Anda di halaman 1dari 20

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN HIKMAH MAHDAH, SH, MH

UIN SUSKA RIAU


DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

VIDYA MULIYANI : 11870324180

SRI MUSTIKA SARI : 11870324056

SEMESTER DUA / LOKAL D

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

1440 H/2019 M
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah saya ini.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan
merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini
supaya selanjutnya dapat saya revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah
yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.

Saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung
serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini.

Demikianlah yang dapat saya haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah saya buat ini
mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Pekanbaru, 15 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3


2.1 Pengertian filsafat ...................................................................... 3
2.2 Pemikiran filosofis pancasila menurut para pendiri bangsa....... 4
2.3 Pemikiran filosofis pancasila menurut para ahli ........................ 8
2.4 Rumusan kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem....... 11
2.5 Kesatuan sila-sila sebagai suatu sistem filsafat ......................... 13

BAB IIIPENUTUP .................................................................................... 16


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 16
3.2 Saran .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi
sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 66 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya
sebuah konsepsi kenegaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya
Pancasila.

Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai
pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah
diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.

Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka
yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-
sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12
tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

1.2 Rumusuan Masalah

1. Apa pengertian filsafat?

2. Bagaimana pemikiran filosofis pancasila menurut para pendiri bangsa?

3. Bagaimana pemikiran filosofis pancasila menurut para ahli?

1
4. Bagaimana rumusan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem?

5. Bagaimana sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui arti filsafat.

2. Untuk memahami pemikiran filosofis pancasila menurut para pendiri bangsa.

3. Untuk mengetahui pemikiran filosofis pancasila menurut para ahli.

4. Untuk mengetahui rumusan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem.

5. Untuk memahami sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat

Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab.
sedangkan menurut kata Inggris “philosophy”, kata latin “philosophia” kata Belanda
“philosophie”, kata Jerman “philosophier”, kata perancis “philosophie”.

Istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, bangsa Yunani lah Yang mula-mula
berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. kata ini bersifat majemuk berasal
dari kata, “philos” yang berarti “sahabat” dan kata “Sophia” yang berarti “pengetahuan yang
bijaksana”, “wished” dalam bahasa Belanda, atau “wisdom” kata Inggris dan hikmat menurut
kata Arab.

Dengan demikian istilah filsafat yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari “philein”
dan “sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan “filsafat”
yang merupakan bentuk majemuk dari “philos” dan “shopia” berkonotasi teman dari
kebijaksanaan.

Lingkup pengertian filsafat. Untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat perlu dipahami
objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut.

 Objek material filsafat yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu
baik yang bersifat material konkret seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain
sebagainya, maupun sesuatu yang bersifat abstrak misalnya nilai, ide-ide, ideologi, moral,
pandangan hidup dan lain sebagainya.
 Objek formal filsafat adalah cara memandang seorang peneliti terhadap objek material
tersebut, suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang
yang berbeda.

3
Cabang-cabang filsafat dan alirannya

Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri dari 4 yaitu: logika metafisika epistemologi dan
etika. ( lihat Titus, 1984:17). 1Maka untuk mempermudah pemahaman kita perlu diutarakan
cabang cabang filsafat yang pokok:

1. Metafisika : yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada ( segala sesuatu
yang ada)
2. Epistemologi : yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
3. Metodologi : yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah
4. Logika : yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan
5. Etika : yang berkaitan dengan persoalan moralitas
6. Estetika : yang berkaitan dengan persoalan keindahan2

2.2 Pemikiran filosofi Pancasila menurut para pendiri bangsa

Para pendiri bangsa ( the founding fathers) telah memberikan warisan berharga berupa
renungan filosofi tentang nilai atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Hasil
renungan tersebut telah diberikan orientasi, gagasan, nilai dan prinsip-prinsip dasar guna
memadu bagaimana menyelenggarakan kehidupan bernegara untuk masa depan. Yudi Latief
(2011) menyebut Pancasila adalah warisan jenius bangsa Indonesia. Seperti apakah pemikiran
mereka? di bawah ini dicukil kan dari pemikiran Soekarno dan Muhammad Hatta

1. Pemikiran filosofi Pancasila dari Soekarno

Menurut Soekarno muatan yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila dapat
dikemukakan secara sederhana sebagai berikut:

a. Ketuhanan yang maha esa berarti bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan bukan
hanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan tetapi hendaknya masing-masing
orang Indonesia bertuhan menurut Tuhannya sendiri.

1
Titus, 1984:17
2
PROF. DR KAELAN, M.S., PENDIDIKAN PANCASILA, “PARADIGMA” 2016, HAL 51
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti humanity atau persaudaraan bangsa-bangsa.

c. Persatuan Indonesia berarti nasionalisme.

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan berarti demokrasi

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti tidak ada kemiskinan dalam
Indonesia merdeka m Silalahi 2001

Soekarno menyatakan bahwa 5 prinsip yang kemudian dinamakan Pancasila itu merupakan
suatu filsafat. Dikatakan sebagai berikut:

Tentang sila ketuhanan yang maha esa, oleh Soekarno ditempatkan pada urutan ke
kelima, yang pada perkembangan selanjutnya disepakati sebagai sila pertama Pancasila. Tentang
sila ketuhanan yang maha esa Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 menjelaskan sebagai berikut

“Prinsip ketuhanan! bukan saja bangsa Indonesia bertuhan tapi masing-masing orang
Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan
menurut petunjuk Isa Almasih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad
SAW, orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitab yang ada padanya.
Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang
tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap
rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, Yakni dengan tiada egoisme agama. Dan
hendaknya negara Indonesia satu negara yang ber Tuhan! marilah kita amalkan,
jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah
cara yang berkeadaban itu? ialah hormat menghormati satu sama lain. 3

Mengenai sila ke dua, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab, Soekarno menyebutnya
sebagai internasionalisme atau perikemanusiaan. pada pidato tanggal 1 Juni 1945, Ia
menjelaskan isi sila tersebut sebagai berikut:

5
3
sidang BPUPKI dan PPKI Sekretariat Negara 1998
“Kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju
pula kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah
philosophisch Principe yang nomor dua, yang saja usulkan kepada tuan tuan, yang boleh
saya namakan internasionalisme. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme,
bukanlah Saya ber maksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang
mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada neppon, tidak ada birma, tidak ada Inggris,
tidak ada Amerika, dan lain-lainnya. internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau
tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur,
kalau tidak hidup dalam Taman Sarinya internasionalisme. Jadi dua hal ini, saudara-
saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada Tuan Tuan
sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain”4

Tentang isi sila ke tiga persatuan Indonesia, atau oleh Soekarno disebutnya kebangsaan
dimaksudkan sebagai prinsip nasionalisme. Menurutnya, bangsa sebagaimana dirumuskan oleh
Ernest Renan sebagai Le desir d'etre Ensemble atau menurut Otto Bauer sebagai aus
schiksalsgameinsschaft erwachsene charakter- gameinschaft tidaklah cukup, karena keduanya
tidak mempertimbangkan syarat lain, yaitu “persatuan antara Indonesia dengan tanah” dengan
konstruksi itu, ia mengatakan hal berikut:

“Pendek kata bangsa Indonesia, natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan yang
hidup dengan ‘Le desir d'etre Ensemble’ di atas daerah yang kecil, seperti Minangkabau,
atau Madura, atau Yogyakarta, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah
seluruh manusia manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT
tinggal di Kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara Sumatera sampai
ke Papua! Seluruhnya! Karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada ‘Le desir d'etre
Ensemble’ sudah terjadi ‘charaktergemeinschaft’ natie Indonesia, bangsa Indonesia
umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah
menjadi satu, satu, sekali lagi satu.”

4
sidang BPUPKI dan PPKI Sekretariat Negara 1998
Perihal sila keempat yaitu, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan, oleh Soekarno disebutnya prinsip mufakat, dasar perwakilan atau

dasar permusyawaratan. maksud dari prinsip ini adalah bahwa negara Indonesia bukan negara
satu orang, tetapi buat semua orang. “kita mendirikan Negara” “semua buat semua” satu buat
semua semua buat satu. Dalam prinsip perwakilan permusyawaratan nantinya, apa-apa yang
belum jelas dapat dibicarakan dalam dewan perwakilan.

Pada kursus Pancasila dasar negara tanggal 3 September 1958, Soekarno menyebut sila
keempat ini sebagai kedaulatan rakyat yang berarti demokrasi. Demokrasi dipahami sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan dalam hal ini masyarakat tertentu. Namun, lebih lanjut dikatakan
oleh demokrasi dalam cara keyakinan dan kepercayaan kita bukan hanya sebagai alat, tetapi juga
sebagai kejiwaan, satu geloof, satu kepercayaan dalam usaha mencapai masyarakat sebagaimana
yang kita cita-citakan. Bagi bangsa Indonesia, demokrasi atau kedaulatan rakyat mempunyai
corak nasional, satu corak kepribadian kita, yang tidak perlu sama dengan demokrasi yang
digunakan bangsa-bangsa lain sebagai alat teknis. Demokrasi yang disebutkan dalam sila
keempat adalah demokrasi Indonesia yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia
sendiri, yaitu hidup dengan dasar kekeluargaan.5

Tentang sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Soekarno Melalui
pidato tanggal 1 Juni 1945 menyebutkan sebagai prinsip kesejahteraan. Dalam prinsip ini,
terkandung makna bahwa tidak akan ada kemiskinan di Indonesia merdeka (Sekretariat Negara
1998). Pada sambutan penutupan seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959, Soekarno
menyebutkan bahwa revolusi Indonesia bermuka dua, yaitu muka politik dan muka social. Muka
politik adalah mencapai 1 Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wilayah kekuasaan Dari
sabang sampai Merauke berdaulat penuh. Sedangkan muka sosial adalah mengadakan suatu
masyarakat adil dan makmur.6

5
(PSP UGM & yayasan Tifa, 2008: 140-141)
6
UGM dan yayasan Tifa, 2018; 163
2. Pemikiran filosofi Pancasila dari Muhammad Hatta

Dalam demokrasi kita, Moh. Hatta menyatakan bahwa Pancasila sebagai filsafat negara
Indonesia. Menurutnya, jika diperhatikan benar maka Pancasila terdiri atas dua fundamen.
pertama fundamen moral, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan fundamen politik, yaitu
perikemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi, dan keadilan social.7

a. Dasar ketuhanan yang maha esa jadi dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan
Indonesia untuk menyelenggarakan segala hal yang baik bagi rakyat dan masyarakatnya.

b. Dasar kemanusiaan adalah kelanjutan dengan perbuatan daripada dasar yang memimpin
tadi dalam praktik hidup.

c. Dasar persatuan Indonesia menegaskan sifat negara nasional yang satu tidak terbagi-bagi.

d. Dasar kerakyatan menciptakan pemerintahan yang adil yang mencerminkan kemauan


rakyat yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab agar terlaksana keadilan social.

e. Dasar keadilan sosial adalah pedoman dan tujuan dua-duanya.

2.3 Pemikiran filosofi Pancasila menurut para ahli

1) Driyarkara dalam tulisan berjudul “Driyarkara tentang negara dan bangsa” (1980)

membahas Pancasila secara filosofis yang bertolak dari refleksi nya tentang manusia.
Menurutnya, Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan semua yang lain.
Aspek ini, pertama-tama dalam relasinya dengan alam jasmani yang disebutnya membudaya.
aspek kedua adalah relasinya dengan personal rohani. Oleh karena itu, menurut strukturnya
adanya kita itu berupa ada sama ada bersama, Berarti terlibat dalam hubungan cinta kasih, dan
yang demikian itu menjadi dasar bagi perikemanusiaan, demokrasi, semangat cinta akan tanah
air, nasionalisme, dan internasionalisme. keberadaan kita baik dalam dunia material maupun
dalam interaksi adalah karena diadakan oleh Yang Maha ada. Dengan demikian, sila ketuhanan
itu timbul dari kodrat manusia sendiri.

7
Hatta, 1966: 30
2) Sudirman kartohadiprodjo (1970) menyatakan sebagai berikut, “kalau kita perhatikan,

maka filsafat patja-sila inti intinya dibawakan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
manusia” pancasila berkaitan dengan manusia karena sebagai filsafat Pancasila merupakan hasil
karya manusia dalam mencari hakikat akan sesuatu.

Selanjutnya dikatakan bahwa pemikiran yang bulat dari isi filsafat tergambar dari isi
masing-masing sila artinya yang dapat diberikan. Sila pertama ketuhanan yang maha esa adalah
bahwa bangsa Indonesia Percaya adanya Tuhan, pencipta alam semesta dan seluruh isinya
termasuk manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan itu pada dasarnya satu umat. Demikianlah
merupakan arti sila ke dua, Perikemanusiaan atau internasionalisme. Namun, perlu disadari
manusia hidup di berbagai bagian bumi yang satu sama lain berbeda keadaan tanah, iklim, dan
lain-lain. Maka dari itu, terdapat perbedaan sifat antar manusia yang menimbulkan adanya
bangsa (sila ketiga, nasionalisme atau kebangsaan). Sila ke lima di maksudkan kebahagiaan
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan untuk berusaha menemukan kebahagiaan dalam
hidupnya. Akan tetapi, kebahagiaan itu tidaklah dicapai dengan gontok-gontokan, apalagi
dengan saling membunuh. kebahagiaan itu harus dicapai dengan musyawarah atau mufakat(sila
ke empat).8

3) Abdul Kadir bazaar Dalam tulisannya Pancasila dan alam pikiran integralistik (1994)

menyatakan bahwa untuk mengetahui serba konsep yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
dan bagaimana hubungan antar konsep perlu dilakukan refleksi filsafat.

Konsep universal yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah alam
semesta itu ciptaan tuhan YME, yang eksistensinya di kerangkai oleh suatu matikan yang juga
diciptakan Tuhan yang dinamai matikan eksistensi alam semesta. Dikatakan bahwa dalam alam
semesta itu, segenap fenomena saling bertautan merakit diri secara organik, rakitannya
berjenjang, jenjangnya hierarki, membentuk totalitas integralistik, totalitas itu sendiri dikenai
hukum organic, sehingga ia berjenjang keatas tak terhingga dan kebawah tak terhingga.

8
Sudirman kartohadiprodjo, 1970
Konsep universal yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk social. Antar manusia terjalin relasi saling
tergantung dan tugas hidup manusia adalah apriori memberi pada lingkungan termasuk manusia
lain. Tujuan memberi adalah demi terpeliharanya eksistensi yang diberi, demi terpeliharanya
kemampuan memberi kepada fenomen lain, dari yang diberi. Perlu dicatat bahwa memberi demi
kepentingan diri pada hakikatnya nya meminta.

Sila persatuan Indonesia adalah abstraksi dari ketakutan manusia dengan Fenomena lain di
luar dirinya yakni ketakutan manusia dengan lingkungannya. ketakutan ini memberi kualifikasi
loyalitas manusia pada lingkungannya yang diartikan sebagai rasa ketertarikan diri manusia pada
lingkungannya yang digerakkan hasrat memberi.

Konsep yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan adalah mengenai masyarakat. Paham Pancasila mengenai
masyarakat adalah kebersamaan hidup antar sejumlah orang yang terselenggara melalui interaksi
saling memberi. Antara masyarakat dan para warganya terjalin relasi saling tergantung. Individu
warga tidak memandang masyarakat sebagai suatu lembaga yang berada di atas dirinya,
melainkan selalu dalam keadaan saling terkait dengan warga lainnya. Sebaliknya, masyarakat
tidak memandang warganya sebagai makhluk yang berada di luar dirinya, melainkan sumber
genetik Dari Dirinya Sendiri. kondisi alami yang demikian tidak mengenal perbedaan
kepentingan antara masyarakat dan warganya, lebih lebih bersifat pertentangan.

Konsep universal yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
adalah produk dari relasi antarsubjek, bukan barang jadi yang diakui sebagai bawaan dari
individu manusia. konsep yang mendasari Keadilan adalah keseimbangan antara hak dan
kewajiban. manusia secara original mengemban kewajiban memberi kepada lingkungannya.
Hasil pemenuhan kewajiban memberi manusia satu kepada manusia lain, dipersepsi, dirasakan,
dianggap sebagai hak oleh manusia yang lain. Serentak dengan itu, terjadinya transformasi hasil
penilaian kewajiban memberi dari orang yang satu menjadi hak bagi manusia yang bertautan.

10
2.4 Rumusan kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu sistem filsafat.
pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja

sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

● Suatu kesatuan bagian-bagian


● Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
● Saling berhubungan dan saling ketergantungan
● keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem)
● Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks ( shore dan voich, 1974)9

kesatuan sila-sila Pancasila

1. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis


Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya nya
secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari
inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopltiralis’ yang memiliki
unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani rohani, ‘sifat kodrat individu makhluk sosial, dan
‘kedudukan’ kodrat Sebagai pribadi berdiri sendiri makhluk Tuhan yang maha esa.

2. Susunan kesatuan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal

Susunan Pancasila adalah hirarkis dan mempunyai bentuk piramidal. pengertian


matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari
Pancasila dalam urut-urutan luas atau kuantitas dan juga dalam hal sifat-sifatnya atau
kualitas.

Dalam susunan hirarkis dan piramidal ini, maka ketuhanan yang maha esa
menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.

11

9
Shore dan voich, 1974
Sebaliknya ketuhanan yang maha esa adalah Ketuhanan Yang berkemanusiaan, yang
membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan
dan berkeadilan sosial demikian tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya

3. hubungan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi

Tiap-tiap sila Seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya,
untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila
dipersatukan dengan rumus hirarkis tersebut di atas.

● Sila ke-1: ketuhanan yang maha esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang ber kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
● Sila ke-2: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah Kemanusiaan Yang berketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berkeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
● Sila ke-3: persatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, gambar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
● Sila ke-4: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan adalah kerakyatan yang berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
● Sila ke-5: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
berketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. ( Notonagoro,
1975:43, 44)10
12

10
Notonagoro, 1975: 43, 44)
2.5 Kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat

kesatuan sila-sila Pancasila itu hierarki dalam hal kuantitas juga dalam hal ini sifatnya
yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. kesatuan ini meliputi dalam hal
dasar ontologis dasar episternologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila
(Notonagoro, 1980: 61 da 1975 : 52, 57). Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan
sistem filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri
yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialism, liberalisme,
pragmatisme, komunisme dan lain paham filsafat di dunia.

1. Dasar antropologis (hakikat manusia) sila-sila Pancasila


Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya nya adalah manusia yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar
antropologis. subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang berketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan sosial pada
hakikatnya nya adalah manusia (Notonagoro, 1975: 23)

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki


hal-hal yang mutlak, Yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rohani,
sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu berdiri sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan yang maha esa.

2. Dasar epistemologis (pengetahuan) sila-sila Pancasila


Dasar epistemologis Pancasila pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan
dasar ontologis nya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya
yaitu filsafat Pancasila (soeryanto, 1991: 50).11 oleh karena itu dasar epistemologis
Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau
manusia merupakan barisan logis dari Pancasila, maka dengan demikian mempunyai
implikasi terhadap bangunan epistemologi yaitu bangunan epistemologi, yang
ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996:32)12

Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis yaitu pertama


tentang sumber pengetahuan manusia kedua tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia ketiga tentang watak pengetahuan manusia. 13 Pancasila sebagai suatu objek

13
11
Soeryanto, 1991:50
12
Pranarka, 1996: 32
13
PROF. DR KAELAN, M.S., PENDIDIKAN PANCASILA, “PARADIGMA” 2016, HAL 60
pengetahuan pada hakekatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan
susunan pengetahuan Pancasila.

3. Dasar aksiologis (nilai) sila-sila Pancasila


Landasan Aksiologis Pancasila Sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki
satu kesatuan dasar aksiologis, yaitunilai yang terkandung di dalam Pancasila pada
hakikatnya menjadi suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti jika membahas
pria genai lemak filsa nilai Pancasila.

Ketentuan aksiologi itu sendiri Kehadiran dari kata Yunani, aksioma yang
memiliki arti nilai, Manfaat dan logo yang berarti pikiran, ilmu atau teori. aksiologi
menjadi teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, melanjutkan atau yang baik Bidang
yang dilakukan menjawab adalah hakikat nilai, kriteria nilai dan kedudukan metafisika
dari suatu nilai.

MaksScheler mengemukakan jika nilai ada tingkatannya dan bisa dikelompokkan


menjadisebanyak 4 Tingkat :

1.Nilai kenikmatan

2.Nilai Kehidupan

3.Nilai kejiwaan

4.Nilai kerokhanian WalterG.

Everet juga menggolongkan nilai manusia ke dalam 8 kelompok :

1.Nilai ekonomis

2.Nilai kejasmanian

3.Nilai hiburan

4.Nilai sosial

5.Nilai watak

6.Nilai estetis

7.Nilai intelektual

8.Nilai agama

14
Notonagoro membagi nilai menjadi sebanyak 3 macam, yaitu :

1.Nilai material

2.Nilai vital

3.Nilai kerokhanian

a.Nilai kebenaran

b.Nilai keindaha

c. Nilai kebaikan

d.Nilai religious

Didalam filsafat Pancasila, disebut ada sebanyak 3 Tingkat nilai, yaitu dasar, nilai
instrumental dan nilai praktis.

1. Nilai dasar, merupakan asas yang diterima sebagai suatu bentuk dalil yang
memiliki sifat Putaran sebagai sesuatu yang benar atau tak perlu dipertanyakan
kembali. Nilai dasar Pancasila merupakan nilai ketuhanan, nilai semangat, nilai
persatuan, nilai kerakyatandan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, merupakan nilai yang berbentukatas normasosial dan
normahukum yangmana selanjutnya akan terkristalisasi di dalam peraturan dan
transisi lembaga negara.
3. Nilai praksis, merupakan nilaiyang sebenarnyadilaksanakan di dalamseumur
hidup Nilai inimenjadi batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental
tersebut benar-benar hidupdi dalam Lingkungan masyarakat.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

PROF. DR KAELAN, M.S., PENDIDIKAN PANCASILA, “PARADIGMA” 2016

https://rinastkip.wordpress.com/2012/12/19/makalah-pkn-filsafat-pancasila/

https://www.academia.edu/36748261/Landasan_Ontologis_Epistemologis_dan_Aksiologis_Panc
asila_PKN_

17

Anda mungkin juga menyukai