Acuan Filsafat
Acuan Filsafat
pb jawa smstr 3)
Pernahkan Anda mendengar istilah “kloning“???
Kloning merupakan suatu proses memperbanyak materi biologi yang mencakup DNA, sel, organ
maupun organisme dimana materi yang diperbanyak tersebut memiliki DNA yang sama dengan
DNA induknya. Terdapat 3 jenis kloning, yaitu :
Harus diakui bahwa perkembangan teknologi kloning sangat pesat. Banyak ilmuwan yang
mengatakan bahwa kloning merupakan suatu terobosan penting dalam peradaban umat manusia.
Sejak Robert W. Briggs dan Thomas J. King meng-clone katak padatahun 1952, sudah banyak
hewan yang lahir dari proses kloning. Mulai Dolly (domba) sampai dengan Prometea (kuda).
Setelah berhasil meng-clone beberapa jenis binatang, para ilmuwan mulai mengarahkan fokus
mereka pada kloning manusia. Alasan yang dikemukakan bermacam-macam, antara lain untuk
membantu pasangan yang tidak subur untuk mendapatkan keturunan.
Beberapa tahun yang lalu (2002), suatu perusahaan bioteknologi Clonaid mengaku berhasil
melakukan kloning terhadap manusia dan telah dilahirkan dengan operasi caesar pada 26
Desember 2002. Bayi tersebut diindentifikasi bernama Eve lahir dari wanita Amerika Serikat.
Bayi tersebut berhasil di-clone setelah melalui 10 percobaan.
Pemimpin Clonaid sekaligus pemimpin sekte keagamaan Raelian, Claude Vorilhon, dalam
wawancara dengan stasiun televisi C-B-S mengatakan bahwa kloning merupakan jalan
menuju keabadian. Seperti yang diketahui bahwa sekte ini menganggap bahwa manusia
merupakan hasil dari kloning makhluk luar angkasa sekitar 25 ribu tahun yang lalu.
Akan tetapi keberhasilan dari Clonaid masih diragukan kebenarannya. Hal itu dikarenakan
proses kloning merupakan proses yang sangat rumit. Seorang pakar etika kedokteran Universitas
Pensylvania, Arthur Caplan, mengatakan bahwa pada hewan perlu dilakukan 400 percobaan
untuk menghasilkan 1 spesies apalagi pada manusia, tentu akan jauh lebih rumit. Selain itu,
kloning meripakan suatu proses yang berbahaya. Setengah dari hewan yang berhasil di-clone
akan mati dalam setahun sedangkan yang hidup akan menderita gangguan kesehatan. Sehingga
beberapa ilmuwan mengatakan bahwa kloning merupakan jalan menuju penyakit yang
abadi.
Sampai sekarang para ilmuwan masih mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai boleh-
tidaknya kloning terhadap manusia. Tapi banyak ilmuwan yang masih melakukan eksperimen
kloning terhadap manusia, walaupun dengan diam-diam.
Kecelakaan Nuklir atau Kebocoran nuklir adalah dampak yang paling ditakutkan dibalik
manfaaat energi nuklir bagi manusia. Dalam catatan sejarah manusia terdapat kejadian kecelakan
nuklir terbesar di dunia di antaranya adalah kecelakaan Chernobyl, Three Mile Island Amerika
dan mungkin di Fukushima Jepang.
Korban Ledakan
Nuklir
Kebocoran nuklir terjadi ketika sistem pembangkit tenaga nuklir atau kegagalan komponen
menyebabkan inti reaktor tidak dapat dikontrol dan didinginkan sehingga bahan bakar nuklir
yang dilindungi – yang berisi uranium atau plutonium dan produk fisi radioaktif – mulai
memanas dan bocor. Sebuah kebocoran dianggap sangat serius karena kemungkinan bahwa
kontainmen reaktor mulai gagal, melepaskan elemen radioaktif dan beracun ke atmosfir dan
lingkungan. Dari sudut pandang pembangunan, sebuah kebocoran dapat menyebabkan kerusakan
parah terhadap reaktor, dan kemungkinan kehancuran total.
Sebenarnya mekanisme pertahan tubuh manusia dapat melindungi diri dari kerusakan sel akibat
radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun radiasi pada jumlah tertentu tidak
bisa ditoleransi oleh mekanisme pertahanan tubuh itu. Proses ionisasi pada sel-sel tubuh karena
proses radiasi dapat merusak sel-sel dan organ tubuh yang menimbulkan berbagai manifestasi.
Berat ringannya dampak radiasi nuklir bagi kesehatan tergantung beberapa faktor. Faktor
tersebut meliputi jumlah kumulatif radiasi yang terpapar, jarak dengan sumber radiasi dan lama
paparan radiasi.
Dampak sesaat atau segera setelah terkena paparan radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara
lain mual muntah, diare, sakit kepala dan demam. Dampak sesaat atau jangka pendek akibat
radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara lain mual muntah, diare, sakit kepala dan demam.
Dampak jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya justru dipicu oleh tingkat radiasi yang
rendah sehingga tidak disadari dan tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun.
Beberapa dampak kesehatan akibat paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain Kanker
terutama kanker kelenjar gondok, mutasi genetik, penuaan dini dan gangguan sistem saraf dan
reproduk.
Pada tahun 1990 – 1998, didapatkan terjadi peningkatan kasus kanker kelenjar gondok sebanyak
1.791 kasus pada anak-anak Ukraina, yang hidup di wilayah di sekitar Pembangkit Tenaga
Nuklir Chernobyl. Para ahli telah menghubungkan semua penyakit kanker kelenjar gondok ini
dengan kecelakaan nuklir Chernobyl.
Laporan Kemeny Commission menyebutkan pada kecelakaan Three Mile Island didapatkan
tidak ada potensi mengakibatkan kanker atau kasus yang mungkin muncul akan kecil sekali
sehingga sangat tidak mungkin untuk mendeteksinya. Kesimpulan yang sama juga terhadap
potensi gangguan kesehatan lainnya”
B. DAMPAK NEGATIF.
1. Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Radiasi
yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang
terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua,
radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan
minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya
2. Teknologi Nuklir bisa di salah gunakan untuk senjata pemusnah massal.
3. Ada beberapa bahaya laten dari PLTN yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kesalahan
manusia (human error) yang bisa menyebabkan kebocoran, yang jangkauan radiasinya sangat
luas dan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup. Kedua, salah satu yang dihasilkan
oleh PLTN, yaitu Plutonium memiliki hulu ledak yang sangat dahsyat. Sebab Plutonium inilah,
salah satu bahan baku pembuatan senjata nuklir. Kota Hiroshima hancur lebur hanya oleh 5 kg
Plutonium. Ketiga, limbah yang dihasilkan (Uranium) bisa berpengaruh pada genetika. Di
samping itu, tenaga nuklir memancarkan radiasi radio aktif yang sangat berbahaya bagi manusia.
Banyak studi menunjukkan bahwa PLTN dapat berkompetitif penuh dengan alternatif-
alternatifnya di banyak negara. Namun, di beberapa negara, di mana limpahan bahan bakar fossil
tersedia pada biaya rendah atau di mana grid daya listrik terlalu kecil untuk mengakomodasi unit
nuklir yang besar, PLTN cenderung tidak kompetitif.
Dengan menghemat bahan bakar fossil dunia, PLTN secara langsung memberi manfaat kepada
negara-negara berkembang. Makin besar sumbangan nuklir, makin rendah laju peningkatan
harga-harga bahan bakar fossil. Karena, biaya energi yang tinggi berarti bahwa makin banyak
usaha diberikan dalam mendapatkan energi dan makin sedikit dihasilkan barang dan jasa.
Sumber daya yang telah dibebaskan dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang atau
untuk tujuan-tujuan sosial-ekonomi.
Sementara itu, penggunaan energi fossil telah mencapai suatu level sedemikian dampak-dampak
lingkungannya menjadi penting melintasi skala lokal dan regional. Saat ini, keprihatinan utama
tentang penggunaan yang meningkat dan berlanjut dari bahan bakar fossil adalah masalah emisi
CO2. Muncul keprihatinan di antara para ahli bahwa peningkatan konsumsi bahan bakar fossil
menyebabkan penimbunan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dapat membawa efek-efek
berbahaya pada iklim global. Selain itu, ada emisi-emisi berbahaya lain dari pembakaran batu-
bara, beberapa di antaranya berkontribusi pada hujan asam yang dapat membahayakan danau-
danau dan hutan. Pembakaran minyak dalam pembangkit-pembangkit listrik, tanur-tanur atau
kendaraan-kendaraan juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Memang, masih banyak
riset diperlukan untuk memahami apakah keprihatinan ini terbukti, namun pada tingkat ini akan
tidak bijaksana untuk menganggap bahwa dunia akan mampu untuk terus secara tak terbatas
menyandarkan konsumsinya pada bahan bakar fossil.
Dengan demikian, penggunaan energi nuklir akan menghilangkan sumber dari beberapa masalah
ini baik secara langsung dalam produksi listrik maupun di mana listrik nuklir menggantikan
bahan bakar fosil, dalam pemanasan misalnya. Dalam operasi normal PLTN sangat sedikit
menyebabkan kerusakan lingkungan dan bermanfaat bila mereka menggantikan pembangkit-
pembangkit yang mengemisi CO2, SO2 dan NOx. Dalam kaitan ini mereka akan membantu
mengurangi hujan asam dan membatasi emisi gas rumah kaca.
Kendati demikian, di banyak negara muncul kepedulian publik signifikan terhadap PLTN dan
oposisi terhadap pengenalan atau pengekspansiannya. Kepedulian-kepedulian terpusat pada
risiko kecelakaan, pembuangan limbah radioaktif dan proliferasi senjata nuklir. Dua keprihatinan
pertama berkaitan langsung dengan proteksi lingkungan.
Orang mengkhawatirkan keselamatan PLTN dan efek-efeknya pada lingkungan yang timbul dari
limbah-limbah nuklir. Meski, industri nuklir percaya bahwa baik keselamatan maupun limbah-
limbah dapat ditangani sehingga risiko-risikonya terhadap publik dapat dipertahankan pada level
paling tidak serendah yang dari industri-industri lain.
Risiko potensial terhadap kesehatan dan lingkungan dari sebuah PLTN bergantung pada desain,
tapak, konstruksi dan operasinya. Kemungkinan adanya bahaya tak lazim telah diketahui sejak
awal pengembangan sistem energi nuklir dan bahwa tercapainya level keselamatan tingkat tinggi
merupakan tujuan utama.
Pertimbangan keselamatan telah menciptakan suatu strategi yang didasarkan pada konsep
membangun barrier-barrier protektif berlapis terhadap pelepasan material radioaktif dan
penggunaan peralatan tambahan untuk menjamin integritas barrier-barrier tersebut. Salah satu
bentuk barrier (penghalang), yang diadopsi di beberapa negara untuk reaktor berpendingin dan
bermoderator air, adalah sebuah pengungkung kuat yang didesain untuk mencegah setiap lepasan
material radioaktif yang mungkin timbul sebagai akibat kecelakaan. Pentingnya keunggulan
desain ini telah ditunjukkan secara baik oleh dua kecelakaan PLTN utama yang terjadi selama
operasi: kecelakaan Three Mile Island, Amerika Serikat, pada 1979 dan Chernobyl, Ukraina,
pada 1986.
Kecelakaan Three Mile Island tidak menimbulkan efek berarti pada publik karena pengungkung
berfungsi seperti dirancang. Kecelakaan ini telah menarik perhatian terhadap rekayasa kompleks
yang terlibat dalam mencegah pelelehan bahan bakar dan yang mengandung efek-efek malfungsi
utama lainya. Radioaktivitas total yang lepas dari kecelakaan ini kecil, dan dosis maksimum bagi
individu yang hidup di dekat PLTN jauh di bawah batas-batas yang telah ditentukan
Internasional. Pengungkungnya bekerja!
Para ahli keselamatan reaktor sepakat bahwa bencana utama hanya dapat terjadi jika sebagian
besar bahan bakar dalam teras reaktor meleleh. Peristiwa seperti ini terjadi jika pendingin teras
reaktor hilang secara tiba-tiba. Oleh karenanya, perlengkapan sistem pendingin teras darurat
harus selalu disiap-siagakan. Dalam hal kegagalan ini, yang menyebabkan pelelehan teras,
reaktor biasanya dikungkung dalam bangunan yang dirancang untuk mencegah pelepasan
radioaktif ke lingkungan. Sekitar seperempat biaya kapital reaktor-reaktor biasanya ditujukan
bagi desain rekayasa untuk memperkuat keselamatan operator dan lingkungannya.
Sebaliknya kecelakaan Chernobyl, yang memiliki defisiensi desain dan ketiadaan pengungkung,
mempunyai konsekuensi-konsekuensi di luar tapak yang serius. Demikian seriusnya, kecelakaan
ini telah meminta korban jiwa dan terjadi paparan radiasi dengan dosis signifikan ke lingkungan.
Kecelakaan tersebut mengundang keprihatinan publik terhadap tiadanya struktur pengungkung
substansial seperti standar reaktor di negara Barat. Disamping itu, desainnya sedemikian rupa
sehingga kegagalan pendingin menyebabkan peningkatan output daya, tidak seperti reaktor Barat
yang mempunyai koefisien rongga negatif sehingga kehilangan pendingin secara otomatis
mengurangi output daya.
Laporan ahli OECD menyimpulkan bahwa “kecelakaan Chernobyl tidak menjelaskan sesuatu
fenomena baru yang sebelumnya tak diketahui atau isu-isu keselamatan yang tak terpecahkan
atau lain-lain yang dicakup oleh program-program keselamatan reaktor untuk reaktor-reaktor
daya komersial saat ini di negara-negara anggota OECD.” Dengan alasan ini, kecelakaan tersebut
tidak berpengaruh pada program PLTN dunia, selain hanya mempertegas kembali perlunya
sistem-sistem reaktor direkayasa secara sempurna.
Ada sejumlah kecelakaan dalam reaktor-reaktor eksperimental dan dalam satu bangunan
penghasil plutonium militer, namun tak satupun yang menyebabkan kehilangan jiwa yang
teridentifikasi di luar bangunan yang sesungguhnya, atau kontaminasi lingkungan jangka
panjang.
Meskipun rekaman keselamatan PLTN komersial begitu mengesankan dengan rekayasa struktur
dan sistem reaktor yang ketat yang membuat pelepasan radioaktif katastrofik dari reaktor Barat
hampir tidak mungkin, namun banyak yang tidak menginginkan dijalankannya sesuatu yang
berisiko seperti ini. Ketakutan ini memperkuat perlawanan terhadap manfaat PLTN, serupa
dengan katakutan orang akan jatuhnya pesawat terbang di atas kepala mereka, terlepas dari
pentingnya transportasi udara itu sendiri. Akhirnya, keseimbangan antara risiko dan manfaat
bukanlah latihan saintifik semata. Bagaimanapun, di tengah gaung kekhawatiran publik, nuklir
dalam berbagai aplikasinya tetap menjadi harapan bagi kemakmuran masa depan.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama mengatakan, bahaya radiasi ini berlaku hanya bagi mereka yang terpapar di lokasi
sekitar reaktor nuklir.
"Untuk kasus di Jepang, menurut WHO, WHO Percaya risiko kesehatan masyarakat kecil. Tentu saja
artinya bagi mereka yang tidak tinggal di dekat sebuah situs reaktor nuklir. Juga tidak ada rekomendasi
khusus dari WHO tentang makanan Jepang dan lain-lain, "kata okezone, Rabu (2011/03/16).
Dampak kesehatan yang dialami penduduk yang tinggal di dekat reaktor nuklir, kata Tjandra, juga
bervariasi tergantung pada jumlah paparan radiasi dosis, jangka waktu pemaparan, dan banyak bagian
tubuh terkena radiasi.
Misalnya, dosis tunggal yang diberikan dalam waktu singkat bisa berakibat fatal. Tetapi dosis yang sama
diberikan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, hanya bisa menyebabkan efek ringan.
"Jadi jumlah dosis dan kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan genetik dalam
sel," katanya.
Tjandra menambahkan bahwa sindrom radiasi akut juga bisa menyerang berbagai organ tubuh yang
berbeda, seperti sindroma otak yang terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi yakni lebih dari 30 gray.
"Ini fatal," katanya.
Gejala pertama termasuk mual dan muntah, diikuti oleh kelelahan, mengantuk dan kadang-kadang
koma. Fenomena ini kemungkinan besar disebabkan oleh peradangan otak. Beberapa jam kemudian
akan ada tremor (gemetar), kejang, tidak bisa berjalan, menemui kematian .
Dampak berikutnya adalah sindroma saluran pencernaan terjadi karena dosis total radiasi yang lebih
rendah, yaitu 4 atau lebih abu-abu. Gejala termasuk mual, muntah dan diare, yang menyebabkan
dehidrasi berat.
Sindrom lainnya akibat dampak radiasi ini adalah sindroma hematopioetik, yang menyerang sumsum
tulang, limpa dan kelenjar getah bening. Semuanya dimana pembentukan sel-sel darah utama. "Sindrom
ini terjadi ketika dosis total 20-10 abu-abu dan dimulai dengan hilangnya nafsu makan, apatis, mual dan
muntah. Gejala yang paling parah terjadi dalam 6-12 jam setelah pemaparan dan akan menghilang
dalam waktu 24-36 setelah terpapar," jelasnya.
Menurut Tjandra, efek radiasi nuklir juga berakibat pada kekurangan sel darah putih yang sering
menyebabkan infeksi yang parah. "Jika dosis total lebih dari 6 gray, maka biasanya kelainan fungsi
hematopoietik dan saluran pencernaan akan berakibat fatal," katanya menyimpulkan.
Kecelakaan Nuklir
Kecelakaan nuklir yang disebabkan oleh energi yang terlalu besar seringkali sangat berbahaya. Dalam
sejarahnya, insiden pertama yang melibatkan paparan radiasi fatal. Marie Curie meninggal karena
anemia aplastik yang dihasilkan dari paparan nuklir tingkat tinggi. Dua peneliti Amerika, Harry Daghlian
dan Louis Slotin, meninggal karena salah penanganan massa plutonium. Tidak seperti senjata
konvensional, cahaya yang kuat, panas, dan daya ledak bukan satu-satunya komponen mematikan
senjata nuklir. Sekitar setengah dari korban meninggal di Hiroshima dan Nagasaki meninggal setelah dua
sampai lima tahun setelah paparan radiasi dari bom atom.
Radiologi dan kecelakaan nuklir kebanyakan melibatkan tenaga nuklir sipil. Yang paling umum adalah
paparan nuklir untuk karyawannya akibat kebocoran nuklir. Kebocoran nuklir adalah istilah yang
mengacu pada bahaya serius dalam pelepasan bahan nuklir ke lingkungan. Yang paling terkenal adalah
kasus Three Mile Island di Pennsylvania dan Chernobyl di Ukraina. reaktor Militer mengalami hal yang
sama adalah kecelakaan Windscale di Inggris dan SL-1 di Amerika Serikat.
Kecelakaan militer biasanya melibatkan hilangnya senjata nuklir atau bahan peledak yang tidak
diharapkan. Percobaan Puri Bravo pada tahun 1954 untuk menghasilkan ledakan yang tak terduga, yang
terkontaminasi pulau terdekat, sebuah kapal nelayan berbendera Jepang (dengan satu kematian), dan
meningkatkan kekhawatiran tentang kontaminasi ikan di Jepang. Pada tahun 1950 sampai 1970-an,
beberapa bom nuklir yang hilang dari kapal selam dan pesawat, beberapa di antaranya belum pernah
ditemukan. Selama 20 tahun terakhir telah begitu berkurang kasus itu.
Sumber :