LP Dekompensasi Cordis Lansia
LP Dekompensasi Cordis Lansia
A. Pengertian
Dekompensasi kordis adalah suatu keberadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung. (Nanda, 2012 : 108)
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi lain mengatakan bahwa
gagal jantung bukan suatu penyakit terbatas pada suatu sistem organ,
melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai
dengan suatu bentuk respon hemodinamik, renal dan hormonal, suatu
keadaan patologis kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung
pemompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan atau hanya dapat
memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian. (Muttaqin, 2009 :
196)
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahan atau saat aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/ atau kontraktilita miokardial
(disfungsi sistolik). (Nanda, 2015)
Klasifikasi :
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal
jantung terbagi :
1. Gagal Jantung Kiri
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, orthopnea
dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne
stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena
pulmonalis.
2. Gagal Jantung Kanan
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia,
dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung
kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap antrium kanan, murmur,
tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat,
bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali dan pitting edema.
3. Gagal Jantung Kongestif
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal
jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA)
membuat klafisikasi fungsional dalam 4 kelas :
a. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa
keluhan
b. Kelas 2 : Bila paien tidak dapat melakukan aktifitas lebih
berat dari aktifitas sehari tanpa keluhan
c. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-
hari tanpa keluhan
d. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan
aktifitas apapun dan harus tirah baring. (Nanda, 2012 : 108)
B. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitas aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard
atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian dan ejeksi ventrikel (Perikardis
konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga
yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium didalam sarkomer
atau didalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. (Nanda, 2012 : 109)
C. Manifetasi Klinis
Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau
sistem pulmonal antara lain :
Lelah
Angina
Oliguri. Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebabkan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri,
antara lain :
Dyspneu
Batuk
Orthopnea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Edema perifer
Distensi vena leher
Hari membesar
Peningkatan central venous pressure (CVP)
(Nanda, 2012 : 109)
D. Patofisiologi
Bila reservasi jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk
melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung.
Demikian juga pada tingkat awal disfungsi komponen pompa secara nyata
dapat mengakibatkan gagal jantung.
Pada lansia dengan terjadi perubahan fisiologis jantung akibat penuaan akan
menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular. Hal ini pada akhirnya
juga akan menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung. Perubahan
fisiologi jantung ini harus kita bedakan dari efek patologis yang terjadi
karena penyakit lain, seperti pada penyakit coronary arterial disease yang
juga sering terjadi dengan meningkatnya umur. Ada sebuah masalah besar
dalam mengukur dampak menua terhadap fisiologi jantung, yaitu mengenai
masalah penyakit laten yang terdapat pada lansia.
1. Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin
(aging pigment) pada serat-serat miokardium.
2. Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi
rangka dari jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan
perubahan sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup menebal.
Bising jantung (murmur) yang disebabkan dari kekakuan katup sering
ditemukan pada lansia
3. Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan
pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang
sebanyak 50%-75% sejak manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari
nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi fibrosis. Sedangkan pada
berkas His juga akan ditemukan kehilangan pada tingkat selular.
Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan denyut jantung.
4. Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri.
Ini menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih
sedikit walaupun terdapat pembesaran jantung secara keseluruhan.
Pengisian darah ke jantung juga melambat.
5. Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal
ini disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan
diastolik menurun.
6. Pada pembuluh darah, hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri
besar lainnya. Ini menyebabkan meningkatnya resistensi ketika
ventrikel kiri memompa sehingga tekanan sistolik dan afterload
meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated
aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam
tekanan diastolik.
7. Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik.
Selain itu reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan
kemoreseptor juga menurun. Perubahan respons terhadap baroreseptor
dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi Ortostatik pada lansia.
8. Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan
melambat.
9. Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun
menurun.
10. Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga
terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga
imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi
menurun.
E. Pemeriksaan Penunjang
- Ekikardiografi : untuk mmperkirakan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri
- Rontgen dada : untuk menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema paru atau kardiomegali
- Elektrokardiografi : untuk melihat adanya perubahan kalium
setelah pemakaian duretik. (Muttaqin, 2009 : 216)
F. Pathway
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen terutama pada klien gagal jantung disertai
dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi
kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilatasi
Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis tengah didukung
dalam pelaksanaan gagal jantung. Dengan menyebabkan
vasodilatasi perifer, jantung diunloaded (penurunan afterload), pada
peningkatan curah jantung lanjut penurunan pulmonary arteri wedge
pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskuler
pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta penurunn pada
O2 miokard.
3. Diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung, diuretik memiliki efek
antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
4. Diuretik kuat
Bekerja dengan ansa nenle dengan menghambat transportasi klorida
terhadap natrium terhadap sirkulasi (menghambat reabsorbsi
natrium pasif).
H. Komplikasi
Syok kardiogenik
Aritmia
Ruptur miokard
Kematian
I. Fokus Pengkajian
1. Keluhan utama
Kelemahan saat beraktifitas dan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik klien.
3. Riwayat penyakit dahulu
Dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri ada, hipertensi, iskema miokardium, infark miokard, diabetes
melitus, dan hiperlidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasanya
diminum oleh klien pada masa lalu dan masih relevan dengan
kondisi saat ini.
4. Riwayat keluarga
Dengan menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif.
5. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Dengan menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkungannya.
J. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan oksigen
Penurunan curah jantung b/d penurunan pengisian ventrikel kiri,
peningkatan atrium dan kongesti vena
Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai demand
oksigen
K. Fokus Intervensi
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berinteraksi, dan gejala lainnya
yang mengganggu aktifitas
Identifikasi teknik relaksasi yang pernah dilakukan
Monitor respon terhadap teknik relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan.
Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis, musik, meditasi,nafas
dalam, relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang di
pilih
Anjurkan mengambil posisi nyaman
Ajarkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi atau teknik yang
dipilih
Demontrasikan dan latih teknik relaksasi (mis,
nafas dalam, peregangan, atau imajinasi terpimpin)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Manajemen Nyeri
Observasi
Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skalanyeri
Identifikasi nyeri nonverbal
Identifikasi factor memperberat dan
memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor terapi komplementer yang sudah
diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangan/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasanyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
Terapeutik
Atur interval pemantauan sesuaiondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapeutik
Melakukan prinsip enam benar (pasien, obat,
dosis, waktu, rute, dokumentasi)
Berikan obat oral sebelumdan sesudah makan,
sesuai kebutuhan
Campurkan obat dengan air sirup, jika perlu
Taruh obat sublingual dibawah lidah pasien
Edukasi
Jelaskan jenis obat,alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan, dan efeksamping sebelum
pemberian
Anjurkan tidak menelan obat sublingual
Anjurkan tidak makan/minum hingga seluruh
onat sublingual larut
Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara
pemberian obat secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
Terapi Aktifitas
Observasi
Identifikasi deficit tingkat aktivitas
Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktifitas tertentu
Dentifikasi sumber daya untuk aktifitas yang
diinginkan
Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
Identifikasi makna aktifitas rutin (mis,
bekerja) dan waktu luang
Monitor respon emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
Fasilitasi focus pada kemampuan bukan
pada deficit yang dialami
Sepakati untuk meningkatkan frekuensi dan
rentang aktifitas
Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis dan social
Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas rutin (mis, ambulasi,
mobilisasi,dan perawatan diri) sesuai
kebutuhan
Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,energy atau
gerak
Fasilitasi aktivitas motoric kasar untuk
pasien hiperaktif
Fasilitasi aktivitas motoric untuk relaksasi
otot
Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis,
kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia jika sesuai
Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur dan aktif
Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
relaksasi dan deversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis, group vocal,
bola poli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan
diri, dan teka-teki dan kartu)
Libatkan keluarga saat aktivitas jika perlu
Fasilitasi pengembangan motivasi dan
penguatan diri
Edukasi
Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif dalammenjaga fungsi
kesehatan
Anjurkan untukikut aktivitas kelompok atau
terapi,jika perlu
Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisifasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi denga terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
Dukungan Spiritual
Observasi
Identifikasi perasaan khawatir, kesepian,
ketidak berdayaan
Identifikasi pandangan tentang hubungan
antara spiritual dan kesehatan
Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
Identifikasi dalam ketaatan beragama
Terapeutik
Berikan kesempatan dan mengekspresikan
perasaan tentang penyakit dan kematian
Berikan kesempatan dan mengekspresikan
dan meredakan marah secara tepat
Sediakan privasi dan waktu tenang untuk
aktivitas spiritual
Diskusikan keyakinan tentang makna tujuan
hidup, jika perlu
Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
Edukasi
Anjurkan berinteraksi dengan keluarga,
teman,dan atau orang lain
Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok
pendukung
Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan
imajinasi terbimbing
Kolaborasi
Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis,
ustadz, pendeta, romo, biksu)
Rehabilitasi Jantung
Observasi
Monitor tingkat toleransi aktivitas
Periksa kontraindikasi latihan (takikardia
>120x/menit, tds >180 mmhg, tdd
>110mmhg, hipotensi ortostatik>20mmhg,
angina,dyspnea, gambaran ekg iskemia,blok
atrioventikuler derajat 2 dan 3, takikardia
ventrikel)
Lakukan skrining ansietas dan depresi, jika
perlu
Terapeutik
Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 1
(inpatient)
Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 2
(outpatient)
Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 3
(maintenance)
Fasilitasi pasien menjalani latihan fase 4
(long term)
Edukasi
Jelaskan fase-fase rehabilitasi jantung
Anjurkan menjalani latihan sesuai toleransi
Anjurkan pasien dan keluarga untuk
modifikasi factor resiko (mis, latihan, diet,
berhenti merokok, menurunkan berat
badan)
Anjurkan pasien dan keluarga mematuhi
jadwal kontrol kesehatan
Terapi Music
Observasi
Identifikasi perubahan perilaku atau pisiologi
yag akan dicapai
(relaksasi,stimulasi,konsentrasi,pengurangan
rasa sakit)
Identifikasi minat terhadap music
Identifikasi music yang disukai
Terapeutik
Pilih music yang disukai
Posisikan dalam posisi yang nyaman
Batasi rangangan eksternal selama terapi
dilakukan (mis,lampu, suara, pengunjung,
panggilan telepon)
Sediakan peralatan terapi musik
Atur volume suara yang sesuai
Berikan terapi music sesuai indikasi
Hindari pemberian terapi music dalam waktu
yang lama
Hindari terapi music saat cedera kepala akut
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur terapi music
Anjurkan rileks selama mendengarkan music
Daftar Pustaka