meleleh. Peristiwa seperti ini terjadi jika pendingin teras
reaktor hilang secara tiba-tiba. Oleh karenanya, perlengkapan sistem pendingin teras darurat
harus selalu disiap-siagakan. Dalam hal kegagalan ini, yang menyebabkan pelelehan teras,
reaktor biasanya dikungkung dalam bangunan yang dirancang untuk mencegah pelepasan
radioaktif ke lingkungan. Sekitar seperempat biaya kapital reaktor-reaktor biasanya ditujukan
bagi desain rekayasa untuk memperkuat keselamatan operator dan lingkungannya.
Sebaliknya kecelakaan Chernobyl, yang memiliki defisiensi desain dan ketiadaan pengungkung,
mempunyai konsekuensi-konsekuensi di luar tapak yang serius. Demikian seriusnya, kecelakaan
ini telah meminta korban jiwa dan terjadi paparan radiasi dengan dosis signifikan ke lingkungan.
Kecelakaan tersebut mengundang keprihatinan publik terhadap tiadanya struktur pengungkung
substansial seperti standar reaktor di negara Barat. Disamping itu, desainnya sedemikian rupa
sehingga kegagalan pendingin menyebabkan peningkatan output daya, tidak seperti reaktor Barat
yang mempunyai koefisien rongga negatif sehingga kehilangan pendingin secara otomatis
mengurangi output daya.
Laporan ahli OECD menyimpulkan bahwa “kecelakaan Chernobyl tidak menjelaskan sesuatu
fenomena baru yang sebelumnya tak diketahui atau isu-isu keselamatan yang tak terpecahkan
atau lain-lain yang dicakup oleh program-program keselamatan reaktor untuk reaktor-reaktor
daya komersial saat ini di negara-negara anggota OECD.” Dengan alasan ini, kecelakaan tersebut
tidak berpengaruh pada program PLTN dunia, selain hanya mempertegas kembali perlunya
sistem-sistem reaktor direkayasa secara sempurna.
Ada sejumlah kecelakaan dalam reaktor-reaktor eksperimental dan dalam satu bangunan
penghasil plutonium militer, namun tak satupun yang menyebabkan kehilangan jiwa yang
teridentifikasi di luar bangunan yang sesungguhnya, atau kontaminasi lingkungan jangka
panjang.
Meskipun rekaman keselamatan PLTN komersial begitu mengesankan dengan rekayasa struktur
dan sistem reaktor yang ketat yang membuat pelepasan radioaktif katastrofik dari reaktor Barat
hampir tidak mungkin, namun banyak yang tidak menginginkan dijalankannya sesuatu yang
berisiko seperti ini. Ketakutan ini memperkuat perlawanan terhadap manfaat PLTN, serupa
dengan katakutan orang akan jatuhnya pesawat terbang di atas kepala mereka, terlepas dari
pentingnya transportasi udara itu sendiri. Akhirnya, keseimbangan antara risiko dan manfaat
bukanlah latihan saintifik semata. Bagaimanapun, di tengah gaung kekhawatiran publik, nuklir
dalam berbagai aplikasinya tetap menjadi harapan bagi kemakmuran masa depan.

Dampak / Pengaruh Radiasi


Ledakan reaktor nuklir di Jepang, menyebabkan kekhawatiran yang meluas tentang implikasi bagi
manusia. Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahkan berencana untuk
menyortir makanan yang berasal dari Jepang. Bagaimana bahayakah radiasi ini bagi manusia?

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama mengatakan, bahaya radiasi ini berlaku hanya bagi mereka yang terpapar di lokasi
sekitar reaktor nuklir.

"Untuk kasus di Jepang, menurut WHO, WHO Percaya risiko kesehatan masyarakat kecil. Tentu saja
artinya bagi mereka yang tidak tinggal di dekat sebuah situs reaktor nuklir. Juga tidak ada rekomendasi
khusus dari WHO tentang makanan Jepang dan lain-lain, "kata okezone, Rabu (2011/03/16).
Dampak kesehatan yang dialami penduduk yang tinggal di dekat reaktor nuklir, kata Tjandra, juga
bervariasi tergantung pada jumlah paparan radiasi dosis, jangka waktu pemaparan, dan banyak bagian
tubuh terkena radiasi.

Misalnya, dosis tunggal yang diberikan dalam waktu singkat bisa berakibat fatal. Tetapi dosis yang sama
diberikan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, hanya bisa menyebabkan efek ringan.

"Jadi jumlah dosis dan kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan genetik dalam
sel," katanya.

Tjandra menambahkan bahwa sindrom radiasi akut juga bisa menyerang berbagai organ tubuh yang
berbeda, seperti sindroma otak yang terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi yakni lebih dari 30 gray.
"Ini fatal," katanya.

Gejala pertama termasuk mual dan muntah, diikuti oleh kelelahan, mengantuk dan kadang-kadang
koma. Fenomena ini kemungkinan besar disebabkan oleh peradangan otak. Beberapa jam kemudian
akan ada tremor (gemetar), kejang, tidak bisa berjalan, menemui kematian .

Dampak berikutnya adalah sindroma saluran pencernaan terjadi karena dosis total radiasi yang lebih
rendah, yaitu 4 atau lebih abu-abu. Gejala termasuk mual, muntah dan diare, yang menyebabkan
dehidrasi berat.

Sindrom lainnya akibat dampak radiasi ini adalah sindroma hematopioetik, yang menyerang sumsum
tulang, limpa dan kelenjar getah bening. Semuanya dimana pembentukan sel-sel darah utama. "Sindrom
ini terjadi ketika dosis total 20-10 abu-abu dan dimulai dengan hilangnya nafsu makan, apatis, mual dan
muntah. Gejala yang paling parah terjadi dalam 6-12 jam setelah pemaparan dan akan menghilang
dalam waktu 24-36 setelah terpapar," jelasnya.

Menurut Tjandra, efek radiasi nuklir juga berakibat pada kekurangan sel darah putih yang sering
menyebabkan infeksi yang parah. "Jika dosis total lebih dari 6 gray, maka biasanya kelainan fungsi
hematopoietik dan saluran pencernaan akan berakibat fatal," katanya menyimpulkan.

Kecelakaan Nuklir
Kecelakaan nuklir yang disebabkan oleh energi yang terlalu besar seringkali sangat berbahaya. Dalam
sejarahnya, insiden pertama yang melibatkan paparan radiasi fatal. Marie Curie meninggal karena
anemia aplastik yang dihasilkan dari paparan nuklir tingkat tinggi. Dua peneliti Amerika, Harry Daghlian
dan Louis Slotin, meninggal karena salah penanganan massa plutonium. Tidak seperti senjata
konvensional, cahaya yang kuat, panas, dan daya ledak bukan satu-satunya komponen mematikan
senjata nuklir. Sekitar setengah dari korban meninggal di Hiroshima dan Nagasaki meninggal setelah dua
sampai lima tahun setelah paparan radiasi dari bom atom.

Radiologi dan kecelakaan nuklir kebanyakan melibatkan tenaga nuklir sipil. Yang paling umum adalah
paparan nuklir untuk karyawannya akibat kebocoran nuklir. Kebocoran nuklir adalah istilah yang
mengacu pada bahaya serius dalam pelepasan bahan nuklir ke lingkungan. Yang paling terkenal adalah
kasus Three Mile Island di Pennsylvania dan Chernobyl di Ukraina. reaktor Militer mengalami hal yang
sama adalah kecelakaan Windscale di Inggris dan SL-1 di Amerika Serikat.

Kecelakaan militer biasanya melibatkan hilangnya senjata nuklir atau bahan peledak yang tidak
diharapkan. Percobaan Puri Bravo pada tahun 1954 untuk menghasilkan ledakan yang tak terduga, yang
terkontaminasi pulau terdekat, sebuah kapal nelayan berbendera Jepang (dengan satu kematian), dan
meningkatkan kekhawatiran tentang kontaminasi ikan di Jepang. Pada tahun 1950 sampai 1970-an,
beberapa bom nuklir yang hilang dari kapal selam dan pesawat, beberapa di antaranya belum pernah
ditemukan. Selama 20 tahun terakhir telah begitu berkurang kasus itu.

Kerusakan Lingkungan Hidup


Kerusakan lingkungan hidup merupakan deteorisasi lingkungan yang ditandai dengan
hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan merupakan salah satu ancaman yang paling berbahaya untuk
kelangsungan hidup manusia. The World Resources Institutes (WRI), United Nations
Environment Progrramme (UNEP), dan Bank Dunia telah melaporkan tentang pentingnya
lingkungan dan kaitannya dengan kesehatan manusia. Manusia saat ini sungguh tidak meyadari
bahwa penting sekali untuk menjaga lingkungan mereka sendiri demi kelangsungan hidup
mereka dimasa depan. Kenyataan yang terus berlangsung saat ini, kerusakan lingkungan semakin
menjadi seiring pertambahan manusia dimuka bumi. Manusia saat ini semakin serakah dan tidak
memperhatikan lingkungan.
Pada dasarnya kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor. Baik faktor
alami ataupun karena faktor tangan-tangan usil manusia. Faktor alami bisa terjadi karena
banyaknya bencana alam dan cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan hidup. Sedangkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh keusilan tangan-
tangan manusia bisa saja terjadi jika manusia melakukan eksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan. Penyebab kerusakan lingkungan akibat ulah manusia merupakan penyebab tertinggi
dan sangat berpengaruh daripada faktor alam yang terjadinya tidak setiap hari. Kerusakan
lingkungan yang sangat menjadi perhatian di Indonesia adalah kerusakan terhadap hutan yang
terjadi hampir setiap tahunnya. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia
yang dikutip oleh WWF, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut setiap
tahunnya. Data Kementrian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang
tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang. Tulisan ini akan membahas
lebih lanjut lagi tentang kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, yang diharapkan pada
akhirnya siapapun yang membaca tulisan ini akan menyadari betapa pentingnya lingkungan bagi
kelanjutan hidup anak-cucu atau generasi Indonesia di masa depan.
Gundulnya Hutan Indonesia
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Setidaknya begitulah kutipan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hutan merupakan sumber daya alam yang
dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat
secara tidak langsung. Hutan di Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia
setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Sejak akhir tahun 1970, Indonesia mengandalkan
hutan alam sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional, dan Hak Pengusahaan Hutan
(HPH) menjadi sistem yang dominan dalam memanfaatkan hasil dari hutan alam. Dalam
kenyataannya HPH menjadi penyebab degradasi hutan alam Indonesia. Degradasi ini semakin
besar ketika pada tahun 1990 pemerintah mengundang investor swasta untuk melakukan
pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan iming-iming sejumlah insentif. Terbukti
sudah salah satu perusak hutan Indonesia merupakan pihak yang seharusnya menjaga hutan
sebagai asset negara kita sendiri. Sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap
sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk
kepentingan politik dan keuntungan pribadi serta kurangnya penegak hukun memperparah
deforestasi di Indonesia (FWI/GFW, 2001).
Pada dasarnya penyumbang kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan
alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran
hutan dan eksploitasi hutan. Kenyataan yang dapat dilihat dilapangan lahan hutan banyak
dimanfaatkan sebagai pengembangan pemukiman dan industri. Kerusakan hutan yang semakin
parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya.
Contoh nyata lainnya kerusakan hutan yang semakin parah terjadi akibat konflik ruang antara
satwa liar dan manusia. Rusaknya hutan habitat satwa liar menyebabkan mereka bersaing dengan
manusia untuk mendapatkan ruang mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan
kerugian bagi kedua pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.

Dampak IPTEK Terhadap Lingkungan dan SDA


Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung
memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk
pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini
terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara
importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi
hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat
ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju.
Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi
(iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang
meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus
melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan
di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan
berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan
berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk
yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup
manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun
dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang
dibutuhkan oleh manusia. Disamping itu, IPTEK dikembangkan dalam bidang antariksa dan
militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang
dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupanya
sehari-hari. Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat
menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta
melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari
terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara
tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20). Selain itu, terdapat juga indikasi
yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-
zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak perdulian
terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidak perdulian terhadap lingkungan ini tentu
saja sangat merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, masalah pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun komsumsi
manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan
menyiasati permasalahan lingkungan. Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan
istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia dengan
lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan
hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991: 19). Lingkungan hidup adalah sistem yang
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya. keadaan dan mahluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996:
13).
Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu
memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan,
papan dan lain-lain. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat
mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh
lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti
jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan,
terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kenderaan
atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di
lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini,
perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun
1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses
alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga dampak IPEK terhadap lingkungan hidup dan
sumber daya alam yaitu; dampak secara kimiawi, fisik dan biologis. Resiko kimiawi akibat
IPTEk adalah: senyawa-senyawa kimia berbahaya yang terdapat di air, tanah, udara dan
makanan. Resiko fisik akibat IPTEk adalah kebakaran, gempa bumi, letusan gunung berapi,
kebisingan, radiasi, sedimentasi. Resiko biologis akibat IPTEk adalah pathogen (bakteri, virus,
parasit), dan bahan kimia yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh. Pencemaran
terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang
tidak diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu
eksistensi manusia dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran
tersebut disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya factor-faktor tertentu yang sangat
menentukan ialah:
1. Jumlah penduduk
2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu
3. Jumlah Polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis SDA
4. Teknologi yang digunakan
Penggunaan sumberdaya yang salah menimbulkan erosi, sedimentasi yang merusak,
penggaraman tanah dan air, penggersangan lahan, banjri dsb. Limbah dan sisa proses
menimbulkan contamination dan pollution atas udara, tanah dan air. Dampak menyebar dan
meluas cepat lewat udara dan air. Penyebaran dan peluasan dampak lewat tanah langsung
berjalan sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau bahan
pencemar atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi sumber dampak yang
nantinya akan tersebar lewat udara atau air. Zat pencemar yang tersimpan dalam tanah juga dapat
menyebar lewat serapan tanaman bersama dengan panenan yang diangkut dan digunakan
ditempat-tempat lain. Kalau zat pencemar diserap tanaman pangan atau pakan, akan dapat
mnimbulkan pencemaran dakhil (internal pollution) atas orang atau ternak dimana-mana tempat
memperjual belikan bahan pangan atau pakan tersebut. Sumber pencemaran dakhil lebih sulit
dilacak daripada sumber pencemaran lewat udara dan air.
Pencemaran dapat datang dari sumber pasti misalnya dari saluran pembuang limbah pabrik atau
datang dari sumber baur, misalnya dari aliran limpas lahan pertanian, pencemaran sumber pasti
secara nisbi lebih mudah ditangani karena titik pelepasan bahan pencemar jelas dan susunan
bahan pencemar terbatas keanekaannya. Pencemaran sumber baur lebih suli ditangani kerana
titik pelepasannya dan titik asalnya berada di mana-mana dan susunan bahan pencemarannya
sangat beraneka.
Ada dampak yang tinggal di tempat dampak itu ditimbulkan, misalnya pemampatan tanah oleh
alat-alat berat dalam pembukaan lahan atau penggaraman tanah oleh system irigasi yang
dirancang tanpa memperhitungkan neraca air pada antarmuka atmosfer tanah. Ada dampak yang
diekspor ke tempat lain dari tempat asalnya, misalnya erosi di hulu mengekspor dampak
sedimentasi ke hilir atau asap kendaraan bermotor dari jalur jalan diekspor ke kawasan pertanian
atau pemukiman sepanjang jalan. Kawasan yang menimpor dampak menghadapi persoalan
serupa dengan yang terkena. Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam “revolusi
hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga
menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan
akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya
tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath dan Arens pada tahun 1987
(Prasetiantono, di dalam Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi
tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP,
dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran
hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa. Terlepas dari
berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di
Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan
pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik,
Suarbaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh
daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang
merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat
industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996:104), mencatat
keadaaan lingkungan di beberapa kota di Indonesia, yaitu: Terjadinya penurunan kualitas air
permukaan di sekitar daerah-daerah industri. Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, meningkat tajam dalam
kandungan air permukaan dan biota airnya.
Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim
penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan
akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak. Temperatur udara maksimal dan minimal sering
berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37
derajat celcius. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r S02, dan
debu. Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak
bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020. Luas hutan Indonsia semakin
sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran.
Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit dan
mengalami pencemaran.

Sumber :

Anda mungkin juga menyukai