Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar
masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, agama,
ras, kepercayaan dan sebagian tidak saja akan menjadikan masyarakat dengan potensi
gangguan fisik berupa gangguan gizi, terserang berbagai penyakit infeksi dan
sebagainya tetapi juga dengan potensi pnyakit psikis berupa stress berat, depresi,
skizofreprenia dan sejumlah problem sosial dan spiritual lainya.
Pada diri manusia terdapat tiga komponen besar sehingga disebut sebagai manusia
yang utuh, yang berbeda dengan makhluk lainnya. Tiga komponen besar tersebut
meliputi raga, nyawa dan jiwa yang merupakan sub bagian yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya (Nasir dan Muith, 2011). ”Kesehatan jiwa di Indonesia merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian
sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik pemerintah tingkat
pusat, tingkat daerah dan perhatian seluruh masyarakat. Kriteria umum gangguan jiwa
meliputi ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan karakteristik diri,
hubungan yang tidak efektif, koping yang tidak efektif, tidak terjadi pertumbuhan
kepribadian, serta terdapat perilaku yang tidak diharapkan (Videback, 2008).
Keluarga memiliki tugas dalam menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya
dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan resiko. “Salah satu fungsi dasar
keluarga adalah fungsi pelayanan kesehatan, yang bertujuan memenuhi kebutuhan
anggota keluarga. Ada tiga pencegahan penyakit yang dapat dilakukan oleh keluarga,
pencegahan primer yang melibatkan promosi kesehatan, perlindungan kesehatan.
Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan menegakkan diagnosa, yang terakhir
pencegahan tersier yaitu pemulihan dan rehabilitasi (Friedman, 2010).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2014 di Indonesia
diperkirakan sebanyak 274 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa.
2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Jika penduduk
Indonesia berjumlah 120 juta orang maka berarti 120 ribu orang dengan gangguan jiwa.
Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang dilakukan
KementerianKesehatan pada tahun 2014, prevalensi masalah kesehatan mental
emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,60% dari jumlah penduduk
Indonesia. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat ada sekitar 0,46% dari jumlah
penduduk Indonesia sekitar 1.065.000 jiwa. Jadi apabiula dijumlahkan keseluruhan
penderita gangguan jiwa di Indonesia sekitar 19 juta jiwa. Ini disebabkan oleh konflik
30 tahun dan tsunami adalah penyebab gangguan jiwa di Aceh. Pada gangguan jiwa
yang mengalami depresi yang berkepanjangan maka akan berpotensi menjadi gangguan
jiwa.
Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Salahudin (2009), tentang peran
keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa di Jawa Timur dengan
hasil “ Peran keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa.
Penelitian melalui pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data penelitian ini
dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil tersebut maka
diharapkan kepada keluarga lebih termotivasi dalam melakukan perawatan pasien di
rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien, dan keluarga perlu mencari dan
mengetahui informasiinformasi.”
Menurut data Dinas Kesehatan Banyuwangi tahun 2016 jumlah penderita
gangguan jiwa di wilayah Kabupaten Banyuwangi berjumlah 60.697 perempuan 27.587
dan laki-laki 33.110. Tahun 2017 jumlah penderita gangguan jiwa meningkat di
Kabupaten Banyuwangi 74.135 perempuan 30.694 dan laki-laki 42.516. Tahun 2017
penderita gangguan jiwa meningkat menjadi 74.650 (Dinkes Banyuwangi, 2017)
Sedangkan jumlah penderita gangguan jiwa tahun 2016 berjumlah 35 orang dan
saat dilakukan sekrening di wilayah Puskesmas Tegaldlimo pada tahun 2017 berjumlah
42 Orang. Rata-rata keluarga penderita gangguan jiwa enggan memeriksa kan dengan
rutin tiap bulan karena kurang rutinnya memeriksakan ke fasilitas kesehatan ganggu
sehingga para penderita gangguan jiwa meresahkan masyarakat lingkungan sekitar .
“Penderita gangguan jiwa sering meresahkan masyarakat di Wilayah Puskesmas
Tegaldlimo karena sering mengamuk, pada kasus ini peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian menurut data dari coordinator program jiwa dari 42 penderita
gangguan jiwa, hanya 17 penderita yang keluarganya memeriksakan ke pelayanan
kesehatan, selebihnya keluarga penderita gangguan jiwa merawat penderita gangguan
jiwa sendiri dengan kemampuan yang minimal”
Peneliti juga melakukan studi pendahuluan melalui wawancara kepada 5 keluarga
yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa, motivasi keluarga merawat
timbul karena ingin melihat anggota keluarga mereka sehat kembali, sehingga dapat
bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya.”Setelah peneliti bersama Koordinator
program jiwa melakukan kunjungan rumah ke keluarga penderita gangguan jiwa dan
melakukan penyuluhan tanpa di sadari motivasi keluarga timbul untuk memeriksakan
keluarganya ke pelayanan kesehatan karena mengiginkan anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa bisa sembuh seperti sediakala. Kriteria penelitian ini adalah
gangguan jiwa berat seperti skizofrenia dan depresi” .
Tetapi banyak juga masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat anggota
keluarga gangguan jiwa seperti masih banyak masyarakat menganggap bahwa gangguan
jiwa adalah penyakit keturunan dan tidak dapat disembuhkan lagi sehingga membuat
keluarga menjadi terisolasi dari masyarakat lain.
B. Rumusan Maalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perumusan masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa faktor-faktor yang dapat memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan
(perawatan) terhadap penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah
Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi?
2. Apa faktor-faktor dominan yang bisa berpengaruh dalam memotivasi keluaraga
dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap penyembuhan pasien gangguan
jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi?
C. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor (umur,
pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga)
sehingga dapat motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk
penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Tegaldlimo
Banyuwangi.
D. Tujuan Khusus
Mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan,
sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga) yang lebih dominan dalam
memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk penyembuhan
pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap pasien dengan
gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman yang nyata tentang bagaimana faktor-
faktor tersebut contoh: umur, pendidikan, pengetahuan, spiritual, sosial ekonomi
dan dukungan keluarga dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam
memberikan dukungan kepada keluarga dalam penyembuhan (perawatan)
terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi.
b. Bagi Peneliti Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan sebagai
bahan referensi untuk penelitian keperawatan yang akan datang dalam ruang
lingkup yang sama.
c. Bagi Pendidikan keperawatan
Peneliti diharapakan dapat memotivasi calon perawat dalam meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya dukungan keluarga yang
seperti apa sehingga dapat mempengaruhi motivasi keluarga terhadap
kesembuhan pada penderita gangguan jiwa.
d. Bagi Keluarga Peneliti dapat memberikan informasi pada keluarga
bahwa dukungan keluarga sangatlah penting untuk membantu kesembuhan
pada penderita gangguan jiwa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. MOTIFASI
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa inggris yaitu motivasion. Kata dasarnya adalah motive
yang telah diadaptasi dalam bahasa melayu menjadi motif, yaitu maksut/tujuan. Kata
motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan. Motif merupakan suatu driving
force yang mengarakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatan itu
mempunyai tujuan tertentu.
Menurut Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau psikologis
yang membuat melakukan sesuatu sebagai respon. Suwarno (2000) mengungkapkan
bahwa motivasi menunjuk pada suatu proses gerakan, termasuk situasiyang mendorong
dan timbul dalam diri individu serta tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut
dan tujuan atau akhir dari gerakan (Sunaryo, 2013).
Motivasi adalah kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
kosistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan sesuatu kegiatan, baik bersumber
dari dalam individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Dalam kontek studi psikologi, Abin Syamsudin Makkmun (2003), mengemukakan
bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator
diantaranya adalah :
a. Durasi kegiatan.
b. Frekuensi kegiatan.
c. Persistensi pada kegiatan.
d. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan.
e. Pengorbanan untuk mencapai tujuan.
f. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
g. Tingkat kwalikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan.
h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan
Menurut Purwanto (2004) Unsur - unsur motivasi meliputi:
1) Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar
2) Motivasi sering ditandai perilaku yang pernuh emosi
3) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternative mencapai tujuan
4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia (Nasir dan Muith,
2011).
2. Teori-teori tentang motivasi
a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Menurut Abraham H. Maslow teori motivasi pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima hierarki kebutuhan.
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan meliputi rasa lapar, haus,
istirahat dan seksual.
2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti aktifitas fisik semata,
tetapi juga mental, psikologi dan intelektual.
3) Kebutuhan akan kasih sayang (love need).
4) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai sombol-simbol status.
5) Aktualisasi diri (self actualization) dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
nerubah menjadi kempuan yang nyata (Nasir dan Muith, 2011).
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan mengolongkan
sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia tersebut, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian, bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini
perlu ditekankan hal-hal berikut :
1) Saat kebutuhan yang satu terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi diwaktu yang
akan datang.
2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu terutama kebutuhan fisik, dapat bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif pemuasan.
3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”. Dalam arti tibanya
suatu kondisi di mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
b. Teori Mc’clelland (Teori Kebutuhan Prestasi)
Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau need for
achievement (NAch). Kebutuhan akan prestasi tersebut menjadi pemacu untuk
melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Biasanya kebutuhan ini besifat
menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasikan objek-objek fisik, manusia, atau ide-
ide. Tiga ciri umum orang berprestasi tinggi (highachievers) menurut Mc’clelland
yaitu :
1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.
2) Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, bukan karena faktor-faktor lain misalnya: kemujuran.
3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dalam kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka berprestasi rendah.
c. Teori Clyton Alderfer (teori ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG. Akronim ERG merupakan huruf-
huruf pertama dari istilah, yaitu : E → existensi (kebutuan akan eksistensi), R →
relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain). Dan G → growth
(kebutuhan akan tumbuh kembang). Bila teori Alderfer disimak lebih lebih lanjut akan
tampak sebagai berikut :
1) Makin tinggi terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan
untuk memuaskannya.
2) Kuatnya keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
d. Teori Herzberg (Teori dua faktor)
Teori yang dikembangkan Herzberg dikenal dengan teori Model Dua Faktor dari
motivasi, yaitu faktor motivasi dan faktor higiene atau pemeliharaan. Yang dimaksut
faktor motivasi dari teori ini adalah hal-hal yang mendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersifat intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang.
Sedangkan yang dimaksut dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan
prilaku seseorang dalam kehidupan. Faktor motivasional ialah pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan
pengakuan orang lain, sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan mencakup
antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang individu dengan
atasanya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapakan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
e. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Dalam buku yang berjudul “work dan motivasion” mengetengahkan suatu teori
yang disebutkan sebagai teori harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat
suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakan akan mengarah kepada hasil yang diinginkan itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu dan tampaknya jalan terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkanya.
f. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di atas dapat digolongkan
sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang
berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sehingga sifatnya sangat subjektive.
Padahal dalam kehidupan keorganisasian, didasari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi ekternal dari prilaku dan
tindakannya.
g. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi
Menurut teori model ini motivasi seseorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik bersifat internal maupun ekternal. Yang termasuk faktor internal
adala :
a. Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri
b. Harga diri
c. Harapan pribadi
d. Kebutuhan
e. Keinginan
f. Kepuasan kerja
g. Prestasi kerja yang diinginkan (Nasir dan Muith, 2011)
Sedangkan faktor ekternal adalah :
a. Jenis dan sifat pekerjaan.
b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung.
c. Organisasi tempat kerja.
d. Situasi lingkungan pada umumnya.
e. Sistem imbalan yang berlaku.
3. Jenis-Jenis Motivasi
Motivasi sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan
membangkitkan sehingga seseorang dapat berbuat sesuatu. Motivasi di golongkan tiga
macam yaitu:
a. Motivasi biologis atau motivasi biogenetis, yaitu motivasi yang berkembang dalam
diri individu dan berasal dari kebutuhan individu untuk kelangsungan hidup
individu sebagai mahluk biologis.
b. Motivasi susiologis atau motivasi susiogenetis yaitu motivasi yang berasal dari
lingkungan keluarga.
c. Motivasi terologis yaitu motivasi yang mendorong manusia untuk berkomunikasi
dengan sang pencipta.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Menurut sigian (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman
dan spiritual sedangkan faktor ekternal meliputi dukungan keluarga dan sosial ekonomi.
1) Faktor Internal
a. Umur
Umur adalah suatu waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau mahluk, baik
yang hidup atau mati. Umur manusia dikatakan dua puluh tahun diukur sejak dia lahir
sehingga waktu umur dihitung. Pembagian umur menurut World health
organization (WHO) Yaitu:
a) Muda: dimulai dari 0 tahun sampai 14 tahun.
b) Dewasa: dimulai pada umur 15 tahun sampai 49 tahun.
c) Usia lanjut: dikatakan 50 tahun sampai kematian
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap sesorang sehingga mau melakukan
kearah yang lebih baik atau kelompak orang dalam usaha mendewasakan manusia
upaya pengajaran dan pelatihan, sehingga orang atau kelompok tersebut mampu
mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai dengan bidang,
konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih
dewasa, lebih baik, lebih matang dari individu atau kelompok.
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui sesorang dan ini terjadi
setelah orang tersebut melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, sehingga pengetahuan menusia diperoleh melalui mata dan telingga
(Marianti, 2011). Sumber lain mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil tahu
dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
d. Spiritual
Keyakinan dalam hubungan dengan yang maha kuasa dan maha pencipta. Ada
bebrapa aspek dalam spiritualyaitu:
a) Berhubungan dengan suatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam kehidupan.
b) Menentukan arti dalam tujuan hidup.
c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
d) Mempunyai perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dengan yang Maha Esa.
e. Faktor ekternal
a) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi sumber dukungan emosional, instrumental dan
informasi dalam memberdayakan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang
menderita sakit.
b) Sosial ekonomi
Masalah sosial ekonomi sangat erat dengan status kesehatan karena sangat
mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga pada umumnya mempengaruhi masalah
kesehatan yang dihadapkan dengan ketidak mampuan dalam mengatasi masalah
yang mereka hadapi.
5. Cara - cara meningkatkan motivasi yaitu :
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
a. Dengan teknik verbal. Berbicara untuk membangkitkan semangat, pendekatan,
pribadi, diskusi dan sebagainya.
b. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba dan menerapkan).
c. Teknik intensif denga cara mengambil kaidah yang ada.
d. Supervisi (kepercayaan akan sesuatu yang logis, namun membawa keberuntungan).
e. Citra atau image. Yaitu dengan imajinasi atau daya khayalan yang tinggi, maka
individu akan termotivasi.
B. KONSEP KELUARGA
a. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama,
terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Keluarga adalah bagian dari
masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat.
Sementara menurut PP No.21 tahun 1994, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami-istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu menurut World Health Organization
(WHO) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, atau perkawinan. Keluarga adalah merupakan kelompok primer
yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang
terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak dan menjadi
keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
b. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
dimasyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari
bermacam-macam antar lain:
1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.
3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah.
5) Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family). Keluarga inti
adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu: ayah-suami,
istri-ibu, dan anak-sibling. Sedangkan keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya
menyertakan posisi lain selain ketiga posisi di atas. Bentuk pertama dari keluarga batih
adalah yang banyak ditemui di masyarakat adalah keluarga bercabang (stem family).
Keluarga bercabang terjadi apabila seorang anak, dan hanya seorang, yang sudah
menikah masih tinggal dalam rumah orang tuanya. Bentuk kedua dari keluarga batih
adalah adalah keluarga berumpun (lineal family). Bentuk ini terjadi manakala lebih dari
satu anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama kedua orang tuanya. Bentuk ketiga
dari keluarga batih adalah keluarga beranting (fully extended). Bentuk ini terjadi
manakala di dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah
dan tetap tinggal bersama.
c. Fungsi Keluarga
Friedman mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu:
1) Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi
kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis antara keluarga, peran
keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2) Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan
untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada
anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interaksi dengan
anggotanya.
3) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan hidup keluarga dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya.
5) Fungsi perawatan kesehatan adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi
tugas keluarga dibidang kesehatan.
d. Tugas Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada tujuh tugas pokok antara lain :
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing;
4) Sosialisasi antar anggota keluarga;
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga;
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga;
7) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya
e. Ciri-Ciri Keluarga
1) Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton yaitu :
a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara
c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomen clatur) termasuk perhitungan
garis keturunan
d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak
e) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
2) Ciri Keluarga Indonesia yaitu :
a) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi gotong royong
b) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran
c) Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara
musyawarah
d) Berbentuk monogram
e) Bertanggung jawab
f) Mempunyai semangat gotong royong.
f. Tipe Keluarga
Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai tipe
keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normatif atau non normatif.
Sussman dan Macklin menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut :
1) Keluarga tradisional yaitu :
a) Keluarga inti,yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya keluarga yang
melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orangtua campuran atau
orangtua tiri
b) Pasangan istri, terdiri dari suami istri saja tanpa anak, atau tidak ada anak yang
tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan karier tunggal atau karier
keduanya
c) Keluarga dengan orangtua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari penceraian
d) Bujangan dewasa sendirian
e) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan
f) Pasangan lanjut usia, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-anaknya sudah
berpisah.
2) Keluarga non tradisional yaitu :
a) Keluarga dengan orangtua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan anak
b) Pasangan yang memilki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada hukum tertentu
c) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah
d) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama hidup bersama
sebagai pasangan yang menikah
e) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari satu pasangan monogami
dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas, sumber yang sama.
g. Terapi Keluarga
1) Konsep Terapi Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada
setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga
kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan
keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien
tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut. Perawat membantu keluarga agar
mampu melakukan lima tugas kesehatan berikut ini :
a) Mengenal masalah kesehatan.
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan.
c) Memberi perawatan pada anggota yang sehat.
d) Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat,
e) Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
2) Tujuan Terapi Keluarga
Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu :
keluarga merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal.
Keluarga dapat mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku klien. Disamping
itu, keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih sayang, rasa aman, rasa
memiliki dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Jika keluarga
dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan jiwa pada satu anggota keluarga akan
mengganggu semua sistem atau keadaan keluarga. Hal ini merupakan salah faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga. Berdasarkan pernyataan di
atas dapat disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga pada peristiwa terjadinya
gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setelah program perawatan. Oleh karena
itu keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat menguntungkan proses pemulihan
klien.
3) Peran Keluarga Dalam Terapi
a) Membuat suatu keadaan di mana anggota keluarga dapat melihat bahaya
terhadap klien dan aktivitasnya.
b) Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka.
c) Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.
d) Bertanya dan memberikan informasi tak terbelit, memudahkan dalam memberi
dan menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk
melakukannya.
e) Membangun self esteem.
f) Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
g) Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.
h) Pendidikan ulang anggota keluarga untuk bertanggung jawab.
D Hipotesis Penelitian
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan
pustaka yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi,dan masih
harus dibuktikan kebenaranya,Hipotesis yang dituliskan pada bagian ini adalah hipotesis
penelitianya saja.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek (misalnya: manusia sebagai klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapakan (Nursalam, 2014).Populasi dari penelitian
ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah Puskesmas Tegaldlimo.
Jumlah populasi 42 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Notoatmojo, 2012).
Sampel dari penelitian ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah
Puskesmas Tegaldlimo. Jumlah sempel 42 orang
3.2.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi (Nursalam, 2014). populasi yang ada. Teknik sampling yang digunakan adalah
total Sampling yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. Sehingga jumlah
sampel akan mewakili keseluruhan
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu
(benda, manusia dan lain-lain) (Soeprapto, putra dan haryanto, 2000)
1) Variabel Independen (variable bebas)
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variable dependen. Variable independen penelitian ini adalah faktor-faktor (umur,
pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spritual dan dukungan keluaraga) yang
dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan dukungan penyembuhan
(perawatan) terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo.
2) Variabel Dependen (variable terikat)
Variabel dependen adalah variable yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh
variable lain. Variabel dependen penelitian ini adalah motivasi keluarga.
3.3. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Skor
Independen Umur yang telah Kuesioner Ordinal Dewasa: 15
Variabele Umur dilalui keluarga WHO s/d 49 th
Lanjut usia
:> 50
Pendidikan Suatu jenjang Kuisioner Ordinal Skor:
pendidikan akhir 1. Tidak
yang diperoleh lansia sekolah
dalam pendidikan =0
formal 2. SD =1
3. SMP
=2
4. SMA =
3
5. PT = 4
Tingkat Hal-hal yang Kuesioner Ordinal Baik
pengetahuan diketahui atau >60,70% dan
informasi yang Kurang <
dimiliki oleh 39,28%
keluarga
Spiritual Keyakinan dalam Kuesioner Ordinal Baik jika
hubungan dengan >60,71%
yang maha kuasa yang dan Kurang
diyakini oleh <39,28%
keluarga
Dukungan Dukungan keluarga Kuesioner Ordinal Baik >60,71
keluarga baik dalam bentuk dan kurang <
informasi intrumental, 39,28%
emosional, dan
penilaian yang
diberikan keluarga
Sosial Status ekonomi dan Kuesioner Ordinal Tinggi >
ekonomi tingkat penghasilan Rp.1.200.000
dan Kurang
Rp <
1.200.000
Dependen Definisi oprasional Kuesioner Ordinal Baik:
variable dorongan rangsangan 60,71% dan
motivasi yang berasal dari Kurang:
keluarga keluarga 39,29%
Nasir, A, 2011, Pengantar dan Teori Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta,
Salemba Medika