Anda di halaman 1dari 33

SKRIPSI

FAKTOR MOTIFASI KELUARGA MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN


(PERAWATAN) TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH
PUSKESMAS TEGALDLIMO BANYUWANGI

Oleh :

Wira Darma Kusuma

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar
masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, agama,
ras, kepercayaan dan sebagian tidak saja akan menjadikan masyarakat dengan potensi
gangguan fisik berupa gangguan gizi, terserang berbagai penyakit infeksi dan
sebagainya tetapi juga dengan potensi pnyakit psikis berupa stress berat, depresi,
skizofreprenia dan sejumlah problem sosial dan spiritual lainya.
Pada diri manusia terdapat tiga komponen besar sehingga disebut sebagai manusia
yang utuh, yang berbeda dengan makhluk lainnya. Tiga komponen besar tersebut
meliputi raga, nyawa dan jiwa yang merupakan sub bagian yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya (Nasir dan Muith, 2011). ”Kesehatan jiwa di Indonesia merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian
sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik pemerintah tingkat
pusat, tingkat daerah dan perhatian seluruh masyarakat. Kriteria umum gangguan jiwa
meliputi ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan karakteristik diri,
hubungan yang tidak efektif, koping yang tidak efektif, tidak terjadi pertumbuhan
kepribadian, serta terdapat perilaku yang tidak diharapkan (Videback, 2008).
Keluarga memiliki tugas dalam menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya
dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan resiko. “Salah satu fungsi dasar
keluarga adalah fungsi pelayanan kesehatan, yang bertujuan memenuhi kebutuhan
anggota keluarga. Ada tiga pencegahan penyakit yang dapat dilakukan oleh keluarga,
pencegahan primer yang melibatkan promosi kesehatan, perlindungan kesehatan.
Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan menegakkan diagnosa, yang terakhir
pencegahan tersier yaitu pemulihan dan rehabilitasi (Friedman, 2010).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2014 di Indonesia
diperkirakan sebanyak 274 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa.
2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Jika penduduk
Indonesia berjumlah 120 juta orang maka berarti 120 ribu orang dengan gangguan jiwa.
Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang dilakukan
KementerianKesehatan pada tahun 2014, prevalensi masalah kesehatan mental
emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,60% dari jumlah penduduk
Indonesia. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat ada sekitar 0,46% dari jumlah
penduduk Indonesia sekitar 1.065.000 jiwa. Jadi apabiula dijumlahkan keseluruhan
penderita gangguan jiwa di Indonesia sekitar 19 juta jiwa. Ini disebabkan oleh konflik
30 tahun dan tsunami adalah penyebab gangguan jiwa di Aceh. Pada gangguan jiwa
yang mengalami depresi yang berkepanjangan maka akan berpotensi menjadi gangguan
jiwa.
Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Salahudin (2009), tentang peran
keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa di Jawa Timur dengan
hasil “ Peran keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa.
Penelitian melalui pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data penelitian ini
dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil tersebut maka
diharapkan kepada keluarga lebih termotivasi dalam melakukan perawatan pasien di
rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien, dan keluarga perlu mencari dan
mengetahui informasiinformasi.”
Menurut data Dinas Kesehatan Banyuwangi tahun 2016 jumlah penderita
gangguan jiwa di wilayah Kabupaten Banyuwangi berjumlah 60.697 perempuan 27.587
dan laki-laki 33.110. Tahun 2017 jumlah penderita gangguan jiwa meningkat di
Kabupaten Banyuwangi 74.135 perempuan 30.694 dan laki-laki 42.516. Tahun 2017
penderita gangguan jiwa meningkat menjadi 74.650 (Dinkes Banyuwangi, 2017)
Sedangkan jumlah penderita gangguan jiwa tahun 2016 berjumlah 35 orang dan
saat dilakukan sekrening di wilayah Puskesmas Tegaldlimo pada tahun 2017 berjumlah
42 Orang. Rata-rata keluarga penderita gangguan jiwa enggan memeriksa kan dengan
rutin tiap bulan karena kurang rutinnya memeriksakan ke fasilitas kesehatan ganggu
sehingga para penderita gangguan jiwa meresahkan masyarakat lingkungan sekitar .
“Penderita gangguan jiwa sering meresahkan masyarakat di Wilayah Puskesmas
Tegaldlimo karena sering mengamuk, pada kasus ini peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian menurut data dari coordinator program jiwa dari 42 penderita
gangguan jiwa, hanya 17 penderita yang keluarganya memeriksakan ke pelayanan
kesehatan, selebihnya keluarga penderita gangguan jiwa merawat penderita gangguan
jiwa sendiri dengan kemampuan yang minimal”
Peneliti juga melakukan studi pendahuluan melalui wawancara kepada 5 keluarga
yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa, motivasi keluarga merawat
timbul karena ingin melihat anggota keluarga mereka sehat kembali, sehingga dapat
bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya.”Setelah peneliti bersama Koordinator
program jiwa melakukan kunjungan rumah ke keluarga penderita gangguan jiwa dan
melakukan penyuluhan tanpa di sadari motivasi keluarga timbul untuk memeriksakan
keluarganya ke pelayanan kesehatan karena mengiginkan anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa bisa sembuh seperti sediakala. Kriteria penelitian ini adalah
gangguan jiwa berat seperti skizofrenia dan depresi” .
Tetapi banyak juga masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat anggota
keluarga gangguan jiwa seperti masih banyak masyarakat menganggap bahwa gangguan
jiwa adalah penyakit keturunan dan tidak dapat disembuhkan lagi sehingga membuat
keluarga menjadi terisolasi dari masyarakat lain.
B. Rumusan Maalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perumusan masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa faktor-faktor yang dapat memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan
(perawatan) terhadap penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah
Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi?
2. Apa faktor-faktor dominan yang bisa berpengaruh dalam memotivasi keluaraga
dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap penyembuhan pasien gangguan
jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi?
C. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor (umur,
pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga)
sehingga dapat motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk
penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Tegaldlimo
Banyuwangi.
D. Tujuan Khusus
Mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan,
sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga) yang lebih dominan dalam
memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk penyembuhan
pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap pasien dengan
gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman yang nyata tentang bagaimana faktor-
faktor tersebut contoh: umur, pendidikan, pengetahuan, spiritual, sosial ekonomi
dan dukungan keluarga dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam
memberikan dukungan kepada keluarga dalam penyembuhan (perawatan)
terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
b. Bagi Peneliti Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan sebagai
bahan referensi untuk penelitian keperawatan yang akan datang dalam ruang
lingkup yang sama.
c. Bagi Pendidikan keperawatan
Peneliti diharapakan dapat memotivasi calon perawat dalam meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya dukungan keluarga yang
seperti apa sehingga dapat mempengaruhi motivasi keluarga terhadap
kesembuhan pada penderita gangguan jiwa.
d. Bagi Keluarga Peneliti dapat memberikan informasi pada keluarga
bahwa dukungan keluarga sangatlah penting untuk membantu kesembuhan
pada penderita gangguan jiwa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. MOTIFASI
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa inggris yaitu motivasion. Kata dasarnya adalah motive
yang telah diadaptasi dalam bahasa melayu menjadi motif, yaitu maksut/tujuan. Kata
motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan. Motif merupakan suatu driving
force yang mengarakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatan itu
mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau psikologis
yang membuat melakukan sesuatu sebagai respon. Suwarno (2000) mengungkapkan
bahwa motivasi menunjuk pada suatu proses gerakan, termasuk situasiyang mendorong
dan timbul dalam diri individu serta tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut
dan tujuan atau akhir dari gerakan (Sunaryo, 2013).
Motivasi adalah kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
kosistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan sesuatu kegiatan, baik bersumber
dari dalam individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Dalam kontek studi psikologi, Abin Syamsudin Makkmun (2003), mengemukakan
bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator
diantaranya adalah :
a. Durasi kegiatan.
b. Frekuensi kegiatan.
c. Persistensi pada kegiatan.
d. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan.
e. Pengorbanan untuk mencapai tujuan.
f. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
g. Tingkat kwalikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan.
h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan
Menurut Purwanto (2004) Unsur - unsur motivasi meliputi:
1) Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar
2) Motivasi sering ditandai perilaku yang pernuh emosi
3) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternative mencapai tujuan
4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia (Nasir dan Muith,
2011).
2. Teori-teori tentang motivasi
a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Menurut Abraham H. Maslow teori motivasi pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima hierarki kebutuhan.
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan meliputi rasa lapar, haus,
istirahat dan seksual.
2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti aktifitas fisik semata,
tetapi juga mental, psikologi dan intelektual.
3) Kebutuhan akan kasih sayang (love need).
4) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai sombol-simbol status.
5) Aktualisasi diri (self actualization) dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
nerubah menjadi kempuan yang nyata (Nasir dan Muith, 2011).
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan mengolongkan
sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia tersebut, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian, bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini
perlu ditekankan hal-hal berikut :
1) Saat kebutuhan yang satu terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi diwaktu yang
akan datang.
2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu terutama kebutuhan fisik, dapat bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif pemuasan.
3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”. Dalam arti tibanya
suatu kondisi di mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
b. Teori Mc’clelland (Teori Kebutuhan Prestasi)
Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau need for
achievement (NAch). Kebutuhan akan prestasi tersebut menjadi pemacu untuk
melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Biasanya kebutuhan ini besifat
menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasikan objek-objek fisik, manusia, atau ide-
ide. Tiga ciri umum orang berprestasi tinggi (highachievers) menurut Mc’clelland
yaitu :
1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.
2) Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, bukan karena faktor-faktor lain misalnya: kemujuran.
3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dalam kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka berprestasi rendah.
c. Teori Clyton Alderfer (teori ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG. Akronim ERG merupakan huruf-
huruf pertama dari istilah, yaitu : E → existensi (kebutuan akan eksistensi), R →
relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain). Dan G → growth
(kebutuhan akan tumbuh kembang). Bila teori Alderfer disimak lebih lebih lanjut akan
tampak sebagai berikut :
1) Makin tinggi terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan
untuk memuaskannya.
2) Kuatnya keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
d. Teori Herzberg (Teori dua faktor)
Teori yang dikembangkan Herzberg dikenal dengan teori Model Dua Faktor dari
motivasi, yaitu faktor motivasi dan faktor higiene atau pemeliharaan. Yang dimaksut
faktor motivasi dari teori ini adalah hal-hal yang mendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersifat intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang.
Sedangkan yang dimaksut dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan
prilaku seseorang dalam kehidupan. Faktor motivasional ialah pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan
pengakuan orang lain, sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan mencakup
antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang individu dengan
atasanya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapakan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
e. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Dalam buku yang berjudul “work dan motivasion” mengetengahkan suatu teori
yang disebutkan sebagai teori harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat
suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakan akan mengarah kepada hasil yang diinginkan itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu dan tampaknya jalan terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkanya.
f. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di atas dapat digolongkan
sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang
berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sehingga sifatnya sangat subjektive.
Padahal dalam kehidupan keorganisasian, didasari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi ekternal dari prilaku dan
tindakannya.
g. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi
Menurut teori model ini motivasi seseorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik bersifat internal maupun ekternal. Yang termasuk faktor internal
adala :
a. Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri
b. Harga diri
c. Harapan pribadi
d. Kebutuhan
e. Keinginan
f. Kepuasan kerja
g. Prestasi kerja yang diinginkan (Nasir dan Muith, 2011)
Sedangkan faktor ekternal adalah :
a. Jenis dan sifat pekerjaan.
b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung.
c. Organisasi tempat kerja.
d. Situasi lingkungan pada umumnya.
e. Sistem imbalan yang berlaku.
3. Jenis-Jenis Motivasi
Motivasi sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan
membangkitkan sehingga seseorang dapat berbuat sesuatu. Motivasi di golongkan tiga
macam yaitu:
a. Motivasi biologis atau motivasi biogenetis, yaitu motivasi yang berkembang dalam
diri individu dan berasal dari kebutuhan individu untuk kelangsungan hidup
individu sebagai mahluk biologis.
b. Motivasi susiologis atau motivasi susiogenetis yaitu motivasi yang berasal dari
lingkungan keluarga.
c. Motivasi terologis yaitu motivasi yang mendorong manusia untuk berkomunikasi
dengan sang pencipta.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Menurut sigian (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman
dan spiritual sedangkan faktor ekternal meliputi dukungan keluarga dan sosial ekonomi.
1) Faktor Internal
a. Umur
Umur adalah suatu waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau mahluk, baik
yang hidup atau mati. Umur manusia dikatakan dua puluh tahun diukur sejak dia lahir
sehingga waktu umur dihitung. Pembagian umur menurut World health
organization (WHO) Yaitu:
a) Muda: dimulai dari 0 tahun sampai 14 tahun.
b) Dewasa: dimulai pada umur 15 tahun sampai 49 tahun.
c) Usia lanjut: dikatakan 50 tahun sampai kematian
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap sesorang sehingga mau melakukan
kearah yang lebih baik atau kelompak orang dalam usaha mendewasakan manusia
upaya pengajaran dan pelatihan, sehingga orang atau kelompok tersebut mampu
mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai dengan bidang,
konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih
dewasa, lebih baik, lebih matang dari individu atau kelompok.
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui sesorang dan ini terjadi
setelah orang tersebut melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, sehingga pengetahuan menusia diperoleh melalui mata dan telingga
(Marianti, 2011). Sumber lain mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil tahu
dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
d. Spiritual
Keyakinan dalam hubungan dengan yang maha kuasa dan maha pencipta. Ada
bebrapa aspek dalam spiritualyaitu:
a) Berhubungan dengan suatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam kehidupan.
b) Menentukan arti dalam tujuan hidup.
c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
d) Mempunyai perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dengan yang Maha Esa.
e. Faktor ekternal
a) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi sumber dukungan emosional, instrumental dan
informasi dalam memberdayakan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
menderita sakit.
b) Sosial ekonomi
Masalah sosial ekonomi sangat erat dengan status kesehatan karena sangat
mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga pada umumnya mempengaruhi masalah
kesehatan yang dihadapkan dengan ketidak mampuan dalam mengatasi masalah
yang mereka hadapi.
5. Cara - cara meningkatkan motivasi yaitu :
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
a. Dengan teknik verbal. Berbicara untuk membangkitkan semangat, pendekatan,
pribadi, diskusi dan sebagainya.
b. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba dan menerapkan).
c. Teknik intensif denga cara mengambil kaidah yang ada.
d. Supervisi (kepercayaan akan sesuatu yang logis, namun membawa keberuntungan).
e. Citra atau image. Yaitu dengan imajinasi atau daya khayalan yang tinggi, maka
individu akan termotivasi.

B. KONSEP KELUARGA
a. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama,
terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Keluarga adalah bagian dari
masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat.
Sementara menurut PP No.21 tahun 1994, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami-istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu menurut World Health Organization
(WHO) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, atau perkawinan. Keluarga adalah merupakan kelompok primer
yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang
terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak dan menjadi
keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
b. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
dimasyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari
bermacam-macam antar lain:
1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.
3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah.
5) Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family). Keluarga inti
adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu: ayah-suami,
istri-ibu, dan anak-sibling. Sedangkan keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya
menyertakan posisi lain selain ketiga posisi di atas. Bentuk pertama dari keluarga batih
adalah yang banyak ditemui di masyarakat adalah keluarga bercabang (stem family).
Keluarga bercabang terjadi apabila seorang anak, dan hanya seorang, yang sudah
menikah masih tinggal dalam rumah orang tuanya. Bentuk kedua dari keluarga batih
adalah adalah keluarga berumpun (lineal family). Bentuk ini terjadi manakala lebih dari
satu anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama kedua orang tuanya. Bentuk ketiga
dari keluarga batih adalah keluarga beranting (fully extended). Bentuk ini terjadi
manakala di dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah
dan tetap tinggal bersama.
c. Fungsi Keluarga
Friedman mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu:
1) Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi
kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis antara keluarga, peran
keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2) Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan
untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada
anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interaksi dengan
anggotanya.
3) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan hidup keluarga dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya.
5) Fungsi perawatan kesehatan adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi
tugas keluarga dibidang kesehatan.
d. Tugas Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada tujuh tugas pokok antara lain :
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing;
4) Sosialisasi antar anggota keluarga;
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga;
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga;
7) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya
e. Ciri-Ciri Keluarga
1) Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton yaitu :
a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara
c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomen clatur) termasuk perhitungan
garis keturunan
d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak
e) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
2) Ciri Keluarga Indonesia yaitu :
a) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi gotong royong
b) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran
c) Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara
musyawarah
d) Berbentuk monogram
e) Bertanggung jawab
f) Mempunyai semangat gotong royong.
f. Tipe Keluarga
Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai tipe
keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normatif atau non normatif.
Sussman dan Macklin menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut :
1) Keluarga tradisional yaitu :
a) Keluarga inti,yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya keluarga yang
melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orangtua campuran atau
orangtua tiri
b) Pasangan istri, terdiri dari suami istri saja tanpa anak, atau tidak ada anak yang
tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan karier tunggal atau karier
keduanya
c) Keluarga dengan orangtua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari penceraian
d) Bujangan dewasa sendirian
e) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan
f) Pasangan lanjut usia, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-anaknya sudah
berpisah.
2) Keluarga non tradisional yaitu :
a) Keluarga dengan orangtua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan anak
b) Pasangan yang memilki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada hukum tertentu
c) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah
d) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama hidup bersama
sebagai pasangan yang menikah
e) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari satu pasangan monogami
dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas, sumber yang sama.
g. Terapi Keluarga
1) Konsep Terapi Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada
setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga
kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan
keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien
tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut. Perawat membantu keluarga agar
mampu melakukan lima tugas kesehatan berikut ini :
a) Mengenal masalah kesehatan.
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan.
c) Memberi perawatan pada anggota yang sehat.
d) Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat,
e) Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
2) Tujuan Terapi Keluarga
Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu :
keluarga merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal.
Keluarga dapat mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku klien. Disamping
itu, keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih sayang, rasa aman, rasa
memiliki dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Jika keluarga
dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan jiwa pada satu anggota keluarga akan
mengganggu semua sistem atau keadaan keluarga. Hal ini merupakan salah faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga. Berdasarkan pernyataan di
atas dapat disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga pada peristiwa terjadinya
gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setelah program perawatan. Oleh karena
itu keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat menguntungkan proses pemulihan
klien.
3) Peran Keluarga Dalam Terapi
a) Membuat suatu keadaan di mana anggota keluarga dapat melihat bahaya
terhadap klien dan aktivitasnya.
b) Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka.
c) Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.
d) Bertanya dan memberikan informasi tak terbelit, memudahkan dalam memberi
dan menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk
melakukannya.
e) Membangun self esteem.
f) Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
g) Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.
h) Pendidikan ulang anggota keluarga untuk bertanggung jawab.

4) Tujuan Instruksional Pendidikan Kesehatan


Tujuan instruksional umum pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga adalah keluarga
mampu meningkatkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi individu dan seluruh
anggota keluarga. Sedangkan tujuan khususnya setah menerima pendidikan kesehatan
10 kali pertemuan masing-masing selama 60 menit keluarga akan mampu :
a) Menjelaskan pengertian kesehatan jiwa
b) Menjelaskan pengertiann gangguan jiwa
c) Menjelaskan pengertian masalah psikososial
d) Menguraikan ciri-ciri orang yang sehat jiwa
e) Menguraikan penyebab gangguan jiwa
f) Menguraikan ciri-ciri gangguan jiwa
g) Menyadari fungsi dan tugas keluarga
h) Menyadari fungsi keluarga dalam upaya mencegah gangguan jiwa
i) Melakukan upaya perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa
j) Melakukan perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa di rumah sakit.

4. Konsep Gangguan Jiwa


a. Definisi Gangguan Jiwa
Istilah yang digunakan dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) adalah Gangguan Jiwa atau Gangguan Mental (mental disease/mental illness).
Konsep Gangguan Jiwa dari Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ II) yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau pola prilaku, atau psikologik
seseorang , yang secara klinik cukup bermakna, dan yang seara khas berkaitan dengan
suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa
disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi prilaku, psikologik, atau biologik, dan
gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan
masyarakat. Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang
masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap individu
tersebut atau orang lain.
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan prilaku akibat
adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam tingkah laku. Hal ini
terjadi karena karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Dengan demikian, gangguan
jiwa dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Keadaan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi: proses
berpikir, emosi, kemauan, dan prilaku psikomotorik, termasuk bicara.
2) Adanya kelompok gejala atau prilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai
adanya penderitaan distres pada kebanyaan kasus dan berkaitan dengan
terganggunya fungsi seseorang Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang mengalami gangguan jiwa
apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran,
prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga
mengganggu dalam proses hidup di masyarakat. Menurut Videbeck dalam Buku Ajar
Keperawatan Jiwa mengatakan bahwa kriteria umum gangguan jiwa meliputi beberapa
hal berikut ini :
a) Ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri
b) Hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan
c) Tidak puas hidup di dunia
d) Koping yang tidak efektif terhadap peristiwa
e) Tidak terjadi pertumbuhan kepribadian
f) Terdapat prilaku yang tidak diharapkan.
b. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menurut Aris Sudiyanto (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa [psikiatri] Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret [UNS] Solo), ada tiga golongan penyebab
gangguan jiwa, yaitu :
1) Gangguan fisik, biologis, atau organik. Penyebabnya antara lain berasal dari :
faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, malaria, hepatitis,
dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol, dan lain-lain.
2) Gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya karena salah dalam
pola pengasuhan (Pattern of parenting), hubungan yang patologis di antara
anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis.
3) Gangguan sosial atau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor
psikososial (perkawinan, problem orang tua, hubungan antar personal dalam
pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum,
perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
c. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
1) Gangguan Kognitif
Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan
mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun
lingkungan luar (fungsi mengenal). Proses kognitif meliputi hal-hal sebagai berikut:
Sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, sosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran.
2) Gangguan Perhatian
Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi, menilai dalam suatu proses kognitif
yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.
3) Gangguan Ingatan
Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan,
memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran.
4) Gangguan Asosiasi
Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan, atau gambaran
ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respons atau
konsep lain yang sebelumnya berkaitan dengannya.
5) Gangguan Pertimbangan
Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk membandingkan atau
menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai
untuk memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.
6) Gangguan Pikiran
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan
seseorang.
7) Gangguan Kesadaran
Kesadaran adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan
lingkungan, serta dirinya melalui panca indra dan mengadakan pembatasan terhadap
lingkungan serta dirinya sendiri.
8) Gangguan Kemauan
Kemauan adalah suatu proses di mana keinginan-keinginan dipertimbangkan yang
kemudian diputuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai tujuan.
9) Gangguan Emosi dan Afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas
tubuh serta menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan
atau nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai
suatu pikiran, biasa berlangsumg lama dan jarang disertai komponen fisiologis.
10) Gangguan Psikomotor
Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.
a. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa
Ciri-cirinya meliputi :
1) Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi, dan daya tilikan yang
bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku.
2) Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada individu dan orang
lain di lingkungannya.
3) Perubahan perilaku akibat dari penderitaaan ini menyebabkan gangguan kegiatan
dalam sehari-hari, efisiensi kerja dan hubungan dengan orang lain (hendaknya
dalam bidang sosial dan pekerjaan).
b. Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan Mental Organik dan Simtomatik
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis sendiri.
Gambaran utama :
a) Gangguan fungsi kognitif, misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect),
daya belajar (learning).
b) Gangguan sensorium, misalnya : gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian
(attention).
c) Syndrom dengan maniestasi yang menonjol dalam bidang : persepsi (halusinasi), isi
pikiran (waham/delusi), suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, dan cemas).
Ciri khas : etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder.
2) Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham
Suatu deskripsi syndrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik darin pikiran dan persepsi serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate)
or tumpul (blunded). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Gejalanya :
a) Throught echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama
namun kualitasnya berbeda.
b) Throught insertation or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertation) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal).
c) Throught broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
Ciri Khas : gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas.
3) Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)
Perubahan suasana perasaan (mood) atau afek biasanya kearah depresi (dengan atau
tanpa ansietas yang menyertainya) atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat
aktifitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau
mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
Gangguan afektif dibedakan menurut :
a) Episode tunggal atau multiple.
b) Tingkat keparahan gejala yaitu : mania dengan gejala psikotik, mania tanpa
gejala psikotik (hipopamia), depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik
dan berat dengan gejala psikotik.
c) Dengan atau tanpa gejala somatik.
Ciri Khas : gejala gangguan afek (psikotik dan non psikotik).
4) Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan Terkait Stress
Ciri Khas : gejala non psikotik, etiologi non psikotik.
5) Syndrom Perilaku yang Berhubungan Dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik
Ciri Khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organik.
6) Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi
dan pengalaman hidup sedangkan yang lainnya didapat (aqcuiried) pada masa
kehidupan selanjutnya.
Gangguan Kepribadian Khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang biasanya meliputi beberapa
bidang dari kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan
sosial.
Ciri Khas : gejala prilaku, etiologi non organik.
7) Retardasi Mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik.
Ciri Khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak-kanak.
8) Gangguan Perkembangan Psikologis
Ciri Khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak-kanak.
9) Gangguan Perilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja
Ciri Khas : gejala perilaku/emosonal, onset masa kanak-kanak.
c. Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orang lain. Seseorang
dikatakan sehat jiwa apabila mampu mengendalikan diri dalam menghadapi stressor di
lingkungan sekitar dengan selalu berfikir positif dalam keselarasan tanpa adanya
tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada
kestabilan emosioal. Dengan kondisi tersebut seseorang mampu menyesuaikan diri
dengan dirinya, orang lain, masyarakat dan lingkungannya.
Ciri-ciri Orang yang Sehat Jiwa :
1) Bebas dari gangguan jiwa
2) Tahan terhadap stress
3) Mampu beradaptasi dengan orang lain secara harmonis
4) Hidup produktif
5) Terapi Pada Gangguan Jiwa.
d. Penanganan Gangguan Jiwa
Sesuai dengan Pasal 144 Undang Undang no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan standar pelayanan kesehatan
paripurna yang meliputi:
1) Promotif
Promosi kesehatan adalah filosofi umum yang ide utamanya bahwa kesehatan atau
kesejahteraan adalah pencapaian personal dan kolektif Alberry &Munafo
mendefinisikan promosi kesehatan sebagai segala intervensi, berbasis lingkungan dan
berbasis behavioral, yang berusaha menunjukkan dan memungkinkan perubahan-
perubahan pada status kesehatan individu dan populasi. Aspek ini dilakukan dengan
melakukan sosialisasi perilaku sehat. Menurut Taylor perilaku sehat adalah perilaku
yang dilakukan untuk meningkatkan atau menjaga kesehatannya. Perilaku sehat yang
senantiasa dilakukan akan menjadi kebiasaan sehat. Promosi kesehatan jiwa dilakukan
untuk mengembangkan kebiasaan positif dalam menjaga kesejahteraan jiwa seseorang.
Karena perilaku ini harus menjadi kebiasaan, maka promosinya dilakukan dari bentuk
yang paling kecil dan paling sederhana sehingga mudah dilaksanakan sehari-hari. Oleh
karena itu, pembentukan perilaku sehat jiwa tidak terlepas dari lingkungan hidup
individu, misalnya keluarga, sekolah, kantor, dan ruang publik. Pemerintah sebagai
penanggung jawab kesejahteraan masyarakat memiliki tugas untuk mengembangkan
peraturan yang berperspektif kesehatan jiwa.
2) Preventif
Aspek preventif dalam penanganan kesehatan jiwa dilakukan untuk mencegah
terjadinya resiko gangguan kejiwaan berkembang. Dalam hal menekan permasalahan
kejiwaan agar tidak meluas menjadi gangguan kejiwaan yang berat, maka mutlak
dilakukan intervensi. Untuk aspek ini, psikolog berperan besar karena dapat melakukan
intervensi di rumah tangga, sekolah, kantor dan lingkungan sosial lain tanpa menjadikan
Orang Dengan Gangguan Jiwa takut dilabeli memiliki masalah kejiwaan.
3) Kuratif
Aspek kuratif dalam penanganan kesehatan jiwa lebih banyak menekankan pada
intervensi medis. Oleh karena itu dokter spesialis kedokteran jiwa dan perawat kejiwaan
merupakan tenaga profesional yang paling dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan
kuratif. Selain itu, dibutuhkan pula sarana pelayanan kesehatan jiwa yang memadai di
rumah sakit maupun puskesmas.
4) Rehabilitatif
Proses rehabilitasi pada penanganan kesehatan jiwa berbeda dengan rehabilitasi
kesehatan umumnya. Dalam tahapan ini aspek rehabilitatif bertujuan untuk
mengembalikan fungsi personal dan sosial. Seiring dengan perbaikan fungsi tersebut,
pasien masih tetap menjalankan prosedur kuratif yang berfungsi untuk mengontrol
pemicu gangguan kejiwaan. Artinya, aspek rehabilitatif dan kuratif tidak dapat
dipisahkan dalam perbaikan kualitas hidup Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
C Kerangka konsep penelitian
Kerangrangka konseptualdisentesis,diabtraksi dan diekstrapolasi dari berbagai teori dan
pemikiran ilmiah,yang mencerminkan paradikma sekaligus tuntunan untuk
memecahkan masalah penelitian dan merumuskan hipotesis.Kerangka konseptual
penelitian dapat berbentuk bagan, model matematik atau persamaan fungsional,yang
dilengkapi dengan uraian kualitatif.Kerangka konsep bisa memuat garis besar dari
patofisiologi sesuai dengan variabel penelitian yang terdiri dari input-proses-output.
Sebagai upaya untuk mempertajam penelitian,variabel penelitian yang diharapkan untuk
dimunculkan oleh peneliti dalam penelitian meliputi:
1. Variabel bebas ( Independent ) yaitu variabel yang mempengarui atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terkait.
2. Variabel terkait ( Dependent ) yaitu variabel yang dipengarui atau menjadi akibat
karna adanya fariabel bebas.
3. Variabel perancu ( Confounding ) yaitu variabel yang berhubungan dengan variabel
bebas maupun variabel terkait,tetapi bukan variabel antara.Variabel perancu ini
ditampilkan dalam kerangka konsep tetapi tidak menjadi konsentrasi peneliti ( variabel
perancu tidak perlu diteliti maupun dikendalikan )
4. Variabel Antisiden, yaitu variabel yang mempengaruhi masing-masing variabel
penelitian (veriabel bebas dan terkait )

D Hipotesis Penelitian
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan
pustaka yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi,dan masih
harus dibuktikan kebenaranya,Hipotesis yang dituliskan pada bagian ini adalah hipotesis
penelitianya saja.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian adalah penggambaran secara jelas tentang seberapa besar dapat
mempengaruhi antar variable, pengumpulan data dan analisa data sehingga dengan
adanya desain yang baik peneliti maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai
gambaran tentang bagaimana keterkaitan antara variable yang ada dalam konteks
penelitian dan apa yang hendak dilakukan oleh seorang peneliti dalam melaksanakan
penelitian (Sukardi, 2009).
Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian desktiptif analitik dengan
rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subyek
penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status
karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua
subyek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmojo, 2012).

3.2. Populasi, Sampel dan Sampling

3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek (misalnya: manusia sebagai klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapakan (Nursalam, 2014).Populasi dari penelitian
ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah Puskesmas Tegaldlimo.
Jumlah populasi 42 orang.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Notoatmojo, 2012).
Sampel dari penelitian ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah
Puskesmas Tegaldlimo. Jumlah sempel 42 orang
3.2.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi (Nursalam, 2014). populasi yang ada. Teknik sampling yang digunakan adalah
total Sampling yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. Sehingga jumlah
sampel akan mewakili keseluruhan
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu
(benda, manusia dan lain-lain) (Soeprapto, putra dan haryanto, 2000)
1) Variabel Independen (variable bebas)
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variable dependen. Variable independen penelitian ini adalah faktor-faktor (umur,
pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spritual dan dukungan keluaraga) yang
dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan dukungan penyembuhan
(perawatan) terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo.
2) Variabel Dependen (variable terikat)
Variabel dependen adalah variable yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh
variable lain. Variabel dependen penelitian ini adalah motivasi keluarga.
3.3. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Skor
Independen Umur yang telah Kuesioner Ordinal Dewasa: 15
Variabele Umur dilalui keluarga WHO s/d 49 th
Lanjut usia
:> 50
Pendidikan Suatu jenjang Kuisioner Ordinal Skor:
pendidikan akhir 1. Tidak
yang diperoleh lansia sekolah
dalam pendidikan =0
formal 2. SD =1
3. SMP
=2
4. SMA =
3
5. PT = 4
Tingkat Hal-hal yang Kuesioner Ordinal Baik
pengetahuan diketahui atau >60,70% dan
informasi yang Kurang <
dimiliki oleh 39,28%
keluarga
Spiritual Keyakinan dalam Kuesioner Ordinal Baik jika
hubungan dengan >60,71%
yang maha kuasa yang dan Kurang
diyakini oleh <39,28%
keluarga
Dukungan Dukungan keluarga Kuesioner Ordinal Baik >60,71
keluarga baik dalam bentuk dan kurang <
informasi intrumental, 39,28%
emosional, dan
penilaian yang
diberikan keluarga
Sosial Status ekonomi dan Kuesioner Ordinal Tinggi >
ekonomi tingkat penghasilan Rp.1.200.000
dan Kurang
Rp <
1.200.000
Dependen Definisi oprasional Kuesioner Ordinal Baik:
variable dorongan rangsangan 60,71% dan
motivasi yang berasal dari Kurang:
keluarga keluarga 39,29%

3.4. Tempat Penelitian


Tempat penelitian ini akan dilakukan di wilayah Puskesmas Tegaldlimo Kabupaten
Banyuwangi..

3.5. Waktu Penelitian


Waktu pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Januari–
Februari 2018

3.6. Instrumen Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah lembar kuesioner yang di
dalamnya tertulis data-data responden: nama (inisial), no responden, tanggal
pengambagian ke responden, umur, pendidikan, pengahasilan, pengetahuan, spiritual,
sosial ekonomi, dukungan keluarga dan motivasi..

3.7. Prosedur Pengumpulan Data


1) Peneliti mengumpulkan responden.
2) Peneliti mengobservasi langsung terhadap keluarga yang memiliki anggota keluarga
dengan gangguan jiwa dengan memberikan kuisioner.
3) Peneliti memberikan motivasi keluarga yang anggota keluarganya mengalami
gangguan jiwa untuk berobat secara teratur.
4) Peneliti mencatat hasil kuisioner di lembar kuisioner.

3.8. Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data


1. Pengelolaan data
1) Editing
Editing adalah memastikan bahwa data yang diperoleh sudah lengkap terisi
semua dan dapat terbaca dengan baik. Peneliti mengoreksi data yang diperoleh
meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan hasil observasi atau penghitungan
pada lembar pengumpulan data.
2) Scoring
Sroring adalah memberikan nilai terhadap item pertanyaan. Untuk mengetahui
upaya penjagaan keamanan diri sendiri terhadap kejadian jatuh pada lansia
diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan.
Penilaian pertanyaan bila selalu dilakukan diberi skor 4, bila sering dilakukan
diberi skor 3, bila jarang dilakukan diberi skor 2 dan bila tidak pernah dilakukan
diberi skor 1, sehingga diperoleh jumlah skornya.
3) Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk tulisan menjadi
angka/bilangan. Peneliti melakukan pengkodean pada data jenis kelamin, angka
0 untuk perempuan dan 1 untuk laki-laki.
4) Processing
Peneliti memproses data dengan cara memasukkan data dari hasil pengkodean
dengan bantuan perangkat lunak/komputer menggunakan program SPSS 15.
5) Cleaning
Peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan
semua prosedur pengumpulan data dilakukan dengan baik dan benar.
2. Analisa data
Semua data yang terkumpul selanjutnya dilakukan penganalisaan dengan
mentabulasikan data. Data dalam penelitian ini adalah berskala ordinal maka, teknik
deskriptif analitik yang digunakan untuk mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis
dari penelitian ini adalah uji SPSS (Statistical Product and Service Solution) yaitu untuk
membandingkan atau membedakan dua variabel serta untuk menguji hasil analisis.
Dalam hal ini untuk uji dibantu dengan SPSS 19.0. menggunakan uji statistik c-square
test.

3.9. Etika Penelitian


1) Lembar Persetujuan Menjadi Responden/informed consent
Setelah mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan
dilaksanakan responden mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak
menjadi responden. Dijelaskan juga bahwa data yang diperoleh akan dipergunakan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Responden yang bersedia menandatangani
lembar persetujuan menjadi responden.
2) Tanpa Nama/Anonimity
Selama penelitian nama responden tidak digunakan, tetapi menggunakan nomor
responden atau inisial nama responden.
3) Kerahasiaan/Confidentiality
Responden mempunyai hak untuk meminta data yang diberikan harus dirahasiakan.
Informasi yang diperoleh hanya untuk kepentingan penelitian.
4) Beneficience and Justice
Penelitian dilakukan dengan memperhatikan prinsip berbuat baik dan keadilan,
upaya-upaya yang dilakukan bisa bermanfaat secara maksimal dengan kerugian
minimal, tidak merugikan dan dapat menjaga kesejahteraan responden (Supardi,
Rustika, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Bulanan, Program Kesehatan Jiwa, Puskesmas Tegaldlimo Bulan


September 2017

Maramis, F. W. 2008, Catatan Ilmu kedokteran Jiwa edisi 2, Surabaya,


Airlangga
University press

Muhith, A, 2010, Pengantar dan Teori Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa,


Jakarta, Salemba Medika

Muhlisin, A, 2012, Keperawatan Keluarga, Gosyen Publishing, Yogyakarta

Nasir, A, 2011, Pengantar dan Teori Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta,
Salemba Medika

Notoatmojo, S, 2010. “Metodelogi Penelitian Kesehatan”, Jakarta, Rineka Cipta

Nursalam, 2008. “Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instumen Penelitian
Keperawatan”, Jakarta, Salemba Medika;

Padila, 2012, Buku Ajar: Keperawatan Keluarga, Nuha Medika, Yogyakarta

Rahmat H, D, 2013, Ilmu Perilaku Manusia Cetakan Kedua, Jakarta, Trans


Info
Media

Rekapitulasi Data Kesehatan Jiwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi,


Tahun 2017

Rekapitulasi Laporan Kesehatan Jiwa, 2015, Puskesmas Kotakulon


Kabupaten
Banyuwangi

Riskesdas, 2013, Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, Balitbang,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Salahudin, M, 2009, Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien


Gangguan Jiwa, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana malik
Ibrahim, Malang
Taufik, 2007, Prinsip-prinsip Promusi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan, Jakarta

Najati,2011, Spritual realisasinya dalam kehidupan, Jakarta

Videbeck, S.L, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC

Witri, Astuti V, 2011, Hubungan Antara Kestabilan Emosi Dengan


Psychological Well Bieng Pada Pasangan Muda, Naskah Publikasi
Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

www.dinkes.surabaya.go.id, Seminar Sehat Jiwaku Sehat Bangsaku, diakses


pada bulan september 2017

Yosep, Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung

Anda mungkin juga menyukai