Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSATIO CORDIS PADA LANSIA

A. Pengertian
Dekompensasi kordis adalah suatu keberadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung. (Nanda, 2012 : 108)
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi lain mengatakan bahwa
gagal jantung bukan suatu penyakit terbatas pada suatu sistem organ,
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal dan hormonal, suatu
keadaan patologis kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung
pemompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan atau hanya dapat
memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Muttaqin, 2009 :
196)
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahan atau saat aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/ atau kontraktilita miokardial
(disfungsi sistolik). (Nanda, 2015)
Klasifikasi :
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi :
1. Gagal Jantung Kiri
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, orthopnea
dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne
stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena
pulmonalis.
2. Gagal Jantung Kanan
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia,
dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung
kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap antrium kanan, murmur,
tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat,
bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali dan pitting edema.
3. Gagal Jantung Kongestif
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal
jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA)
membuat klafisikasi fungsional dalam 4 kelas :
a. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa
keluhan
b. Kelas 2 : Bila paien tidak dapat melakukan aktifitas lebih
berat dari aktifitas sehari tanpa keluhan
c. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-
hari tanpa keluhan
d. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan
aktifitas apapun dan harus tirah baring. (Nanda, 2012 : 108)

B. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitas aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard
atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian dan ejeksi ventrikel (Perikardis
konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga
yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium didalam sarkomer
atau didalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. (Nanda, 2012 : 109)

- Perubahan jantung pada lansia


Pada lansia bertambahnya usia menyebabkan elastisitas dinding aorta
menurun. Disertai dengan bertambahnya kaliber aorta. Perubahan ini terjadi
akibat adanya perubahan pada dinding media aorta dan bukan merupakan
akibat dari perubahan intima karena ateros¬kle¬rosis. Perubahan aorta ini
menjadi sebab apa yang disebut isolated aortic incompetence dan
terdengarnya bising pada apex cordis.
Penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti
organ tubuh lain, tetapi malahan terjadi hipertropi. Pada umur 30-90 tahun
massa jantung bertambah (± 1gram/tahun pada laki-laki dan ± 1,5
gram/tahun pada wanita).
Pada daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari berkurangnya
jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid,
degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut. Daun
katup menjadi kaku, perubahan ini menyebabkan terdengarnya bising
sistolik ejeksi pada usia lanjut. Ukuran katup jantung tampak bertambah.
Pada orang muda katup antrioventrikular lebih luas dari katup semilunar.
Dengan bertambahnya usia terdapat penambahan circumferensi katup,
katup aorta paling cepat sehingga pada usia lanjut menyamai katup mitral,
juga menyebabkan penebalan katup mitral dan aorta.
Perubahan ini disebabkan degenerasi jaringan kalogen, pengecilan ukuran,
penimbunan lemak dan kalsifikasi. Kalsifikasi sering ter¬jadi pada anulus
katup mitral yang sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup
aorta terjadi pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku dan terdengar
bising sistolik ejeksi.
- Pembuluh Darah Otak pada lansia
Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna dan
a.vertebralis. Pembentukan plak ateroma sering di¬jumpai didaerah
bifurkatio kususnya pada pangkal arteri karotis interna, Sirkulus willisii
dapat pula terganggu dengan adanya plak ateroma juga arteri-arteri kecil
mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunika media hialinisasi
dan kalsifikasi. Walaupun berat otak hanya 2% dari berat badan tetapi
mengkomsumsi 20% dari total kebutuhan oksigen komsumsion. Aliran
darah serebral pada orang dewasa kurang lebih 50cc/100gm/menit pada usia
lanjut menurun menjadi 30cc/100gm/menit.
Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem
vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air sangat
menurun, fibrokartilago meningkat dan perubahan pada mukopoliskharid).
Akibatnya diskus ini menonjol ke perifer men¬dorong periost yang
meliputinya dan lig.intervertebrale menjauh dari corpus vertebrae. Bagian
periost yang terdorong ini akan mengalami klasifikasi dan membentuk
osteofit. Keadaan seperti ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis.
Discus intervertebralis total merupakan 25% dari seluruh collumna
vertebralis sehingga degenerasi diskus dapat mengakibat¬kan pengurangan
tinggi badan pada usia lanjut. Spondilosis servi¬kalis berakibat 2 hal pada
a.vertebralis, yaitu:
a. Osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrales dan pada posisi tertentu
bahkan dapat mengakibatkan oklusi pem¬buluh arteri ini.
b. Berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat a.verter¬balies
menjadi berkelok-kelok. Pada posisi tertentu pembu¬luh ini dapat
tertekuk sehingga terjadi oklusi.
c. Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut
seperti telah diuraikan diatas, dapat dimengerti bahwa sirkulasi otak pada
orang tua sangat rentan terhadap peru¬bahan-perubahan, baik perubahan
posisi tubuh maupun fungsi jantung dan bahkan fungsi otak.
- Pembuluh Darah Perifer.
Arterosclerosis yang berat akan menyebabkan penyumbatan arteria perifer
yang menyebabkan pasokan darah ke otot-otot tungkai bawah menurun hal
ini menyebabkan iskimia jaringan otot yang menyebabkan keluhan
kladikasio.

C. Manifetasi Klinis
Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau
sistem pulmonal antara lain :
 Lelah
 Angina
 Oliguri. Penurunan aktifitas GI
 Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebabkan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri,
antara lain :

 Dyspneu
 Batuk
 Orthopnea
 Reles paru
 Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

 Edema perifer
 Distensi vena leher
 Hari membesar
 Peningkatan central venous pressure (CVP)
 (Nanda, 2012 : 109)
D. Patofisiologi
Bila reservasi jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung.
Demikian juga pada tingkat awal disfungsi komponen pompa secara nyata
dapat mengakibatkan gagal jantung.
Pada lansia dengan terjadi perubahan fisiologis jantung akibat penuaan akan
menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular. Hal ini pada akhirnya
juga akan menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung. Perubahan
fisiologi jantung ini harus kita bedakan dari efek patologis yang terjadi
karena penyakit lain, seperti pada penyakit coronary arterial disease yang
juga sering terjadi dengan meningkatnya umur. Ada sebuah masalah besar
dalam mengukur dampak menua terhadap fisiologi jantung, yaitu mengenai
masalah penyakit laten yang terdapat pada lansia.
1. Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin
(aging pigment) pada serat-serat miokardium.
2. Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi
rangka dari jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan
perubahan sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup menebal.
Bising jantung (murmur) yang disebabkan dari kekakuan katup sering
ditemukan pada lansia
3. Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan
pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang
sebanyak 50%-75% sejak manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari
nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi fibrosis. Sedangkan pada
berkas His juga akan ditemukan kehilangan pada tingkat selular.
Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan denyut jantung.
4. Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri.
Ini menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih
sedikit walaupun terdapat pembesaran jantung secara keseluruhan.
Pengisian darah ke jantung juga melambat.
5. Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal
ini disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan
diastolik menurun.
6. Pada pembuluh darah, hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri
besar lainnya. Ini menyebabkan meningkatnya resistensi ketika
ventrikel kiri memompa sehingga tekanan sistolik dan afterload
meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated
aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam
tekanan diastolik.
7. Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik.
Selain itu reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan
kemoreseptor juga menurun. Perubahan respons terhadap baroreseptor
dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi Ortostatik pada lansia.
8. Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan
melambat.
9. Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun
menurun.
10. Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga
terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga
imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi
menurun.

Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan respon


fisiologi tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal. Terdapat empat mekanisme respon primerterhadap
gagal jantung, meliputi :

 Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatis


 Meningkatnya beban awal akibat aktifitas neuhormonal
 Hipertofi ventrikel
 Volume cairan berlebih (overload)
Keempat respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini
daripada keadaan istirahat. Akan tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktifitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif. (Muttaqin, Arif. 2009 : 200).

E. Pemeriksaan Penunjang
- Ekikardiografi : untuk mmperkirakan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri
- Rontgen dada : untuk menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema paru atau kardiomegali
- Elektrokardiografi : untuk melihat adanya perubahan kalium
setelah pemakaian duretik. (Muttaqin, 2009 : 216)
F. Pathway
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen terutama pada klien gagal jantung disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi
kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilatasi
Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis tengah didukung
dalam pelaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan
vasodilatasi perifer, jantung diunloaded (penurunan afterload), pada
peningkatan curah jantung lanjut penurunan pulmonary arteri wedge
pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskuler
pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta penurunn pada
O2 miokard.
3. Diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung, diuretik memiliki efek
antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
4. Diuretik kuat
Bekerja dengan ansa nenle dengan menghambat transportasi klorida
terhadap natrium terhadap sirkulasi (menghambat reabsorbsi
natrium pasif).

H. Komplikasi
 Syok kardiogenik
 Aritmia
 Ruptur miokard
 Kematian
I. Fokus Pengkajian
1. Keluhan utama
Kelemahan saat beraktifitas dan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik klien.
3. Riwayat penyakit dahulu
Dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri ada, hipertensi, iskema miokardium, infark miokard, diabetes
melitus, dan hiperlidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasanya
diminum oleh klien pada masa lalu dan masih relevan dengan
kondisi saat ini.
4. Riwayat keluarga
Dengan menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif.
5. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Dengan menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkungannya.

J. Diagnosa Keperawatan
 Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan oksigen
 Penurunan curah jantung b/d penurunan pengisian ventrikel kiri,
peningkatan atrium dan kongesti vena
 Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai demand
oksigen
K. Fokus Intervensi

Tujuan dan Kriteria


Diagnosa Intervensi
Hasil

Pola nafas Setelah dilakukan Pengaturan posisi


tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
selama .....x.....jam tidak  Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
terjadi perubahan pola mengubah posisi
nafas dengan kriteria
hasil : Terapeutik
 Frekuensi pernapasan  Tempatkan pada posisi terapeutik
dalam batas normal  Tempatkan objek yang sering digunakan dalam
 Irama pernapasan jangkauan
reguler  Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis, semi-
fowler)
 Saturasi oksigen  Tinggikan anggota gerak 20o atau lebih di atas
dalam batas normal level jantung
 Tinggikan tempat tidur bagian kepala
 Tidak terdapat otot  Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi
bantu pernafasan
(mis,tengkurap/good lung down)
 Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
 Pola nafas normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi

Terapi Relaksasi
Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berinteraksi, dan gejala lainnya
yang mengganggu aktifitas
 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah dilakukan
 Monitor respon terhadap teknik relaksasi

Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan.
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar

Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis, musik, meditasi,nafas
dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang di
pilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Ajarkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi atau teknik yang
dipilih
 Demontrasikan dan latih teknik relaksasi (mis,
nafas dalam, peregangan, atau imajinasi terpimpin)

Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung


curah jantung tindakan keperawatan Observasi
selama .....x.....jam tidak  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
terjadi penurunan curah jantung (meliputi, dipsnea, kelelahan, edema,
jantung dengan kriteria ortopnea,peningkatan CVP)
hasil :  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
 Tanda vital dalam curah jantung (meliputi, peningkatan berat
rentang normal badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis,
 Dapat mentoleransi palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
aktifitas, tidak ada pucat)
kelelahan  Monitor tekanan darah
 Tidak ada edema  Monitor intake dan output cairan
paru, perifer dan  Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
tidak ada asites sama
 Tidak terjadi  Monitor keluhan nyeri dada
penurunan
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
kesadaran
sebelum dan sesudah beraktifitas
 Tidak ada distensi
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
vena jugularis
sebelum dan sesudah pemberian obat
 Warna kulit normal
Terapeutik
 Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,
bila perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Manajemen Nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skalanyeri
 Identifikasi nyeri nonverbal
 Identifikasi factor memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangan/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasanyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu

Pemantauan Tanda Vital


Observasi
 Monitor tekanan darah
 Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
 Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor oksimetri nadi (selisih tds dan tdd)
 Identivikasi penyebab perubahan tanda vital

Terapeutik
 Atur interval pemantauan sesuaiondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pemberian Obat Oral


Observasi
 Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan
kontraindikasi obat (mis, gangguan menelan,
nausea/muntah, inflamasi usus, peristaltic
menurun, kesadaran menurun, program puasa)
 Verifikasi order obat sesuai indikasi
 Periksa tanggal kadaluwarsaobat
 Monitor efek terapeutik obat
 Monitor efek local, efek sistemik, dan efek
samping obat
 Monitor risiko aspirasi, jika perlu

Terapeutik
 Melakukan prinsip enam benar (pasien, obat,
dosis, waktu, rute, dokumentasi)
 Berikan obat oral sebelumdan sesudah makan,
sesuai kebutuhan
 Campurkan obat dengan air sirup, jika perlu
 Taruh obat sublingual dibawah lidah pasien

Edukasi
 Jelaskan jenis obat,alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan, dan efeksamping sebelum
pemberian
 Anjurkan tidak menelan obat sublingual
 Anjurkan tidak makan/minum hingga seluruh
onat sublingual larut
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara
pemberian obat secara mandiri

Intoleransi Setelah dilakukan Managemen Energi


aktifitas tindakan keperawatan Observasi
selama .....x.....jam pasien  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
bertoleransi terhadap mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktifitas dengan kriteria
 Monitor pola dan jam tidur
hasil :
 Monitor lokasi dan ketidak nyamanan
 Berpartisipasi selama melakukan aktifitas
dalam aktifitas
fisik tanpa Terapeutik
disertai  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
peningkatan stimulus (mis,cahaya, suara,kunjungan)
tekanan darah  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau
pasif
 Mampu  Berikan latihan distraksi yang
melakukan menyenangkan
aktivitas sehari-  Pasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
hari secara tidak dapat berpindah atau berjalan
mandiri
Edukasi
 Keseimbangan  Anjurkan tirah baring
aktivitas dan  Anjurkan melakukan aktivitas secara
istirahat bertahap
 Aanjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktifitas
Observasi
 Identifikasi deficit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktifitas tertentu
 Dentifikasi sumber daya untuk aktifitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktifitas rutin (mis,
bekerja) dan waktu luang
 Monitor respon emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik
 Fasilitasi focus pada kemampuan bukan
pada deficit yang dialami
 Sepakati untuk meningkatkan frekuensi dan
rentang aktifitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis dan social
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas rutin (mis, ambulasi,
mobilisasi,dan perawatan diri) sesuai
kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,energy atau
gerak
 Fasilitasi aktivitas motoric kasar untuk
pasien hiperaktif
 Fasilitasi aktivitas motoric untuk relaksasi
otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis,
kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia jika sesuai
 Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
relaksasi dan deversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis, group vocal,
bola poli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan
diri, dan teka-teki dan kartu)
 Libatkan keluarga saat aktivitas jika perlu
 Fasilitasi pengembangan motivasi dan
penguatan diri

Edukasi
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif dalammenjaga fungsi
kesehatan
 Anjurkan untukikut aktivitas kelompok atau
terapi,jika perlu
 Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisifasi dalam
aktivitas

Kolaborasi
 Kolaborasi denga terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu

Dukungan Spiritual
Observasi
 Identifikasi perasaan khawatir, kesepian,
ketidak berdayaan
 Identifikasi pandangan tentang hubungan
antara spiritual dan kesehatan
 Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
 Identifikasi dalam ketaatan beragama

Terapeutik
 Berikan kesempatan dan mengekspresikan
perasaan tentang penyakit dan kematian
 Berikan kesempatan dan mengekspresikan
dan meredakan marah secara tepat
 Sediakan privasi dan waktu tenang untuk
aktivitas spiritual
 Diskusikan keyakinan tentang makna tujuan
hidup, jika perlu
 Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah

Edukasi
 Anjurkan berinteraksi dengan keluarga,
teman,dan atau orang lain
 Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok
pendukung
 Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan
imajinasi terbimbing

Kolaborasi
 Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis,
ustadz, pendeta, romo, biksu)

Rehabilitasi Jantung
Observasi
 Monitor tingkat toleransi aktivitas
 Periksa kontraindikasi latihan (takikardia
>120x/menit, tds >180 mmhg, tdd
>110mmhg, hipotensi ortostatik>20mmhg,
angina,dyspnea, gambaran ekg iskemia,blok
atrioventikuler derajat 2 dan 3, takikardia
ventrikel)
 Lakukan skrining ansietas dan depresi, jika
perlu
Terapeutik
 Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 1
(inpatient)
 Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 2
(outpatient)
 Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 3
(maintenance)
 Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 4
(long term)

Edukasi
 Jelaskan fase-fase rehabilitasi jantung
 Anjurkan menjalani latihan sesuai toleransi
 Anjurkan pasien dan keluarga untuk
modifikasi factor resiko (mis, latihan, diet,
berhenti merokok, menurunkan berat
badan)
 Anjurkan pasien dan keluarga mematuhi
jadwal kontrol kesehatan
Terapi Music
Observasi
 Identifikasi perubahan perilaku atau pisiologi
yag akan dicapai
(relaksasi,stimulasi,konsentrasi,pengurangan
rasa sakit)
 Identifikasi minat terhadap music
 Identifikasi music yang disukai

Terapeutik
 Pilih music yang disukai
 Posisikan dalam posisi yang nyaman
 Batasi rangangan eksternal selama terapi
dilakukan (mis,lampu, suara, pengunjung,
panggilan telepon)
 Sediakan peralatan terapi musik
 Atur volume suara yang sesuai
 Berikan terapi music sesuai indikasi
 Hindari pemberian terapi music dalam waktu
yang lama
 Hindari terapi music saat cedera kepala akut
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur terapi music
 Anjurkan rileks selama mendengarkan music
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai