Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No.

1, Februari 2014

PERUBAHAN KOMPOSISI ZAT GIZI


IKAN CAKALANG Katsuwonus pelamis. L
SELAMA PROSES PENGOLAHAN IKAN KAYU
Sandria Stephanie Pundoko, Hens Onibala, dan Agnes T. Agustin

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan komposisi zat gizi (protein, lemak, dan
kadar air) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis. L) selama proses pengolahan ikan kayu. Dalam penelitian
ini dilakukan analisa kadar air, protein dan lemak total serta uji organoleptik terhadap tingkat kesukaan.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap pengambilan sampel yaitu: pengambilan sampel ikan segar,
pengambilan sampel ikan setelah proses perebusan, dan pengambilan sampel produk akhir. Dalam
menganalisa data digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dari penelitian ini dapat dilihat terjadi
perubahan komposisi zat gizi pada pengolahan ikan kayu. Hal ini dapat didukung dengan perubahan
peningkatan komposisi kadar protein dan kadar lemak serta perubahan penurunan komposisi kadar air.
Sehingga ikan kayu baik untuk dikonsumsi karena mengandung kadar protein dan lemak yang tinggi
khususnya ikan cakalang. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai ikan yang
diserut dari pada ikan yang dihaluskan. Tetapi dalam analisis sidik ragam uji organoleptik tingkat
kesukaan tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Kata kunci: Ikan Cakalang, kadar air, protein, lemak.

PENDAHULUAN khususnya setelah proses perebusan. Selama


proses perebusan yang memerlukan waktu 2
Indonesia mempunyai sumberdaya ikan
jam memungkinkan banyak protein dan lemak
yang cukup berpotensi, baik dari segi jumlah
yang hilang atau ikut terbawah dalam air
maupun dari segi jenisnya. Salah satu
perebusan. Oleh karena itu perlu dilakukan
sumberdaya hayati laut di Indonesia adalah
penelitian tentang kehilangannya zat gizi
perikanan cakalang yang mempunyai nilai
diantaranya protein, lemak, dan kadar air pada
ekonomis cukup tinggi, baik untuk konsumsi
proses pengolahan ikan kayu. Mempelajari
lokal maupun untuk ekspor (Widiawati, 2000).
perubahan jumlah zat gizi (protein, lemak dan
Ikan cakalang merupakan produk
kadar air) ikan selama proses pengolahan ikan
andalan Provinsi Sulawesi Utara yang bernilai
kayu. Ikan cakalang adalah nama dagang lokal.
ekonomis tinggi. Dikatakan demikian karena
Untuk wilayah pasar yang lebih luas dipakai
spesies ikan ini digunakan sebagai bahan baku
skipjack tuna sebagai nama dagang
berbagai jenis industri pengolahan seperti
internasional. Nama ini diambil dari bahasa
cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon
Inggris, sedangkan nama ilmiah disebut
cakalang, dan masih banyak lagi produk olahan
Katsuwonus pelamis diambil dari bahasa Jepang
yang menggunakan ikan ini sebagai bahan baku
yang artinya ikan keras (Lumi, 2013).
(Lumi, 2013). Kandungan gizi ikan cakalang,
Cakalang (Katsuwonus pelamis. L)
khususnya protein dapat mengalami perubahan
mempunyai bentuk tubuh fusiform, memanjang
setelah perebusan 0–30 menit terjadi penurunan
dan membulat. Gigi-giginya kecil dan
kadar protein yaitu dari 29,44% menjadi
berbentuk kerucut dalam seri tunggal. Ikan ini
27,21% (Manda, 2011).
memiliki tapis insang 53–62 buah. Bagian
Pengolahan ikan merupakan usaha yang
punggung hingga dada berwarna biru agak
penting dalam pengembangan subsektor
violet, sedangkan bagian perut berwarna
perikanan di Indonesia. Salah satu pengolahan
keputih-putihan hingga kuning muda. Ciri yang
ikan yang memiliki nilai ekspor yang tinggi
paling khas dari ikan cakalang adalah
adalah ikan kayu khususnya ikan cakalang,
terdapatnya 4–6 garis-garis berwarna hitam
karena memiliki rasa yang enak juga memiliki
yang memanjang pada bagian samping badan.
nilai gizi yang tinggi. Dalam proses pembuatan
Ikan cakalang memiliki dua sirip punggung
ikan kayu banyak zat gizi penting seperti
yang terpisah dengan jarak yang kecil (lebih
protein, lemak dan kadar air yang mungkin
kecil dari diameter matanya). Sirip punggung
hilang selama proses pengolahan berlangsung,

9
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No. 1, Februari 2014

pertama memiliki 14–16 jari-jari keras pada produk setelah mengalami perebusan.
sedangkan sirip punggung kedua memiiki 14– Sampel kedua, ikan dimasukkan dalam
16 jari-jari lemah serta memiliki finlet pada sterofoam dan dibawah ke laboratorium.
bagian punggung. Sirip perut pendek dengan Tahap terakhir pengambilan sampel,
16–27 jari-jari. Sirip anal diikuti 7–8 finlet yaitu serutan ikan kayu yang kemudian di
(Widiawati, 2000). Ikan ini tidak terdapat sisik blender agar halus. Sampel ini diletakkan dalam
kecuali sekitar kepala dan sekitar dada ditutupi plastik sampel yang diseal. Pada tahap
sisik yang bagus, besar dan tebal (Sitompul, pengambilan sampel ini diambil sampel untuk
2002). uji organoleptik sebanyak tiga ekor ikan kayu
Menurut Ticoalu (2011) tahapan yang diserut dan tiga ekor ikan kayu yang
pengolahan ikan kayu diantaranya pemilihan dihaluskan. Sampel untuk uji organoleptik
bahan baku, pemotongan, perebusan, cabut diletakkan dalam plastik yang diseal.
tulang, pengasapan, grading, metal detecting, Dilakukan 2 kali ulangan pengujian
weighing, packing, ekspor. Menurut Sunahwati komposisi gizi (kadar air, protein, lemak) tiap
(2000) komposisi kimia Katsuobushi tahap pengambilan sampel. Sampel sebelum
diantarannya 21,87 % kadar air, 67,33% protein diuji diambil seluruh bagian daging ikan
dan 4,16 % lemak. kemudian dihomogenkan, selanjutnya sampel
dianalisis.
METODOLOGI PENELITIAN
Uji Kadar Air
Bahan Baku dan Alat
Prosedur penentuan kadar air adalah
Bahan baku yang digunakan pada
sebagai berikut:
penelitian ini adalah jenis ikan cakalang
1. Timbang 1–2 gram sampel ke dalam cawan
(Katsuwonus pelamis. L) yang diperoleh dari
yang sudah ditimbang sebelumnya.
tempat pembuatan ikan kayu PT. Celebes Mina
2. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup
Pratama Bitung. Bahan-bahan kimia untuk
dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu
analisa kimia antara lain NaSO4, CuSO4, Asam
105ºC selama 3 jam.
sulfat pekat, akuades, metil merah dan metilin
3. Cawan lalu didinginkan di dalam eksikator
biru 0,1% dalam etanol 50%, HCl 0,1 N, NaOH
dan setelah dingin cawan ditimbang sampai
50%.
bobot tetap.
Peralatan yang digunakan antara lain
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
serutan ikan kayu, serutan, alat destruksi, alat W1 -W2
destilasi, labu Kjedahl, pisau, erlenmeyer 500 % kadar air basis kering = × 100%
ml, pipet, oven, pemanas ekstraksi, kondensor, W2
penyangga, labu ekstraksi, soxhlet, selubung, ket.:
desikator/eksikator, cawan, dietil eter. W 1 = berat sampel awal
W 2 = berat sampel setelah dikeringkan
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam Uji Protein
penelitian ini adalah ikan cakalang yang didapat Penentuan kadar protein dengan
dari PT. Celebes Mina Pratama. Sampel ikan menggunakan metode Kjeldahl menurut Dewan
yang diambil dengan berat ± 1 kg. Pengambilan Standardisasi Nasional (1991) sebagai berikut:
sampel dilakukan secara acak masing-masing 1 1. Timbang teliti sejumlah tertentu bahan yang
ekor ikan. dilumatkan (kira-kira 1,2 gr; 2,5 gr untuk
Penelitian ini dilakukan dalam tiga homogenat yang dapat larut). Tempatkan
tahap pengambilan sampel, yaitu tahap pertama dalam labu destruksi. Tambahkan berturut-
merupakan pengambilan sampel pada ikan segar turut 15 gr NaSO4, 1 gr CuSO4, satu atau
yang bertujuan menetapkan nilai gizi ikan dua butir batu didih dan 25 ml asam sulfat
sebelum diproses. Sampel pertama ini bersifat pekat. Destruksi sampai didapat larutan
segar secara organoleptik. Untuk sampel jernih tidak berwarna atau berwarna hijau
pertama ini ikan dimasukkan dalam coolbox muda (minimun 2 jam dan tidak kurang dari
yang telah diberi es dan selanjutnya dibawah ke 30 menit setelah jernih). Dinginkan.
laboratorium. Tambahkan hati-hati 200ml akuades. Bila
Tahap kedua pengambilan sampel, yaitu perlu tambahkan lagi beberapa batu didih
pengambilan sampel ikan setelah direbus yang untuk mencegah terjadinya gejolak yang
bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi kuat.

10
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No. 1, Februari 2014

2. Pipet 100 ml HCl 0,1 N ke dalam Perhitungan:


erlenmeyer 500 ml. Tambahkan 1 ml A + B - A
indikator conway. Lengkapi labu dengan % Lemak = × 100%
C + D - C
kondensor (dimana embunan menetes) Ket.:
tercelup ke dalam larutan asam. Letakkan A = Berat labu
labu Kjedahl yang berisi sampel yang sudah B = Lemak yang terkestraksi
didestruksi, tambahkan larutan NaOH 50 % C = Berat selubung
tanpa dikocok. Pasang bola percik pada labu D = Berat sampel
dan disambungkan dengan kondensor,
kocok hati-hati campuran dengan gerakan Uji Organoleptik
memutar. Panaskan hingga semua Uji organoleptik yang dilakukan
gelembung amonia ke luar (sampai jumlah terhadap produk ikan kayu adalah uji hedonik.
destilat ± 150 ml). Setelah selesai bongkar Uji hedonik dilakukan terhadap tingkat
hati-hati rangkaian destilasi, cuci ujung kesukaan oleh panelis. Dalam pengujian ini
kondensor dengan akuades, titrasi kelebihan menggunakan 30 orang panelis. Panelis adalah
larutan HCl standar dalam destilat dengan mahasiswa dan dosen Fakultas Perikanan dan
larutan NaOH standar. Ilmu Kelautan UNSRAT. Panelis mengisi
Indikator conway: formulir isian uji Hedonik dengan 7 skala
a. Larutan Stock. numerik. Ikan kayu dinilai oleh panelis dengan
Campurkan 200 ml larutan metil merah memiliki nilai terendah 1 dan nilai tertinggi 7.
0,1 % (dalam etanol 50%) dengan 50 ml Terdapat 2 sampel yang diiujikan yaitu ikan
larutan metilin biru 0,1% (dalam etanol kayu yang diserut dan ikan kayu yang diserut
50%). kemudian diblender atau dihaluskan.
b. Larutan kerja.
Larutan 1 bagian volume larutan stock Analisis Data
dengan 1 volume larutan etanol absolut Data yang di peroleh dianalisis dengan
dan 2 bagian volume akuades (pH 5,4 = menggunakan Rancangan Acak Lengkap
asam-ungu, basa-hijau). (RAL).
Perhitungan:
A − B × 1,4007 HASIL DAN PEMBAHASAN
N% =
Berat contoh gr
Ket : Kadar Air
Data hasil laboratorium kadar air ikan
A = Volume larutan HCl standar x
Cakalang selama proses pengolahan ikan kayu
Normalitas larutan HCl standar.
yang diambil pada 3 tahap pengambilan, dapat
B = Volume larutan NaOH standar x
dilihat pada tabel 1.
Normalitas larutan NaOH standar.
Tabel 1. Hasil analisis kadar air ikan cakalang
%Protein = % Nitrogen x 6,25 (Katsuwonus pelamis. L) selama proses
pengolahan ikan kayu.
Uji Kadar Lemak Kadar Air (%)
Ulangan
A B C
Kadar lemak ditentukan dengan 1 67,40 63,00 23,80
menggunakan metode ekstraksi Soxhlet sebagai 2 67,52 56,90 21,20
berikut: ∑ 134,92 119,90 45,00
Rerata 67,46 59,95 22,50
1. Timbang teliti ± 2 gr sampel dalam Ket: A = bahan baku, B = setelah perebusan, C = produk akhir.
selubung ekstraksi. Masukkan selubung
(yang sudah berisi sampel) ke dalam Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
soxhlet. Pasang soxhlet dan kondensor pada dapat dilihat bahwa proses pengolahan ikan
labu ekstraksi yang telah ditimbang terlebih kayu memberikan pengaruh yang sangat
dahulu. Tambahkan ± 50 ml dieter, lalu berbeda nyata terhadap perubahan penurunan
pasang pada pemanas. Ekstraksi dijalankan kadar air ikan cakalang (Fhitung > Ftabel).
selama 6 jam atau sampai ekstraksi selesai. Untuk melihat perlakuan mana yang
2. Keluarkan sampel dengan selubung bila berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Beda
ekstraksi sudah selesai. Pisahkan pelarutnya Nyata Terkecil (BNT) seperti pada tabel 3.
100ºC ke dalam oven selama 60 menit atau Berdasarkan Uji BNT pada Tabel 3
sampai beratnya tetap. Dinginkan dalam dapat dilihat bahwa kadar air dari bahan baku
desikator, lalu ditimbang. (A) tidak berbeda nyata dengan kadar air dari

11
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No. 1, Februari 2014

perebusan (B), namun berbeda sangat nyata ikan kayu terjadi perubahan peningkatan kadar
dengan kadar air pada produk akhir. Kadar air protein total dapat dilihat pada Gambar 2. Hal
dari perebusan (B) sangat berbeda nyata dengan ini disebabkan terjadinya penurunan komposisi
kadar air produk akhir (C). kadar air yang yang menyebabkan terjadinya
70.0 denaturasi protein, sehingga protein dalam
60.0
pengukuran %N meningkat. Hal ini didukung
50.0
dengan pendapat Suwetja (2011) selama proses
40.0
pengasapan, protein dapat mengalami
30.0
denaturasi, sekitar 70–80 % protein dapat
20.0
terdenaturasi pada suhu 60ºC.
10.0 70.0
.0 60.0
A B C 50.0
Kadar Air (%) 40.0
30.0
Gambar 1. Grafik perubahan penurunan kadar
20.0
air ikan cakalang (Katsuwonus
10.0
pelamis. L) selama proses
pengolahan ikan kayu. .0
Ket.: A = bahan baku, B = perebusan, C= produk A B C
akhir. Kadar Protein (%)
Tabel 2. Data analisis keragaman kadar air ikan
Gambar 2. Grafik perubahan peningkatan
cakalang (Katsuwonus pelamis. L)
kadar protein ikan cakalang
selama proses pengolahan ikan kayu.
(Katsuwonus pelamis. L) selama
Ftabel
SK db JK KT Fhitung proses pengolahan ikan kayu.
0,05 0,01
Ket.: A = bahan baku, B = perebusan, C = produk
Perlakuan 2 2320,20 1160,10 158,27** 30,82 9,55
akhir.
Galat 3 21,99 7,33
Total 5 2342,19 Sebenarnya kadar protein terjadi
Ket.: ** berbeda sangat nyata (Fhitung > Ftabel)
penurunan dari protein total pada saat
Tabel 3. Data analisis BNT kadar air ikan perebusan, karena pada proses perebusan
cakalang (Katsuwonus pelamis. L) protein terlarut dapat terlarut dalam air
selama proses pengolahan ikan kayu. perebusan. Hal ini didukung dengan pendapat
A B Widjanarko dkk (2012) bahwa penggunaan air
C 44,96** 37,45**
B 7,51tn
secara langsung, akan melarutkan sebagian
Ket : tn = tidak berbeda nyata, ** = sangat berbeda nyata protein ke dalam air perebusan. Menurut
Suwetja (2011) pada suhu tinggi, protein akan
terdegradasi. Hal ini disebabkan selama
Kadar Protein pengolahan terutama pada saat proses
Data hasil analisis laboratorium kadar perebusan, paling banyak terjadi kehilangan
protein ikan Cakalang selama proses asam amino bebas, yaitu sekitar 40 % dari total
pengolahan Ikan kayu dapat dilihat pada tabel asam amino bebas dalam daging. Selanjutnya
4. tahap proses pengasapan dapat mengurangi
Tabel 4. Kadar protein ikan cakalang jumlah protein yang dapat larut dalam air, yaitu
(Katsuwonus pelamis. L) selama proses sarkoplasma dan miofibril; serta meningkatkan
pengolahan ikan kayu. kandungan protein yang tidak dapat larut yaitu
Kadar Protein (%) stroma protein.
Ulangan
A B C
1 26,99 29,75 67,21 Tabel 5. Data analisis keragaman kadar protein
2 27,74 29,00 67,88 ikan cakalang (Katsuwonus pelamis. L)
∑ 54,73 58,75 135,09 selama proses pengolahan ikan kayu.
Rerata 27,37 29,38 67,55 Ftabel
Ket.: A = bahan baku, B = setelah perebusan, C = produk akhir. SK db JK KT Fhitung
0,05 0,01
Perlakuan 2 2050,28 1025,14 3892,94** 30,82 9,55
Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai rerata Galat 3 0,79 0,26
kadar protein tertinggi terdapat pada sampel Total 5 2051,07
Ket.: ** Berbeda sangat nyata (Fhitung > Ftabel)
produk akhir yaitu 67,55 %, sedangkan nilai
rerata terendah terdapat pada sampel bahan Berdasarkan hasil sidik ragam pada
baku yaitu 27,37 %. Selama proses pengolahan tabel menunjukkan bahwa proses pengolahan

12
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No. 1, Februari 2014

ikan kayu memberikan pengaruh yang sangat lemak jenuh dan kolestrol darah serta
nyata terhadap perubahan peningkatan kadar mempengaruhi produksi hormon tertentu yang
protein pada ikan cakalang (Fhitung > F tabel). akhirnya akan mempengaruhi fungsi sel
Untuk melihat perlakuan mana yang berbeda trombosit. Lemak makanan merupakan bagian
nyata maka dilakukan uji lanjut BNTseperti terpenting dalam nutrisi yaitu menambah kalori
pada tabel 6. dan asam lemak penting, bertindak sebagai
Tabel 6. Data analisis BNT kadar protein ikan
pembawa vitamin dan meningkatkan flavor
cakalang (Katsuwonus pelamis. L) makanan (Rahayu. 2012).
selama proses pengolahan ikan kayu. 7.0
C B 6.0
A 40,18** 2,01*
5.0
B 38,17**
Ket.: * = berbeda nyata, ** = sangat berbeda nyata. 4.0
3.0
Berdasarkan Uji BNT pada Tabel 6
2.0
dapat dilihat bahwa kadar protein dari bahan
1.0
baku (A) tidak berbeda nyata dengan kadar
protein dari perebusan (B), namun berbeda .0
A B C
sangat nyata dengan kadar protein pada produk
Kadar Lemak (%)
akhir (C). Kadar protein dari perebusan (B)
sangat berbeda nyata dengan kadar protein Gambar 3. Grafik perubahan peningkatan
produk akhir (C). kadar lemak ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis. L) selama
Kadar Lemak Total proses pengolahan ikan kayu.
Ket.: A = bahan baku, B = perebusan, C = produk
Data hasil analisis laboratorium kadar akhir.
lemak ikan Cakalang selama proses pengolahan
Ikan kayu dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 8. Data analisis keragaman kadar lemak
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis. L)
Tabel 7. Kadar lemak ikan cakalang selama proses pengolahan ikan kayu.
(Katsuwonus pelamis. L) selama proses Ftabel
SK db JK KT Fhitung
pengolahan ikan kayu. 0,05 0,01
Kadar Lemak (%) Perlakuan 2 3,45 1,725 47,05** 30,82 9,55
Ulangan
A B C Galat 3 0,11 0,040
1 2,06 2,92 4,05 Total 5 3,56
2 2,31 2,52 3,93 Ket.: ** Berbeda sangat nyata (Fhitung > Ftabel).
∑ 4,37 5,44 7,98
Rerata 2,19 2,72 3,99 Berdasarkan hasil sidik ragam pada
Ket.: A = bahan baku, B = setelah perebusan, C = produk akhir. tabel menunjukkan bahwa proses pengolahan
ikan kayu memberikan pengaruh yang sangat
Pada tabel 7 terlihat bahwa nilai rerata
nyata terhadap perubahan peningkatan kadar
kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel
lemak pada ikan cakalang (Fhitung>F tabel).
produk akhir yaitu 3,99 %, sedangkan nilai
Untuk melihat perlakuan mana yang
rerata terendah terdapat pada sampel bahan
berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut
baku yaitu 2,19 %. Berbeda dengan kadar air,
BNTseperti pada Tabel 9.
kadar lemak terjadi perubahan peningkatan
Berdasarkan Uji BNT pada Tabel 9
selama proses pengolahan ikan kayu
dapat dilihat bahwa kadar lemak dari bahan
berlangsung dapat dilihat pada Gambar 3. Hal
baku (A) tidak berbeda nyata dengan kadar
ini disebabkan terjadinya penurunan komposisi
lemak dari perebusan (B), namun berbeda
kadar air yang signifikan selama proses
sangat nyata dengan kadar lemak pada produk
pengasapan, yang mempengaruhi peningkatan
akhir (C). Kadar lemak dari perebusan (B)
kadar lemak. Rompon (2002) menyatakan
sangat berbeda nyata dengan kadar lemak
apabila kadar air ikan semakin rendah maka
produk akhir (C).
kadar lemaknya akan semakin meningkat dan
sebaliknya.
Uji Organoleptik
Lemak Ikan mengandung asam lemak
Penilaian umum yang mencakup
tak jenuh omega-3 yang baik untuk kesehatan
penerimaan aroma, tekstur dan rasa secara
manusia. Menurut Suwetja (2011) asam-asam
organoleptik dapat dilihat bahwa sampel ikan
lemak omega-3 EPA dan DHA yang terdapat
kayu yang diserut yaitu 5,69 lebih tinggi
pada minyak ikan laut dapat menurunkan kadar
dibandingkan dengan sampel ikan kayu yang

13
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 2, No. 1, Februari 2014

dihaluskan yaitu 5,36. Hal ini menyatakan sangat nyata terhadap pengolahan ikan
bahwa panelis lebih menyukai ikan kayu yang kayu.
diserut dibandingkan dengan ikan kayu yang 4. Hasil uji organleptik menunjukkan bahwa
dihaluskan. Hubungan tingkat kesukaan panelis panelis lebih menyukai ikan yang diserut
terhadap ikan kayu dapat dilihat pada gambar 4. dari pada ikan yang dihaluskan. Tetapi
Hasil analisa sidik ragam dalam uji dalam analisis sidik ragam uji organoleptik
organoleptik dapat dilihat pada Tabel 10. tingkat kesukaan tidak memberikan
Tabel 9. Data analisis BNT kadar lemak ikan
pengaruh yang nyata.
cakalang (Katsuwonus pelamis. L)
selama proses pengolahan ikan kayu. DAFTAR PUSTAKA
C B Dewan Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional
A 1,81** 0,54tn Indonesia (SNI). SNI 01-2365-1991. Metode
**
B 1,27 Pengujian Kimia Produk Perikanan Penentuan
Ket.: tn = tidak berbeda nyata, ** = sangat berbeda nyata. Penetapan Kadar Protein (Total Nitrogen). Dewan
Standarisasi Indonesia. Jakarta.
6
Dewan Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional
5 Indonesia (SNI). SNI 01-2362-1991. Metode
Pengujian Kimia Produksi Perikanan Penentuan Kadar
4 Lemak Total. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.
3 Dewan Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional
0.06 0.05 Indonesia (SNI). SNI 01-2345-1991. Metode
2 Pengujian Pengujian Organoleptik Produk Perikanan.
Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.
1
Dewan Standarisasi Nasional. 1991. Standar Nasional
0 Indonesia (SNI). SNI 01-2891-1992. Metode
A B Pengujian Pengujian Kadar Air. Dewan Standarisasi
Indonesia. Jakarta.
Gambar 4. Histogram hubungan tingkat Lumi, K. W., Mantjoro, E.,Wagiu, M. 2013. Jurnal Ilmiah
kesukaan panelis terhadap ikan Platax: Nilai Ekonomis Sumberdaya Perikanan di
kayu. Sulawesi Utara (Studi Kasus Ikan Cakalang,
Ket.: A = ikan kayu yang diserut, B = ikan kayu Katsuwonus pelamis). FPIK UNSRAT. Manado.
yang dihaluskan. Manda, C. 2011. ANALISIS KANDUNGAN PROTEIN
Tabel 10. Data analisis keragaman organoleptik DALAM PROSES PEMBUATAN ABON IKAN
ikan kayu. CAKALANG (Katsuwonus pelamis). FMIPA UNM.
Makasar.
Ftabel
SK db JK KT Fhitung Rahayu, S. M. 2012. Pengaruh Kosentrasi Garam Dalam
0,05 0,01
Perlakuan 1 2,00 2,00 1,30tn 4,00 7,08 Proses Perebusan Ikan Teri Nasi (Stolephorus sp.)
Galat 70 107,94 1,54 Setengah Kering Dan Pendugaan Umur Simpannya
Total 71 109,94 Dengan Metode Akselerasi. FPIK IPB. Bogor.
Ket : tn = tidak berbeda nyata Rompon, S. 2002. Skripsi : Tingkat Ketengikan Ikan
Kakatua (Callyodon sp.) Asin di Beberapa Pasar di
Hasil analisis keragaman dari nilai Manado. FPIK UNSRAT. Manado.
organoleptik penilaian umum yang mencakup Sitompul, B. A. E. 2002. Skripsi : Nilai Mioglbin Ikan
aroma, tekstur dan rasa menunjukkan bahwa Tuna Madidihang (Thunnus albacares) dan Cakalang
pengaruh cara penyajian ikan kayu tidak (Katsuwonus pelamis) di Beberapa Tempat
memberikan pengaruh yang nyata terhadap Pendaratan Ikan (TPI) dan Pasar Bersehati Manado.
FPIK UNSRAT. Manado.
tingkat kesukaan ikan kayu.
Suwetja, I. K. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Media
Prima Aksara. Jakarta.
KESIMPULAN
Ticoalu, N. 2011. Katsuobushi Factory In North Celebes.
Dari hasil penelitian ini maka ditarik http://www.robinticoalu.com/2011/04/katsuobushi-
factory-in-north-celebes.html (8 Mei 2014, 21.30
kesimpulan sebagai berikut:
WITA)
1. Secara umum terjadi perubahan komposisi
Widjanarko, S. B., E. Zubaidah dan A. M. Kusuma. 2012.
zat gizi pada pengolahan ikan kayu. Studi Kualitas Fisik-Kimia Dan Organoleptik Sosis
2. Perubahan penurunan kadar air memberikan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Akibat
pengaruh yang sangat nyata terhadap Pengaruh Perebusan, Pengukusan Dan Kombinasi
pengolahan ikan kayu. Dengan Pengasapan. FTP UNIBRAW. Malang.
3. Perubahan peningkatan kadar protein dan
kadar lemak memberikan pengaruh yang

14

Anda mungkin juga menyukai