Anda di halaman 1dari 13

ESTIMASI UNDERGROUND ECONOMY INDONESIA

Ahmad Yeyen Fidyani*


NPM: 1706086461
*Program Studi Magister Ilmu Ekonomi - FEB UI
Email: fidyani@bps.go.id

Abstrak

Underground Economy (UE) merupakan suatu upaya yang dilakukan sebagai reaksi
penghindaran pelaku ekonomi terhadap beban tambahan dalam memenuhi kebutuhannya.
Semakin meningkatnya kegiatan UE mengakibatkan kinerja perekonomian yang selama
ini diukur melalui besarnya PDB menjadi bias atau underestimate. Selain itu juga turut
menciptakan kerugian negara melalui besaran potensi pajak yang hilang. Kurun waktu
penelitian sedianya tahun 1979-2016, tetapi dengan keterbatasan data yang diperoleh dari
SEKI Bank Indonesia, IFS-IMF, BPS dan Kementrian Keuangan, sehingga hanya beberapa
tahun terakhir saja yang dijabarkan. Analisis inferensia menggunakan RLB, untuk membangun
model permintaan mata uang yang akan digunakan untuk mengestimasi persentase. Akan
tetapi dengan keterbatasan waktu dan data, persentase UE belum dilakukan, hanya sebatas
penjabaran variabel-variabel yang mempengaruhinya saja.

Keyword : UE, RLB, model permintaan mata uang

I. PENDAHULUAN

Pembahasan terkait pemenuhan kebutuhan pelaku ekonomi tidak akan lepas dari pembicaraan
tentang pendapatan dan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Adanya permintaan efektif
dan inefektif kemudian memunculkan pola-pola tertentu yang digunakan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya. Reaksi ini terjadi sebagai suatu upaya bagaimana agar setiap orang
dapat memenuhi keinginannya yang tidak terbatas dengan sumber daya terbatas yang
dimilikinya. Dapat dimaklumi bahwa secara naluriah setiap orang memiliki prinsip yang sama
dalam pemenuhan kebutuhannya, yakni mendapatkan kepuasan maksimum dengan
pengorbanan sumber daya yang seminimum mungkin. Dari itu maka muncul aktivitas
“tersembunyi” (hidden activity) untuk mengatasi kebutuhan ekonominya. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa aktivitas yang terjadi dalam Underground Economy merupakan suatu
upaya yang dilakukan sebagai reaksi penghindaran pelaku ekonomi terhadap beban tambahan
dalam memenuhi kebutuhannya.
1
Salah satu definisi yang paling sering digunakan untuk landasan penghitungan UE
adalah kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun illegal yang terlewat dari
perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang juga dikenal dengan nama lain
unofficially economy atau black economy saat ini telah menjadi sebuah isu global
(Scheineider & Enste, 2000).

Tabel 1.1 Taksonomi Jenis Kegiatan Ekonomi Underground


Jenis Kegiatan Transaksi Moneter Transaksi Non-Moneter
Perdagangan barang curian, pengolahan Saling tukar obat terlarang, barang curian,
dan transaksi obat terlarang, prostitusi, penyelundupan, dll. Produksi atau
Kegiatan illegal
perjudian, penyelundupan, dan menanam obat bius untuk dipakai sendiri,
penipuan. mencuri untuk dipakai sendiri.
Penggelapan Pajak Penghindaran Penggelapan Pajak Penghindaran
Pajak Pajak
Tidak melaporkan Pegawai tidak Tukar-menukar Semua pekerjaan
pendapatan pribadi, dihitung, barang dan jasa yang dilakukan
gaji, honor dan harta jaminan sosial. legal. sendiri dan
Kegiatan Legal dari pekerjaan yang bantuan tetangga
tidak dilaporkan
terkait barang dan
jasa legal.

Sumber: Lipert dan Walker (1997) dalam Schneider dan Enste (2000)

Aktivitas Underground Economy merupakan fakta yang dihadapi di seluruh dunia1.


Dampak langsung yang terjadi adalah keniscayaan adanya aktivitas yang tidak terdata
pemerintah. UE yang tinggi menciptakan angka agregat makro yang kurang dapat dipercaya,
misalnya angka pengangguran dan tingkat pendapatan. Keputusan dari kebijakan ekonomi
yang berdasarkan pada data makro ini kemungkinan besar akan tidak efektif. Hal ini dapat
dipahami karena semakin meningkatnya kegiatan UE mengakibatkan kinerja
perekonomian yang selama ini diukur melalui besarnya PDB menjadi bias atau
underestimate. Selain itu juga turut menciptakan kerugian bagi negara melalui besaran
potensi pajak yang hilang. Kegiatan UE umumnya lepas dari pengawasan otoritas pajak
sehingga menghilangkan kewajiban membayar pajak dari para pelaku UE.
Diakui bahwa tidak mudah mendapatkan perkiraan besarnya UE, tetapi bukan berarti
estimasi terhadap UE tidak dapat dilakukan. Banyaknya cara pandang para ahli terhadap
permasalahan ini akhirnya menyebabkan banyaknya metode pendekatan yang diajukan untuk
memperkirakan besar dan distribusi UE. Hal yang perlu disadari adalah bahwa aktivitas-
aktivitas “tersembunyi” yang tidak terdata tersebut dapat dipastikan meninggalkan jejak-jejak

1
Schneider and Enste, Shadow Economies: Size, Causes, and Consequences (journal of economic literature vol.
XXXVIII march 2000), p.77.
2
yang dapat ditelusuri dalam informasi makro perekonomian. Karena faktor-faktor produksi
yang digunakan dalam UE pada dasarnya sama dengan apa yang ada dalam perekonomian
formal, sehingga faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal uang, atau bahan input lain dapat
digunakan sebagai pendekatan terhadap pendugaan besarnya UE.

1.1 Literature Review

Banyak definisi yang berkaitan dengan UE. Hal ini disebabkan karena perbedaan sudut
pandang peneliti terhadap permasalahan UE. Sehingga estimasi bisa saja didapatkan berbeda-
beda bergantung pada konsep dan sudut pandang yang digunakan. Wibowo dan Sharma (2005)
melakukan penelitian dengan tema yang sama menggunakan beberapa metode analisis untuk
menduga besarnya persentase UE Indonesia. Estimasi dilakukan sepanjang tahun 1976-1999.
Dari model umum yang melibatkan sepuluh variabel diputuskan hanya tujuh yang digunakan
dan diantaranya merupakan variabel turunan dari variabel utama. Hasil yang didapatkan
variabel pajak berpengaruh positif terhadap variabel tidak bebasnya (rasio jumlah uang beredar
terhadap deposit bank), inflasi berpengaruh positif, laju inflasi berpengaruh negatif,
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif, PDB perkapita berpengaruh positif, pengeluaran
konsumsi pemerintah berpengaruh negatif, dan investasi berpengaruh negatif.
Apa yang diteliti oleh Samuda (2016) sedikit berbeda hasilnya yaitu komponen pajak
berpengaruh positif, PDB berpengaruh positif, inflasi berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan dalam model dan suku bunga berpengaruh negatif. Mungkin karena jumlah variabel
yang diteliti lebih sedikit dan rentang waktu yang digunakan berbeda, dimana Samuda
menggunakan data triwulanan tahun 2001-2013.

1.2 Research Gap

Dari seluruh literature review yang ada berkenaan dengan estimasi UE baik di dalam maupun
luar negeri, hampir semuanya menggunakan pendekatan legal activity, tetapi belum
menggunakan pendekatan illegal activity (kriminal) seperti yang digambarkan pada Tabel 1.1.
Oleh karenanya pada penelitian ini penulis ingin melakukan estimasi UE di Indonesia dengan
pendekatan aktivitas illegal, lebih tepatnya kejahatan korupsi. Mengapa korupsi? Sebab
korupsi merupakan kejahatan “besar” pada era modern ini, tidak hanya di Indonesia bahkan di
seluruh dunia. Dikatakan “besar” karena memberikan kerugian negara paling besar
dibandingkan kejahatan lainnya, disamping biasanya dilakukan oleh orang-orang “besar” yang
mayoritas merupakan pejabat negara. Tentunya selain menambah kurun waktu penelitian,
penulis juga memasukan variabel-variabel independen lain yang sudah terbukti dalam
mempengaruhi besarnya aktivitas underground oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
3
II. LANDASAN TEORI

Berikut adalah beberapa metode yang diajukan oleh Bajada dan Schneider (2003) untuk
memperkirakan besarnya UE.
1. Qualitative estimate: Penelitian kualitatif biaya moneter pada aktivitas illegal, seperti
penyuapan dapat memberi informasi besarnya UE.
2. Selisih antara pendapatan yang dilaporkan untuk keperluan pajak dengan hasil
pemeriksaan yang dilakukan petugas pengawas pajak/auditor independen.
3. Selisih antara angka statistik pendapatan dan pengeluaran nasional: Teorinya
peningkatan pada neraca nasional, sisi pengeluaran dan pendapatan nasional seharusnya
sama. Jika tidak sama, prosedur teknis yang dilakukan oleh lembaga yang menghitung
pendapatan nasional adalah dengan meminimalkan selisihnya.
4. Selisih antara tenaga kerja resmi dan jumlah tenaga kerja sebenarnya: Perkiraan besarnya
UE dapat dilakukan dengan menghitung pekerja yang tidak terdaftar/pekerja informal.
5. Pendekatan permintaan mata uang: Perkiraan terhadap UE dapat dibangun dari
perbedaan antara permintaan untuk mata uang dengan mempertimbangkan faktor-faktor
yang memberi dampak padanya, dan permintaan mata uang dengan tanpa melibatkan
faktor-faktor tersebut.
6. Pemodelan variabel laten-Multiple Indicators Multiple Causes (MIMIC) model:
Perkiraan terhadap UE dapat diperoleh dari saling keterkaitan antara beberapa variabel,
beberapa diantaranya dianggap penyebab terjadinya perubahan UE, dan yang lainnya
dianggap sebagai variabel dampak darinya.

2.1 Teori Keseimbangan Moneter dan Permintaan Uang

Gambar 2.1 Keseimbangan moneter


4
Keseimbangan moneter (E) adalah kondisi ketika jumlah uang yang diminta sama dengan
jumlah uang yang disediakan (Lipsey, Ragan, dan Storer, 2007). Kurva penawaran uang (MS)
adalah vertikal, hal ini mengindikasikan bahwa MS bebas dari tingkat suku bunga. Pergeseran
MS hanya akan terjadi jika Bank sentral meningkatkan cadangan uang yang ada dalam sistem
perbankan atau bank umum meminjamkan lebih banyak uang dari cadangan yang dimilikinya.
Kurva permintan (MD) adalah kurva menurun (berslope negatif), mengindikasikan bahwa
perusahaan dan rumah tangga memutuskan lebih banyak memegang uang ketika tingkat suku
bunga rendah.
Pernyataan bahwa jumlah uang beredar (JUB) berhubungan dengan nilai transaksi
merupakan salah satu versi dari teori kuantitas uang yang dikemukakan oleh Irving Fisher
tahun 1911 dimana:
M.V = P.T ……….…………….…. . . 2.1
M : JUB, V : kecepatan peredaran uang, P : tingkat harga, dan T : jumlah (volume) transaksi
Pada mulanya teori Fisher tidak dikenal sebagai teori permintaan uang, hanya
merupakan identitas saja. Akan tetapi kemudian berubah menjadi teori penentuan harga. M
dianggap eksogenous, V dianggap konstan, dan T ditentukan oleh output dalam perekonomian.
Ini berarti bahwa perubahan dalam M akan menyebabkan adanya perubahan dalam P. Agar
dapat menjelaskan teori pendapatan, asumsi bahwa total transaksi berubah secara langsung
dengan perubahan pendapatan, dan harga didefinisikan sebagai harga barang (input) riil.

……………..……………. . . . 2.2

Y : pendapatan riil, dan V : laju kecepatan pendapatan


Teori tersebut memperkirakan bahwa M akan berubah secara langsung dengan berubahnya Y
tanpa faktor lain yang mempengaruhi. Teori ini menganggap bahwa permintaan uang sama
halnya dengan permintaan untuk kekayaan finansial ataupun fisik yang lain.

2.2 Kerangka Pikir

Selama ini para ahli ekonomi menyadari bahwa adanya informasi data yang tidak tercatat
adalah keniscayaan. Informasi dari aktivitas yang tersembunyi baik itu prostitusi, perjudian,
penyelundupan, perdagangan obat terlarang, korupsi dan sebagainya adalah data yang hampir
tidak mungkin didapatkan. Dengan tidak adanya informasi itu, sementara prinsip
keseimbangan harus terpenuhi dalam penyusunan neraca maka selama ini dilakukan
penyesuaian (adjustment) yang dilakukan secara subjektif. Dampaknya, statistik atau indikator
yang dihasilkanpun akhirnya bias, dengan biasan yang tidak dapat diukur.

5
Selama ini, uang menjadi faktor penting yang digunakan sebagai salah satu instrumen
perekonomian. Dalam ekonomi underground-pun tentu uang memiliki peran yang sama
pentingnya. Perannya sebagai alat tukar secara umum membuat uang bisa menjadi salah satu
alternatif pendekatan untuk menelusuri jejak-jejak perekonomian yang tersembunyi, tentunya
di luar wilayah barter atau aktivitas yang dilakukan sendiri. Untuk memperkirakan besarnya
UE, syarat yang harus dipenuhi adalah adanya total nilai yang terkontrol. Sehingga dapat
diyakini bahwa nilai yang tertera adalah nilai riil. Total nilai terkontrol ini misalnya adalah
jumlah penduduk usia kerja hasil sensus, jumlah produksi energi, dan tentunya jumlah uang
(total currency).
Dengan mengikuti teori keseimbangan uang, Money Demand (MD) = Money Supply
(MS), dimana MD dapat diyakini bersumber dari permintaan ekonomi formal dan ekonomi
underground, maka dapat dilakukan perkiraan besarnya permintaan uang dari kegiatan
ekonomi undergraund dengan mengurangi total uang yang diproduksi pemerintah dengan total
uang yang digunakan dalam ekonomi formal (informasi tercatat).

III. METODOLOGI

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan mencakup
rentang waktu tahun 1979-2016 yang diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia
(SEKI) Bank Indonesia, International Financial Statistics (IFS) IMF, BPS dan Kementrian
Keuangan. Peneliti menganalisis pada level nasional, sebab semua variabel yang dikumpulkan
adalah variabel makro, tetapi dengan keterbatasan data yang diperoleh maka hanya beberapa
tahun terakhir saja yang dijabarkan.
Agar didapatkan pengertian yang sama terhadap variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian, maka dibuat batasan dan konsep variabel yaitu:
o Uang diluar bank: jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di
tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah
jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral (M1)
o Deposit bank: atau disebut juga saldo bank adalah uang yang berada dalam institusi
bank.
o Pengeluaran konsumsi rumah tangga: adalah sebuah ukuran dari perubahan harga pada
barang konsumsi dan jasa-jasa. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup
pengeluaran aktual dan pegeluaran yang diimputasi.
o Pengeluaran konsumsi pemerintah: adalah total pengeluaran yang digunakan untuk
belanja negara baik pemerintah pusat ataupun daerah.

6
o Pajak Impor: atau tarif impor adalah biaya yang ditetapkan pemerintah suatu negara
terhadap barang-barang yang masuk melewati batas teritori negaranya.
o Pajak Ekspor: atau tarif ekspor adalah biaya yang ditetapkan pemerintah suatu negara
terhadap barang-barang yang diperdagangkan keluar melewati batas teritori negaranya.
o Pajak domestik/dalam negeri: adalah gabungan dari beberapa jenis pajak yang ditarik
oleh pemerintah di dalam wilayah negaranya. Termasuk didalamnya adalah pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai,pajak bumi dan bangunan, cuka, dll.
o Total Pajak: adalah gabungan dari seluruh jenis pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak
setiap tahun.
o PDB per kapita: ukuran output total sebuah negara yang melibatkan PDB dibagi dengan
jumlah penduduk yang ada dalam negara tersebut.
o Pertumbuhan HK/Inflasi: indeks harga konsumen (IHK) adalah indeks yang mengukur
rata-rata perubahan harga antar waktu dari suatu paket jenis barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh penduduk di daerah perkotaan dengan dasar suatu periode tertentu.
o Tingkat suku bunga tabungan riil: tingkat suku bunga yang dibayar oleh institusi
keuangan kepada nasabah pemegang tabungan.

3.1 Metode Analisis

Analisis deskriptif dilakukan untuk menunjukan gambaran umum variabel makro


perekonomian yang mempengaruhi jumlah uang beredar selama kurun waktu penelitian.
Analisis dilakukan dalam bentuk penjabaran angka-angka dalam tabulasi dan grafik.
Sedangkan analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier
Berganda (RLB) dengan Ordinary Least Square (OLS), metode ini digunakan untuk
membangun model permintaan mata uang yang akan digunakan sebagai alat estimasi besarnya
rasio jumlah uang beredar terhadap deposit bank untuk penghitungan perkiraan persentase UE
setiap tahun. Dengan metode ini dapat pula diketahui seberapa besar pengaruh yang diberikan
setiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Rasio yang didapatkan dari hasil
estimasi kemudian digunakan untuk memperkirakan besarnya persentase UE setiap tahun
dengan menggunakan fungsi dari teori kuantitas Irving Fisher.
Regresi merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara variabel tak bebas dengan variabel bebas-nya. Model yang dihasilkan disebut model
regresi linier berganda bila variabel bebas yang digunakan lebih dari satu. Dalam penelitian
ini, RLB digunakan untuk melihat pengaruh variabel makro ekonomi terhadap rasio jumlah
uang beredar terhadap deposit bank di Indonesia setiap tahun. Model yang dihasilkan dari

7
metode ini mampu menggambarkan seberapa besar pengaruh masing-masing variabel bebas
melalui koefisien parameternya.

3.2 Model Permintaan Mata Uang

Model permintaan mata uang pertama kali digunakan oleh Cagan (1958). Kemudian Guttman
(1977) menggunakan metode pendekatan yang sama namun hanya melihat rasio antara mata
uang dengan demand deposit yang terjadi setiap tahun. Model pendekatan permintaan mata
uang sebetulnya memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yang paling sering dikritik adalah
bahwa tidak semua aktivitas yang terjadi dalam UE menggunakan uang tunai (kas)2 dan
asumsi kesamaan kecepatan peredaran uang (velocity of money) ekonomi formal dan ekonomi
underground sangat diragukan.
Asumsi dasar model ini adalah bahwa beban pajak adalah alasan utama yang
menyebabkan munculnya UE. Karena itu, UE diperkirakan dari selisih antara mata uang yang
digunakan dalam perekonomian yang melibatkan pajak dengan mata uang yang digunakan
dalam perekonomian tanpa pajak. Karena konsumsi perorangan dan pemerintah di negara
berkembang memegang peran penting dan signifikan, rasio konsumsi perorangan terhadap
PDB dan rasio belanja pemerintah terhadap PDB dimasukkan sebagai variabel penjelas
tambahan. Dengan model umum sebagai berikut:
̂
( )
…… 3.1

̂ : estimasi rasio jumlah uang beredar (JUB) terhadap saldo rekening atau
( )
deposit bank
: jumlah uang beredar berupa uang logam, uang kertas dan giro

: deposit bank (bank deposit) merupakan pengurangan oleh .


: pajak impor per kapita
: pajak ekspor per kapita
: pajak domestik (dalam negeri) per kapita.

: pdb per kapita riil


: Inflasi
: rasio konsumsi pemerintah terhadap PDB

: tingkat suku bunga tabungan riil

2
Lihat Schneider (2000) hlm. 27
8
Selanjutnya nilai perkiraan ( ) tersebut digunakan untuk memperkirakan besarnya total mata

uang yang digunakan.


̂
̂ ( ) ……………….………. . . . . . . . . . . 3.2

̂ : nilai perkiraan terhadap total currency /JUB keseluruhan


Kemudian jumlah uang yang digunakan dalam perekonomian formal diperkirakan dengan
menggunakan rasio cob terhadap bd pada perekonomian tanpa pajak dikalikan dengan bd.
̂
̂ ( ) .………………………. . . . . . . . . . . 3.3

̂ : nilai perkiraan jumlah mata uang pada perekonomian tanpa pajak


̂
( ) : perkiraan rasio JUB terhadap bd yang digunakan dalam ekonomi formal, didapatkan

dengan cara menghilangkan komponen pajak dengan asumsi bahwa variabel lain yang
tersisa konstan, Wibowo dan Sharma (2005).
̂ ̂ ̂ ……………………………. . . . . . 3.4
Dan pada akhirnya ̂ sebagai uang di dalam ekonomi underground dapat diduga dengan:
̂ ̂ ̂ …………………………….. . . . . . . 3.5
̂ : nilai perkiran jumlah uang yang tidak terlaporkan.
Karena diyakini bahwa dalam perkonomian mengandung informasi yang tidak tercatat
maka pembagi jumlah uang beredar (M) menyebabkan kecepatan perputaran uang pada
persamaan tersebut sebenarya adalah kecepatan umum yang belum dapat digunakan secara
langsung untuk menghitung atau memperkirakan besarnya persentase UE (memanfaatkan
persamaan 2.2). Untuk mendapatkan kecepatan uang yang dimaksudkan dalam penelitian ini,
maka dengan menggunakan persaman tersebut, kecepatan peredaran uang pada perekonomian
formal sebenarnya adalah sebagai berikut:

( ̂ ) ……………………. . . . . . . 3.6

: kecepatan peredaran uang dalam ekonomi formal.


Wibowo dan Sharma (2005), dengan asumsi bahwa kecepatan peredaran mata uang dalam
ekonomi underground setara dengan kecepatan peredaran uang dalam ekonomi formal, maka:
̂ ………………………. . . . . . . 3.7
Sehingga perkiraan terhadap persentase UE adalah
………………… . . . . . . 3.8

9
Dengan adalah nilai PDB yang dilaporkan maka persentase UE terhadap PDB yang
dilaporkan bisa diperoleh.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia juga memiliki karekteristik umum yang
biasanya dimiliki negara berkembang lainnya. Yaitu konsumsi yang cukup tinggi dilakukan
baik oleh rumah tangga ataupun pemerintah. Menurut data selama kurun waktu 1990-2016,
nilai pengeluaran konsumsi kedua pelaku ekonomi menunjukkan tendensi yang terus
meningkat. Hal ini dapat dimaklumi, di negara sedang berkembang pengelola negara berupaya
untuk terus mengembangkan dan meningkatkan pembangunan serta mendorong pertumbuhan
ekonomi setinggi-tingginya.

Grafik 4.1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah Tahunan (Milyar Rp)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Penelitian ini didasari oleh asumsi bahwa terjadinya perekonomian underground yang
berdampak pada keniscayaan munculnya informasi yang tidak terdata dilatarbelakangi oleh
beban pajak yang tinggi. Dari landasan itulah kemudian komponen pajak menjadi salah satu
kunci penting yang harus mendapat perhatian khusus. Dari data yang diperoleh, ada
peningkatan yang terus-menerus sepanjang tahun untuk semua jenis pajak. Jika melihat grafik
4.2, dapat disimpulkan bahwa selama ini aktivitas perdagangan Indonesia belum menunjukkan
adanya peralihan, impor masih tetap lebih besar dari ekspor, kecuali tahun 1998 dan 2011.
Kemungkinan besar pada tahun tersebut terjadi gejolak perekonomian di dalam negeri yang
menyebabkan rupiah terdepresiasi (terutama tahun 1998), sehingga pengusaha lebih memilih
menjual produknya ke luar negeri. Hal ini sedikit memberi gambaran bahwa kebijakan tarif
ekspor yang dilakukan pemerintah untuk mendorong eksportir lebih aktif, belum cukup
mampu meningkatkan ekspor Indonesia.
10
Grafik 4.2 Penerimaan Pajak Ekspor dan Impor (Milyar Rp)

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia-BI

Sedangkan dilihat dari grafik 4.3 menunjukan bahwa pajak dalam negeri/pajak domestik
memiliki tren meningkat. Sementara jika dicermati lebih jauh data total penerimaan dari sektor
pajak akan didapati bahwa nilainya terus meningkat sejalan dengan perilaku grafik penerimaan
pajak dalam negeri/domestik.

Grafik 4.3 Penerimaan Pajak Total dan Pajak Domestik (Milyar Rp)

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia-BI

Untuk perkembangan inflasi dapat dicermati dalam grafik 4.4 di bawah, dimana ada
beberapa tahun yang mengalami adanya peningkatan harga yang cukup tinggi, yakni tahun
2005 hingga mencapai sekitar 17 persen. Tahun 2005 merupakan tahun diterapkan
penyesuaian harga BBM terhadap harga minyak dunia oleh pemerintah saat itu, sehingga tak
dapat dipungkiri menyebabkan efek domino terhadap kenaikan harga barang/jasa lainnya yang
cukup tinggi.
11
Grafik 4.4 Inflasi (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Tingkat suku bunga sebagai alat yang umumnya digunakan untuk mengembalikan uang
kas yang dipegang masyarakat ke bank-bank juga tentunya ikut berperan dalam
mengendalikan jumlah uang beredar. Posisi-posisi tingkat suku bunga yang tinggi
menunjukkan bahwa ada upaya yang dilakukan bank sentral untuk mengendalikan jumlah
uang yang dipegang masyarakat. Dari Grafik 4.5 tergambar bahwa ada upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menarik kembali jumlah uang beredar yang dipegang masyarakat di tahun
2005. Posisi tingkat suku bunga pada tahun tersebut menurut data menyentuh angka 12,75%.

Grafik 4.5 Tingkat Suku Bunga (%)

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia-BI

Jika dilihat dari sudut pandang teori permintaan uang Friedman, yang
mempertimbangkan adanya pengaruh inflasi, suku bunga, pendapatan, kekayaan manusiawi
dan non-manusiawi, dan preferensi terhadap permintaan jumlah uang beredar. Secara umum

12
kondisi yang terjadi di atas dapat dipastikan akan mempengaruhi jumlah uang beredar yang
diminta. Tinggal dilihat bagaimana pengelolaan atau penggunaan uang tersebut, apakah secara
optimal digunakan dalam perekonomian yang tercatat secara resmi atau tidak, karena sisa dari
apa yang digunakan itulah yang akan berdampak pada besarnya persentase UE Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik [BPS]. Indikator Ekonomi. Jakarta: BPS. Beberapa edisi.
Badan Pusat Statistik [BPS]. Statistik Indonesia.Jakarta: BPS. Beberapa edisi.
Bajada, Christopher., dan Schneider, F. (2003). The Size and Development of Shadow
Economies in Asia-Pasific. Johannes Kepler University, Departement of Economics.
Working paper, No. 0301, april 2003
Battacharyya, D. K. (1999). On the Economic Rationale of Estimatiing the Hidden Economy.
Economics Journal, 109:456, pp. 348-359
Buhn, A., Karmann, A., dan Schneider, F. (2007). Size and Development of the Shadow
Economy and of Do-it-Yourself Activities in Germany. CESifo Working Paper, No.2021
Gujarati, Damodar. (2003). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill
Iljas, Achjar. (1993). System Of National Account (SNA) ’93. International Monetary Fund
Mankiw, Gregory. (2006). Makroekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Samuda, Sri Juli Asdiyanti. (2016). Underground Economy In Indonesia. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Volume 19 Nomor 1 (Juli 2016)
Schneider, F., dan Dominik, H. Enste. (2000). Shadow Economies: Size, Causes, and
Consequences. Journal of Economic Literature, vol. XXXVIII (March 2000) pp. 77-114
Smith, Philip. (1994). Assessing the Size of The Underground Economy: The Canadian
Statistical Perspectives. Canadian Economics Observer, Cat. No 11-010, 3.16-33, at 3.18
Tatariyanto, Firman. (2014). Taxing the Underground Economy: The Case of Indonesia.
Journal of Economics and Sustainable Development, Volume 5 Number 27 (2014) 2222-
2855
Vo, Duc Hong dan Ly, Thinh Hung. (2014). Measuring the Shadow Economy in the ASEAN
Nations: The MIMIC Approach. International Journal of Economics and Finance,
Volume 6 Number 10 (September 2014) 1916-9728
Wibowo, Sasmito H., dan Sharma, Subhash C. (2005). Estimating the Size og Underground
Economy in Indonesia. The Indian Journal of Economics, vol:LXXXVI, issue 343, pp.1-
11

13

Anda mungkin juga menyukai