Biokimia Gula
Biokimia Gula
DAN
PENGONTROLAN KADAR GULA
DARAH
OLEH
DINA MULYANI
NIM 07250013
0
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Glukoneogenesis melibatkan Glikolisis
Siklus Asam Sitrat dan Beberapa Reaksi Khusus 5
2.2 Glikolisis dan Glukoneogenesis mempunyai
Lintasan yang sama tetapi arahnya berbeda, maka
kedua proses ini arus diatur secara timbal balik 7
2.3 Fruktosa 2,6-Bisfosfat Mempunyai Peranan yang
Unik di dalam Regulasi Glikolisis dan Glukoneogenesis 10
2.4 Konsentrasi Glukosa Darah Diatur dalam Batas-batas
yang sempit 11
2.5 Glukosa darah berasal dari Makanan Glukoneogenesis dan
Glikogenesis 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui ganguan ketiadaan enzim-enzim neoglikolisis (Glukoneogenesis)
2. Mengetahui ketiadaan enzim fruktosa bisfofatase dalam hati
3. Mengetahui penggunaan obat Penofarmin oleh penderita Diabestes militus
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
C. Glukosa 6-fosfat dan glukosa: Konversi glukosa 6-fosfat menjadi glukosa
dikatalisis oleh enzim fosfatase yang spesifik lainnya, yaitu glukosa 6-
fosfatase. Enzim ini terdapat di hati dan ginjal tetapi tidak ditemukan di
jaringa adipose serta otot. Keberadaanya memungkinkan jaringan untuk
menambah glukosa ke dalam darah.
D. Glukosa 1-Fosfat dan Glukogen : Pemecahan glikogen menjadi glukosa 1-
fosfat dilaksanakan oleh enzim fosforilase Sintesis glikogen melibatkan
lintasan yang sama sekali berbeda melalui pembentukan uridin disfosfat
glukosa dan aktivotas enzim glikogen sintase
Enzim yang penting ini memungkinkan pembalikan glikolisis memainkan peran
utama di dalam glukoneogenesis. Hubungan antara glukoneogenesis dan lintasan
glikolisis. setelah transminasi atau deaminasi, asam amino glukogenik membentuk
piruvat atau anggota lain siklus asam sitrat. Dengan demikian, reaksi yang diuraikan
di atas dapat menjelaskan proses konversi baik asam amino glukogenik maupun laktat
menjadi glukosa atau glikogen. Jadi, senyawa laktat membentuk piruvat dan harus
memasuki mitokondria sebelum konversi menjadi oksaloasetat serta konversi akhir
menjadi glukosa langsung.
Propionat merupakan sumber utama glukosa pada hewan pemamah-biak, dan
memasuki lintasa glukogenesis utama lewat siklus asam sitrat setelah proses konversi
menjadi suksinil KoA. Propionat pertama-tama diaktifkan dengan ATP dan KoA oleh
enzim asil-KoA sintetase yang tepat. Propionil –KoA, yaitu produk reaksi ini,
menjalani reaksi fiksasi CO2 untuk membentuk D-metilmaloni-KoA, dan reaksi ini
dikatalis oleh enzim propionil-KoA karboksilase. Reaksi fiksasi ini analog dengan
fiksasi CO2 dalam asetil-KoA oleh enzim asetil KoA karboksilase , yaitu sama-sama
membentuk derivat malonil dan memerlukan vitamin biotin sebagai koenzim.D-
Metilmalonil KoA harus diubah menjadi bentuk stereoisomernya, yakni L-
metilmalonil-KoA, oleh enzim metilmalonil-KoA rasemase, sebelum langsung
isomerisasi akhir senyawa tersebut menjadi suksinil KoA oleh enzim metilmalonil-
KoA isomerase yang memerlukan vitamin B12 sebagai koenzim. Definisi vitami B12
pada manusia dan hewan akan mengakibatkan ekskresi sejumlah besar metil malonat
(Basiduria metilmalonat)
5
Meskipun lintasan ke arah suksinat merupakan jalur utama metabolisme,
propionat dapat pula digunakan sebagai molekul yang mempersiapkan proses sintesis
asam lemak di jaringan adipose dan kelnjar payudara dengan jumlah atom karbon
ganjil pada molekul tersebut. Asam lemak C15 dan C17 terutama ditemukan di dalam
lemak hewan pemamah-biak. Dalam bentuk seperti itu, lemak tersebut merupakan
sumber asam lemak yang penting di dalam makanan manusia dan akhirnya akan
dipecah menjadi propionat di jaringan tubuh.
Gliserol merupakan produk metabolisme jaringan adipose dan hanya jaringan
yang mempunyai enzim pengaktifnya, gliserolkinase, yang dapat menggunakan
senyawa gliserol. Enzim ini, yang memerlukan ATP, ditemukan di hati dan ginjal di
antara jaringan lainya. Gliserol kinase mengatalis proses konversi gliserol menjadi
gliserol 3-fosfat. Lintasan ini berhubungan dengan tahap triosafosfat pada lintasan
glikolisis, karena gliserol 3-fosfat dapat dioksidasi menjadi dihidroksiaseton fosfat
oleh NAD+ dengan adanya enzim gliserol 3-fosfat dehidrogenase. Hati dan ginjal
mampu mengubah gliserol menjadi glukosa darah dengan menggunakan enzim di
atas, beberapa enzim glikolisis dan enzim spesifik pada lintasan glukoneogenesis,
yaitu fruktosa-1,6-biofosfatase serta glukosa–6-fosfatase.
6
Tabel 1.1 Enzim – enzim pengatur dan adaptif pada tikus (terutama hati)
Aktivitas Pada
Pemberian Kelaparan dan Penginduksi Represor Aktivator Inhibitor
Karbohidrat diabetes
Enzim-enzim pada glikogenesis, glikolisis & Oksidasi piruvat
Sistem glikogen Insulin Insulin Glukosa 6- Glukagon (cAMP)
sintase fosfat fosforilase, glikogen
Heksokinase Glukosa-6 Fosfat1
Glukokinase Insulin Glukagon (cAMP)
Fosfofruktokinase- Insulin Glukagon (cAMP) AMP, Fruktosa-6- Asam sitrat (lemak
1 fosfat, p fruktosa 2, badan keton)1 ATP1
6-bisfosfat glukagon (cAMP)
Piruvat kinase Insulin, fruktosa Glukagon (cAMP) Fruktosa 1,6- ATP, Alanin,
bisfosfat1 insulin glukagon (cAMP),
epinefrin
Piruvat KoA, NAD, Insulin2, Asetil-KoA, NADH,
dehidrogenase ADP, piruvat ATP (asamlemak,
badan keton)
Enzim-enzim glukoneogenesis
Piruvat Glukortiroid, Insulin Asetil KoA ADP1
Karboksilase glukagon, epinefrin
(cAMP)
Fosfoenolpiruvat Glukortiroid, Insulin Glukagon?
karboksikinase glukagon, epinefrin
(cAMP)
Fruktosa 1,6- Glukortiroid, Insulin Glukagon (cAMP) Fruktosa 1-6-
7
bisfosfat glukagon, epinefrin Bisfosfat, AMP,
(cAMP) Fruktosa 2, 6-
1
bisfosfat
Glukosa-6- Glukortiroid, Insulin
fosfatase glukagon, epinefrin
(cAMP)
Enzim-enzim pada lintasan pentosa fosfat dan lipogenesis
Glukosa-6 fosfat Insulin
dehidrogenase
6-Fosfoglukonal Insulin
dehidrogenase
Enzim Malat Insulin
ATP-Sitratliase Insulin ADP
Asetil-KoA Insulin? Sitrat1, insulin Asil KoA
Karboksilase rantalpanjang,
CAMP, Glukagon
Asam lemak Insulin?
sintase
1
Alosentrik
2
Di Jaringan adipose di hati
8
2.3 Fruktosa 2,6-Bisfosfat Mempunyai Peranan yang Unik di dalam Regulasi
Glikolisis dan Glukoneogenesis
Efektor alosterik positif paling poten dari fruktokinase-1 dan inhibitor fruktosa-
1,6-bisfosfatase di hati adalah fruktosa-2,6-bisfosfat. Senyawa ini mengurangi inhibisi
fosfofruktokinase-1 oleh ATP dan meningkatkan afinitas terhadap fruktosa6-fosfat.
Senyawa ini juga menghambat enzim fruktosa-1,6-bisfosfatase dengan meningkatkan
milai Km untuk fruktosa 1,6-bisfosfat. Konsentrasinya berada di bawah kontrol substrat
(alosterik) maupun hormonal (modifikasi kovalen).
Fruktosa 2,6-bisfosfat dibentuk melalui fosforilasi senyawa fruktosa 6-fosfat oleh
enzim fosfofruktokinase-2. protein enzim yang sama juga bertanggung jawab atas
proses pemecahannya karena mengandung aktivitas enzim fruktosa-2,6-bisfosfatase.
Enzim dwifungsi ini berada di bawah kontrol alosterik senyaw fruktosa6-fosfat, yang
kalaui konsentrasinya naik sebagai akibat berlimphnya glukosa, yaitu dalam keadaan
makan kenyang, akan merangsang kinase dan menghambat fosfatase. Sebaliknya,
dalam keadaan kekurangan glukosa, hormon glukagon akan merangsang produksi
cAMP dengan mengaktifkan protein kinase yang bergantung cAMP dan enzim
iniselanjutnya menginaktifkan fosfofruktokinase-2 serta mengaktifkan enzim fruktosa
2,6-bisfosfatase melalui fosforilasi.
Jadi, dalam keadaan glukosa yang berlimpah, konsentrasi senyawa fruktosa 2,6-
bisfosfat akan meningkat sehingga merangsang glikolisis dengan mengaktifkan
fosfofruktokinase-1 dan menghambat fruktosa-1,6-bisfosfatase. Dalam keadaan
kekurangan glukosa, glukoneogenesis dirangsang oleh penurunan konsentrasi fruktosa
2,6-bisfosfat yang kemudian menghilangkan aktivitas fosfofruktokinase-1 dan
meniadakan penghambatan kerja fruktosa-1, 6-bisfosfatase. Mekanisme ini juga
menjamin bahwa stimulasi glukagon pada glikogenolisis di hati mengakibatkan
pelepasan glukosa bukannya glikolisis.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa glukosa 1,6 bisfosfat memainkan
peranan yang serupa di beberapa jaringan ekstraheptik.
9
2.4 KONSENTRASI GLUKOSA DARAH DIATUR DALAM BATAS-BATAS
YANG SEMPIT
Pada keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada manusia
dan banyak mamalia berkisar antara 4,5 – 5,5 mmol/L. setelah ingesti makanan yang
mengandung karbohidrat kadar tersebut naik hingga 6,5 – 7,2 mmol/L. Di saat puasa
kadar glukosa darah akan turun menjadi sekitar 3,5 – 3,9 mmol/L. Kadar glukosa darah
pada burung sangat tinggi (14,0 mmol/L) dan pada hewan pemamamh biak sangat
rendah (sekitar 2,2 mmol/L pada domba dan 3,3 mmol/L pada ternak sapi). Kadar yang
lebih rendah ini tampaknya dikaitkan dengan kenyataan bahwa hewan pemamah biak
pada hakekatnya akan memfermentasikan semua karbohidrat dalam pakannya menjadi
asam lemak yang lebih rendah (mudah menguap), dan unsur ini dengan luas
menggantikan glukosa sebagai bahan bakar utama metabolik jaringan dalam keadaan
kenyang. Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan menimbulkan seranagn
konvulsi, seperti terlihat pada keadaan overdosis insulin, karena ketergantungan otak
langsung pada pasokan glukosa. Namun, kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi
asalkan terdapat adaptasi tyang progresif; missal, tikus yang sudah teradaptasi dengan
diet tinggi lemak akan tampak normal dengan konsentrasi glukosa darah 1,1 mmol/L.
10
laktat yang dibentuk oleh oksidasi glukosa di dalam otot rangka dan oleh eritrosit,
ditranspor ke hati dan ginjal untuk dijadikan glukosa kembali, yang membuat unsur ini
tersedia lagi lewat sirkulasi untuk oksidasi di jaringan. Proses ini dikenal sebagai siklus
Cori dan siklus laktat. Gliserol 3-fosfat untuk sintesis triasilgliserol di jaringan
adipose berasal dari glukosa darah. Senyawa asilgliserol pada jaringan adipose terus
menerus mengalami hidrolisis untuk membentuk gliserol bebas, yang tidak dapat
digunakan oleh jaringan adiposa dan karenanya akan difusi keluar serta masuk ke
dalam darah. Gliserol bebas ini dikonversi kembali menjadi glukosa lewat mekanisme
glukoneogenesis di hati dan ginjal.
Diantara asam-asam amino yang ditranspor dari otot ke dalam hati selama masa
kelaparan, alaninlah yang paling dominan. Kenyaraan ini kemudian menghasilkan
postulasi siklus glukosalanin, yang berefek pendauran glukosa dari hati ke otot dengan
pembentukan piruvat, yang diikuti dengan transminasi menjadi alanin, lalu transpor
alanin ke hati, dan kemudian diikuti oleh glukoneogenesis kembali menjadi glukosa.
Pemindahan neto nitrogen amino dari otot ke hati dan energi bebas dari hati ke otot
dengan demikian bisa terlaksana. Energi yang diperlukan untuk sintesis glukosa di hti
dari piruvat berasal dari oksidasi asam-asam lemak.
Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenilisis.
11
Peranan berbagai protein pengngkut glukosa, yang ditemukan pada membran sel
dengan masing-masing memiliki 12 buah wilayah transmembran, diperlihatkan tabel 1-
2
Tabel 1-2 Pengangkut Glukosa
12
2.5.2 Glukokinase Merupakan Enzim yang Penting dalam Mengatur Glukosa
Darah Sesudah Makan
Harus dicatat bahwa heksokinase dihambat oleh glukosa 6-fosfat, sehingga
beberapa pengkontrolan umpan-balik dapat dilakukan terhadap ambilan glukosa di
jaringan ekstahepatik yang bergantung pada heksokinase untuk fosforilasi glukosa. Hati
tidak mengalami kendala ini karena glukokinase tidak dipengaruhi oleh glukosa 6-
fosfat. Glukokinase, yang mempunyai nilai Km yang lebih tinggi (afinitas lebih rendah)
untuk glukosa daripada nilai Km heksokinase, meningkat aktivitasnya melabihi kisaran
kadar glukosa yang fisiologik dan enzim ini agaknya mempunyai hubungan yang
khusus dengan ambilan glukosa ke hati pada konsentrasi lebih tinggi yang ditemukan
pada verta porta hati sesudah memakan makanan yang mengandung karbohidrat. Tidak
adanya enzim glukokinase pada hewan pemamahbiak, karena hanya sedikit glukosa
yang masuk ke dalam sirkulasi darah porta dari intestinum sebanding dengan fungsi ini.
Pada konsentrasi glukosa darah sistematik yang normal (4,5 – 5,5 mmol/L), hati
tampaknya merupakan penghasil neto glukosa, akan tetapi, dengan naiknya kadar
glukosa, proses keluaran glukosa akan terhenti sehingga pada kadar yang tinggi
terdapat ambilan neto. Pada tikus diperkirakan bahwa kecepatan ambilan setara dengan
kecepatan pengeluaran glukosa pada konsentrasi glukosa dalam darah vena porta
sebesar 8,3 mmol/L
13
sel ini akan meningkatkan aliran masuk Ca2+ lewat saluran Ca2+ yang sensitive terhadap
voltase dan dengan demikian menstimulasi eksosilosis insulin. Penting untuk
diperhatikan bahwa obat-obatan golongan sulfonilurea yang digunakan untuk
menstimulasi sekresi insulin pada penyakit diabetes mulitus tipe II (diabetes militus
yang tidak bergantung insulin ; NIDDM) memberikan khasiatnya dengan menghambat
saluran K+ yang sensitif terhadap ATP. Jadi, konsetrasi glukosa darah sejajar dengan
konsentrasi glukosa darah. Pemberian insulin akan mengakibatkan hipoglikemia
seketika. Zat-zat lain yang menyebabkan pelepasan insulin adlah asam amino, asam
lemak bebas, badan keton, glukagon, sekretin dan obat-obat sulfoniluria tolbutamid
serta gliburid. Epinefrin dan neropinefrin menyekat pelepasan insulin. Insulin
mempunyai efek segera yang meningkatkan ambilan glukosa di jaringan seperti
jaringan adipose dan otot. Kerja insulin ini disebabkan oleh peningkatan transpor
glukosa (GLUT 4) dari bagian dalam sel ke membran plasma. Sebaliknya, hormon
insulin tidak memiliki efek langsung terhadap penetrasi glukosa pada sel-sel hati; hasil
penemuan ini sesuai dengan kenyataan bahwa metabolisme glukosa oleh sel-sel hati
tidak dibatasi kecepatannya oleh permeabilitasnya terhadap glukosa. Meskipun
demikian, secara tidak langsung insulin akan meningkatkan ambilan jangka panjang
glukosa oleh hati sebagai hasil kerjanya pada sintesis enzim yang mengkontrol
glikolisis, glikogenesis dan glukoneogenesis. Insulin memiliki efek segera dalam
mengaktifkan enzim glikogen sintase.
14
Vmax 100
Heksokinase
Aktivasi
50 Glukokinase
0 5 10 15 20 25
15
hormon dengan prinsip “diabetogonik” lainnya. Sekresi hormon pertumbuhan
dirangsang oleh keadaan hipoglikemia. Hormon pertumbuhan menutunkan ambilan
glukosa di jaringan tertentu, missal otot. Sebagian efek ini mungkin tidak langsung,
karena hormon pertumbuhan memobilisasi asam lemak bebas itu sendiri menghambat
penggunaan adiposa dan asam lemak lemak bebas itu sendiri menghambat penggunaan
glukosa. Pemberian hormon pertumbuhan untuk jangka waktu lama akan menimbulkan
keadaan diabetes. Dengan menghasilkan hiperglikemia, hormon tersebut merangsang
sekresi insulin yang pada akhirnya menimbulkan kelelahan sel B.
Glukokortikoid (11-oksisteroid) disekresikan oleh korteks adrenal dan sangat
penting di dalam metabolisme karbohidrat. Pemberian preparat steroid ini akan
menyebabkan peningkatan glukoneogenesis. Peristiwa ini terjadi akibat peningkatan
katabolisme protein di jaringan, peningkatan ambilan asam amino oleh hati, dan
peningkatan aktivitas enzim transaminase serta enzim lainya yang berhubungan dengan
glukoneogenesis di hati. Selain itu, glukokortikoid menghambatpenggunaan glukosa di
jaringan akstahepatik. Dalam melaksanakan semua kegiatan ini, glukokortikoid bekerja
secara antaginistik terhadap insulin.
Epinefrin disekresikan oleh mondula adrenal sebagai akibat dari rangsangan
yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan, perdarahan, hipoksia, hipoglikemia,
dll) dan menimbulkan glikogenolisis di hati serta otot karena stimulasi enzim
fosforilase dengan menghasilkan cAMP. Di dalam otot, sebagai akibat tidak adanya
enzim glukosa-6-fosfatse, glikogenolisis terjadi dengan pembentukan laktat sedangkan
di hati, glukosa merupakan produk utama yang menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah.
Hormon Tiroid harus pula dipandang sebagai hormon yang mempengaruhi
glukosa darah. Terdapat bukti-bukti eksperimental bahwa tiroksin mempuntyai kerja
diabetogonik dan bahwa tindakan tirokoidektomi menghambat perkembangan diabetes.
Juga ditemukan bahwa glikogen sama sekali tidak terdapat di hati hewan yang
menderita tirotoksikosis. Pada manusia, kadar glukosa puasa yang normal atau
meningkat, sedangkan parien hipertiroid mengalami penurunan kemampuan dalam
menggunakan glukosa. Di samping itu, pasien hipotiroid mempunyai sensitivitas
terhadap insulin jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan orang-orang normal atau
penderita hipertiroid.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
1. Glikosuria Terjadi Jika Ambang Ginjal Untuk Glukosa Dilampui
pada laju sekitar 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa darah naik Kadar glukosa
darah naik hingga kadar yang relatif tinggi, ginjal juga melakukan suatu pengaturan.
Glukosa disaring oleh glomerulus secara terus-menerus, tetapi kemudian akan
dikembalikan sekuruhnya ke dalam darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal.
Reabsorbsi glukosa melawan gradien konsentrasinya terkait dengan pengadaan ATP di
sel-sel tubulus. Kapasitas sistem tubulus untuk mereabsorpsi glukosa terbatas, fitrat
glomerulus dapat mengandung glukosa lebih banyak daripada junmlah yang bisa
direabsorpsi; kelebihan ini kan dikeluarkan ke urin sehingga menimbulkan gejala
glikosuria. Pada orang-orang normal, glikosuria terjadi ketika konsentrasi glukosa di
dalam darah vena melampaui 9,5 – 10,0 mmol/L. keadaan ini dinamakan ambang
ginjal (renal thresholl\d) untuk glukosa.
Glikosuria dapat ditimbulkan pada hewan-hewan percobaan dengan pemberian
florizin yang menghambat sistem reabsorbsi glukosa di tubulus. Keadaan ini dikenal
sebagai glukosuria renal. Glikosuria yang penyebabnya pada ginjal ini dapat terjadi
akibat kelamin ginjal yang diwariskan atau bisa didapat sebagai akibat proses
penyakitnya. Adanya glikosuria sering merupakan indikasiuntuk penyakit diabetes
mellitus.
17
3. Gangguan Oksidasi Asam Lemak Menyebabkan Hipoglikemia
Beberapa keadaan dengan terjadinya gangguan oksidasi asam lemak akan ditandai
dengan hipoglikemia. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan glukoneogenesis pada
oksidasi asam lemak yang aktif (lihat di atas).
4. Hipoglikemia Dapat Terjadi Selama Kehamilan dan Pada Neonatus
Pada saat kehamilan konsumsi glukosa oleh janin akan meningkat dan terdapat
resiko hiperglikemia maternal dan mungkin pula hipoglikemia fetal, khususnya jika
terdapat interval yang lama antara saat makan atau pada malam hari. Selanjutnya, bayi
premature dan bayi dengan berat kahir rendah lebih rentan terhadap keadaan
hipoglikemia karena bayi tersebut memiliki sedikit jaringan adiposa untuk
menyediakan bahan bakar alternatif seperti asam lemak bebas atau benda keton selama
masa transisi dari ketergantungan janin ke kehidupan yang independen. Mungkin pada
saat itu enzim-enzim glukoneogenesis masih belum berfungsi sepenuhnya dan proses
tersebut akan bergantung pada pasokan asam lemak bebas untuk mendapatkan energi.
Gliserol yang dalam keadaan normal dilepas dari jaringan adiposa tidak begitu tersedia
bagi keperluan glukoneogenesis.
18
Insulin meningkatkan toleransi glukosa. Penyuntikan insulin akan menurunkan
kandungan glukosa di dalam darah dan meningkatkan pemakaian serta penyimpanan di
hati serta otot sebagai glikogen. Insulin yang berlebihan dapat menyebabkan
hipoglikemia berat, yang menimbulkan gejala konvulsi dan bahkan kematian bila
tidak segera disuntikkan glukosa. Peningkatan toleransi terhadap glukosa terlihat pada
insufisiensi kelenjar hipofisis atau korteks adrenal, yang bisa dikaitkan dengan
penurunan sifat antagonis terhadap insulin oleh hormon-hormon ynag secara normal
akan dihasilkan oleh kedua kelenjar ini.
15
Pasien Diabetes
Glukosa darah (mmol/L)
10
5
Orang Normal
0 1 2
Waktu (jam)
Gambar : Tes toleransi glukosa (GTT; Glucose tolerance test). Kurva glukosa darap
pada orang normal dan penderita diabetes sesudah pemberian glukosa 50 gr per oral.
Perhatikan kenaikan awal konsentrasi glukosa pada pasien diabetes. Kriteria keadaan
normal adalah kembalinya kurva tersebut pada nilai awal dalam waktu 2 jam
3.2 Saran
Setelah membahas beberapa masalah diatas penulis memberi saran agar
sedapat mungkin kita menjalani pola hidup sehat agar kita dapat menjalankan
aktivitas sehari hari dengan sehat, tanpa penyakit diantaranya Diabetes Mellitus.
19